Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) merupakan badan yang secara tidak langsung
memberi perlindungan pada masyarakat terkait kualitas pelayanan yang dilakukan para
dokter dan dokter gigi. Untuk memahami bagaimana peran KKI dalam dunia kesehatan
Indonesia, berikut petikan wawancara dengan Ketua KKI Prof dr Menaldi Rasmin,
SpP(K) FCCP beberapa waktu lalu.
Pengurus KKI ini terdiri dari 17 orang yang merupakan representasi dari masing-masing
lembaga. KKI sendiri merupakan badan independen yang bertanggung jawab langsung
ke presiden dalam memberikan masukan ke negara mengenai hal-hal yang menyangkut
regulasi profesi dokter dan dokter gigi.
Regulasi ini termasuk profil dokter Indonesia, cirinya, proses pendidikannya, proses
registrasi, pengeluaran izin praktik, sistem pembinaan dokter, dan dokter gigi dalam
karier serta perlindungan terhadap masyarakat dari tindakan praktik dokter dan dokter
gigi. Oleh sebab itu, KKI terdiri dari konsili kedokteran dan kedokteran gigi sehingga
merupakan wadah regulator dalam masing-masing profesi baik dokter dan dokter gigi.
Ya, KKI berpengaruh dalam globalisasi doktek-dokter asing yang akan masuk ke
Indonesia dengan melakukan penapisan terhadap dokter asing yang masuk apakah
mereka cukup baik untuk menjadi dokter di negara kita. Tapi tidak sendirian, melainkan
bersama Ikatan Dokter Indonesia dan Departemen Kesehatan sebagai segitiga medik.
Masalah penting dunia kesehatan yang sedang dihadapi KKI mencakup banyak hal
termasuk masalah pendidikan dokter dan dokter gigi, sampai masalah perlindungan
terhadap mutu layanan praktik kedokteran dan kedokteran gigi yang diperoleh
masyarakat. Begitu luasnya masalah tersebut, mulai dari masalah pendidikan, faktor
kedokteran, mutu dosen, kualifikasi lulusan, proses belajar mengajar, kurikulum, quality
control kurikulum, benchmarking baru yang menyatakan ini sesuai, internship, registrasi,
surat izin praktik, pendistribusian dokter, penjaminan keberlangsungan pengetahuan
sepanjang hayat dokter dan dokter gigi tersebut, serta perlindungan masyarakat dari
kecelakaan medik.
KKI pun mempunyai visi dan misi yang sedang dijalankan, yaitu memberikan
perlindungan masyarakat antara lain dengan memberikan peningkatan mutu dokter dan
dokter gigi.
Pasal 6
Pasal 7
Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai tugas: Melakukan registrasi dokter dan dokter
gigi. Mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi; dan Melakukan
pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilaksanakan bersama
lembaga terakit sesuai dengan fungsi masing-masing. Standar pendidikan profesi dikter
dan dokter gigi yang disahkan Konsil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
ditetapkan bersama oleh Konsil Kedokteran Indonesia dengan kolegium kedokteran,
kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi, dan asosiasi
rumah sakit pendidikan.
Pasal 8
Pasal 9
Ketentuan labih lanjut mengenai fungsi dan tugas Konsil Kedokteran Indonesia diatur
dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Konsil
Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi diatur dengan Peraturan Konsil kedokteran dan
Konsil Kedokteran Gigi.
TENTANG
PRAKTIK KEDOKTERAN
Menimbang
Bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk
pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh
masyarakat
Bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran yang merupakan inti dari berbagai kegiatan
dalam penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh dokter dan dokter gigi
yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian dan kewenangan yang secara terus
menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan,
sertifikasi, registrasi, lisensi, serta pembinaan pengawasan, dan pemantauan agar
penyelanggaraan praktik kedokteran sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi;
Bahwa untuk memberikan perlindungan pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu
membentuk Undang-Undang tentang praktik Kedokteran;
Mengingat
Pasal 20 dan pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Dengan Persetujuan Bersama
DAN
M E M U T U S K A N:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Prektek kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter
gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan;
Dokter dan dokter gigi adalah dokter , dokter spesialis dokter gigi, dan dokter spesialis
lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran baik di dalam maupun luar negeri yang
diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
Konsil Kedokteran Indonesia adalah suatau badan otonom, mendiri, nonstructural dan
Konsil kedokteran Gigi.
Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap dokter dan dokter gigi yang telah memiliki
sertifikat konpetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara
hukum untuk melakukan tindakan profesinya.
Regisrasi adalah pencatatan ulang terhadap dokter dan doktr gigi yang telah diregistrasi
setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.
Surat izin praktik adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter dan
dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan.
Surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi adalah bukti tertulis yang diberika oleh
Konsil Kedokteran Indonesia kepada dookter dan dokter gigi yang telah diregistrasi
Profesi kedokeran atau kedoketran gigi adalah suatu pekerjaan kedokteran atau
kedokteran gigi yang dilaksanakan berdasarkan auatu keilmuan, kompetensi yang
diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang bersifat melayani
masyarakat.
Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter
Gigi Indonesia untuk dokter gigi.
Kolegium kedokteran Indonesia dan kolegium kedokteran gigi Indonesia adalah badan
yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing-masing cabang disiplin ilmu yang
bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut.
Menteri dalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.
Pasal 5
Bagian Kedua
Pasal 6
Pasal 7
Standar pendidikan profesi dikter dan dokter gigi yang disahkan Konsil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan bersama oleh Konsil Kedokteran Indonesia
dengan kolegium kedokteran, kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi pendidikan
kedokteran gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan.
Pasal 8
Menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi;
Pasal 9
Ketentuan labih lanjut mengenai fungsi dan tugas Konsil Kedokteran Indonesia diatur
dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Konsil
Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi diatur dengan Peraturan Konsil kedokteran dan
Konsil Kedokteran Gigi.
Bagian Ketiga
Pasal 11
Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
masing-masing terdiri atas 3 (tiga) divisi, yaitu:
Divisi Registrasi;
Divisi Pembinaan
Pasal 12
Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas :
Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas 3 (tiga) orang merangkap
anggota,
Pimpinan divisi pada Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokter Gigi masing-masing 1
(satu) orang merangkap anggota
Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja
secara kolektif.
Pimpinan konsil Kedokteran Indonesia sebagai mana dimaksud pada ayat (1) huruf a
adalah penanggung jawaban tertinggi.
Pasal 13
Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang kedua dan 2 (dua) orang
wakil ketua.
Pimpinan Konsil Kedokteran terdiri atas seseorang ketua dan 3 (tiga) orang ketua devisi
Pasal 14
Jumlah Anggota Konsil Kedokteran Indonesia 17 (tujuh belas) orang yang terdiri atas
unsur-unsuryang berasal dari :
Tata cara pemilihan tokoh masyarakat sebagai mana domaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
Keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri.
Pasal 15
Pasal 16
Masa bakti keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia adalah 5 (lima) tahun dan dapat
diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 17
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari
siapapun juga suatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia dan taat kepada dan akan
mempertaruhkan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-undang
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang
berlaku bagi negara Republik Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima
atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap
teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan Undang-undang
kepad saya".
Pasal 18
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Konsil Kedokteran Indonesia, yang bersangkutan
harus memenuhi syarat sebagai berikut :
Berkelakuan baik
Pernah melakukan praktik kedokteran paling sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki
surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi, kecuali untuk wakil
dari masyarakat
Cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integrasi lainnya pada saat diangkat dan selama
menjadi anggota Konsil Kedokteran Indonesia
Melepaska jabatan structural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat danselama
menjadi anggota Konsil Kedokteran Indonesia
Pasal 19
Meninggal dunia
Tidak mampu lagi melakukan tugas secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan, atau
Dalam hal anggota Konsil Kedokteran Indonesia menjadi tersangka tindak podana
kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya.
Pasal 20
Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan anggota Konsil Kedokteran
Indonesia.
Ketentuan fungi dan tugas sekretaris dilakukan oleh pegawai Konsil Kedokteran
Indonesia
Pasal 21
Pegawai sebagai mana dimaksud pada ayat (1) untuk pada peraturan perundang-
undangan tentang kepegawaian.
Bagian Keempat
Tata Kerja
Pasal 22
Setiap keputusan Konsil Kedokteran Indonesia yang bersifat mengatur diputuskan oleh
rapat pleno anggota.
Rapat Pleno Konsil Kedokteran Indonesia dianggap sah jika dihadiri oleh oaling sedikit
setengah dari jumlah anggota ditambah satu.
Dalam hal tidak terdapat kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka
dapat dilakukan pemungutan suara.
Pasal 23
Pasal 24
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Konsil Kedokteran Indonesia diatur dengan
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 25
BAB IV
Pasal 26
Standar pendidikan profesi kedokteran dan standar pemdidikan profesi kedokteran gigi
disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia
Standar pendidikan profesi kedokteran dan standar pendidikan profesi kedokteran gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Untuk pendidikan profesi dokter atau dokter gigi disusun oleh asosiasi institusi
pendidikan kedokteran atau kedokeran gigi; dan
Untuk pendidikan profesi dokter spesialis atau dokter atau dokter gigi spesialis disusun
oleh kkolegium kedokteran atau kedokteran gigi.
