Anda di halaman 1dari 34

1

KRITISI, TANGGAPAN SERTA MASUKAN ASET BANGSA


UNTUK RUU KESEHATAN

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Berdasarkan DRAFT RUU KESEHATAN
SERTA DIM Yang Telah Diserahkan oleh Pemerintah kepada DPR, Aliansi
Selamatkan Kesehatan Bangsa (ASET BANGSA) mempertimbangkan;
1. Bahwa untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara
berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan
secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang
menjamin perlindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Bahwa penyusunan Rancangan Peraturan Perundang- undangan (RUU) harus
dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
3. Bahwa sesuai dengan pasal 96 UU No 13 tahun 2022; Masyarakat merupakan
orang perseorangan atau kelompok orang yang terdampak langsung dan/atau
mempunyai kepentingan atas materi muatan Rancangan Peraturan Perundang-
undangan, mempunyai hak memberikan masukan secara lisan dan/ atau tertulis
dalam setiap tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dapat
dilakukan secara daring dan/atau luring;
4. Bahwa sesuai dengan pasal 96 UU No 13 Tahun 2022; Untuk memudahkan
masyarakat dalam memberikan masukan dalam RUU maka setiap Naskah
Akademik dan/atau Rancangan Peraturan Perundang-undangan, harus dapat
diakses dengan mudah oleh masyarakat;
5. Bahwa sesuai dengan pasal 96 UU No 13 Tahun 2022; Untuk memenuhi hak
memberi masukan dalam RUUmaka pembentuk Peraturan Perundang- undangan
dapat melakukan kegiatan konsultasi publik melalui: a. rapat dengar pendapat
umum; b. kunjungan kerja;c. seminar, lokakarya, diskusi; dan/ atau d. kegiatan
konsultasi publik lainnya, DAN Hasil kegiatan konsultasi publik tersebut harus
menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan, penyusunan, dan pembahasan
Rancangan Peraturan Perundang-undangan. DAN Pembentuk Peraturan
Perundang-undangan dapat menjelaskan kepada masyarakat mengenai hasil
pembahasan masukan masyarakat;

2
6. Bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran, praktik keperawatan, praktik
kebidanan, praktik kefarmasian dan praktik tenaga Kesehatan yang merupakan
inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan harus
dilakukan oleh dokter/dokter gigi, perawat, bidan, apoteker dan tenaga kesehatan
yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian dan kewenangan yang secara
terus- menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan
berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, lisensi, serta pembinaan, pengawasan, dan
pemantauan agar penyelenggaraan praktik kedokteran praktik keperawatan,
praktik kebidanan, praktik kefarmasian dan praktik tenaga Kesehatan sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

Maka, Aliansi Selamatkan Kesehatan Bangsa (ASET BANGSA) memberikan saran,


pendapat, usulan yang harus dipertimbangkan dan didengar pendapat serta diberi
penjelasan apabila saran dan pertimbangan ini tidak diakomodir oleh pemerintah;

1. TIDAK SETUJU DIHAPUS DAN PERUBAHAN REDAKSIONAL Pasal 1 angka


25 dalam DIM Nomor 38,
Pasal 1 angka 25. Kolegium adalah badan yang dibentuk oleh perhimpunan ilmu yang bersifat
otonom untuk masing-masing disiplin ilmu kedokteran, ilmu kedokteran gigi dan ilmu kesehatan
yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut.

• Pemerintah mengusulkan defenisi Kolegium dihapus dengan alasan; RUU


tidak mengatur mengenai pembentukan kolegium, agar lebih fleksibel dalam mengatur
organ-organ yang akan mendukung tugas dan fungsi pemerintahan. Dengan
demikian definisi kolegium diusulkan dihapus.
• Organisasi Profesi tidak setuju penghapusan dan perubahan redaksional
karena;
1. Kolegium merupakan badan yang bertanggungjawab terhadap
penyusunan standar Pendidikan dan standar kompetensi bagi
dokter/dokter gigi dan tenaga Kesehatan dan Kolegium menerbitkan
Sertifikat Kompetensi dokter/dokter gigi dan tenaga kesehatan.
2. Definisi Kolegium tetap harus ada karena Kolegium/College secara
internasional ada yakni suatu badan dalam profesi kedokteran untuk
menyusun standar kompetensi, & pendidikan profesi yang disahkan oleh
Konsil Kedokteran.

3
3. Kolegium bertugas mengampu masing-masing disiplin ilmu kedokteran.
Selain itu kami mengusulkan perubahan redaksional dari frasa
“perhimpunan ilmu” menjadi “organisasi profesi”. Dan disebutkan
berkali-kali dalam RUU.
• Pasal 51 UU 36/2014 ttg Kolegium telah menjelaskan; Untuk mengembangkan
cabang disiplin ilmu dan Setiap jenis membentuk hanya dapat Organisasi
Profesi sebagaimana standar pendidikan Tenaga Kesehatan, Organisasi Profesi
dapat membentuk masing-masing Tenaga Kesehatan. setiap Kolegium.
Kolegium masing-masing Tenaga adalah badan otonom di dalam Organisasi
Profesi. Kesehatan merupakan Kesehatan bertanggung jawab kepada masing-
masing Tenaga medis dan tenaga Kesehatan masing masing Organisasi Profesi
• Sehingga rumusannya tetap sesuai dengan DPR, yaitu Kolegium adalah
badan yang dibentuk oleh organisasi profesi yang bersifat otonom untuk
masing-masing disiplin ilmu kedokteran, ilmu kedokteran gigi dan ilmu
kesehatan yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut.

2. TIDAK SETUJU Pasal 1 angka 37 DIHAPUS dalam DIM Nomor 50,


Pasal 1 angka 37. Organisasi Profesi adalah wadah untuk berhimpun Tenaga Medis atau Tenaga
Kesehatan yang seprofesi berdasarkan kesamaan keahlian, aspirasi, kehendak, etika profesi,
kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan kesehatan
• Pemerintah mengusulkan dalam UU tidak mengatur mengenai organisasi
profesi, karena pada prinsipnya pembentukan organisasi profesi merupakan
hak setiap warga negara untuk berkumpul yang telah dijamin dalam UUD
1945, sehingga definisi diusulkan dihapus.
• Organisasi Profesi tidak setuju karena;
1. Organisasi Profesi telah memiliki Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
10/PUU-XV/2017 yang memutuskan IDI sebagai wadah tunggal bagi
Profesi Dokter dan PDGI bagi dokter gigi yang sah di Indonesia.
2. Organisasi Profesi tunggal memberikan kepastian hukum, perlindungan
dokter dan pasien hingga penyediaan layanan mutu yang terukur.
3. Organiasi Profesi tunggal juga disebutkan dibeberapa undang – undang,
dan Wajib TETAP dipertahankan redaksionalnya diantaranya;
a. Pasal 1 angka 12 UU 29/2004; Organisasi Profesi adalah IDI untuk
dokter dan PDGI untuk dokter gigi.
b. Pasal 41 ayat (1) UU 38/2014; Organisasi profesi perawat adalah PPNI
(Persatuan Perawat Nasional Indonesia)

