Anda di halaman 1dari 7

Nama : Dennis Surya Putra

NIM : 1801954
Kelas : 3A
Pendidikan Sejarah

Kerajaan-Kerajaan Kuno di Afrika Barat : Ghana, Mali, Songhay


Pada masa kuno dan abad pertengahan, Benua Afrika pernah mencapai
puncak kejayaan sebelum kemudian masuk Imperialisme Barat ke tanah Afrika.
Hal ini dibuktikan dengan adanya kerajaan-kerajaan lama di Afrika. Awalnya
kerajaan-kerajaan ini merupakan kerajaan yang menganut sistem kepercayaan
lokal, lalu setelah datangnya para pedagang Islam yang bertransaksi di daerah
Trans-Sahara sehingga kerajaan-kerajaan ini bertransformasi menjadi kerajaan
Islam. Kerajaan-kerajaan tersebut adalah Kerajaan Ghana, Kerajaan Mali dan
Kerajaan Songhay.

Kerajaan Ghana
Kerajaan Ghana terletak di daerah Afrika Barat, tepatnya di sekitar Gurun
Sahara bagian selatan. Nama asli dari negara kerajaan ini adalah Wagadou,
sementara nama Ghana sendiri merujuk kepada gelar penguasa yang memerintah
negara tersebut. Pada awalnya, sekelompok masyarakat awal Afrika Barat yang
tinggal di utara hulu Sungai Niger. Lalu mereka membentuk sebuah negara
dengan sektor perdagangan yang kuat.
Pada tahun 800 M, Ghana menjadi negara perdagangan yang kuat.
Kerajaan ini dipimpin oleh seorang raja yang bertugas mengatur perdagangan dan
menjaga hubungan baik dengan para pedagang yang bertransaksi di gurun Sahara,
lalu bertindak sebagai pemimpin agama dan wakil dari leluhur bangsa Soninke.
Bangsa Soninke sendiri dipercaya sebagai pendiri kekaisaran Ghana. Selanjutnya
para raja mulai memerintahkan penaklukan terhadap wilayah-wilayah yang lemah
dan menarik pajak dari wilayah tersebut. Hasil dari penerimaan pajak tersebut
membuat kerajaan semakin kaya dan kekuasaan semakin kuat. Sehingga raja bisa
membayar kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh kerajaan dan membuat
pasukan militer yang kuat.
Salah satu raja kerajaan Ghana yang terkenal adalah Tunka Manin. Salah
satu bukti yang menerangkan masa pemerintahan Tunka Manin adalah catatan
dari saudagar Arab yang berasal dari Semenanjung Iberia yakni Al-Bakri pada
tahun 1067 M. Menurut catatan Al-Bakri, tampak masyarakat Ghana yang
merupakan suku asli Afrika bagian utara yakni suku Berber mulai menerima
kehadiran Islam yang datang dari pedagang Arab yang sedang berdagang dijalur
Trans-Sahara. Mereka meninggalkan kepercayaan aslinya dan menjadi seorang
muslim. Raja Tunka sendiri tidak menganut agama Islam dan tetap mempercayai
agama asli Ghana. Namun ia tetap mengijinkan orang-orang muslim menetap di
wilayahnya, khususnya di Ibukota Kerajaan yakni Kumbi Saleh. Pada masa
kejayaanya, Kumbi Saleh merupakan kota penting dalam perdagangan Trans-
Sahara.
Dalam hal ekonomi, Kerajaan Ghana bergantung kepada penjualan emas
dan garam. Sehingga Raja Tunka menerapkan dua kebijakan dalam hal perpajakan
dengan maksud menambah pemasukan untuk kas kerajaan. Kebijakan pertama
adalah menerapkan pajak impor dan ekspor barang, yaitu setiap barang yang
masuk ke wilayahnya akan dikenakan pajak sekitar satu dinar emas. Sementara
barang yang keluar dari wilayahnya dikenakan pajak dua dinar emas.
Kebijakan kedua adalah menerapkan pajak produksi khusus untuk emas.
Sebagai salah satu komoditas penting yang diperdagangkan, emas menjadi barang
yang sering dicari dan diekspor ke daerah-daerah Afrika Utara hingga ke