Asosiasi institusi pendidikan kedokterann atau kedokteran gigi dalam menyusun standar
pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hururf a berkoordinasi dengan
organisasi profesi, kolegium,asosiasi rumah sakit pendidikan, Departemen Pendidikan
Nasional, dan Departemen Kesehatan.
Kolegium kedokteran atau kedokteran gigi dalam menyusun standar pendidikan profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berkoordinasi dengan organisasi profesi,
asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi, asosiasi rumah sakit
pendidikan, Departemen Pendidikan Nasiolan, dan Departemen Kesehatan.
BAB V
Pasal 27
Pasal 28
Setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan
kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi
profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi dalam rangka
penyerapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau
kedokteran gigi.
BAB VI
Pasal 29
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi.
Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi sebagai mana
dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
Untuk memperoleh surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi
harus memilih persyaratan :
Memiliki ijazah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, atau dokter gigi spesialis;
Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janjji dokter atau dokter gigi;
Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasidokter gigi berlaku selama 5
(lima) tahun dan registrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali dengan tetap memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 (tiga) huruf c dan huruf d.
Ketua Konsil Kedokteran dan Kedokteran Gigi dalam melakukan registrasi ulang harus
mendengar pertimbangan ketuqa divisi registrasi dan ketua divisi pembinaan.
Ketua Konsil Kedokteran dan Ketua Konsil Kedokteran Gigi berkewajiban untuk
memelihara dan menjaga registrasi dokter dan dokter gigi.
Pasal 30
Dokter dan dokter gigi lulusan luar negriyang akan melaksanakan praktik kedokteran di
Indonesia harus dilakukan evaluasi.
Mempunyai surat pernyataan telah megucapkan sumpah/janji dokter atau dokter gigi.
Dokter dan dokter gigi warga negara asing selain memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) juga harus melengkapi surat izin kerja sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia
Dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (2)
dan ayat (3) diberikan surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi
oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 33
Pasal 34
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara registrasi, registrasi ulang, registrasi
sementara, dan registrasi bersyarat diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran
Indonesia.
Pasal 35
Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang
melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki,
yang terdiri atas :
Mewawncarai pasien;
Menegakkan diagnosis;
Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang prektik di daerah terpencil
yang tidak ada apotik.
Selain kewenangan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) kewenangan lainnya diatur
dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
BAB VII
Bagian Kesatu
Pasal 36
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki surat izin praktik.
Pasal 37
Surat izin praktik sebagaiman dimaksudkan dalam Pasal 36 dikeluarkann oleh pejabat
kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau
kedokteran gigi dilaksanakan.
Suatu izin peraktik dokter atau dokter gigi sebagai mana dimaksud pada ayat (1) hanya
diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat.
Suatu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 38
Untuk mendapatkan surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dokter
atau dokter gigi harus :
memiliki surat tanda registrasi kedokteran atau surat tanda registrasi dokter gigi yang
masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 31, dan Pasal 32;
Tempat izin praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin praktik.
Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin paraktik diatur Peraturan Materi.
Bagian Kedua
Palaksanaan Praktik
Pasal 39
Pasal 40
Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan menyelenggarakan
praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 wajib memasang papan
nama praktik kedokteran.
Dalam hal dokter atau dokter gigi berpraktik disarana pelayanan kesehatan, pimpinan
sarana pelayanan kesehatan wajib membuat daftar dokter atau dokter gigi yang
melakukan praktik kedokteran.
Pasal 42
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau dokter gigi
yang tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran disarana
pelayanan kesehatan tersebut.
Pasal 43
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanan praktik kedokteran diatur dengan Peraturan
Menteri.
Bagian Ketiga
Pemberian Pelayanan
Paragaraf 1
Standar Pelayanan
Pasal 44
Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti
standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
Standar pelayanan sebagaimana pada ayat (1) dibedakan menurut jenis dan strata
sarana pelayanan kesehatan.
Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Mentri.
Paragraf 2
Pasal 45
Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien harus mendapatkan persetujuan.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis
maupun lisan.
Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus
diberikan dengan persetuajuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak
memberikan persetujuan.
Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Paragraf 3
Rekam Medis
Pasal 46
Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalanka praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis.
Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah
pasien selesai meneriman pelayanan kesehatan.
Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas
yang memberikan pelayanan atau tindakan.
Pasal 47
Dokumen rekam medis sebagai mana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik
dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis
merupakan milik pasien.
Rekam medis sebagaimana simaksudkan pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 4
Rahasia Kedokteran
Pasal 48
Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan
rahasia kedokteran.
Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 5
Pasal 49
Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran atau kedokteran
gigi wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya.
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diselenggarakan audit medis.
Pembinaan dan pengawasan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) dilaksanakan oleh organisasi profesi.
Paragraf 6
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak:
Memberika pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;
Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
Pasal 51
Dokter atau dookter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban:
Memberikan pelayanan medis sesuai dengan stanadr profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien;
Merujuk pasien kedokter atau kedokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kamampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan;
Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah
pasien itu meninggal dunia;
Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada
orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
Paragraf 7
Pasal 52
Pembinaan
Pasal 54
Pembinaan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dilakukan oleh Konsil Kedokteran
Indonesia bersama-sama dengan organisasi profesi.
BAB VIII
Bagian Kesatu
Pasal 55
Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik
kedokteran, dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Pasal 56
Pasal 57
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat provinsi dapat dibentuk oleh Konsil
Kedokteran Indonesia atas usul Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
Pasal 58
Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang ketua,
seorang wakil, dan seorang sekretaris.
Pasal 59
Berkelakuan baik;
Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima)
tahun pada saat diangkat;
Bagi dokter atau dokter gigi, pernah melakukan praktik kedokteran paling sedikit 10
(sepuluh) tahun dan memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi
dokter gigi;
Bagi sarjana hukum, pernah melakukan praktik dibidang hukum paling sedikit 10
(sepuluh) tahundan memiliki pengetahuan di bidang hukum kesehatan; dan
Cakap, juju, memiliki moral, etika, dan integritas yang tinggi serta memiliki reputasi yang
baik.
Pasal 60
Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Menteri atas
usul organisasi profesi.
Pasal 61
Pasal 62
Sumpah /janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
"Sumpah/Janji sebagaimana dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk
melaksanakan tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung, dengan
menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari
siapapun juga suatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia dan taat kepada dan akan
mempertaruhkan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-undang
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang
berlaku bagi negara Republik Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima
atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap
teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan Undang-undang
kepada saya".
Pasal 63
Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dipilih dan ditetapkan oleh
rapat pleno anggota.
Identitas pengadu;
Nama dan alat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan; dan
Alasan pengaduan.
Pengaduan sebagai dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak
setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang
berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
Bagian Keempat
Pemeriksaan
Pasal 67
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan
kepurusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi.
Pasal 68
Bagian Keempat
Keputusan
Pasal 69
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa dinyatakan tidak
bersalah atau pemberian sangsi disiplin
Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktek; dan /atau
Bagian Kelima
Pasal 70
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata cara pengaduan, dan
tata cara pemeriksaan serta pemberian keputusan diatur dengan Peraturan Konsil
Kedokteran Indonesia.
BAB IV
Pasal 71
Pasal 72
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 diarahkan untuk :
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan dokter dan dokter gigi;
Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan dokter dan dokter gigi; dan
Pasal 73
Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang
menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter
atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/ atau surat izin praktik.
Setiap orang dilarang menggunakan alat, netode atau cara lain dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi
dan/atau surat izin praktik.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku bagi tenaga
kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan prundang-undangan.
Pasal 74
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan dokter gigi yang menyelenggarakan praktik
dokter dapat dilakukan audit medis.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa
memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana
penjara palikg lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
Setiap dokter atau dokter gigi warganegara asing yang dengan sengaja melakukan
praktiknkedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau dengan paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan
praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau denda palling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 76
Setiap dokter dan dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa
memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
Pasal 77
Setiap orang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuklain yang
menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter
atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin
praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah).
Pasal 78
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara-cara lain
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-
olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda
registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (20 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh
juta rupiah).
Pasal 79
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paloing
banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:
Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud pada Pasal 41
ayat (1);
Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagai mana dimaksud dalam Pasal 46
ayat (1); atau
Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagai mana dimaksud dalam Pasal 51
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e.
Pasal 80
Setiap orang yang dengan sengaja memperkejakan dokter atau dokter gigi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun atau dengan paling banyak Rp. 300.000.00,00 (tigaratus juta rupiah).
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi,
maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 81
Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan
uang merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik kedokteran, masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 82
Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki surat penugasan dan/atau surat izin praktik,
dinyatakan telah memiliki surat tanda registrasi dan surat izin praktik berdasarkan
Undang-undang ini.
Surat penugasan dan surat izin praktik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) harus
disesuaikan dengan surat tanda registrasi dokter, suraat registrasi dokter gigi, dan surat
izin praktik berdasarkan Undang-Undang ini paling lama 2 (dua) tahun setelah Konsil
Kedokteran Indonesia terbentuk.