4
c. Pasal 65 ayat (1) UU No 4/2019; Organisasi Profesi Bidan adalah IBI
(Ikatan Bidan Indonesia)
d. Pasal 82 ayat (3) UU No 2/2014; Organisasi Notaris adalah Ikatan
Notaris Indonesia (INI) merupakan satu – satunya wadah profesi
Notaris
e. Pasal 1 angka 10 UU No 6/2017; Organisasi Profesi adalah Ikatan Arsitek
Indonesia (IAI)
f. Pasal 1 angka 3 dan 4 UU No 5/2011; Asosiasi Profesi Akuntan Publik
adalah organisasi profesi akuntan public yang bersifat nasional.
Asosiasi Profesi Akuntan adalah organisasi profesi akuntan yang
bersifat nasional, bahkan dalam pasal 6 ayat (1) “Sertifikat tanda lulus
ujian profesi akuntan public yang sah adalah surat tanda lulus ujian yang
diterbitkan oleh Asosiasi Profesi Akuntan public atau Perguruan tinggi yang
terakreditasi oleh Asosiasi Profesi akuntan publik yang menyelenggarakan
Pendidikan akuntan public.”
g. Pasal 46 ayat (1) UU No 23/2022; Nama induk organisasi profesi
Psikolog yakni Himpunan Psikologi Indonesia disingkat HIMPSI
sebagai Perkumpulan berbadan hukum yang terdaftar di kementerian
hukum.
4. Organisasi Profesi dokter, dokter gigi, perawat, bidan & tenaga Kesehatan
merupakan wadah anggota profesi yang mempunyai dukungan keilmuan
(body of knowledge) yang membutuhkan pendidikan dan pelatihan. Suatu
organisasi profesi kedokteran merupakan “moral community” yang
bertujuan untuk kepentingan masyarakat dalam pelayanan Kesehatan. Hal
ini tertera jelas dalam konsideran UU masing – masing profesi;
a. UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa
“Penyelenggaraan praktik kedokteran yang merupakan inti dari berbagai
kegiatan dalam penyelenggaraan upaya Kesehatan harus dilakukan oleh
dokter dan dokter gigi yang memiliki ETIK dan MORAL yang TINGGI,
keahlian dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan
mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi,
registrasi, lisensi, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar
penyelenggaraan praktik kedokteran sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi”.

5
b. Konsideran UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan jelas
menyebutkan bahwa “Penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab, yang memiliki etik dan
moral yang tinggi, keahlian, dan kewenangan yang secara terus menerus
harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan,
sertifikasi, registrasi, perizman, serta pembinaan, pengawasah, dan
pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan memenuhi rasa keadilan
dan perikemanusiaa n serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi kesehatan;
c. Konsideran UU No 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan jelas
menyebutkan bahwa Penyelenggaraan pelayanan keperawatan harus
dilakukan secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman, dan
terjangkau oleh perawat yang memiliki kompetensi, kewenangan, etik, dan
moral tinggi; serta praktik keperawatan perlu diatur secara komprehensif
dalam Peraturan Perundang- undangan guna memberikan pelindungan dan
kepastian hukum kepada perawat dan masyarakat;
d. Konsideran UU No 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan juga menyebutkan
bahwa Pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya perempuan, bayi,
dan anak yang dilaksanakan oleh bidan secara bertanggung jawab, akuntabel.
bermutu, aman, dan berkesinambungan, masih dihadapkan pada kendala
profesionalitas, kompetensi, dan kewenangan; pengaturan mengenai pelayanan
kesehatan oleh bidan maupun pengakuan terhadap profesi dan praktik
kebidanan belum diatur secara komprehensif sebagaimana profesi kesehatan
lain, sehingga belum memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi bidan
dalam melaksanakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat;
5. Organisasi Profesi IDI telah lama diterima menjadi anggota Asosiasi Dokter
Dunia (World Medical Association).
• Selain itu banyak disebutkan berkali-kali dalam RUU Kesehatan. Sehingga
TETAP dipertahankan dengan rumusan DPR, yaitu: Organisasi Profesi
adalah wadah untuk berhimpun Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang
seprofesi berdasarkan kesamaan keahlian, aspirasi, kehendak, etika profesi,
kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam
pembangunan Kesehatan, menambahkan Organisasi Profesi adalah IDI
untuk dokter dan PDGI untuk dokter gigi, Organisasi profesi perawat adalah
PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia), Organisasi Profesi Bidan
adalah IBI (Ikatan Bidan Indonesia), Organisasi Profesi Apoteker adalah IAI
(Ikatan Apoteker Indonesia).
6
3. TIDAK SETUJU Pasal 1 angka 38 DIHAPUS dalam DIM Nomor 51,
Pasal 1 angka 38. Konsil Kedokteran Indonesia adalah Lembaga yang dibentuk Presiden,
yang melaksanakan tugas secara independen, dan yang terdiri atas konsil setiap kelompok
Tenaga Medis.
• Pemerintah mengusulkan dalam UU tidak mengatur mengenai pembentukan
lembaga dan organ-organ tertentu agar dapat bersifat fleksibilitas dalam
pengaturannya sesuai kebutuhan dukungan tugas fungsi pemerintahan,
sehingga cukup diatur dalam aturan pelaksanaan. Untuk itu diusulkan definisi
Konsil Kedokteran Indonesia dihapus.
• Organisasi Profesi tidak setuju karena;
1. bahwa sudah ada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor PUU-82 tahun
2015 terkait Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dibentuk dengan UU
Praktik Kedokteran sehingga merupakan lembaga negara atau organ
negara (state organ) dengan Undang-Undang, yang berada pada lapis kedua
yang setara dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengembang
tugas dalam penyelenggaran pemilihan umum, ataupun Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang dibentuk dalam Undang-Undang
Hak Asasi Manusia. Sehingga dalam RUU ini, Tetap harus masuk dalam
Ketentuan Umum dan pasal-perpasal.
2. KKI tetap bertanggungjawab kepada Presiden, bukan kepada Menteri.
3. Konsil adalah badan otonom, mandiri, dan non struktural yang
independen. Dalam dunia internasional konsil kedokteran adalah
Professional Medical Regulatory Authority (PMRA) yang merupakan
badan independen yang melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap
praktek kedokteran. Oleh karena itu Konsil Kedokteran Indonesia tidak
berada di bawah satu Kementerian namun langsung bertanggungjawab
kepada Kepala Negara (Presiden).
4. Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) : telah diterima sebagai anggota Konsil
Kedokteran International (International Association of Medical Regulatory
Authorities/IAMRA) sejak thn 2012. Jika kedudukannya di bawah
kementerian, maka status KKI bisa dikeluarkan dari keanggotaan (IAMRA)
karena sudah tidak independen. Contohnya di GMC (General Medical
Council) di Inggris, Medical Board di Australia dan beberapa negara
lainnya. Selain itu sering disebut berkali-kali dalam RUU Kesehatan.

7
• Sehingga tetap dengan rumusan DPR, yaitu: Konsil Kedokteran Indonesia
adalah Lembaga yang dibentuk Presiden, yang melaksanakan tugas secara
independen, dan yang terdiri atas konsil setiap kelompok Tenaga Medis.

4. TIDAK SETUJU Pasal 1 angka 52 DIHAPUS dalam DIM Nomor 52,


Pasal 1 angka 52. Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia adalah lembaga yang dibentuk Presiden,
yang melaksanakan tugas secara independen, dan yang terdiri atas konsil setiap kelompok Tenaga
Kesehatan.
• Pemerintah mengusulkan dalam UU tidak mengatur mengenai pembentukan
lembaga dan organ-organ tertentu agar dapat bersifat fleksibilitas dalam
pengaturannya sesuai kebutuhan dukungan tugas fungsi pemerintahan,
sehingga cukup diatur dalam aturan pelaksanaan. Untuk itu diusulkan definisi
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dihapus.
• Organisasi Profesi Tetap berpendapat sesuai dengan rumusan DPR, dan
sebagaimana dengan Konsil Kedokteran Indonesia, demikian pula dengan
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yaitu Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia
adalah lembaga yang dibentuk Presiden, yang melaksanakan tugas secara
independen, dan yang terdiri atas konsil setiap kelompok Tenaga Kesehatan.

5. TIDAK SETUJU Pasal 4 ayat (3) huruf d DIHAPUS dalam DIM Nomor 108
Pasal 4 ayat (3). Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f tidak
berlaku pada seseorang yang mengalami gangguan mental berat.

• Pemerintah mengusulkan untuk dihapus dengan alasan; “Seseorang yang


mengalami gangguan mental berat pada prinsipnya masih dapat memberikan
informed consent”.
• Organisasi Profesi tidak setuju dengan penghapusan yang diusulkan oleh
Pemerintah karena; seseorang yang mengalami gangguan mental berat tetap
perlu menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan
yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi
mengenai tindakan tersebut secara lengkap. Dan karena upaya Kesehatan yang
bersumber daya masyarakat ikut berpartisipasi dalam pelayanan promotif dan
preventif.

8
6. TIDAK SETUJU Pasal 42 ayat (3) huruf a, TETAP dan PERUBAHAN
SUBSTANSI dalam DIM Nomor 445,
Pasal 42 ayat (1) huruf a yang mengatur bahwa Aborsi yang dapat dikecualikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan: a. sebelum kehamilan berumur 14 (empat
belas) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis.
• Tidak setuju tetap dipertahankan, Pasal 42 ayat (1) huruf a yang mengatur
bahwa Aborsi yang dapat dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
hanya dapat dilakukan: a. sebelum kehamilan berumur 14 (empat belas)
minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal
kedaruratan medis.
• Organisasi Profesi berpendapat seharusnya tetap sesuai dengan redaksional
dalam UU No 36 Tahun 2009 yaitu mengatur bahwa Aborsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan: a. sebelum kehamilan
berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali
dalam hal kedaruratan medis.

7. TIDAK SETUJU perubahan Substansi Pasal 242 ayat (2) huruf b dalam DIM
Nomor 1644
Pasal 242 ayat (2). Upaya menjaga dan meningkatkan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan oleh: menteri; organisasi profesi; lembaga pelatihan lain yang diakreditasi oleh
organisasi profesi.
• Pemerintah mengusulkan untuk dihapus dengan Menambahkan substansi
penyelenggara pelatihan oleh Pemerintah Pusat dan/atau lembaga pelatihan
lain yang terakreditasi oleh Pemerintah Pusat.
• Organisasi profesi berpendapat bahwa sangat penting dimasukkan dalam
RUU ini peran dari organisasi profesi dan lembaga pelatihan yang diakreditasi
oleh organisasi profesi, dalam menjaga mutu dan meningkatkan mutu, tanpa
melibatkan Menteri karena didunia ini Kementerian Kesehatan mengatur hal
yang terkait dengan pemeliharaan kompetensi dokter. Mengacu pada regulasi
yang telah diatur pada pada UU profesi lain;
o Pasal 1 angka 3 dan 4 UU No 5/2011; Asosiasi Profesi Akuntan Publik
adalah organisasi profesi akuntan public yang bersifat nasional.
Asosiasi Profesi Akuntan adalah organisasi profesi akuntan yang
bersifat nasional, bahkan dalam pasal 6 ayat (1) “Sertifikat tanda lulus
ujian profesi akuntan public yang sah adalah surat tanda lulus ujian
yang diterbitkan oleh Asosiasi Profesi Akuntan public atau Perguruan

9
tinggi yang terakreditasi oleh Asosiasi Profesi akuntan public yang
menyelenggarakan Pendidikan akuntan public.
o Pasal 3 ayat (1) huruf f UU No 18/2003 ttg Advokat; Untuk dapat
diangkat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut : lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;
• Sehingga rumusannya menjadi: Upaya menjaga meningkatkan mutu
sebagaimana ada ayat (1) diselenggarakan oleh a. organisasi profesi dan
b. Lembaga pelatihan yang diakreditasi oleh organisasi profesi.

8. TIDAK SETUJU Perubahan redaksional dan penghapusan Pasal 245 ayat (3)
huruf c, d dan e dalam DIM Nomor 1660 DAN DIM 1661
Pasal 245 ayat (3). Setiap Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang akan menjalankan praktik
wajib memiliki STR. Dengan memenuhi syarat; a. memiliki ijazah pendidikan di bidang kesehatan;
b. memiliki sertifikat kompetensi atau sertifikat profesi; c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan
mental; d. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi; dan e. membuat
pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
• Organisasi Profesi Tidak setuju dengan usulan Pemerintah menghapus syarat
dalam pasal 245 ayat (3) huruf c, d, dan e.
• Organisasi profesi berpendapat karena Surat Tanda Registrasi (STR) sejatinya
adalah Medical License yang dikenal di dunia internasional. Persyaratannya
harus ketat karena seseorang yang sudah memegang STR artinya negara
menjamin bahwa dokter tersebut akan praktik memiliki etik dan moral yang
tinggi secara kompeten dan professional.
• Sehingga rumusannya tetap sesuai dengan DPR yaitu harus memenuhi c.
memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; d. memiliki surat
pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi; dan e. membuat
pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

9. TIDAK SETUJU Pasal 249 ayat (1) huruf c tentang Rekomendasi OP DIHAPUS
dalam DIM 1686.
• Tidak setuju usul pemerintah dengan menghapuskan syarat c. rekomendasi
organisasi profesi untuk mendapatkan SIP dengan alasan Adanya persyaratan
rekomendasi organisasi profesi akan berpotensi menambahmenghambah pemerintah
menerbitkan SIP. Padahal disisi lain terdapat kebutuhan akan tenaga kesehatan pada
daerah tersebut.

10
• Organisasi Profesi berpendapat bahwa;
1. rekomendasi organisasi profesi sebenarnya untuk membantu pemerintah
dalam memastikan bahwa dokter yang akan berpraktik didaerahnya betul-
betul tidak ada masalah etika, disiplin dan hukum.
2. Selain itu untuk menghindarkan adanya dokter palsu, yang akan
merugikan masyarakat.
3. Karena organisasi profesi memiliki data based dokter, dokter gigi, perawat,
bidan dan tenaga kesehatan secara keseluruhan, dimana seluruh dokter
merupakan Anggota dari organisasi profesi.
4. Perlunya rekomendasi OP tidak memperpanjang birokrasi tetapi
membantu Pemerintah menyeleksi dan memberikan perlindungan kepada
masyarakat atas pelayanan dari Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang
tidak beretika/melanggar etik/ melanggar hukum/ melanggar dispilin/
tidak kompeten.
5. Dan pemberian rekomendasi profesi bukan merupakan birokrasi tetapi
merupakan bagian dari penyelenggaraan organisasi profesi yang
professional dan kompeten. Namun kewenangan SIP tetap pada
Pemerintah Daerah.
• Alasan yang disampaikan pemerintah terlalu subjektif dan irrasional, merujuk
pada UU Profesi lain yang tidak dihapus dan tidak diikut sertakan dalam RUU;
o Pasal 18 UU No 23/2022 untuk dapat mendapatkan dan
memperpanjang SILP, Psikolog harus mendapatkan rekomendasi dari
induk organisasi profesi himpunan Psikologi. (Pasal 23. Dalam hal
pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dan
Pasal 18 ayat (1) huruf b tidak dilaksanakan atau tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan serta menimbulkan ketidakpastian hukum,
Pemerintah Pusat mengambil alih kewenangan pemberian STR dan pemberian
rekomendasi untuk perpanjangan SILP)
o Pasal 23 ayat (2) UU No 18/2003; Kantor Advokat dapat mempekerjakan
advokat asing sebagai karyawan atau tenaga ahli dalam bidang hukum
asing atas izin Pemerintah dengan rekomendasi Organisasi Advokat.
o Pasal 15 huruf b UU No 6/2017; Untuk memiliki lisensi, arsitek harus
memiliki STR yang masih berlaku dan mendapatkan rekomendasi dari
Organisasi profesi

11
o Pasal 3 huruf f UU No 2/2014; Syarat untuk dapat diangkat menjadi
Notaris adalah; telah magang sebagai karyawan notaris di kantor
notarsi atas Prakarsa sendiri atau atas rekomendasi organisasi profesi
notaris setelah lulus strata dua kenotariatan
• Sehingga tetap sesuai dengan rumusan DPR yaitu c. rekomendasi organisasi
profesi.