Semenanjung Arab. Al-Bakri menjelaskan bahwa semua keping emas yang ada di
wilayahnya adalah milik kaisar. Namun tidak semata-mata semua emas
merupakan milik kaisar. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga harga emas
karena ketika emas melimpah sehingga praktis kehilangan nilai jualnya.
Namun kejayaan Kerajaan Ghana hanya berlangsung sebentar setelah
kaum Berber yang berada di Afrika Utara. Kaum Berber atau disebut sebagai Al-
Murabethin (Almoravids) berusaha mencari wilayah baru dan mendapatkan semua
harta dari wilayah yang ditaklukan nya. Akhirnya kaum Berber mulai memasuki
wilayah Kerajaan Ghana dan menguasainya. Puncaknya adalah pada tahun 1087
Kerajaan Ghana runtuh dan wilayahnya dikuasai oleh Kerajaan selanjutnya.
Kerajaan Mali
Tradisi kuno di Sudan Barat ditemukan di daerah Kangaba yang menjadi
cikal bakal Kerajaan Mali sekitar sebelum tahun 1000 M. Ibukota Kangaba berada
di Niani yang terletak di dekat Sungai Niger. Davidson (1977:48) menjelaskan
bahwa raja pertama Mali adalah Barmanda yang mulai berkuasa tahun 1050. Dia
seorang Muslim dan menunaikan ibadah haji ke Mekah. Akan tetapi yang diyakini
sebagai peletak dasar Kerajaan Mali yaitu Sundiata Keita. Sundiata yang disebut
juga Mari-Diata naik tahta tahun 1245 dan berkuasa sekitar 25 tahun lamanya.
Sundiata kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Uli (1260-1277). Uli
merupakan raja yang pertama kali menggunakan gelar Mansa yang berarti
penguasa Mandinka atau Mandingo.
Setelah itu berkuasalah dua saudara Uli yaitu Wati dan Khalifa. Kedua raja
ini disebut-sebut sebagai raja yang lemah dan tidak cakap dalam memimpin.
Khalifa terbunuh dalam sebuah pemberontakan. Kekuasaan kemudian dipegang
oleh Abu Bakar hingga tahun 1298. Davidson juga menjelaskan bahwa tahun
1298, kekuasaan diambil alih oleh seorang budak yang dibebaskan yaitu Sakuru
yang berhasil menjadi raja terkuat hingga tahun 1308. Setelahnya kekuasaan
Kerajaan Mali dipegang oleh Mansa Qu dan selanjutnya oleh Mansa Muhammad.
Tahun 1312 kekuasaan dipegang oleh Mansa Kankan Musa hingga tahun 1337,
dan selanjutnya dipegang oleh Mansa Magha dan Mansa Suleyman hingga tahun
1360. Kekuasaan mulai redup dan sekitar tahun 1400-an, Kerajaan Mali berakhir.
Tiga periode kejayaan Kerajaan Mali yaitu:
1. Di bawah kekuasaan Sundiata (1235-1260) sebagai pendiri kerajaan.
2. Di bawah kekuasaan Mansa Sakuru (1298-1308). Dia memperluas kerajaan
meliputi seluruh Sudan dan banyak saudagar melakukan perjalanan ke Mali.
3. Di bawah kekuasaan Mansa Kankan Musa (1312-1337). Dia kembali
memperluas kerajaan hingga pada masa Mansa Suleyman (1340-1360).
Pada masa kekuasaan Mansa Kankan Musa, Mali menjadi pengontrol rute
perdagangan emas ke selatan dan garam ke utara. Daerah Niger Tengah berhasil
dikuasai Mali, termasuk kota Timbuktu dan Gao. Di bawah kekuasaan Musa, Mali
memiliki perwakilan negara di Maroko, Mesir, dan beberapa tempat lain.
Meskipun seperti raja-raja Mali sebelumnya, Musa juga seorang Muslim, namun
mayoritas rakyatnya tidak menganut agama Islam. Maka Musa menjadi raja yang
sangat mendukung penyebaran Islam di wilayahnya. Musa meminta seorang
arsitek Masjid yang bernama As Saheli untuk mendirikan masjid di Gao dan
Timbuktu. Hingga kini di Timbuktu masjid tersebut yang bernama The Old
Sankore Mosque masih dapat dijumpai.