Pasal 83
Pengaduan atas adanya dugaan pelanggaran disiplin pada saat belum terbentuknya
Majelis Kehoramatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditangani oleh Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi di Tingkat Pertama dan Menteri pada Tingkat Banding.
Pasal 84
Untuk pertama kali anggota Konsil Kedokteran Indonesia diusulkan oleh Menteri dan
diangkat oleh Presiden.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 85
Pasal 86
Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) harus
dibentuk paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 87
Pasal 88
Disahkan di Jakarta
ttd
Diundangkan di Jakarta
ttd
BAMBANG KESOWO
NOMOR 116
Reaksi:
06 JULI 2009
Definisi
UKDI adalah uji kompetensi yang harus ditempuh oleh dokter yang baru lulus Fakultas
Kedokteran atau Program Studi Pendidikan Dokter atau habis masa berlaku
registrasinya sebagai salah satu syarat untuk mengurus registrasi di Konsil Kedokteran
Indonesia (KKI).
Tujuan
Tujuan dari Uji Kompetensi Dokter Indonesia adalah untuk memberikan informasi
berkenaan kompetensi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap dari para lulusan dokter
umum secara komprehensif kepada pemegang kewenangan dalam pemberian sertifikat
kompetensi sebagai bagian dari persyaratan registrasi, untuk kemudian seorang dokter
dapat mengurus pengajuan surat ijin praktek dokter atau “medical license”
Sejarah UKDI
Cikal bakal UKDI adalah adanya proyek Bench Marking yang diadakan oleh DIKTI untuk
menilai keberhasilan institusi kedokteran dan peningkatan mutu Fakultas Kedokteran
(FK). Pada awalnya proyek ini diujicobakan di empat fakultas kedokteran yaitu FK UI,
FK UNPAD, FK UGM dan FK UNDIP dengan FK UNPAD sebagai kordinator. Kemudian
diikuti oleh FK-FK lain yaitu FK USU, FK Atmajaya, FK Unhas, FK Unair yang kemudian
menjadi tim dalam pembuatan Bench Marking tersebut. Aspek benchmarking
merupakan upaya pengembangan kapasitas dalam ujian dan merupakan penelitian
selama kurang lebih 3 tahun untuk melihat pengetahuan dokter. Tes benchmarking
merupakan suatu pilihan yang dapat diikuti ataupun tidak oleh suatu institusi kedokteran,
intinya bukan merupakan suatu keharusan. Dari hasil benchmarking tersebut, ditemukan
adanya ketidakmerataan hasil yang diperoleh. Ada dokter-dokter yang dapat
mengerjakan ujian dengan sangat baik, ada yang sedang-sedang saja, bahkan ada
yang berada di bawah standard. Dengan hasil tersebut, kedepannya dianggap perlu ada
ujian nasional untuk menjadi jaminan mutu dan akuntabilitas publik terhadap seorang
dokter. Yang mana jika seorang dokter telah lulus melewati ujian kompetensi berskala
nasional tersebut, dokter tersebut dianggap terjamin untuk melakukan praktek
kedokteran di seluruh daerah di Indonesia. Soal-soal yang dimasukkan dalam ujian
tersebut juga harus soal-soal yang berskala nasional. Sehingga lahirlah UKDI.
Menurut Prof. dr. Irawan, Ph.D sebagai ketua AIPKI (Asosiasi Institusi Pendidikan
Kedokteran Indonesia, uji kompetensi dokter diselenggarakan untuk menilai kompetensi
seorang dokter apakah layak atau tidak. Tujuannya untuk menstandarisasi kompetensi
setiap dokter lulusan berbagai fakultas kedokteran di seluruh Indonesia sehingga dapat
meningkatkan kualitas dokter-dokter serta penerapan long life learning.
Kebutuhan atas dokter saat ini baik dari segi kuantitas maupun kualitas makin
meningkat. Paradigma pengelolaan pendidikan kedokteran pada saat ini semakin
menuntut adanya standarisasi, akuntabilitas, inovasi/pengembangan, serta penjaminan
kualitas proses dan lulusan pendidikan kedokteran di Indonesia.