10. Tidak setuju usul pemerintah dengan menghapuskan syarat dalam DIM Nomor
1678
d. bukti pemenuhan kompetensi. Dengan alasan untuk SIP pertama kali tidak
dibutuhkan bukti pemenuhan kompetensi karena pemenuhan kompetensi untuk
pertama kali dapat dilihat dari sertifikat kompetensi atau sertifikat profesi yang
mana dokumen tersebut telah menjadi salah satu persyaratan dalam penerbitan
STR, sehingga yang harus ada sebagai persyaratan untuk memperoleh SIP adalah
STR dan tempat praktik.
• Organisasi Profesi Tetap berpendapat redaksional sesuai DPR untuk
memberikan perlindungan dan kepastian kepada masyarakat untuk
dilayani oleh tenaga medis dan tenaga Kesehatan yang tidak hanya memiliki
etik dan moral yang tinggi tetapi juga memiliki kompetensi dan
kewenangan.

11. TIDAK SETUJU Pasal 249 ayat (4) DIHAPUS dalam DIM Nomor 1693,
• Organisasi Profesi berpendapat bahwa;
1. rekomendasi OP tetap perlu dan tidak memperpanjang birokrasi tetapi
membantu Pemerintah menyeleksi dan memberikan perlindungan
kepada masyarakat atas pelayanan dari Tenaga Medis dan Tenaga
Kesehatan yang tidak beretika/melanggar etik/ melanggar hukum/
melanggar disiplin/ tidak kompeten.
2. Pemberian rekomendasi profesi bukan merupakan birokrasi tetapi
merupakan bagian dari penyelenggaraan organisasi profesi yang
professional dan kompeten.
3. Alasan yang disampaikan pemerintah terlalu subjektif dan irrasional,
merujuk pada UU Profesi lain yang tidak dihapus dan tidak diikut
sertakan dalam RUU;

12
a. Pasal 18 UU No 23/2022 untuk dapat mendapatkan dan
memperpanjang SILP, Psikolog harus mendapatkan
rekomendasi dari induk organisasi profesi himpunan
Psikologi. (Pasal 23. Dalam hal pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 18 ayat (1) huruf b tidak
dilaksanakan atau tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan serta menimbulkan ketidakpastian hukum, Pemerintah Pusat
mengambil alih kewenangan pemberian STR dan pemberian
rekomendasi untuk perpanjangan SILP)
b. Pasal 23 ayat (2) UU No 18/2003; Kantor Advokat dapat
mempekerjakan advokat asing sebagai karyawan atau tenaga
ahli dalam bidang hukum asing atas izin Pemerintah dengan
rekomendasi Organisasi Advokat.
c. Pasal 15 huruf b UU No 6/2017; Untuk memiliki lisensi, arsitek
harus memiliki STR yang masih berlaku dan mendapatkan
rekomendasi dari Organisasi profesi
d. Pasal 3 huruf f UU No 2/2014; Syarat untuk dapat diangkat
menjadi Notaris adalah; telah magang sebagai karyawan notaris
di kantor notarsi atas Prakarsa sendiri atau atas rekomendasi
organisasi profesi notaris setelah lulus strata dua kenotariatan
• Sehingga tetap sesuai dengan rumusan DPR yaitu c. rekomendasi
organisasi profesi.
• Serta TIDAK SETUJU dengan pemenuhan kecukupan SKP oleh Menteri
karena Kecukupan SKP artinya dokter terus mengikuti Pendidikan
Berkelanjutan (CPD) dalam bidangnya masing-masing dan TIDAK
MUNGKIN Menteri bisa melakukan ini. Di seluruh dunia masalah CPD ini
adalah otoritas dari organisasi profesi (Kolegium).
• Sehingga tetap menggunakan rumusan dari DPR. yaitu (4) Persyaratan
perpanjangan SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi: c.
rekomendasi organisasi profesi.

13
12. TIDAK SETUJU Pasal 1 angka 26 DIHAPUS DENGAN USULAN
PERUBAHAN DIM PEMERINTAH dalam DIM Nomor 39,
• Organisasi Profesi berpendapat bahwa;
1. pendefinisian Registrasi harus pengertiannya termasuk persyaratan yang
harus masuk dalam definisi sehingga jelas persyaratannya yaitu memiliki
sertifikat kompetensi, sertifikat profesi, atau telah mempunyai kualifikasi
tertentu lain untuk menjalankan praktik.
2. Sertifikat Komepetensi (Certificate of Competence) untuk memastikan bahwa
seorang dokter benar-benar mempunyai kompetensi yang cukup dalam
bidangnya. Sertifikat ini diberikan oleh Kolegium.
3. SIP adalah wewenang pemerintah untuk memberikannya.
Sehingga tetap dengan rumusan DPR yaitu Registrasi adalah pencatatan resmi
terhadap Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang telah memiliki sertifikat
kompetensi, sertifikat profesi, atau telah mempunyai kualifikasi tertentu lain
untuk menjalankan praktik.

13. TIDAK SETUJU DENGAN SUBSTANSI BARU Pasal 180 ayat (1a) dalam DIM
Nomor 1098,
Subtansi baru : Selain Pelayanan Kesehatan perseorangan dalam bentuk
spesialistik dan/atau subspesialistik, Rumah Sakit dapat memberikan Pelayanan
Kesehatan dasar, karena;
1. Pada prinsipnya RS memberikan Pelayanan Kesehatan perseorangan
dalam bentuk spesialistik dan/atau subspesialistik namun ada beberapa
pelayanan medik dasar umum yang diberikan di Rumah Sakit seperti
UGD, MCU)
2. Bahwa UGD (Unit Gawat Darurat) dan MCU (Medical Chek Up) bukan
bentuk dari pelayanan medik dasar umum karena UGD dan MCU
merupakan bagian dari variasi pelayanan rumah sakit.
3. Seharusnya untuk pelayanan dasar adalah melakukan penguatan Layanan
Primer, yaitu dengan meningkatkan promotive dan preventif di layanan
primer.
• Sehingga Pasal 180 ayat (1a) dihapus.

14
14. TIDAK SETUJU Pasal 475 DIHAPUS dalam DIM Nomor 3015,
• Organisasi Profesi berpendapat bahwa;
1. semua Profesi secara internasional mempunyai asosiasi atau
perhimpunan. Asosiasi atau perhimpunan menyusun standar kompetensi,
standar pendidikan profesi, dan standar etik.
2. Selain itu, seharusnya RUU Kesehatan ini juga harus memperkuat, baik
tugas, fungsi dan peranan organisasi profesi, Dan harus secara tegas
disebutkan baik dalam norma batang tubuh dan penjelasan tentang 1
(organisasi profesi) masing-masing tenaga medis atau tenaga Kesehatan.
3. Sehingga organisasi profesi dalam Pasal 475 dan Penjelasan Pasal RUU
Kesehatan tidak dihapus.
• Sehingga tetap dengan rumusan DPR , yaitu: Pada saat Undang-Undang ini
mulai berlaku, Organisasi Profesi yang telah berbadan hukum sebelum
berlakunya Undang-Undang ini tetap diakui keberadaannya sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini dan harus menyesuaikan dengan ketentuan
Undang-Undang ini dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung
sejak Undang-Undang ini diundangkan.

