Anda di halaman 1dari 8

Bima Kurniawan Syamra

20921010
Akta Ekonomi Syariah
Tugas Resume Buku Bacaan

Resume Buku “Hukuk Perbankan Syariah Konsep dan Regulasi” Penulis Dr.
Neneng Nurhasanah, M.Hum dan Panji Adam, S.Sy., M.H,

Perbankan dalam kehidupan suatu negara adalah salah satu agen


pembangunan (Agent of Development). Hal ini dikarenakan fungsi utama dari
perbankan itu sendiri sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit
atau pembiayaan. Fungsi inilah yang lazim disebut sebagai intermediasi keuangan
(financial intermediary function). Perbankan nasional memegang peranan dan
strategis dalam kaitannya dengan penyediaan permodalan pengembangan sektor-
sektor produktif, lembaga perbankan hampir ada di setiap negara karena
keberadaannya sangat penting, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan perekonomian negara. Terkait dengan hal tersebut di Indonesia fungsi dan peran
dimaksud dijalankan oleh dua sistem perbankan, yaitu perbankan konvensional
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
(Selanjutnya disingkat UUP 1998), dan perbankan syariah sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah (Selanjutnya
disingkat UUPS 2008). Berlakunya dua peraturan perundang-undangan perbankan ini
menunjukkan bahwa Indonesia menganut dual banking system, yakni dipraktikannya
dua sistem perbankan yang berbeda dalam satu negara, dalam hal ini perbankan
konvensional dan perbankan syariah. Keduanya secara yuridis formal mempunyai
kedudukan yang sama sebagai agent of development dan sebagai intermediary
financial. Hanya saja dalam menjalankan kegiatan usahanya terdapat perbedaan, bank
konvensional mendasarkan pada demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian,
sedangkan pada bank syariah selain demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian juga
mendasarkan pada prinsip syariah. Mencermati Kegiatan usaha dua jenis perbankan di
atas proses dan produknya merupakan perbuatan hukum yang dituangkan dalam suatu
format tertulis. Dalam perbankan konvensional perbuatan hukum tersebut dituangkan
dalam bentuk perjanjian tertulis. Sedangkan dalam perbankan syariah perbuatan
hukum dimaksud dituangkan dalam bentuk akad tertulis. Dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata Buku III Bab II Perikatan yang Lahir dari Kontrak atau
Perjanjian Bagian 1 Ketentuan Umum Pasal 1319 disebutkan bahwa semua
perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan
suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan
bab yang lalu. Untuk mengayomi kebutuhan warga masyarakat Islam dimaksud, pihak
pemerintah mengusahakan berdiri suatu sistem perbankan yang sesuai syariah dalam
suatu peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang
Perbankan. Undang-undang dimaksud, secara implisit membuka peluang kegiatan
usaha perbankan yang memiliki dasar operasional bagi hasil yang secara rinci
dijabarkan dalam peraturan pemerintah No.72 Tahun 1992 tentang Bank. Prinsip bagi
hasil (mudharabah) dalam peraturan perundang-undangan tersebut menjadi dasar
hukum secara yuridis normatif dalam pengoperasian perbankan syariah di indonesia
yang menandai dimulainya sera sistem perbankan ganda (dual banking system) di
Indonesia. oleh karena itu, periode 1992 sampai 1998 sudah berdiri bank umum
syariah dan bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) yang telah beroperasi. Guna
menjamin kepastian hukum bagi stakeholders dan sekaligus memberikan keyakinan
kepada masyarakat dalam menggunakan produk dan jasa Bank Syariah, maka
diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
yang di dalamnya diatur jenis usaha, ketentuan pelaksanaan syariah, kelayakan usaha,
penyaluran dana, dan larangan bagi Bank Syariah maupun UUS yang merupakan
bagian dari Bank Umum Konvensional. Sementara itu, untuk memberikan keyakinan
pada masyarakat yang masih meragukan kesyariahan operasional Perbankan Syariah
selama ini, diatur pula kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah
meliputi kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur-unsur riba, maisir, gharar,
haram, dan zalim.
Jelas bahwa tujuan dari perbankan syariah adalah menjunjung pelaksanaan
pembangunan (nasional dan daerah) yang diarahkan kepada terwujudnya peningkatan
keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat dalam kegiatan
ekonomi. Adapun yang menjadi perbedaan antara bank syariah dengan bank
konvensional adalah tidak adanya bunga pada bank syariah dan unit usaha syariah
pada bank konvensional. Nasabah yang menabung di bank syariah tidak akan
diberikan keuntungan bunga melainkan keuntungan berupa bagi hasil. Bagi hasil
dimaksud, berbeda dengan bunga. Pada sistem bunga, nasabah akan mendapatkan
hasil yang sudah pasti berupa presentase tertentu dari saldo yang disimpannya di bank
tersebut. Berapa pun keuntungan usaha pihak bank, nasabah akan mendapatkan hasil
yang sudah pasti. Lain halnya pada sistem bagi hasil, tidak seperti itu. Bagi hasil
dihitung dari hasil usaha pihak bank dalam mengelola uang nasabah. Bank dan
nasabah membuat perjanjian bagi hasil berupa presentase tertentu untuk nasabah dan
untuk bank, perbandingan ini disebut nisbah. Misalnya, 60% keuntungan untuk pihak
nasabah dan 40% untuk pihak bank.
Fungsi sosial dari bank syariah dan UUS dimaksud diatur dalam ketentuan
Pasal 4 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah yaitu sebagai berikut :
1. Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga
baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infaq, sedekah, hibah,
atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat;
2. Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf
uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan
kehendak pemberi wakaf (wakif);
3. Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun kegiatan usaha bank umum syariah dan unit usaha syariah sebagai berikut:
I. Kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi:
a) menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
b) menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
c) menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad
musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
d) menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad
istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
e) menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah;
f) menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada
Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
g) melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
h) melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah;
i) membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga
yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara
lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau
hawalah;
II. Kegiatan usaha UUS meliputi:
a. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
b. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
c. menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad
musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
d. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad
istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
e. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah;
f. menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada
Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
Pengertian Akad menurut Pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomor 21 tahun
2008 tentang Perbankan Syariah, Akad diartikan sebagai : “Akad adalah kesepakatan
tertulis antara Bank Syariah atau UUS dan pihak lain yang memuat adanya hak dan
kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah”. Dapat kita
ketahui bahwa secara garis besar produk pembiayaan didasarkan pada akad jual beli
berupa murabahah, salam dan istishna. Berdasarkan pada akad sewa menyewa berupa
ijarah dan ijarah muntahiya bittamik (ijarah waiqtina) berdasarkan akad bagi hasil
berupa mudharabah, musyarakah, muzzaroah dan musaqoh dan berdasarkan pada
akad pinjaman yang bersifat sosial berupa qardh dan qardh al-hasan. Dalam praktik
bank syariah akad tersebut ditulis dengan menggunakan dua bentuk akta. Pertama
dengan akta di bawah tangan yang dibuat oleh bank syariah dengan nasabah sebagai
para pihaknya. Kedua, akta yang dibuat dengan menggunakan akta notaris, baik akta
yang dibuat oleh ataupun dihadapan notaris.
Produk jasa bank merupakan produk yang saat ini terus dikembangkan.
Produk ini dikatakan sebagai produk yang berbasis pada fee sebagai kompensasi yang
harus diberikan nasabah kepada bank atas penggunaan jasa perbankan tertentu,
beberapa contoh jasa perbankan syariah, yaitu sebagai berikut.
A. Letter of Credit (L/C) Impor Syariah;
Letter of Credit (L/C) Impor Syariah adalah surat pernyataan akan membayar kepada
pengekspor (benefising) yang diterbitkan oleh bank (issuing bank) atas permintaan
importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu (unform customs and practice for
documentary credit (UCP)). Akad yang digunakan, yaitu akad wakalah bil ujrah dan
kafalah.
B. Garansi Bank Syariah
Garansi bank adalah jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima
jaminan atas pemenuhan kewajiban tertentu nasabah bank selaku pihak yang dijamin
kepada pihak ketiga dimaksud. Akad yang dipakai dalam produk ini yakni akad
kafalah.
C. Transfer dan Inkaso
Transfer dan inkaso yaitu merupakan jasa yang diberikan bank untuk mewakili
nasabah dalam pemindahan dana dari rekening nasabah (transfer) atau melakukan
menangihan untuk rekening nasabah. Akad yang dipakai dalam transfer dan inkaso ad
alah akad wakalah.
D. Gadai Syariah
Ketentuan mengenai Gadai Syariah ini tercantum didalam Fatwa DSNMUI sebagai
berikut : Pertama : Hukum Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai
jaminan utang dalam bentuk Rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut.
Kedua : Ketentuan Umum
Jika kita cermati pengertian diatas, maka tentu akad adalah merupakan suatu
unsur yang sangat penting dalam suatu perjanjian. Dengan adanya suatu akad maka
para pihak terikat oleh ketentuan hukum Islam yang berupa hak-hak penemenuhan
kewajiban-kewajiban (iltizam) yang harus diwujudkan. Oleh karena itu, akad harus
dibentuk oleh hal-hal yang dibenarkan syariah. Sahnya suatu akad menurut hukum
Islam ditentukan terpenuhinya rukun dan syarat akad. Rukun adalah sesuatu yang
harus ada dalam kontrak. Sedangkan syarat adalah hal yang sangat berpengaruh atas
keberadaan sesuatu, tapi bukan merupakan bagian atau unsur pembentuk dari sesuatu
tersebut. Ini berarti apabila syarat tidak ada maka sesuatu tersebut juga tidak akan
terbentuk. Masing-masing bentuk akad memiliki karakteristik yang khas, tetapi secara
umum setiap akad mengandung rukun.
Sebagaimana halnya hukum perjanjian menurut Kitab Undang-undang
Hukum Perdata yang terdiri atas berbagai macam klasifikasi, maka dalam hukum
perjanjian islam pun yang terkait dengan akad/perjanjian dapat digolongkan menjadi
beberapa klasifikasi. Dalam sektor ekonomi, akad dapat dibedakan menjadi 2 ( dua )
macam yaitu :
a) Akad tabarru’, adalah jenis akad yang berkaitan dengan transaksi nonprofit atau
transaksi yang tidak bertujuan semata-mata untuk mendapatkan laba atau
keuntungan. Termasuk ke dalam akad tabarru ini adalah al-qard, al-rahn, iwalah,
wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah, hadiah, waqaf dan shadaqah;
b) Akad mu’awadah / akad tijarah, adalah akad yang bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan atau profit tertentu. Dengan kata lain, akad ini mneyangkut transaksi
bisnis dengan motif untuk memperoleh laba (profit oriented). Termasuk ke dalam
akad mu’awadah ini adalah akad berdasarkan prinsip jual beli (bai’almurabahah,
bai’al-salam dan bai’ al-istishna’), akad yang berdasarkan prinsip bagi hasil (al-
mudharabah dan musyarakah), akad yang berdasarkan prinsip sewa menyewa
(ijarah dan ijarah wa iqtina).
PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama :Bima Kurniawan Syamra


