Anda di halaman 1dari 19

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA OTENTIK DAN AKTA DIBAWAH

TANGAN OLEH NOTARIS

Dosen Pengampu Mata Kuliah : Pandham Nurwulan S.H.,M.H.

Tugas Kelompok
Disusun Oleh:
Andika Triantoro 20921007
Aprianti Rita Wulandari 20921008
Ari Nugroho 20921009
Bima Kurniawan Syamra 20921010
Denbagus Hardika Yasha.D 20921011
Devy Ratna Pratiwi 20921012
Dewi Fatimatuzzahroh S.S 20921013

PROGRAM PASCA SARJANA


MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Notaris dalam menjalankan Profesi memberikan pelayanan kepada
masyarakat sepatutnya bersikap sesuai aturan yang berlaku. Ini penting karena
Notaris melaksanakan tugas jabatannya tidaklah semata – mata untuk
kepentingan pribadi, melainkan juga untuk kepentingan masyarakat, serta
mempunyai kewajiban untuk menjamin kebenaran dari akta-akta yang
dibuatnya, karena itu seorang Notaris dituntut lebih peka, jujur,adil, dan
transparan demi menjamin terselenggarannya tujuan dan kewajiban semua
pihak yang terkait langsung dalam pembuatan sebuah akta otentik. Dalam
melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris harus berpegang teguh kepada
kode etik jabatan Notaris, karena tanpa itu harkat dan martabat
profesionalisme akan hilang dan tidak lagi mendapat kepercayaan dari
masyarakat.
Menurut Komar Andasasmita,“ agar setiap Notaris mempunyai
pengetahuan yang cukup luas dan mendalam serta keterampilan yang baik
dalam merancang, menyusun, membuat berbagai akta otentik, susunan bahasa,
teknis yuridisnya rapi, baik dan benar, karena disamping keahlian tersebut
diperlukan pula kejujuran, ketulusan dan memiliki sifat atau pandangan yang
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Dalam perkembangan hukum di Indonesia, sering terlihat dan terjadi
perbedaan antara ketentuan yang berlaku dalam praktek dan apa yang
ditentukan dalam teori. Terkadang hal-hal atau perkembangan yang baru
belum dapat/belum mampu diikuti oleh perkembangan perangkat hukum di
Indonesia, hal ini terlihat pada praktek notaris dan pejabat umum pembuat
akta tanah (PPAT) dalam pembuatan akta-akta otentik. Notaris adalah pejabat
umum yang mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik mengenai
semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diperintahkan oleh peraturan
umum atau diminta oleh para pihak yang membuat akta.
Notaris selaku pejabat umum dalam setiap pelaksanaan tugasnya tidak
boleh keluar dari “rambu-rambu” yang telah diatur oleh perangkat hukum
yang berlaku. Akta otentik yang dibuat oleh seorang Notaris dapat dibedakan
atas :
1. Akta yang dibuat “oleh” (door) notaris yang dinamakan akta relaas atau
akta pejabat (ambtelijke akten).
2. Akta yang dibuat “dihadapan” (ten overstaan) notaris atau yang
dinamakan akta partij (partij akten).
Akta pada sub 1 di atas, tandatangan para penghadap tidak merupakan
keharusan bagi otentisitas dari akta itu. Jadi tidak menjadi soal apakah para
pihak tersebut menolak untuk menandatangani akta itu. Sedangkan untuk akta
pada sub 2 di atas, undang-undang mengharuskan adanya penandatanganan
oleh para pihak terhadap akta yang dibuat, dengan ancaman akan kehilangan
otentisitasnya atau dapat dikenakan denda.
Salah satu perbuatan atau tindakan hukum yang hampir tidak dapat
dilepaskan dari tugas rutin seorang Notaris adalah tindakan menghadap atau
berhadapan, pembacaan akta dan penadatanganan akta. Hal itu bisa
diperhatikan dalam pembuatan suatu akta notaris, sering terdengar Notaris
membacakan kalimat “Setelah saya, notaris membacakan akta ini kepada para
penghadap dan para saksi, maka segera para penghadap, para saksi dan saya,
notaris menandatangani akta ini”.
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan
Notaris (untuk selanjutnya dalam tesis ini disingkat dengan UUJN)
menentukan bahwa “akta Notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau
dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam
Undang-undang ini”. Akta otentik yang dimaksud adalah akta otentik sesuai
dengan rumusan Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu :
“Suatu akta otentik adalah akta yang didalam bentuknya ditentukan oleh
Undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pegawai umum yang berkuasa
untuk itu ditempat dimana akta itu dibuat”.
Berdasarkan pasal tersebut Notaris mempunyai wewenang untuk membuat
akta otentik. Akta otentik yang dibuat oleh Notaris yaitu akta yang dibuat oleh
Notaris mengenai suatu tindakan yang dilakukan oleh para pihak atas suatu
keadaan atau perbuatan hukum yang memuat uraian mengenai hal-hal yang
terjadi dan peristiwa sebenarnya yang diterangkan oleh pihak dan menghadap
kepada Notaris. Dengan adanya Undang-undang nomor 2 tahun 2014 tentang
Jabatan Notaris, kewenangan Notaris dalam membuat akta otentik nanti dalam
penerapannya akta tersebut mampu menjamin kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum bagi semua pihak yang terkait. Akta otentik merupakan
alat bukti tulisan atau surat yang bersifat sempurna. Akta otentik memiliki 3
(tiga) kekuatan pembuktian yaitu kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige
bewijskracht) yang merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk
membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik. Kekuatan pembuktian
formil (formele bewijskracht) yang memberikan kepastian bahwa sesuatu
kejadian dan fakta dalam akta betul-betul diketahui dan didengar oleh Notaris
dan diterangkan oleh para pihak yang menghadap. Kekuatan pembuktian
Materiil (materiele bewijskracht) yang merupakan kepastian terhadap
keterangan yang disampaikan dan ditulis dalam akta.
Notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) berwenang membuat
akta otentik. Sehubungan dengan kewenangan tersebut Notaris dapat dibebani
tanggungjawab atas perbuatannya dalam membuat akta otentik yang tidak
sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau dilakukan secara melawan hukum.
Pertanggungjawaban merupakan suatu sikap atau tindakan untuk menanggung
segala akibat dari perbuatan yang dilakukan atau sikap untuk menanggung
segala resiko ataupun konsekuensinya yang ditimbulkan dari suatu perbuatan.
Pertanggungjawaban itu ditentukan oleh sifat pelanggaran dan akibat
hukum yang ditimbulkannya. Secara umum pertanggungjawaban yang biasa
dikenakan terhadap Notaris adalah pertanggungjawabannya pidana,
administrasi dan perdata. Menentukan adanya suatu pertanggungjawaban
secara perdata atau pidana yang dilakukan oleh seorang Notaris harus
memenuhi tiga syarat, yaitu harus ada perbuatan Notaris yang dapat dihukum
yang unsur-unsurnya secara tegas dirumuskan oleh undang-undang. Perbuatan
Notaris tersebut bertentangan dengan hukum, serta harus ada kesalahan dari
Notaris tersebut. Kesalahan atau kelalaian dalam pengertian pidana meliputi
unsur-unsur bertentangan dengan hukum. Sehingga pada dasarnya setiap
bentuk pelanggaran atau kelalaian yang dilakukan Notaris selalu mengandung
sifat melawan hukum dalam perbuatan itu.
Notaris harus siap untuk menghadapi jika sewaktu-waktu dijadikan pihak
yang terlibat dalam suatu perkara bidang Hukum, yang diakibatkan dari akta
yang dibuatnya. Sehingga dalam menjalankan tugas jabatannya tidak dapat
dipungkiri lagi saat ini cukup banyak persoalan hukum yang muncul dan
terjadi dikarenakan perilaku Notaris yang tidak profesional dan memihak salah
satu pihak pada akta-akta yang dibuatnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian akta serta macam-macam akta ?
2. Bagaimana perbedaan akta otenik dan akta dibawah tangan ?
3. Bagaimana struktur dan anatomi akta ?
4. Bagaimana kekuatan pembuktian akta ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta


1. Pengertian Akta
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan
Notaris menyebutkan bahwa akta notaris yang selanjutnya disebut Akta
adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut
bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Hal ini
tercantum dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
Tentang Jabatan Notaris. Sedangkan pengertian akta di bawah tangan
adalah akta yang di buat tetapi bertentangan dengan Pasal 38, Pasal 39,
dan Pasal 40 yang kemudian ketentuan tersebut diatur di dalam Pasal 41
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.
Menurut A. Pilto, mengatakan bahwa yang dimaksud akta yaitu
surat-surat yang ditandatangani dibuat untuk pakai sebagai bukti, dan
dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu di buat.
Menurut S.J Fockema Andrea dalam bukunya Rechts geleerd
handwoorddenboek, kata akta itu berasal dari bahasa latin acta yang
berari geschrift atau surat. Secara umum akta mempunyai dua arti yaitu :
a) Perbuatan (handling) atau perbuatan hukum (rechtshandeling).
b) Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai atau untuk digunakan
sebagai perbuatan hukum tertentu yaitu berupa tulisan yang
ditunjukan kepada pembuktian tertentu.
2. Macam-macam Akta
Macam Akta Notaris Berdasarkan bentuknya akta Notaris dibagi
menjadi dua macam yaitu akta autentik dan akta dibawah tangan, yang
dijelaskan sebagai berikut :
a) Akta Autentik Akta Autentik yang dalam bahasa Inggris, disebut
dengan authentic deed, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut
dengan authentieke akte van, 33 yang mana di Indonesia diatur
dalam Pasal 1868 KUHPerdata menyebutkan pengertian akta
autentik adalah “Suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan
oleh Undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang
berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat”. Menurut Pasal 1
angka 7 UUJN menyebutkan juga pengertian akta autentik yaitu:
“akta notaris yang selanjutnya disebut akta adalah akta autentik yang
dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang
ditetapkan dalam undang-undang ini”.
b) Akta di Bawah Tangan Berdasarkan Pasal 1874 KUHPerdata
menyebutkan bahwa yang dianggap sebagai tulisan dibawah tangan
adalah akta yang ditandatangani dibawah tangan, surat, daftar, surat
urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa
perantaraan seorang pejabat umum”. Sedangkan ditinjau dari
Undang-undang Jabatan Notaris akta dibawah tangan dapat dibagi
menjadi dua yaitu akta dibawah tangan yang dilegalisasi dan akta
dibawah tangan diwaarmeken, diatur dalam Pasal 15 ayat 2 huruf a
dan b UUJN, yakni :
Pasal 15 Ayat 2 huruf a, berbunyi :
“mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat
di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus”
Pasal 15 Ayat 2 huruf b, berbunyi :
“membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus yang selanjutnya untuk akta otentik berdasarkan pihak yang
membuatnya dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Akta para pihak (partij akte) Akta para pihak (partij akte) adalah
akta yang memuat keterangan (berisi) apa yang dikehendaki
oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Mislanya pihak-pihak
yang bersangkutan mengatakan menjual/membeli selanjutnya
pihak notaris merumuskan kehendak para pihak tersebut dalam
suatu akta. Partij akta ini mempunyai kekuatan pembuktian
sempurna bagi pihak pihak yang bersangkutan termasuk para
ahli warisnya dan orangorang yang menerima hak dari mereka
itu. Ketentuan Pasal 1870 KUH Perdata dianggap berlaku bagi
partij akte ini. Mengenai kekuatan pembuktian terhadap pihak
ketiga tidak diatur, jadi partij akte adalah :
 Inisiatif ada pada pihak-pihak yang bersangkutan
 Berisi keterangan pihak pihak.
2) Akta Pejabat (Ambtelijke Akte atau Relaas Akte) Akta yang
memuat keterangan resmi dari pejabat yang berwenang. Jadi
akta ini hanya memuat keterangan dari satu pihak saja, yakni
pihak pejabat yang membuatnya. Akta ini dianggap mempunyai
kekuatan pembuktian terhadap semua orang, misalnya akta
kelahiran. Jadi Ambtelijke Akte atau Relaas Akte merupakan :
 Inisiatif ada pada pejabat
 Berisi keterangan tertulis dari pejabat pembuat akta