15. Pasal 327 Perlu Perubahan Redaksional dalam DIM Nomor 2100
1. Organisasi Profesi berpendapat perlu dilakukan perubahan redaksional
dengan mengubah kata “kesalahan” menjadi “kelalaian”, hal ini
berpedoman pada UU Tenaga Kesehatan No 36 Tahun 2014 dan UU Rumah
Sakit No 44 Tahun 2009
2. Selain itu, frasa “alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan” diganti
dengan kata “mediasi” Serta menghapus frasa “terlebih dahulu”.
3. Didasari asas Lex Specialis Derogat Legi Generali, aturan yang bersifat umum
bukan hanya milik validity sebagai hukum yang telah ada aturan yang sifatnya
itu khusus, aturan yang sifatnya khusus itu merupakan hukum yang valid
yang memiliki kekuatan berikat untuk diterapkannya kepada peristiwa yang
konkrit.
4. Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, sudah berlaku
sebagai Lex spesialis yang telah mengesampingkan Undang Undang yang
berlaku umum (KUHP), dengan dinyatakan dicabut dan tidak berlaku dalam
RUU Kesehatan, maka hal ini sangat disayangkan yang akan menghilangkan
asas lex spesialis sehingga aparat penegak hukum akan lebih mengutamakan
Undang Undang yang berlaku umum (KUHP)

15
5. Sesuai asas hukum lex specialis derogat lex generalis, aturan khusus dalam
undang-undang bidang kesehatan dapat mengenyampingkan aturan umum
sebagaimana tertuang dalam KUHP. “Kalau ada undang-undang
yang specialis, undang-undang yang generalis terabaikan”
6. Pasal 29 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ; Dalam hal tenaga kesehatan
diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus
diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.
7. Pasal 58 ayat (1) UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; Setiap orang berhak
menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara
kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya.
8. Pasal 46 UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit ; Rumah Sakit bertanggung
jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.
9. Pasal 77 UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan ; Setiap Penerima
Pelayanan Keseh atan y ang dirugikan akibat kesalahan atau kelalaian Tenaga
Kesehatan dapat meminta ganti rugi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
10. Pasal 78 UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan ; Dalam hal Tenaga
Kesehatan di duga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinyayang
menyebabkan kerugian kepada penerima pelayanan kesehatan, perselisihan yang
timbul akibat kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui
penyelesaian seng keta di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
11. Pasal 84 UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan; (1) Setiap Tenaga
Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan Penerima
Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun. (2) Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kematian, setiap Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun.
12. Sehingga rumusannya menjadi: Dalam hal Tenaga Medis atau Tenaga
Kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya yang
menyebabkan kerugian kepada Pasien, perselisihan yang timbul akibat
kelalaian tersebut diselesaikan melalui mediasi. Tidak dengan Bahasa
Alternatif Penyelesaian Sengketa, karena alternatif penyelesaian sengketa bisa
saja bermakna Konsolidasi, Negosiasi, Arbitrasi atau Mediasi.

16
13. Organisasi Profesi mengusulkan agar setiap Kelalaian yang diduga dilakukan
oleh Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
melakukan Pendekatan Penyelesaian secara administrasi dan Mediasi,
Mengusulkan redaksional sebagai berikut;
o (1) Jenis tindakan yang dikenakan terhadap Tenaga Medis dan Tenaga
Kesehatan dapat berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis, c.
pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai 12 (dua
belas) bulan; d. pemberhentian tetap dari profesinya.
o (2) Ketentuan tentang jenis dan tingkat perbuatan yang dapat dikenakan
tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Majelis Kehormatan Etika Organisasi Profesi.
o (3) Sebelum Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dikenai tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada yang bersangkutan
diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri.
14. Organisasi Profesi mengusulkan agar setiap Penindakan bagi tenaga medis
dan tenaga Kesehatan yang diduga melakukan kelalaian, mengusulkan;
o (1) Penindakan terhadap Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dengan jenis
tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 327 dan 462 dilakukan oleh
Majelis Kehormatan Organisasi Profesi masing masing Tenaga Medis dan
Tenaga Kesehatan sesuai dengan kode etik dan disiplin profesi
o (2) Dalam hal penindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 327 dan 462
atau pemberhentian tetap oleh organisasi profesi. Maka Organisasi Profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan putusan penindakan
tersebut kepada Menteri Kesehatan dan Mahkamah Agung.
15. Organisasi Profesi mengusulkan agar setiap Penjatuhan Sanksi Pidana bagi tenaga
medis dan tenaga Kesehatan yang diduga melakukan kelalaian, mengusulkan
Penambahan pasal berupa;
o Dalam hal Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang dijatuhi pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 462 yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap, Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan salinan putusan tersebut
kepada Organisasi Profesi masing masing tenaga medis dan tenaga kesehatan

17
16. Organisasi Profesi mengusulkan agar adanya penambahan pasal pengawasan bagi
tenaga medis dan tenaga Kesehatan, berupa;
o (1) Pengawasan terhadap Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dilakukan oleh
Organisasi Profesi masing masing Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan.
o (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar Tenaga
Medis dan Tenaga Kesehatan dalam menjalankan profesinya selalu menjunjung
tinggi kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
o (3) Pelaksanaan pengawasan sehari-hari dilakukan oleh Komisi Pengawas yang
dibentuk oleh Organisasi Organisasi Profesi masing masing tenaga medis dan
tenaga kesehatan
o (4) Keanggotaan Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri
atas unsur profesi tenaga medis dan tenaga Kesehatan senior, para
ahli/akademisi, dan masyarakat.
o (5) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan diatur lebih lanjut dengan
keputusan Organisasi Profesi masing masing tenaga medis dan tenaga kesehatan

16. TIDAK SETUJU Pasal 328 DIHAPUS dalam DIM Nomor 2101,
• PENEGAKAN DISIPLIN Tenaga Medis/Dokter seharusnya oleh badan
Independen. Dalam UU Pradok oleh: MKDKI (Majelis Kehormatan Disipolin
Kedokteran Indonesia) dalam KKI. Tidak dapat dilakukan oleh Menteri yang
pasti tidak independen.
• Sehingga Tetap dengan rumusan DPR dengan perubahan substansi dan
dipecah menjadi 3 ayat.
(1) Pengaduan dalam rangka penegakan disiplin Tenaga Medis atau Tenaga
Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 327 dapat diselesaikan
melalui Abritrase.
(1a) Hasil putusan penyelesaian melalui arbitrase sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bersifat final and binding
(1b) Tenaga medis dan tenaga Kesehatan tidak dapat dituntut baik secara
perdata maupun pidana selama menjalankan tugas profesinya sesuai
dengan standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur
operasional dengan itikad baik demi untuk kepentingan keselamatan
pasien dan atau pelayanan kesehatan pasien baik di dalam mau di luar
fasilitas pelayanan Kesehatan.