Berkenaan dengan hal itu, ada upaya penataan praktik kedokteran di Indonesia. Saat ini
telah diberlakukan beberapa peraturan mulai dari
Dengan demikian saat ini dibutuhkan suatu perangkat uji kompetensi dokter sebagai
upaya dari aktualisasi berbagai peraturan praktik kedokteran tersebut dalam rangka
peningkatan dan standarisasi kualitas dokter Indonesia. Menindaklanjuti pemberlakuan
peraturan – peraturan di atas, AIPKI (Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran
Indonesia) berupaya untuk berperan aktif dalam upaya pengembangan dan
implementasi uji kompetensi tersebut dengan harapan bahwa hal tersebut dapat
mengurangi kesenjangan kualitas pendidikan kedokteran di Indonesia. mereka juga
mengajak PDKI (Persatuan Dokter Keluarga Indonesia) untuk merealisasikan hal
tersebut, karena dokter keluarga sendiri masih dianggap sebagai dokter umum. 3 stake
holder tersebut (Kolegium Dokter Indonesia, AIPKI, dan PDKI) menjadi komite bersama
dalam perwujudan UKDI.
Adapun undang-undang Praktek Kedokteran No. 29 tahun 2004 yang menyangkut Uji
Kompentensi Dokter Indonesia, Surat Tanda Registrasi dan Surat Ijin Praktek antara lain
:
Kualitas pelayanan kedokteran yang baik adalah pelayanan kedokteran yang memenuhi
unsur kompetensi, hubungan yang baik antara dokter - pasien ,dan antar sejawat, serta
ketaatan pada etika profesi.
Reaksi:
22 JUNI 2009
Jadi dilihat dari pengertian di atas, maka yang bisa melakukan bukan hanya dokter saja,
jaksa bisa dikatakan malpraktek bila ia salah menuntut, hakim bisa dikatakan malpraktek
bila ia salah memutuskan suatu perkara, wartawan bisa dikatakan malpraktek bisa dia
menulis berita yang tidak akurat. Jadi semua profesi bisa melakukan malpraktek.
Khusus di dunia kedokteran, MP sudah lama diketahui dan kadang kala terjadi. Akibat
kerugian yang dialami dapat bervariasi. Dapat terjadi keterkaitan atau ketidakjelasan
antara pelanggaran etika, MP dan pelanggaran hukum.
Ignorance = ketidaktahuan
Negligence = kelalaian
lack of skill = kurang terampil
lack of fidelity in the performance of profesional duty/duties = tidak setia, tidak
jujur terhadap tugas profesi
intentional wrong doing = sengaja berbuat salah
illegal or unethical practice = tidak sesuai dengan etika kedokteran
Menetapkan adanya MP
Harus melalui bantuan sejawat dengan keahlian yang sama atau sekelompok ahli. Ahli
hukum atau penegak hukum saja tidak bisa menentukan MP. Para ahli hukum/penegak
hukum tersebut harus memperoleh masukan dari dokter ahli yang berkaitan dengan
tindakan medis yang diadakan. Keputusan adanya MP setelah mendengar :
Etik
Disiplin ilmu/profesi
Hukum
Penyelesaian sangat berbeda tetapi masalahnya bisa berkaitan satu dengan yang lain.
Istilah MP tidak ada dalam undang-undang/peraturan. Yang ada adalah kesalahan atau
kelalaian. Berikut ini undang-undang yang berkaitan dengan MP :
setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan
tenaga kesehatan
Reaksi:
16 JUNI 2009
Dulu sering kita mendengar adanya pasien yang ditolak dirawat oleh rumah sakit
dengan alasan tidak mempunyai biaya buat pengobatan seperti pada kasus yang
diambil dari situs kantor berita Antara (ANTARA NEWS) dengan judul “Bayi Tanpa
Batok Kepala Meninggal Setelah Ditolak RS W” di tertanggal 25 Agustus 2007. Dari
berita tersebut berisikan bayi perempuan yang lahir tanpa batok kepala, akhirnya
menghembuskan nafas terakhir pada Jumat sore saat bayi tersebut hendak dirujuk ke
RS L karena ditolak di RS W. Bayi tersebut meninggal dunia dalam perjalanan menuju
RS L setelah bertahan hidup selama dua hari. Jenazah bayi yang lahir dengan langsung
dikebumikan di pekuburan umum.
Bayi tanpa batok kepala itu semula dirujuk ke RS W, sebuah rumah sakit negeri, namun
pihak RS menolak merawat bayi itu karena orangtuanya tidak dapat menunjukkan karta
tanda bukti penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) keluarga miskin.
Pada kasus di atas penyimpangan etika dan hukum dari instansi kesehatan terhadap
bayi tersebut meliputi beberapa aspek antara lain :
2. Deklarasi Lisabon 1981 yang menjelaskan tentang hak-hak pasien tentang hak
dirawat dokter
· penjelasan pasal 2 bagian d yang berbunyi asas adil dan merata berarti bahwa
penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata
kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.