NIM/NPM :20921010
Alamat :Tegalyoso, Banyuraden,Kec. Gamping, Kabupaten Sleman
Email :bimakurniawans13@gmail.com
No. Telp/Hp :081283552189

Dengan ini menyatakan bahwa tugas perorangan mata kuliah :

Akta Ekonomi Syariah

saya kerjakan/lakukan :

1. Di ketik sendiri.
2. Tidak Copypaste dari teman/rekan sesama mahasiswa atau angkatan
sebelumnya.
3. Tidak meminta bantuan dari pihak lain, atau dengan
4. Cara-cara lainnya yang melanggar peraturan perkuliahan dan
peraturan-peraturan lainnya yang tertulis maupun yang tidak
tertulis.

Jika Pernyataan saya ini tidak benar (tidak jujur dan bohong), saya
sanggup dan bersedia nilai mata kuliah yang bersangkutan untuk dicabut
dan dinyatakan tidak lulus.

Demikian Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tidak lain daripada
yang sebenarnya, dan tanpa paksaan serta tekanan dari siapapun.

Yogyakarta, 24, Januari, 2022 .


Yang Membuat Pernyataan

Bima Kurniawan Syamra

Catatan :
 Asli Pernyataan ini dilampirkan pada pengumpulan tugas
terakhir.
 Ditandatangani tanpa meterai.

Anda mungkin juga menyukai