18
17. TIDAK SETUJU bunyi Pasal 443 DENGAN RUMUSAN DPR DAN DIM
PEMERINTAH dalam DIM Nomor 2870,
• Ketentuan ini dihapus karena seharusnya terhadap tenaga medis dan tenaga
Kesehatan pengaturannya lex spesialis (asas lex spesialis derogate legi
generalis) tidak harus merujuk pada KUHAP untuk menghindari terjadinya
kriminalisasi kepada Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan.
• Lex specialis derogat lex generalis adalah asas penafsiran hukum yang
menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis)
mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).
• Berdasarkan asas Lex specialis derogat lex generalis, aturan yang bersifat
umum itu tidak lagi memiliki “validity” sebagai hukum ketika telah ada aturan
yang bersifat khusus, aturan yang khusus tersebut sebagai hukum yang valid,
yang mempunyai kekuatan mengikat untuk diterapkan terhadap peristiwa-
peristiwa konkrit.
• Hukum Negara kita menganut asas lex spesialis derogate lex generalis, maka
jika UU dalam KUHP mengenai ketentuan tindak dugaan tindak pidana
bidang kesehatan sudah diatur dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, maka ketentuan yang diatur dalam KUHP tidak digunakan lagi,
tetapi sebaliknya jika dalam ketentuan tersebut belum diatur dalam UU
Kesehatan tersebut tetapi sudah diatur sebelumnya dalam KUHP, maka dapat
diterapkan ketentuannya.
• Asas Lex specialis derogat lex generalis telah diatur dalam Pasal 63 ayat (2)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, untuk selanjutnya disebut KUHP.
o Ketentuan Pasal 63 ayat (2) KUHP mengatur bahwa: “Jika suatu
perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula
dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah
yang dikenakan.”
o Pasal 63 ayat (2) KUHP ini menegaskan keberlakuan (validitas) aturan
pidana yang khusus ketika mendapati suatu perbuatan yang masuk
baik kedalam aturan pidana yang umum dan aturan pidana yang
khusus.
o Dalam ketentuan Pasal 63 ayat (2) KUHP terkandung asas Lex specialis
derogat lex generalis yang merupakan suatu asas hukum yang
mengandung makna bahwa aturan yang bersifat khusus (specialis)
mengesampingkan aturan yang bersifat umum (general).

19
• Hal ini memberikan akibat hukum bahwa apabila ada aturan pidana yang
khusus mengatur suatu perbuatan pidana, maka KUHP harus
dikesampingkan .
• Didasari asas Lex Specialis Derogat Legi Generali, aturan yang bersifat umum
bukan hanya milik validity sebagai hukum yang telah ada aturan yang sifatnya
itu khusus, aturan yang sifatnya khusus itu merupakan hukum yang valid
yang memiliki kekuatan berikat untuk diterapkannya kepada peristiwa yang
konkrit.
• Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, sudah berlaku
sebagai Lex spesialis yang telah mengesampingkan Undang Undang yang
berlaku umum (KUHP), dengan dinyatakan dicabut dan tidak berlaku dalam
RUU Kesehatan, maka hal ini sangat disayangkan yang akan menghilangkan
asas lex spesialis sehingga aparat penegak hukum akan lebih mengutamakan
Undang Undang yang berlaku umum (KUHP)
• Sesuai asas hukum lex specialis derogat lex generalis, aturan khusus dalam
undang-undang bidang kesehatan dapat mengenyampingkan aturan umum
sebagaimana tertuang dalam KUHP. “Kalau ada undang-undang
yang specialis, undang-undang yang generalis terabaikan”
• Pasal 29 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ; Dalam hal tenaga kesehatan
diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus
diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.
• Pasal 58 ayat (1) UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; Setiap orang berhak
menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara
kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya.
• Pasal 46 UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit ; Rumah Sakit bertanggung
jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.
• Pasal 77 UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan ; Setiap Penerima
Pelayanan Keseh atan y ang dirugikan akibat kesalahan atau kelalaian Tenaga
Kesehatan dapat meminta ganti rugi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.

20
• Pasal 78 UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan ; Dalam hal Tenaga
Kesehatan di duga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinyayang
menyebabkan kerugian kepada penerima pelayanan kesehatan, perselisihan yang
timbul akibat kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui
penyelesaian seng keta di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
• Pasal 84 UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan; (1) Setiap Tenaga
Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan Penerima
Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun. (2) Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kematian, setiap Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun

18. Mengusulkan agar Pasal 462 ayat (1) dan ayat (2) DIHAPUS dalam DIM Nomor
2937 dan DIM Nomor 2938,
Terhadap rumusan pasal 462 ayat (1) dan (2) diatas, agar pasal tersebut dihapus
dan tidak dipertahankan dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan (Omnibus
Law) karena;
• Norma pasal dalam ayat (1) dan (2) diatas sudah diatur dalam Kitab Undang
Undang Hükum Pidana (KUHP) dan norma pasal tersebut bertentangan
dengan asas hükum tentang penidaan hükum karena asas contribution
negligence, respectable minority rules, asas error of judgment, asas volenti non fit
iniura serta keadaan resiko medis ketika Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan
sudah melakukan tindakan medisnya berdasarkan etika, standar profesi,
standar pelayanan dan standar prosedur operasional.

19. Mengusulkan Perubahan Substansi dalam Pasal 228 ayat (1a) DIM Nomor 1571,
Perubahan dengan penambahan substansi yaitu menambah Frasa Konsil
Kedokteran Indonesia, dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia. Dan menghapus
frasa “dan pihak lain yang terkait”. Serta mengubah yang melakukan evaluasi
adalah kolegium, Konsil Kedokteran Indonesia, Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia yang melibatkan kementerian yang menyelenggarakan tugas di
bidang pendidikan tinggi, , sedangkan Menteri Kesehatan tidak diikutsertakan,
karena;

21
• Konsil memiliki kewenangan dalam mengevaluasi Kompetensi dari Tenaga
Medis dan Tenaga Kesehatan. Dan tidak perlu memasukan pihak lain. Karena
sudah jelas siapa yang memiliki kewenangan evaluasi kompetensi bagi Tenaga
Medis dan Tenaga Kesehatan warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang
akan melaksanakan praktik di Indonesia yaitu kolegium, Konsil Kedokteran
Indonesia, dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yang melibatkan
kementerian yang menyelenggarakan tugas di bidang pendidikan tinggi,.
• Sehingga rumusannya menjadi Evaluasi kompetensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh, kolegium, Konsil Kedokteran Indonesia, atau
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yang dapat melibatkan kementerian
yang menyelenggarakan tugas di bidang pendidikan tinggi.

20. Tidak Setuju Pasal 229 ayat (1) DIHAPUS dalam DIM Nomor 1585,
Pasal 229 ayat (1). Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan warga negara Indonesia lulusan luar
negeri yang akan mengikuti adaptasi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus memiliki STR dan
SIP.
• Pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) oleh Pemerintah dihapus.
• Seharusnya TIDAK DIHAPUS dan perlu perubahan substansi yaitu; STR
adaptasi seharusnya diterbitkan oleh Konsil dan SIP adaptasi diterbitkan oleh
Pemerintah Daerah. Ketentuan lebih lanjut mengenai penerbitan STR adaptasi
diatur dalam Peraturan Konsil.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai penerbitan SIP adaptasi diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

21. Pasal 312 dan DIM Nomor 1891, Pasal 282 Perlu perubahan substansi dalam
DIM Nomor 2042,
• Perubahan substansi yaitu menjadi “Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan
tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan
tugas profesinya dengan itikad baik dan dilaksanakan sesuai etika, stndar
profesi, standar pelayanan profesi, dan standar prosedur operasional”.
• Usulan perubahan redaksional didasarkan atas penjabaran dari norma hukum
abstrak, menuju norma hukum konkret yang dikandung dalam pasal 282 ayat
(1) huruf a, berbunyi : Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dalam
menjalankan praktek berhak memperoleh pelindungan hukum sepanjang
melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi,
dan standar prosedur operasional.