Kerajaan Songhay
Kerajaan Songhay termasuk kerajaan lama yang terbesar di Afrika.
Berdirinya Kerajaan Songhay tidak dapat dilepaskan dari keberadaan kota tua
Gao. Dalam sebuah penemuan arkeologi mengenai Gao (Davidson, 1977:68-69)
dijelaskan bahwa :
1. Gao pada abad ke-11 menjadi sebuah daerah yang kuat dan makmur.
2. Penguasanya menganut agama Islam.
3. Gao menjalin hubungan dagang dengan Afrika Utara dan kaum muslim yang
ada di Spanyol.
Pada awal abad ke-11, penguasa Songhay bernama Dia Kossoi menjadi
muslim pada tahun 1010 M. Pada masa inilah ibukota kerajaan berpindah dari
Kukya ke Gao. Sejak inilah kota Gao bertumbuh. Tiga ratus tahun setelah
kekuasaan Dia Kossoi, Gao menjadi daerah penting bagi penguasa Mali, Mansa
Musa. Hal ini terkait dengan rute Caravan Trade di selatan dan melintasi barat
Sahara. Tahun 1335 garis keturunan Raja Dia berakhir dan berganti menjadi
Sunni atau Shi. Sunni yang kedua yaitu Suleiman Mar berhasil membebaskan Gao
dari tangan Mali pada tahun 1375. Pada masa ini dimulailah ekspansi yang
dilakukan Songhay. Ekspansi paling besar terjadi pada masa Sunni Ali yang
berkuasa atas Gao dan Songhay pada tahun 1464. Sunni Ali adalah seorang
pemimpin militer yang hebat dan berambisi. Dia berhasil mengalahkan Mossi
yang hendak menyerang Timbuktu, kota penting kedua setelah Gao di Songhay.
Sunni Ali juga berhasil menganeksasi wilayah Mali menjadi bagian dari Kerajaan
Songhay. Sunni Ali wafat pada November 1492 dalam perjalanan kembali dari
ekspedisinya ke Gurma. Sunni Ali digantikan oleh putranya yaitu Sunni Baru,
namun tidak lama kemudian kekuasaannya digulingkan oleh pemberontakan yang
dipimpin oleh Muhammad Turay yang kemudian bergelar Askia Agung. Di
bawah pimpinan Askia Muhammad (1493-1528), Kerajaan Songhay memasuki
masa baru dengan ekspansi yang semakin besar-besaran. Hasilnya kejayaan
Songhay berhasil melebihi Mali. Sepeninggal Askia Muhammad, Gao dan
Timbuktu ditaklukkan oleh pasukan Maroko.

Tokoh-Tokoh Penjelajah Muslim


a. al-Hasan ibn Muhammad al-Wazzan (Leo Africanus)
Hasan Al-Wazzan atau oleh orang Eropa disebut sebagai Leo Africanus
lahir di Granada, Spanyol pada tahun 1458. Ia merupakan seorang penjelajah
sekaligus sejarawan yang membahas mengenai peradaban Islam yang ada di
Afrika Barat. Setelah ia lulus dari Universitas Fez Maroko, ia melakukan misi
diplomatik ke daerah Afrika Barat dan mengunjungi kota Timbuktu dan
lembah sungai Niger sekitar tahun 1510. Selain ke daerah Afrika Barat, ia juga
mengunjungi Mesir dan menetap selama 2 tahun. Setelah dari Mesir, ia juga
menjalankan misi diplomatik menuju Konstantinopel ia kembali ke Mesir dan
melakukan perjalanan mengarungisungai Aswan dan menuju ke Semenanjung
Arab.
Pada tahun 1518 ketika melakukan perjalanan pulang menuu Tunis, ia
ditangkap oleh para bajak laut Kristen yang sedang berlayar. Karena
kecakapan dan kepintarannya, ia diserahkan kepada Paus Leo X dan
membuatnya terkesan. Setahun kemudian ia dibebaskan dan dibujuk oleh Paus
untuk masuk Kristen lalu Paus membaptisnya dengan nama Johannis Leo
(John Leo). Paus juga meminta ia untuk menuliskan perjalannanya selama
menjelajah Afrika dan akhrinya diselesaikannya pada tahun 1526. Karyanya
diberi judul “Della descrittione dell’Africa” atau Penjelasan Seputar Afrika.
Buku ini menjadi salah satu sumber rujukan orang Eropa mengenai Afrika
Barat dan Utara. Ia meninggal pada 1554 diusia ke 60 tahun.