B. Perbedaan Akta Otentik dan Akta di Bawah Tangan


1. Akta Otentik
Akta otentik adalah akta yang dibuat berdasarkan peraturan
perundang-undangan oleh atau dihadapan pejabat umum yang
berwenang. Menurut Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPerdata), akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk
yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang
berwenang untuk itu dan tempat akta itu dibuat.
Berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata, suatu akta otentik merupakan
akta yang dibuat berdasarkan undang-undang. Hal ini berarti bahwa
pembuatan akta otentik harus memiliki dasar hukum, yaitu peraturan
perundang-undangan yang memerintahkan agar suatu keadaan atau
perbuatan baru dapat dibuktikan dengan adanya akta otentik. Misalnya,
Akta Nikah yaitu suatu akta yang membuktikan adanya hubungan
perkawinan diantara pria dan wanita. Tanpa adanya Akta Nikah, maka
suatu perkawinan tidak dapat dibuktikan. Selain itu harus dibuat
berdasarkan peraturan perundang-undangan, akta otentik juga harus
dibuat dihadapan pejabat umum yang berwenang, misalnya pejabat
Kantor Urusan Agama (KUA) untuk pembuatan Akta Nikah, atau Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pembuatan Akta Jual Beli (AJB)
tanah.
Pada dasarnya akta otentik yang dibuat dihadapan pejabat umum
dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
a) Akta yang dibuat oleh Notaris (Relaas Akta)
Relaas Akta merupakan suatu akta yang menguraikan secara
otentik suatu tindakan yang dilakukan ataupun suatu keadaan
yang dilihat atau disaksikan oleh notaries itu sendiri dalam
menjalankan jabatannya sebagai notaris. Akta yang dibuat
memuat uraian dari apa yang dilihat dan disaksikan serta
dialaminya.
Contohnya yaitu : Berita Acara Rapat Pemegang Sahan (RUPS)
dalam Perseroan Terbatas (PT), Akta Pencatatan Budel, dll.
b) Akta yang dibuat dihadapan Notaris (Partij Akta)
Partij Akta merupakan uraian yang diterangkan oleh pihak lain
kepada notaris dalam menjalankan jabatanya dan untuk keperluan
mana pihak lain itu sengaja dating dihadapan notaries dan
memberikan keterangan tersebut atau melakukan perbuatan
tersebut dihadapan notaris, agar keterangan tersebut dikonstatir
oleh notaris dalam suatu akta otentik.
Contohnya yaitu : kemarian terakhir dari penghadap pembuat
wasiat, kuasa, dll.
Dalam hal ini pembuktian, akta otentik mempunya kekuatan
pembuktian yang sempurna, yaitu bukti yang harus dianggap benar,
kecuali pihak lain dapat menyangkal kebenarannya. Dalam ruang siding
pengadilan, akta otentik merupakan alat bukti yang tidak dapat disangkal,
kecuali pihak lawan yang dapat menyangkal bukti sertifik tanah yang
diajukan Penggugat dan bahkan mengatakan bahwa serifikat tanah itu
palsu, makapenyangkalanitutidakdapatditerimaoleh hakim selama
Tergugat tidak dapat membuktikannya bahwa sertifikat itu memang
palsu. Selama tidak dapat dibuktikan ketidakbenarannya, akta otentik
harus dianggap benar dan sempurna sebagai alat pembuktian.
Akta Otentik memiliki ciri dan kekhasan tersendiri yang berupa:
a) Bentuknya sesuai dengan Undang- Undang, yaitu bentuk dari akta
notaris, akta perkawinan, akta kelahiran,dll yang sudah ditentukan
format dan isinya oleh Undang-Undang. Namun ada juga akta-
akta yang bersifat perjanjian antara kedua belah pihak yang isinya
bersadarkan kesepakatan dari kedua belah pihak sesuai dengan
azas kebebasan berkontrak.
b) Dibuat dihadapan pejabat umum yang berwenang.
c) Kekuatan pembuktian yang sempurna.
d) Kalau disangkal mengenai kebenarannya, maka penyangkal harus
membuktikan mengenai ketidakbenarannya.
2. Akta Dibawah Tangan
Akta dibawah tangan merupakan akta yang dibuat tidak di hadapan
pejabat yang berwenang atau Notaris. Akta ini yang dibuat dan
ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya. Apabila suatu akta di
bawah tangan tidak disangkal oleh Para Pihak, maka berarti mereka
mengakui dan tidak menyangkal kebenaran apa yang tertulis pada akta di
bawah tangan tersebut, sehingga sesuai pasal 1857 KUHPerdata akta di
bawah tangan tersebut memperoleh kekuatan pembuktian yang sama