22
22. TIDAK SETUJU Pasal 318 DIHAPUS dalam DIM Nomor 2017,
Ayat (1) Keanggotaan majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 316 ayat (1) berasal dari
kalangan profesi Tenaga Medis dan/atau tenaga Kesehatan atas usulan Konsil Kedokteran
Indonesia dan konsil setiap kelompok Tenaga Kesehatan sesuai dengan kewenangannya.
• Terhadap rumusan pasal 318 TETAP dipertahankan dalam Rancangan
Undang-Undang Kesehatan (Omnibus Law), dengan perubahan
redaksionalnya menjadi: Ayat (1) Keanggotaan majelis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 316 ayat (1) berasal dari kalangan profesi Tenaga
Medis dan/atau tenaga Kesehatan atas usulan Organisasi Profesi dan
ditetapkan oleh Menteri.

23. TIDAK SETUJU Pasal 320 ayat (1) DILAKUKAN PERUBAHAN ATAU TETAP
dalam DIM Nomor 2074
• Karena menerima pengaduan dugaan pelanggaran disiplin merupakan
kewenangan dari Konsil baik KKI maupun KTKI, sehingga rumusannya tetap
sesuai dengan rumusan DPR yaitu: Setiap orang yang mengetahui atau
kepentingannya dirugikan atas tindakan Tenaga Medis atau Tenaga
Kesehatan dalam menjalankan Pelayanan Kesehatan mengadukan secara
tertulis kepada Konsil Kedokteran Indonesia atau konsil setiap kelompok
Tenaga Kesehatan.

24. TIDAK SETUJU Pasal 321 DILAKUKAN PERUBAHAN SUBSTANSI PADA


AYAT (1) DAN TIDAK SETUJU DIHAPUS PADA AYAT (2) DIM Nomor 2079
dan DIM Nomor 2080

• Mengusulkan agar ada Penambahan Substansi Baru dan penambahan satu


ayat baru yang disisipkan diantara ayat (1) dan ayat (2) sehingga Pasal 321
menjadi (3) ayat. Sehingga bunyi pasal 321 secara lengkap sebagai berikut :
1. Majelis untuk penegakan disiplin Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan
memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan yang
berkaitan dengan disiplin Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan.
2. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, majelsi
meneruskan pengaduan kepada organisasi profesi.
3. Majelis untuk penegakan disiplin Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan
memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan yang
berkaitan dengan disiplin Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan.

23
25. Diantara Pasał 321 dan Pasał 322 DIUSULKAN PARAGRAF BARU dan
PASAŁ BARU

• Usulan Paragraf baru yaitu mengatur tentang: “Pengambilan Rekam Medis


dan Pemanggilan Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan” yang penting untuk
diatur atau dinormakan dalam RUU Kesehatan ini. Sehingga usulan
pengaturan norma adalah sebagai berikut :

Paragraf 2
Pengambilan Rekam Medis dan Pemanggilan Tenaga Medis atau
Tenaga Kesehatan

Pasal 321A
o Ayat (1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum
atau hakim dengan persetujuan organisasi profesi dan majelis berwenang :
a. Mengambil rekam medis dan/atau surat yang disimpan rumah sakit
;dan
b. Memanggil tenaga medis atau tenaga kesehatan untuk hadir berkaitan
dengan tindakan medis yang telah dilakukannya ;
o Ayat (2) Pengambilan rekam medis dan/atau surat-surat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan ,
o Ayat (3) Organisasi dan Majelis dałam waktu paling lambat 30 (tiga puluh)
hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan jawaban menerima
atau menolak permintaan persetujuan ;
o Ayat (4) Dałam hal organisasi dan majelis tidak memberikan jawaban dałam
jangka waktu sebagimana dimaksud pada ayat )3), organisasi profesi dan
majelis dianggap menerima permintaan persetujuan

24
26. Pasal 233 ayat (1a) PERUBAHAN SUBSTANSI dalam DIM Nomor 1598
Perubahan dengan penambahan substansi yaitu menambah Frasa Konsil
Kedokteran Indonesia, dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia. Dan menghapus
frasa “dan pihak lain yang terkait”. Serta mengubah yang melakukan evaluasi
adalah kolegium, Konsil Kedokteran Indonesia, Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia yang melibatkan kementerian yang menyelenggarakan tugas di
bidang pendidikan tinggi, sedangkan Menteri Kesehatan tidak diikutsertakan,
karena;
1. Konsil memiliki kewenangan dalam mengevaluasi Kompetensi dari Tenaga
Medis dan Tenaga Kesehatan. Dan tidak perlu memasukan pihak lain.
2. Sudah jelas siapa yang memiliki kewenangan evaluasi kompetensi bagi Tenaga
Medis dan Tenaga Kesehatan warga negara asing lulusan luar negeri yang
akan melaksanakan praktik di Indonesia yaitu kolegium, Konsil Kedokteran
Indonesia, dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yang melibatkan
kementerian yang menyelenggarakan tugas di bidang pendidikan tinggi,.
3. Sehingga rumusannya menjadi Evaluasi kompetensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh, kolegium, Konsil Kedokteran Indonesia, atau
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yang dapat melibatkan kementerian
yang menyelenggarakan tugas di bidang pendidikan tinggi.

27. Pada Pasal 234 Dilakukan PERUBAHAN SUBSTANSI dalam DIM Nomor 1612
sampai dengan DIM Nomor 1615
Perubahan substansi yaitu
• Ayat (1) tetap yang mengatur bahwa Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan
warga negara asing lulusan luar negeri yang mengikuti adaptasi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan harus memiliki STR dan SIP.
• Ayat (2) STR seharusnya diterbitkan oleh Konsil dan SIP diterbitkan oleh
Pemerintah Daerah.
• Ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerbitan STR sementara diatur
dalam Peraturan Konsil.
Ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerbitan SIP diatur dalam
Peraturan Menteri.

25
28. Pasal 314 TIDAK SETUJU DIUBAH DAN DIHAPUS OLEH PEMERINTAH.
DAN PENAMBAHAN AYAT dalam DIM Nomor 2045 sampai dengan DIM
Nomor 2047, Karena
1. Semua Profesi secara internasional mempunyai asosiasi atau perhimpunan.
Asosiasi atau perhimpunan menyusun standar kompetensi, standar
pendidikan profesi, dan standar etik.
2. Organisasi Profesi telah memiliki Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
10/PUU-XV/2017 yang memutuskan IDI sebagai wadah tunggal bagi Profesi
Dokter yang sah di Indonesia.
3. Organisasi Profesi tunggal memberikan kepastian hukum, perlindungan
dokter dan pasien hingga penyediaan layanan mutu yang terukur. Demikian
pula dengan organisasi profesi Dokter Gigi dan organisasi profesi tenaga
Kesehatan.
4. Organisasi Profesi dokter & tenaga Kesehatan merupakan wadah anggota
profesi yang mempunyai dukungan keilmuan (body of knowledge) yang
membutuhkan pendidikan dan pelatihan.
5. Suatu organisasi profesi kedokteran merupakan “moral community” yang
bertujuan untuk kepentingan masyarakat dalam pelayanan Kesehatan. IDI
telah lama diterima menjadi anggota Asosiasi Dokter Dunia (World Medical
Association).
6. Organisasi profesi berpendapat bahwa sangat penting dimasukkan dalam
RUU ini peran dari organisasi profesi dan lembaga pelatihan yang diakreditasi
oleh organisasi profesi, dalam menjaga mutu dan meningkatkan mutu, tanpa
melibatkan Menteri karena didunia ini Kementerian Kesehatan mengatur hal
yang terkait dengan pemeliharaan kompetensi dokter. Mengacu pada regulasi
yang telah diatur pada pada UU profesi lain;
o Pasal 1 angka 3 dan 4 UU No 5/2011; Asosiasi Profesi Akuntan Publik
adalah organisasi profesi akuntan public yang bersifat nasional.
Asosiasi Profesi Akuntan adalah organisasi profesi akuntan yang
bersifat nasional, bahkan dalam pasal 6 ayat (1) “Sertifikat tanda lulus
ujian profesi akuntan public yang sah adalah surat tanda lulus ujian
yang diterbitkan oleh Asosiasi Profesi Akuntan public atau Perguruan
tinggi yang terakreditasi oleh Asosiasi Profesi akuntan public yang
menyelenggarakan Pendidikan akuntan public.
o Pasal 3 ayat (1) huruf f UU No 18/2003 ttg Advokat; Untuk dapat
diangkat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut : lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;