· Pasal 4 : setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat
kesehatan yang optimal
· penjelasan pasal 7 upaya kesehatan yang merata dalam arti tersedianya sarana
pelayanan di seluruh wilayah sampai daerah terpencil yang mudah di jangkau oleh
seluruh masyarakat, termasuk fakir miskin, orang terlantar dan orang kurang mampua
· Penjelasan pasal 57 ayat 2 : fungsi sosial sarana kesehatan adalah bahwa dalam
menyelenggarakan kegiatan setiap sarana kesehatan baik yang diselenggarakan oleh
pemerintah maupun oleh masyarakat harus memperhatikan kebutuhan pelayanan
kesehatan golongan masyarakat yang kurang mampu dan tidak semata-mata mencari
keuntungan.
Otonomi
a. Hal ini membutuhkan orang – orang yang kompeten,dipengaruhi oleh kehendak dan
keinginannya sendiri dan kemampuan ( kompetensi ). Memiliki pengertian pada tiap-tiap
kasus yang dipersoalkan memiliki kemampuan untuk menanggung konsekuensi dari
keputusan yang secara otonomi atau mandiri telah diambil.
b. Melindungi mereka yang lemah, berarti kita dituntut untuk memberikan perlindungan
dalam pemeliharaan, perwalian, pengasuhan kepada anak- anak, para remaja dan
orang dewasa yang berada dalam kondisi lemah dan tidak mempunyai kemampuan
otonom ( mandiri ).
Dasar ini tercantum pada etik kedokteran yang sebenarnya bernada negatif;“ PRIMUM
NON NOCERE “ ( = janganlah berbuat merugikan / salah ).Hendaknya kita bernada
positif dengan berbuat baik dan apabila perlu kita mulai dengan kegiatan yang
merupakan awal kesejahteraan para individu / masyarakat.
Keadilan
Azas ini bertujuan untuk menyelenggarakan keadilan dalam transaksi dan perlakuan
antar manusia, umpamanya mulai mengusahakan peningkatan keadilan terhadap si
individu dan masyarakat dimana mungkin terjadi resiko dan imbalan yang tidak wajar
dan bahwa segolongan manusia janganlah dikorbankan untuk kepentingan golongan
lain. ( kodeki, MKEK,2002,hal.47 )
Dari kasus itu seharusnya RS W tetap menerima pasien bayi ditinjau dari segi etika dan
hukum bukan menolak pasien lantaran tidak mempunyai biaya berobat. Padahal RS W
merupakan salah satu rumah sakit negeri (milik pemerintah). Sehingga soal pembiayaan
dana seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah bukan RS W sesuai dengan
pasal 7 UU Kesehatan no 23 tahun1992.
Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengingatkan manajemen rumah sakit untuk
tidak menolak pasien dari keluarga miskin. Bila menolak, bisa dilaporkan ke polisi
dengan tuduhan cukup berat.Siti Fadilah mengatakan, tidak ada alasan bagi rumah sakit
pemerintah menolak pasien dari keluarga miskin. Pasalnya, pemerintah sudah
menyediakan jaminan pembayaran biaya perawatan kesehatan paling sedikit Rp 2,6
triliun untuk rumah sakit. Belum lagi dana-dana dari alokasi lain.Alasan administrasi juga
tidak bisa dipakai untuk menolak pasien. Rumah sakit tidak dibenarkan menolak pasien
dengan alasan kartu Asuransi Kesehatan untuk Keluarga Miskin (Askeskin) tidak
berlaku lagi. ”Rawat dulu, urusan administrasi bisa dibereskan,” ujarnya.Siti Fadilah juga
mengingatkan, pemerintah tetap menyediakan jaminan pembayaran perawatan
kesehatan masyarakat miskin. Memang saat ini tidak lagi menggunakan nama Askeskin.
Sekarang pemerintah menggunakan Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas).”Rumah sakit jangan menolak gara-gara Askeskin menjadi Jamkesmas.
Apalagi, sampai menolak pasien yang hidupnya bergantung pada tindakan medis. Nanti
saya laporkan ke polisi karena pembunuhan berencana,” ujarnya. (situs alumni-
Kalabahu-lbh Jakarta yahoo group mengutip kompas tanggal 9 April 2008)
Semoga dari pemberitaan di atas tidak ada lagi pasien yang ditolak rumah sakit akibat
tidak mempunyai biaya.
Reaksi:
15 JUNI 2009
Walaupun tulisan ini agak terlambat, kasus Prita vs Rumah Sakit Omni masih sangat
menarik untuk dibicarakan. Kasus yang mencuat akibat dari tulisan Ibu Prita di E-mail
mengenai keluhan kepada dokter yang merawatnya masih terus muncul di media-media
masa. Ibu prita yang bekerja sebagai kepala pelayanan di suatu bank swasta mengeluh
ketidakjelasan diagnosis yang dilakukan oleh dokter. Akibat dari penulisan Ibu prita
tersebut berbuntut pada pengadilan.