dengan suatu Akta Otentik. Perjanjian di bawah tangan terdiri dari :
a) Akta di bawah tangan biasa
b) Akta Waarmerken, adalah suatu akta di bawah tangan yang
dibuat dan ditandatangani oleh para pihak untuk kemudian
didaftarkan pada Notaris, karena hanya didaftarkan, maka
Notaris tidak bertanggungjawab terhadap materi/ isi maupun
tanda tangan para pihak dalam dokumen yang dibuat oleh para
pihak.
c) Akta Legalisasi, adalah suatu akta di bawah tangan yang dibuat
oleh para pihak  namun  penandatanganannya   disaksikan  
oleh  atau di hadapan Notaris, namun Notaris tidak
bertanggungjawab terhadap materi/ isi dokumen melainkan
Notaris hanya bertanggungjawab terhadap tandatangan para
pihak yang bersangkutan dan tanggal ditandatanganinya
dokumen tersebut.
Akta Dibawah Tangan memiliki ciri dan kekhasan tersendiri yang
berupa :
a) Bentuknya yang bebas.
b) Pembuatannya tidak harus di pejabat umum.
c) Tetap mempunyai kekuatan selama tidak disangkal oleh
pembuatnya.
d) Dalam hal harus dibuktikan, maka pembuktian tersebut
harus dilengkapi juga dengan saksi-saksi dan bukti lainnya.
Oleh karena itu, biasanya dalam akta di bawah tangan,
sebaiknya dimasukkan 2 (dua) orang saksi yang sudah
dewasa untuk memperkuat pembuktian.
C. Struktur dan Anatomi Akta
Sebagaimana telah dijelaskan dan disebutkan diatas, berdasarkan Pasal
1868 mensyaratkan bahwa akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam
bentuk yang ditentukan Undang-undang. Untuk memenuhi syarat otentik
tersebut maka sebuah akta Notaris harus memiliki anatomi akta yang sesuai
dengan sebagaimana diatur di dalam Pasal 38 Undang-undang No. 2 tahun
2014 Tentang Perubahan atas Undang-undang No 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris sebagai berikut:
1. Awal Akta atau kepala Akta memuat:
a) Judul Akta;
b) Nomor Akta;
c) Jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan
d) Nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.
2. Badan akta memuat hal-hal sebagai berikut:
a) Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan,
pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap
dan/atau orang yang mereka wakili;
b) Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
c) Isi Akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang
berkepentingan; dan
d) Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan,
kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
3. Akhir atau penutup akta memuat hal-hal sebagai berikut:
a) Uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (1) huruf I atau Pasal 16 ayat (7) sebagai berikut:
 Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh
paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat
itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris
 Pembacaan akta sebagaimana dimaksud diatas tidak wajib
dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak
dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri,
mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal
tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap
halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan
Notaris
b) Uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau
penerjemahan Akta jika ada;
c) Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan,
kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi Akta; dan
d) Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam
pembuatan Akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat
berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian serta jumlah
perubahannya.
Selain dari anatomi akta yang telah dijelaskan diatas, dalam
membuat akta seorang Notaris juga harus memperhatikan syarat
mengenai pihak-pihak yang menghadap dan saksi-saksi yang dapat
digunakan dalam membuat akta sebagaimana diatur didalam Pasal
39 dan Pasal 40 Undang-undang No. 2 Tahun 2014 Tentang
Perubahan atas Undang-undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris sebagai berikut :
4. Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah;
dan
b) Cakap melakukan perbuatan hukum
Selain itu penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan
kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling
rendah 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap
melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua)
penghadap lainnya, pengenalan tersebut harus dinyatakan didalam
akta.
5. Setiap Akta yang dibacakan oleh Notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua)
orang saksi yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau sebelumnya
telah menikah;
b) Cakap melakukan perbuatan hukum;
c) Mengerti bahasa yang digunakan dalam Akta;
d) Dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan
e) Tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam
garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis
ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para
pihak.
Saksi sebagaimana dimaksud harus dikenal oleh Notaris atau
diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang identitas dan
kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap. Pengenalan atau
pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan
secara tegas dalam Akta.
D. Kekuatan Pemuktian Akta
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, pasal 1867 BW mengenal 2 alat
pembuktian tertulis, namun dengan perbedaan kekuatan pembuktian yang
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kekuatan pembuktian dengan tulisan/akta otentik
Berdasarkan Pasal 1870 BW akta otentik memiliki kekuatan pembuktian
yang sempurna bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli
warisnya ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka.
Untuk dapat dikatakan sebagai akta otentik maka berdasarkan Pasal 1868
BW suatu bukti tertulis harus memenuhi unsur unsur sebagai berikut,
yaitu:
a) Akta yang diibuat dalam bentuk yang ditentukan Undang-
undang dan
b) Dibuat dihadapan pejabat umum yang berwenang
c) Dibuat ditempat akta itu dibuat
2. Kekuatan pembuktian dengan tulisan/akta di bawah tangan
Berdasarkan Pasal 1875 BW akta di bawah tangan memiliki kekuatan
pembuktian yang sempurna apabila ada pengakuan dari orang-orang yang
menandatanganinya, ahli warisnya serta orang-orang yang mendapat hak
dari mereka.
3. Akibat hukum apabila anatomi akta Notaris tidak sesuai Undang-undang
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, akta yang dibuat oleh Notaris
merupakan akta yang otentik. Hal ini karena Berdasarkan Pasal 1 Angka 1
Undang-undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-
undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, menyebutkan bahwa
Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik adalah
Notaris. Namun demikian untuk memenuhi syarat otentiknya suatu akta,
maka Notaris harus membuat akta yang sesuai dengan yang diatur diatur
didalam Pasal 38 Undang-undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan
atas Undang-undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Apabila
terdapat kelalaian dari Notaris dalam membuat akta sehingga tidak sesuai
dengan yang diatur oleh Undang-undang, maka unsur akta otentik yang
diatur dalam Pasal 1868 BW tidak terpenuhi sehingga akta tersebut tidak
lagi memiliki kekuatan pembuktian sebagaimana akta otentik, namun
hanya memiliki kekuatan pembuktian akta di bawah tangan yang sangat
tergantung dari pengakuan dari orang-orang yang menandatanganinya, ahli
warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari mereka. Hal ini
dipertegas oleh Pasal 41 Undang-undang No. 2 Tahun 2014 Tentang
Perubahan atas Undang-undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris dengan menyebutkan sebagai berikut:
“Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40 mengakibatkan Akta hanya
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.”
Apabila kelalaian dari Notaris tersebut mengakibatkan suatu
kerugian bagi para pihak yang memiliki kepentingan terhadap akta
tersebut maka berdasarkan pasal 84 Undang-undang No 2 Tahun
2014 Tentang Jabatan Notaris, para pihak dapat menuntut biaya,
kerugian berikut bunganya kepada Notaris yang telah melakukan
kelalaian tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian akta ialah berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

Tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa akta notaris yang

selanjutnya disebut akta adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di

hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam

Undang-Undang ini. Hal ini tercantum dalam Pasal 1 angka 7 Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. Sedangkan

pengertian akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat tetapi

bertentangan dengan Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40 yang kemudian

ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. Macam macam akta ada dua

macam, yang pertama akta otentik yang dalam bahasa Inggris, disebut

dengan authentic deed, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan

authentieke akte van, 33 yang mana di Indonesia diatur dalam Pasal 1868

KUHPerndata menyebutkan pengertian akta otentik adalah suatu akta

yang didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang oleh atau

dihadapan pejabat umum yang berwenang. Yang kedua yaitu akta

dibawah tangan, berdasarkan Pasal 1874 KUHPerdata menyebutkan

bahwa yang dianggap sebagai tulisan dibawah tangaan adalah akta yang

ditandatangani dibawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga

dan tulisan-tulisan lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat

umum.
2. Perbedaan akta otentik dan akta dibawah tangan yaitu akta otentik akta

yang dibuat berdasarkan peraturan perundang-undagan oleh atau

dihadapan pejabat umum yang berwenang, pada dasarnya akta otentik

yang dibuat dihadapan pejabat umum dibagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu:

a. Akta yang dibuat oleh notaris (Relaas Akta)

b. Akta yang dibuat dihadapan notaris (Partij Akta)

Sedangkan akta dibawah tangan merupakan akta yang dibuat tidak

dihadapan pejabat yang berwenang atau notaris. Akta yang dibuat dan

ditandatanganni oleh para pihak yang membuatnya.

3. Struktur dan anatomi akta, sebagaimana yang telah dijelaskan dan

disebutkan diatas, berdasarkan Pasal 1868 mensyaratkan bahwa akta

otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan

undang-uandang. Untuk memenuhi syarat otentik tersebut maka sebuah

akta notaris harus memiliki anatomi akta yang sesuai dengan

sebagaimana diatur dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014

4. Dalam sebagaimana telah dijelasakan diatas, Pasal 1867 BW mengenal 2

alat pembuktian tertulis, namun dengan perbedaan kekuatan pembuktian

yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kekuatan pembuktian dengan tulisan/akta otentik

b. Kekuatan pembuktian dengan tulisan/akta dibawah tangan


DAFTAR PUSTAKA

Komar Andasasmita, 1981, Notaris Dengan Sejarah, Peranan, Tugas Kewajiban,


Rahasia Jabatannya, Sumur, Bandung
Sudikno Mertokusumo, Arti Penemuan Hukum Bagi Notaris, Renvoi, Nomor 12,
tanggal 3 Mei 2004.
G.H.S. Lumban Tobing, 1999, Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Salim HS, 2015, “Teknik Pembuatan Akta Satu “Konsep Teoritis, Kewenangan
Notaris Bentuk Dan Minuta Akta”, Cetakan Ke-1, (Mataram : PT. Raja
Grafindo Perasada, 2015)
Richard Cisanto Palit, 2015, “Kekuatan Akta Di Bawah Tangan Sebagai Alat
Bukti Di Pengadilan”, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015
Dedy Pramono, 2015, “Kekuatan Pembuktian Akta Yang Di Buat Oleh Notaris
Selaku Pejabat Umum Menurut Hukum Acara Perdata Di Indonesia”,
Volume 12 No 3, Desember 2015.
https://www.legalakses.com/akta-otentik-dan-akta-di-bawah-tangan/
https://doktorhukum.com/perbedaan-akta-dibawah-tangan-dan-dibuat-pejabat-
berwenang-akta-otentik/
http://rahmadvai.blogspot.com/2014/04/pengertian-dan-perbedaan-akta-
otentik.html
http://shnplawfirm.com/portfolio/anatomi-akta-notaris-menurut-undang-undang-
dan-akibat-hukumnya-apabila-tidak-terpenuhi/

Anda mungkin juga menyukai