26
Terhadap rumusan pasal 314 yang terdiri dari 4 (empat) ayat, maka perlu
ditambahkan 1 (satu) ayat lagi yang letaknya setelah ayat (2) yang berbunyi : (3)
Untuk Dokter organisasi profesinya bernama Ikatan Dokter Indonesia, Dokter
Gigi organisasi profesinya bernama Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Bidan
organisasi profesinya bernama Ikatan Bidan Indonesia, Perawat organisasi
profesinya bernama Persatuan Perawat nasional Indonesia, dan Apoteker
organisasinya bernama Apoteker Indonesia.

29. Pasal 315 TIDAK SETUJU DIHAPUS dalam DIM Nomor 2049 sampai dengan
DIM 2062, karena;
1. Kolegium merupakan badan yang bertanggungjawab terhadap penyusunan
standar Pendidikan dan standar kompetensi bagi dokter/dokter gigi dan
tenaga Kesehatan.
2. Kolegium menerbitkan Sertifikat Kompetensi dokter/dokter gigi dan tenaga
kesehatan.
3. Definisi Kolegium harus ada karena Kolegium/College secara internasional
ada yakni suatu badan dalam profesi kedokteran untuk menyusun standar
kompetensi, & pendidikan profesi yang disahkan oleh Konsil Kedokteran.
4. Kolegium bertugas mengampu masing-masing disiplin ilmu kedokteran.
Sehingga tetap dengan rumusan DPR.

30. Pasal 254 s/d Pasal 267 dalam DIM Nomor 1711 s/d DIM 1808, yang mengatur
tentang Konsil Kedokteran Indonesia, dan DIM Nomor 1711, DIM Nomor 1809
s/d DIM Nomor 1886, Pasal 268 s/d Pasal 280 yang mengatur tentang Konsil
Tenaga Kesehatan Indonesia TIDAK SETUJU DIHAPUS. TETAP DENGAN
RUMUSAN DPR, karena Pertimbangan;
1. bahwa sudah terdapat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor PUU-82 tahun
2015 terkait Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dibentuk dengan UU Praktik
Kedokteran sehingga merupakan lembaga negara atau organ negara (state
organ) dengan Undang-Undang, yang berada pada lapis kedua yang setara
dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengembang tugas dalam
penyelenggaran pemilihan umum, ataupun Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM) yang dibentuk dalam Undang-Undang Hak Asasi
Manusia.
2. Sehingga dalam RUU ini, Tetap harus masuk dalam Ketentuan Umum dan
Pasal-perpasal. Selain itu KKI tetap bertanggungjawab kepada Presiden,
bukan kepada Menteri.

27
3. Konsil adalah badan otonom, mandiri, dan non struktural yang independen.
Dalam dunia internasional konsil kedokteran adalah Professional Medical
Regulatory Authority (PMRA) yang merupakan badan independen yang
melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap praktek kedokteran.
4. Oleh karena itu Konsil Kedokteran Indonesia tidak berada di bawah satu
Kementerian namun langsung bertanggungjawab kepada Kepala Negara
(Presiden). Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) : telah diterima sebagai anggota
Konsil Kedokteran International (IAMRA) sejak thn 2012. Jika kedududkannya
di bawah kementerian, maka status KKI bisa dikeluarkan dari keanggotaan
(IAMRA) karena sudah tidak independen. Contohnya di GMC (General
Medical Council) di Inggris, Medical Board di Australia dan beberapa negara
lainnya.
5. Sebagaimana dengan Konsil Kedokteran Indonesia, demikian pula dengan
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yaitu Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia adalah lembaga yang dibentuk Presiden, yang melaksanakan
tugas secara independen, dan yang terdiri atas konsil setiap kelompok
Tenaga Kesehatan.

Sehingga TETAP DENGAN RUMUSAN DPR

31. Pasal 473A huruf g dalam DIM Nomor 2995, dan Pasal 474 huruf d1 dalam DIM
Nomor 3008 TIDAK SETUJU DIATUR.
• Tidak setuju memasukan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang
Pendidikan Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5434);
dalam RUU Kesehatan
• Karena sudah seharusnya DPR dan Pemerintah membahas tersendiri
berdasarkan RUU Pendidikan Kedokteran yang sekarang masuk dalam
Pembicaraan Tingkat I (Pembahasan di Badan Legislasi bersama Pemerintah
yang sedang menunggu DIM dari Pemerintah karena Presiden telah
mengirimkan Surat Presiden yang menyatakan siap membahas RUU
Pendidikan Kedokteran dengan DPR (Badan Legislasi DPR))

28
32. Pasal 474 TIDAK SETUJU DENGAN RUMUSAN DPR DAN PEMERINTAH.
DIUSULKAN PERUBAHAN SUBSTANSI dalam DIM Nomor 3014,
1. Perlu dilakukan identifikasi terhadap keseluruhan DIM Nomor 3003 sampai
dengan DIM Nomor 3013 pasal dalam uu eksisting sebelum dilakukan
pencabutan terhadap 11 Undang-Undang.
2. Sehingga apabila masih terdapat pengaturan yang tidak dilakukan perubahan
ataupun dihapus dalam RUU Kesehatan ini, maka diantara 11 Undang-
Undang ini tidak dapat dilakukan pencabutan karena masih berlakukan
ketentuan sesuai UU Eksisting.
3. Sehingga frasa “dicabut dan dinyatakan tidak berlaku” dihapus. Kemudian
diganti dengan rumusan baru yaitu: “tetap dinyatakan berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini”.
4. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kekosongan hukum jika terdapat norma-
norma yang belum diatur di RUU Kesehatan ini.

33. Pasal 420 ayat (2) TIDAK SETUJU DIHAPUS sesuai DIUSULKAN OLEH
PEMERINTAH dalam DIM Nomor 2632,\
Pasal 420 ayat (2). Besar anggaran kesehatan Pemerintah Pusat dialokasikan minimal sebesar
10% (sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara di luar gaji.
1. Pencantuman besaran anggaran Kesehatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah TETAP Perlu dicantumkan, dan besaran yang diusulkan minimal 15 %.
Sehingga memberikan kepastian kepada masyarakat akan hak – hak atas
pelayanan kesehatan yang menjadi kewajiban pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Serta mengalokasikan anggaran lebih dari 15 % pada saat
terjadi wabah/bencana.
2. Penganggaran t tersebut harus dipahami secara baik dan benar oleh pemangku
kepentingan (stakeholder) agar dapat dihasilkan APBN yang kredibel dan
dapat dipertanggungjawabkan.
3. Penyusunan anggaran harus dilakukan sesuai kebutuhan, indikatif, , dan
alokasi anggaran yang tertib, efisien, efektif, ekonomis, transparan, partisipatif,
inovatif, dan akuntabel dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

29
30
31
32
33
34

Anda mungkin juga menyukai