Pada saat pasien datang ke dokter atau rumah sakit tentu pasien itu mengharapkan
kesembuhan dan ingin tahu apa sebenarnya yang diderita. Dokter yang memeriksa
akan melakukan anamnesis atau wawancara dan pemeriksaan fisik atas diri pasien.Dari
hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, bisa diketahui kurang lebih 75% dari penyakit
dan dapat menarik suatu diagnosis kerja. Jika dokter yang memeriksa belum yakin
dengan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang. Sebelum melakukan semua hal di atas dokter yang memeriksa meminta
persetujuan dari pasien (informed consent), jika bersifat invasif maka persetujuan
tersebut harus di tulis.
Dalam melakukan semua hal diatas dokter harus berusaha menjelaskan informasi atau
tindakan yang akan kepada pasien sesuai dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien
kecuali pada keadaan gawat darurat atau keadaan khusus yang mana informasi itu
merugikan kesehatan pasien.
Dalam kasus prita ini, Ibu prita mengeluh panas dan diduga oleh dokter mengidap
penyakit demam berdarah lalu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Setelah hasil
laboratorium selesai, Ibu Prita ingin mengetahui penyakit apa yang dideritanya dan
meminta isi rekam medis tetapi kemudian jawaban dokter membuat ibu prita kecewa
dan menulis email tersebut.
· Keadaan emosi pasien yang labil oleh karena sakitnya dan ini sebenarnya harus
diketahui oleh dokter yang merawatnya
· Masih mempertahankan paradigma lama yaitu dokter adalah selalu benar dan tahu
Sedangkan pasien harus selalu menurut saja seperti keadaan dokter-dokter pada
zaman dulu sehingga dokter menjadi arogan dan merasa paling bisa menyembuhkan
Keadaan hal-hal di atas tentu tidak baik dalam hubungan dokter dan pasien pada saat
ini.
Pasien adalah orang yang membutuhkan pertolongan di bidang kesehatan dan dokter
adalah orang yang memberikan pertolongan tersebut. Tidak sepantasnya orang yang
ditolong menjadi menderita oleh penolongnya. Jika pasien tersebut dituntut karena
mengeluh di email dan dibilang mencemari nama baik, tentu jauh dari hubungan yang
professional antara dokter dengan pasiennya yang bertujuan mencapai kesembuhan
pasien tersebut.
Dasar Hukum :
Otonomi
a. Hal ini membutuhkan orang – orang yang kompeten,dipengaruhi oleh kehendak dan
keinginannya sendiri dan kemampuan ( kompetensi ). Memiliki pengertian pada tiap-tiap
kasus yang dipersoalkan memiliki kemampuan untuk menanggung konsekuensi dari
keputusan yang secara otonomi atau mandiri telah diambil.
b. Melindungi mereka yang lemah, berarti kita dituntut untuk memberikan perlindungan
dalam pemeliharaan, perwalian, pengasuhan kepada anak- anak, para remaja dan
orang dewasa yang berada dalam kondisi lemah dan tidak mempunyai kemampuan
otonom ( mandiri ).
Dasar ini tercantum pada etik kedokteran yang sebenarnya bernada negatif;“ PRIMUM
NON NOCERE “ ( = janganlah berbuat merugikan / salah ).Hendaknya kita bernada
positif dengan berbuat baik dan apabila perlu kita mulai dengan kegiatan yang
merupakan awal kesejahteraan para individu / masyarakat.
Keadilan
Azas ini bertujuan untuk menyelenggarakan keadilan dalam transaksi dan perlakuan
antar manusia, umpamanya mulai mengusahakan peningkatan keadilan terhadap si
individu dan masyarakat yang mana mungkin terjadi resiko dan imbalan yang tidak wajar
dan bahwa segolongan manusia janganlah dikorbankan untuk kepentingan golongan
lain. ( kodeki, MKEK,2002,hal.47 )
Informed consent adalah suatu izin (consent) atau pernyataan setuju dari pasien atau
keluarganya yang diberikan dengan bebas dan rasional atas dasar penjelasan oleh
dokter mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut dan
sudah dimengerti olehnya
Peraturan :
1. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan pada pasal 53 ayat 2 dan
pada penjelasannya
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan,pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien Isi rekam medis adalah milik pasien.
Peraturan
c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan stanadr profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. Merujuk pasien ke dokter atau ke dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kamampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan;
c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah
pasien itu meninggal dunia;
d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada
orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
Peraturan :
1. Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran Pasal 50, 51, 52