b. Mahmoud Al-Kati
Mahmoud Al-Kati merupakan seorang penulis dan cendekia yang
membuat sebuah buku yang berjudul Tarikh Al-Fatash yang menceritakan
mengenai Kerajaan Songhay.
Sebagai anggota suku Soninke, al-Kati adalah keturunan penguasa
Kekaisaran kuno Ghana dan berbagi garis keturunan ini dengan Askia
Muhammad Agung, penguasa Songhai pada 1493-1528. Ketika al-Kati berusia
dua puluh lima tahun, dia menjadi anggota staf pribadi Askia Muhammad.
Pada 1495 al-Kati pergi bersama kaisar dalam haji ke Mekah. Askia
Muhammad rupanya tinggal di Mekah dan Kairo selama dua tahun, selama itu
al-Kati mengamati dan menulis tentang peristiwa dan orang yang mereka
temui.
Setelah mereka kembali dari Mekah, al-Kati menjadi doktor hukum
Islam di Universitas Sankore di Timbuktu. Ia mulai menulis Tarikh al-Fattash
pada tahun 1519 saat berusia 51 tahun. Meskipun ia dikatakan hidup hingga
usia 125 tahun, ia tidak menyelesaikan pekerjaannya. Putra dan cucunya yang
juga sarjana melanjutkan pekerjaan pencatatan sejarah Kerajaan Songhai dan
Timbuktu hingga sekitar tahun 1665. Tidak ada manuskrip asli sejarah al-Kati
yang bertahan, dan dalam salinan yang masih ada seringkali sulit untuk
membedakan pengamatannya.
Kata tarikh dapat diterjemahkan sebagai “menyajikan tradisi lisan,”
seperti yang dilakukan al-Kati. Dia memang menggunakan beberapa teks oleh
sarjana Arab kontemporer, tetapi dia juga menulis banyak karya asli
berdasarkan sumber sejarah tak tertulis. Al-Kati mencatat sejarah para
penguasa dan Kerajaan yang kuat di Ghana, Mali, dan Songhai, meliputi
geografi, kota, dan budaya mereka selama berabad-abad.
c. Abu Ubaid Al-Bakri
Putra seorang gubernur Muslim di provinsi Huelva dan Saltes di barat
daya Spanyol, al-Bakri menghabiskan sebagian besar hidupnya di Cordoba,
Spanyol, menjadi seorang sarjana dan diplomat ulung.
Meskipun dia tidak pernah mengunjungi Afrika Barat, dia menulis
deskripsi akurat tentang tanah dan masyarakatnya. Penjelasannya yang terkenal
tentang negara bagian kuno Ghana berasal dari penelitian dalam sumber tertulis
sebelumnya, termasuk catatan perjalanan kontemporer tentang kapten dan
navigator kapal, dan wawancara dengan pedagang yang telah mengunjungi
Sudan Barat. Ia dikenal karena metodologinya yang teliti dan menyeluruh.
Karyanya yang paling terkenal adalah Kitab al-masalik wa-'l-mamalik tahun
1068, yang mencakup deskripsi Kekaisaran Ghana dan rute perdagangan trans-
Sahara yang menghubungkannya dengan dunia Arab.
d. Ibnu Battuta
Abu Abdullah Muhammad Ibn Battuta lahir di Maroko tahun 1304 M
pada masa Dinasti Marinid. Ia pengelana pertama yang mengunjungi seluruh
dunia Islam yang dikenal waktu itu. Mulai dari Maghribi di Afrika, Tangiers di
Maroko ke Jazirah Arab, sampai ke Asia Kecil di wilayah yang disebut para
pelacong Barat sebagai Bulan Sabit yang Subur, lalu ke anak benua India, dan
ujung Pulau Sumatra hingga ke Tiongkok. Karyanya, Rihla (perlawatan)
tetaplah berdiri sendiri sebagai catatan perjalanan muslim tentang Asia Timur.
Ibn Battuta menjelajah kurang lebih 29 tahun dengan mencapai 120.700 km.

Referensi
Davidson, B. (1977). A History Of West Africa. Essex: Longman Group.

https://www.britannica.com/biography/Leo-Africanus
https://www.encyclopedia.com/history/news-wires-white-papers-and-books/abu-
ubayd-al-aziz-al-bakri
https://www.britannica.com/biography/Ibn-Battuta
https://historia.id/kuno/articles/ibnu-battuta-kisah-perjalanan-musafir-terbesar-
vXlBY
https://www.encyclopedia.com/history/news-wires-white-papers-and-
books/mahmoud-al-kati

Anda mungkin juga menyukai