Anda di halaman 1dari 10

Batas-batas Kewenangan

Profesional
Tridjoko Hadianto
Tenaga Kesehatan
 Tenaga kesehatan adalah
 setiap orang
 mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
 memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan
 memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan
 PP No. 32 Tahun 1996.

 Tenaga Kesehatan terdiri dari :


 (a) tenaga medis (meliputi dokter dan dokter gigi),
 (b) tenaga keperawatan (meliputi perawat dan bidan),
 (c) tenaga kefarmasian (meliputi apoteker, analis dan asisten apoteker),
 (d) tenaga kesehatan masyarakat (meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog
kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan
dan sanitarian),
 (e) tenaga gizi (meliputi dietisien),
 (f) tenaga keterapian fisik (meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis
wicara),
 (g) tenaga keteknisian medis (meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gizi,
teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, motorik prostetik,
teknisi tansfusi dan perekam medis).
 Tenaga kesehatan
 wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di
bidang kesehatan
 dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.

 Tenaga kesehatan
 hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah
tenaga kesehatan yang bersangkutan memiliki ijin
dari Menteri.
 dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk
mematuhi standar profesi tenaga kesehatan.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga


Kesehatan
Kompetensi
 Suatu hal yang tidak bisa dilepaskan dari profesi adalah
profesionalisme, yakni emphaty dan kompetensi (Latham, 2002)

 Kompetensi adalah
 seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki
seseorang
 sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.
 Kompetensi profesional didapatkan melalui pendidikan, pelatihan dan
pemagangan
 dalam periode yang lama dan cukup sulit,
 pembelajarannya dirancang cermat dan dilaksanakan secara ketat,
 diakhiri dengan ujian sertifikasi
(Keputusan Mendiknas Nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi).

 Pada profesi dokter dan dokter gigi masih ada pengkajian untuk
mereka yang akan membuka praktik, yakni uji kompetensi, untuk
dapat memperoleh Surat Tanda Registrasi
(Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran).
 Sertifikat kompetensi
 adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang
dokter atau dokter gigi
 untuk menjalankan praktik kedokteran di seluruh Indonesia
 setelah lulus uji kompetensi yang dikeluarkan oleh kolegium
terkait.

 Kolegium Kedokteran dan Kolegium Kedokteran Gigi


 adalah badan yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk
masing-masing disiplin ilmu
 bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut

Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran


dan
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 1 Tahun 2005 tentang Registrasi Dokter dan
Dokter Gigi
 Standar profesi
 adalah batasan kemampuan (knowledge, skill, and professional attitude)
minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu
 untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat
secara mandiri
 dibuat oleh organisasi profesi.

 Dokter atau dokter gigi


 dalam melaksanakan praktik kedokteran didasarkan pada kesepakatan
dengan pasien
 dalam upaya;
 pemeliharaan kesehatan,
 pencegahan penyakit,
 peningkatan kesehatan,
 pengobatan penyakit
 pemulihan kesehatan.

Peraturan Nomor 1419 / Menkes / Per / X / 2005 tentang Penyelenggaraan Praktik


Dokter dan Dokter Gigi
Standar Kompetensi dan Kewenangan
 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran
 diatur tentang Standar Pendidikan Dokter dan Dokter Gigi,
 sehingga kompetensi lulusan dari pendidikan tersebut dapat
dipertanggung-jawabkan.

 Pendidikan dan pelatihan lanjutan (continuing education) untuk


profesi dokter dan dokter gigi juga diatur,
 agar pembaruan (up-date) ilmu bagi dokter dan dokter gigi selalu
terjamin.

 Penentuan standar pendidikan dan mewajibkan dokter dan


dokter gigi selalu memperbarui ilmunya adalah upaya
standarisasi kompetensi dokter dan dokter gigi yang berpraktik
di Indonesia.
 Pasal 36 Undang-undang Praktik Kedokteran
memberi amanah bagi dokter dan dokter gigi
untuk memiliki ijin praktik jika menyelenggarakan
praktik kedokteran,

 Artinya dokter yang mempunyai surat ijin sajalah yang


mempunyai kewenangan berpraktik untuk pelayanan
medis bagi pasiennya.

 Hal ini sesuai dengan tujuan undang-undang ini dibuat


yakni;
 memberikan perlindungan kepada pasien;
 mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis
yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi; dan
 memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan
dokter gigi.
 Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik
kedokteran
 wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran
gigi.
 Setiap dokter dan dokter gigi yang praktik harus melaksanakan
 informed-consent,
 rekam medik,
 menyimpan rahasia medis,
 melaksanakan kendali mutu dan kendali biaya

 Dalam menegakkan disiplin pada pelaksanaan


kewenangan dokter dan dokter gigi yang praktik, Konsil
Kedokteran Indonesia membentuk
 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) untuk
 (a) menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus
pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan; dan
 (b) menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus
pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi.

Undang-undang Praktik Kedokteran


PUSTAKA
 Latham, Stephen R. 2002. Medical Professionalism: A Parsonian View,
The Mount Sinai Journal of Medicine Vol. 69 No. 6 November, pp. 363 –
369

 Menteri Kesehatan. 2005. Peraturan Nomor 1419 / Menkes / Per / X /


2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi,
Republik Indonesia.

 Menteri Pendidikan Nasional. 2002. Keputusan Nomor 045/U/2002


tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi, Republik Indonesia

 Presiden RI. 2004. Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran, Republik Indonesia.

 Presiden RI. 1996. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang


Tenaga Kesehatan, Republik Indonesia.

 Yusa, Hardi. 2005. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 1


Tahun 2005 tentang Registrasi Dokter dan Dokter Gigi, Konsil
Kedokteran Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai