Konsep diri merupakan konsep dasar yang perlu diketahui perawat untuk
mengerti perilaku dan pandangan klien terhadap dirinya, masalahnya serta
lingkungannya. Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus dapat meyakini
bahwa klien adalah mahluk bio-psiko-sosio-spiritual yang uth dan unik sebagai satu
kesatuan dalam berinteraksi terhadap lingkungannya yang diperoleh melalui pengalaman
yang unik dengan dirinya sendiri dan orang lain.
Konsep diri juga merupakan ide, pikiran, perasaan, kepercayaan dan pendirian
yang diketahui oleh individu dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri
berkembang secara bertahap dimulai dari bayi dapat mengenali dan membedakan orang
lain. Proses yang berkesinambungan dari perkembangan konsep diri diluspengaruhi oleh
pengalaman interpersonal dal kultural yang memberikan perasaan positif, memahami
kompetensi pada area yang bernilai bagi individu dan dipelajari melalui akumulasi
kontak-kontak sosial dan pengalaman dengan orang lain. Dalam merencanakan asuhan
keperawatan yang berkualitas perawat dapat menganalisis respon individu terhadap
stimulus atau stesor dari berbagai komponen konsep diri yaitu citra tubuh, idea diri, harga
diri, identitas dan peran. Dalam memberikan asuhan keperawatan ada lima prinsip yang
harus diperhatikan yaitu memperluas kesadaran diri, mengagali sumber-sumber diri,
menetapkan tujuan yang realistik serta bertanggung jawab terhadap tindakan.
(Suliswati,dkk,2005)
Menurut para ahli :
1. Stuart & Sundeen,1998 Konsep diri merupakan suatu pikiran, keyakinan, dan
kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui siapa dirinya dan memengaruhi
hubungannya dengan orang lain.
2. Sunaryo, 2004 Konsep diri merupakan Cara individu melihat pribadinya secara
utuh,menyangkut aspek fisik,emosi, intelektual,sosial dan spritual, termasuk
didalamnya persepsi individu tentang sifat dan potensi yang dimilikinya, interaksinya
dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan
objek tertentu, serta tujuan, harapan, dan keinginan individu itu sendiri. (Wahit Iqbal
Mubarak dan Nurul Chayatin,2008)
1
Perkembangan Konsep Diri
Konsep diri belum ada sejak bayi dilahirkan, tetapi berkembang secara bertahap,
saat bayi dapat membedakan dirinya dengan orang lain, mempunyai nama sendiri,
pakaian sendiri. Anak mulai dapat mempelajari dirinya, yang mana kaki, tangan, mata
dan sebagainya serta kemampuan berbahasa akan memperlancar proses tumbuh-kembang
anak. Pengalaman dalam keluarga merupakan dasar pembentukan konsep diri karena
keluarga dapat memberikan perasaan maupun tidak mampu, perasaan di terimah atau
ditolak dan dalam keluarga individu mempunyai kesempatan untuk mengidentifikasikan
dan meniru perilaku orang lain yang diinginkan serta merupakan pendorong yang kuat
agar individu mencapai tujuan yang sesuai atau penghargaan yang pantas. Dengan
demikian jelas bahwa kebudayaan dan sosialisasi mempengaruhi konsep diri dan
perkembangan kepribadiaan seseorang. Seseorang dengan konsep diri yang positif dapat
mengeksplorasi dunianya secara terbuka dan jujur karena latar bekalang penerimaannya
sukses, konsep diri yang positif bersal dari pengalaman yang positif yang mengarah
pada kemampuan pemahaman.
Karakter individu dengan konsep diri yang positif
1. Mampu membina hubungan pribadi, mempunyai teman yang gampang besahabat
2. Mampu berfikir dan membuat keputusan
3. Dapat beradaptasi dan menguasai lingkungan
Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang meladaptif.
Setiap individu dalam kehidupannya tidak terlepas dari berbagai stresor, dengan adanya
stresor akan menyebabkan ketidakkeseimbangan dalam diri sendiri. Dalam menguasai
ketidakseimbangan tersebut individu menggunakan koping yang bersifat mambangun
ataupun kopik yang bersifat merusak. (Suliswati,dkk,2005)
Adaptatif Maldaptif
2
Konsep diri mencangkup konsep, keyakinan, dan pendirian yang ada dalam
pengetahuan seseorang tentangdirinya sendiri dan yang memengaruhi hubungan individu
tersebut dengan orang lain. Konsep diri tidak ada sejak lahir tapi berkembang perlahan-
lahan sebagai hasil pengalaman unik dengan diri sendiri, dengan orang yang berarti dan
dengan sesuatu yang nyata dilingkungan. Bagaimanapun konsep diri bisa atau tidak bisa
merefleksikan realita. Pada masa bayi, konsep diri terutama adalah kesadaran tentang
eksistensi mandiri seseorang yang dipelajari dimasa lalu sebagai hasil dari kontak sosial
dan pengalaman dengan orang lain. Proses ini menjadi lebih aktif selama masa toldler
ketika anak telah menggali batasan kemampuan mereka dan dampaknya kepada orang
lain. Anak usia sekolah lebih menyadari perbedaan diantara orang, lebih sensitif dengan
tekanan sosial, dan menjadi lebih sibuk memikirkan masalah kritikan-diri dan evaluasi-
diri. Selama masalah remaja awal, anak lebih berfokus pada perubah fisik dan emosi yang
terjadi dan pada penerimaan teman sebaya. Konsep diri diperjalas selama masa remaja
akhir ketika anak muda mengatur konsep diri mereka disekitar nilai, tujuan, dan
kompetensi yang didapat selama anak kanak-kanak. (Donna L. Wong, dkk 2009)
Adapun teori perkembangan Konsep Diri yaitu secara umum disepakati bahwa
konsep diri belum ada sejak lahir tapi berkembang secara bertahap dan juga dipelajari
melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain dan objek
disekitarnya. Konsep diri dipelajari dari pengalaman yang unik melalui proses eksplorasi
diri sendiri, hubungan dengan orang dekat dan berarti bagi dirinya. Konsep diri yang
berupa totalitas persepsi, penghargaan dan penilaian seseorang terhadap dirinya
sendirinya terbentuk berdasarkan proses belajar tentang nilai, sikap, peran, dan identitas
yang berlangsung seiring tugas perkembangan yang diemban. Konsep diri berkembang
dengan baik apabila budaya dan pengalaman dalam keluarga memberikan pengalaman
yang positif, individu memeperoleh kemampuan yang berarti serta dapat menemukan
aktualisasi diri sehingga individu menyadari potensi yang ada pada dirinya. Pengalaman
awal dalam kehidupan keluarga merupakan dasar pembentukan konsep diri
kerenakeluarga dapat kesempatan untuk identifikasi serta penggargaan tentang tujuan,
perilaku dan nilai. (Andan,2009)
3
1-1 tahun
Menumbuhkan rasa percaya dari konsistensi dalam interaksi pengasuhan dan
pemeliharaan yang dilakukan oleh orang tua atau orang lain.
Membedakan dirinya dari lingkungan
3-3 tahun
Mulai mengatakan apa yang dia sukai dan yang tidak disukai
Meningkatkan kemandirian dalam berfikir dan bertindak
Menghargai penampilan dan fungsi tubuh
Mengembangkan diri dengan mencontoh orang yang dikagumi, meniru, dan
bersosialisasi.
3-6 tahun
Memiliki inisiatif
Mngenali jenis kelamin
Meningkatkan kesadaran diri
Meningkatkatnya keterampilan berbahasa, termasuk pengenalan akan perasaan
seperti senang, kecewa dan sebagainya.
Sensitif terhadap umpan balik dari keluarga
12-20 tahun
Menggabungkan umpan balik dari teman sebaya dan guru, keluarga tidak lagi
dominan
Meningkatnya harga diri dengan penguasaan keterampilan baru
Menguatnya identitas nasional
Menyadari kekuatan dan kelemahan
20-40 tahun
Memiliki hubungan yang intim dengan keluarga dan orang-orang lain
Memiliki perasaan yang stabil positif mengenai diri
4
Mengalami keberhasilan transisi peran dan meningkatnya tanggung jawab.
40-60 tahun
Dapat menerima perubahan penampilan dan kesehatan fisik
Mengevaluasi ulang tujuan hidup
Merasa nyaman dengan proses penuaan
Di atas 60 tahun
Merasa positif mengenai hidup dan makna kehidupan
Berkeinginan untuk meninggalkan warisan bagi generasi berikutnya. (A.Aziz
Alimul, 2009)
5
dalih tersebut untuk menutupi ketakberdayaan dan ketakutan anak untuk
melakukan perbuatan yang dibebankan padanya. Kitapun menjadi tertanya-tanya,
apa yang salah pada anak? Sebenarnya, gejala tidak percaya diri seperti
munculnya ketakutan, keresahan, khawatir, rasa tak yakin yang diiringi dengan
dada berdebar-debar kencang dan tubuh gemetar ini bersifat psikis atau lebih
mendorong oleh masalah kewiwaan anak dalam merespon ransangan dari luar
dirinya. Aktifnya gejala rasa tidak percaya diri anak dapat menekan atau
menghambat bekerja/berfungsinya daya nalar anak sehingga anak mengalami
kesulitan untuk memusatkan konsentarasi fikiran, melemahkan motivasi dan daya
juang anak. Pada akhirnya anak tidak mampu mengaktualisasikan
kemampuannya. Perlu kita ketahui, percaya diri tidak begitu saja melekat pada
anak. Kemampuan percaya diri bukan merupakan bawaan lahir atau turunak
anak. Terbentuknya kemampuan percaya diri adalah suatu proses belajar
bagaimana merespon berbagai ransangan diri luar dirinya melalui interaksi
dengan lingkungannya. Jadi, perlu campur tangan kita untuk mengatasi
munculnya gejala tidak percaya diri pada anak. Untuk itulah, kita harus
memahami masalah kejiwaan yang menjadi penghambat terbentuknya percaya
diri pada anak sehingga kita dapat menentukan tindakan yang tepat untuk
membantu menumbuhkan percaya diri pada anak.
Mengapa timbul gejala tidak percaya diri pada anak?
Munculnya gejala tidak percaya diri pada anak ketika hendak melakukan
sesuatu terkait erat dengan persepsi din anak terhadap konsep dirinya sendiri.
Bagaimana anak berpikir dan rneniiai dirinya jika dihubungkan dengan apa yang
hendak dilakukannya kita. Bagaimana anak mengukur kemungkinan atau
kesanggupan anak terhadap kemampuan dirinya dalam menyelesaikan segala
sesuatu. TIdak percaya din berarti ungkapan atau pengejawantahan pernyataan
ketidakmarnpuan anak untuk melaksanakan atau mengerjakan sesuatu. Anak
berpikir dan menilal negatif dininya sendini sehingga timbul perasaan udak
menyenangkan dan dorongan/kecenderungan untuk segera menghindari atas apa
yang hendak dilakukannya itu. Konsep diri adalah garnbaran, cara pandang,
keyakinan, pemikiran, perasaan terhadap apa yang dimiliki orang tentang dininya
sendini, meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, perasaan, kebutuhan, tujuan
hidup dan penampilan diri. Konsep drii ini sangat dipengaruhi oleh gabungan
keyakinan karakeristik fisik, psikologis, sosial, aspirasi, prestasi dan bobot
6
emosional yang menyertainya. Melalui konsep diri ini orang bercermin untuk
melakukan proses menilai, mengukur atau menakar atas apa yang dimilikinya.
(Drs Hendra Surya,2007)
Konsep diri inilah yang menentukan perasaan anak dalarn merespon segala
rangsangan dari luar, Jika konsep did menilai positif dalam menanggapi
rangsangan, sikap anak pun posko dan secara emosional dibebani emosi yang
menyenangkan, Ia akan memberi dorongan untuk benindak poskif dalam bentuk
penerimaan dan pencarian akan tugasnya atau melakukan sesuatu. Contohnya,
Anak akan mendapat upaya jika masih disuruh membeli beras ke warung. (Anak
Iangsung melakuhan persepsi untuk merespon rangsangan dun melihat konsep
dirinnya akan kesangupannya melakukan tugas tersebut). Ketika pikirannya
mengatakan tugas itu mudah respon positif and pun langsisng muncut dun merasa
senang akan mendapat upab sehingga and pun set’dorong dengan ant usias segera
membeli dan mendapaskan hems tenebut walau dengan susabpayah. Sebaliknya,
konsep diri anak mengatakan tugas ini dilakukan maka beban emosi yang tidak
menyenangkan muncul (seperti nsa takut, talc yakin, talc mampu, bent dan
sebagainya), dan mendorong respon negatifdalam bentuk antagonisme atau
pengliindaran. Konsep din mi menjadi bahagian penting dad perkembangan
kepnibadian anak, sebagai penentu bagaimana seseorang bersikap dan bertingkah
laku. Dengan kata lain, jika persepsi did anak memandang dirinya tidak mampu,
tidak berdaya dan hal-hal negatif lain nya, akan mempengaruhi anak dalam
melalwkan sesuatu atau berusaha. Misalnya, and midas belajar karena meraca
pelajaran terlalu sulk dan tak mampu mempelajarinya sehinga menganggap
belajar sepeni kegiasan yang sia-sia saja dan cenderung dihindarinya Sebaliknya
flka and merasa yakin mampu belajar dengan baik tentunya di dengan antusias
dan glut belajar. Perkembangan konsep din anak mi sangat tergantung dad
pematangan pengalaman dan pengetahuan anak Semakin banyak pengalaman dan
pengetahuan anak, persepsi din anak terhadap konsep dininya akan berkembang
ke arah yang posko dan produktIf. Begitu juga, kondisi fisik maupun suasana had
sangat mempengaruhi
perkembangan konsep diri. Kareaa itu, jika kita memihki anak yang bermasalah
dengan percaya dirmya, bukan berarti tidak dapat diatasi. Percaya din iw dapat
diarahkan secara positif. ml tergantung sejauh mana kita mau membantu
membangun percaya diii anak dan kernauan anak sendini untuk berubah. Di
7
sinilah peranan orang tua untuk mengarahkan pematangan konsep din anak secara
terencana dan terarah agar dapat membangun percaya diii anak. (Drs Hendra
Surya,2007)
Untuk mengarahkan pernatangan konsep diri anak, kita harus mengenal
unsur-unsur gabungan dan karakteristik citra fisik, citra psikologis, citra sosiaL,
aspirasi, prestasi dan emosional yang membentuk konsep diii, arnara lain
1. Penilaian diri. Penilaian diri ini merupakan cara pandang dan keyakinan
unuk menakar atau mengukur terhadap
o Pengendalian keinginan dan dorongan-dorongan dalam diri. Pengendalian
keinginan atau dorongan dari dalam diri ini yang menjadi ukuran yang
bersanggupan, keberanian, kebutuhan dan perasaan dalam diri.
Pengendalian dan dorongan dalam diri ini yang memberi pengaruh
gambaran konsep diri positif atau negatif.
o Suasana hati yang sedang dihayati, seperti senang, bahagia, cemas atau
sedih.
o Penilaian citra fisik,. Jika penerimaan terhadap kondisi fisik cukup
memuaskan, konsep diri dan terbentuk pun positif. (Drs Hendra
Surya,2007)
8
2. Konsep Diri Negatif
Calhoun dan Acocella (1990) membagi konsep diri negatif menjadi dua
tipe, yaitu:
a. Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur,
tidak perasaan, kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-
benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya atau yang
dihargai dalam kehidupannya.
b. Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal ini
bisaterjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat keras,
sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya
penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya
merupakan cara hidup yang tepat. (Akhanggit’s, 2010)
9
Ada kecenderungan bahwa konsep diri yang tinggi berasal dari pengalaman masa
lalu yang sukses. Demikian pula sebaliknya, riwayat kegagalan masa lalu akan
membuat konsep diri menjadi rendah. Sebagai contoh, individu yang pernah
mengalami kegagalan. Sedangkan individu yang pernah mengecap kesuksesan akan
memiliki konsep diri yang lebih positif.
Penyakit
Kondisi sakit juga dapat mempengar5uhi konsep diri seseorang. Seseorang wanita
yang menjalani operasi mastekomi mengkin akan mengaggap dirinya kurang
menarik, dan ini akan mempengaruhi caranya dalam bertindak dan menilai diri
sendiri.
Stresor
Stersor dapat memperkuat konsep diri seseorang apabila ia mampu mengatasinya
dengan sukses. Si sisi lain, stresor juga dapat meyebabkan respon mal-adaptif,
seperti akan menarik diri, anseitas, bahkan akan menyalahgunakan zat. Mekanisme
koping yang gagal dapat menyebabkan seseorang merasa cemas, menarik diri,
depresi, mudah tersinggung, rasa bersalah, marah dan, dan hal ini akan
menpengaruhi konsep diri mereka. (Wahit Igbal Mubarak dan Chayatin 2008)
10
Gambaran atau citra diri (body image) mencangkup sikap individu terhadap tubuhnya
sendiri, termasuk penampilan fisik, struktur, dan fungsinya. Perasaan mengenai citra
diri meliputi hal-hal yang terkait dengan seksualitas,femininitas dan maskualinitas,
keremajaan, kesehatan dan kekuatan. Citra mental tersebut tidak selalu konsisten
dengan struktur atau penampilan fisik yang sesunggunya. Beberapa kelainan citra diri
memeliki akar psikolog yang dalam, misalnya kelainan pola makan seperti anoreksia.
Citra diri mempengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik.
Perubahan perkembangan yang normal seperti pubertas dan penuaan terlihat lebih
jelas terhadap citra diri dibandingkan dengan aspek-aspek konsep diri lainnya. Selain
citra diri juga dipengaruhi oleh nilai sosial budaya. Budaya dan masyarakat
menentukan norma-norma yang diterima luas mengenai citra diri dan dapat
memengaruhi sikap seseorang, misalnya berat tubuh yang ideal, warna kulit, tindik
tubuh serta tato, dan sebagainya
2. Harga Diri
Harga diri (self-esteem) adalah penilaian individu tentang dirinya dengan
menganalisis kesesuaian antara perilaku dan ideal diri yang lain. Harga diri dapat
diperoleh melalui penghargaan dari diri sendiri maupun dari orang lain.
Perkembangan harga diri juga ditentukan oleh perasaan diterima,dicintai, dihormati
oleh orang lain, serta keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam hidupnya.
3. Peran
Peran adalah serangkaian perilau yang diharapkan oleh msyarakat yang sesuai dengan
fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu pola sikap, perilaku, nilai, dan tujuan
yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat, misalnya sebagai
orang tua, atasan, teman dekat dan sebagainya. Setiap peran berhubungan dengan
pemenuhan harapan-harapan tertentu. Apabila harapan tersebut dapat dipenuhi, rasa
percaya diri seseorang akan meningkat. Sebaliknya, kegagalan untuk memenuhi
harapann atas peran dapat menyebabkan penurunan harga diri atau terganggunya
konsep diri seseorang.
4. Identitas Diri
Identitas diri adalah penilaian individu tentang dirinya sendiri suatu kesatuan yang
utuh. Identitas mencangkup konsistensi seorang sepanjang waktu dan dalam berbagai
keadaan serta menyiratkan perbedaan dan keunikan dibandingkan dengan orang lain.
Identitas sering kali didapat melalui pengamatan sendiri dan dari apa yang didengar
seorang dari orang lain mengenai dirinya. Pembentukan identitas sangat diperlukan
11
demi hubungan yang intim karena identitas seseorang dinyatakan dalam hubungannya
dengan orang lain. Seksualitas merupakan bagian dari identitas. Identitas seksual
merupakan konseptualitas seseorang atas dirinya sebagai pria atau wanita dan
mencangkup orlentasi seksual. (A.Aziz Alimul, 2009)
12
PENYAKIT
Stresor fisik
dan
emosional
Konsep diri :
identitas
Citra tubuh
Harga diri
Fungsi peran
Stresor fisik
dan
emosional
Stresor Identitas
Identitas didefinisian sebagai “pengorganisasian prinsip dari sistem kepribadian
yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, komunitas, dan konsistensi dari
kepribadian”. Identitas dipengaruhi oleh stresor sepanjang hidup. Masa remaja dalah
waktu dimana banyak terjadi perubahan, yang menyebabkan ketidaksamaan dan
asistas. Remaja mencoba untuk menyesuaikan diri dengan perubahan fisik, emosional,
dan mental akibat peningkatan kematangan. Stresor dapat timbul pada setiap area ini
atau sebagai akibat dari konflik diantara mereka. Seorang defasa biasanya mempunyai
identitas yang lebih stabil karenanya konsep diri lebih berkembang lebih kuat.
Stesor kultular dan sosial dibanding stresor personal dapat mempunyai dampak
lebih besar pada identitas orang dewasa. Misalnya, seorang dewasa harus memutuskan
antara karir dan pernikahan, kerja sama dan kompetisi, atau ketergantungan dan
kemandirian dalam suatu hubungan. Tanda perkembangan lainnya seperti awal
terjadinya menstruasi, pubertas, menopause, pensiun, penurunan kemampuan fisik,
dan faktor lain yang berkaitan dengan faktor penuaan dapat juga mempengaruhi
identitas.
Stersor Citra Tubuh
Perubahan dalam penampilan, struktur atau fungsi bagian tubuh akan
bertumbuhkan perubahan dalam citra tubuh. Perubahan dalam penampilan tubuh,
seperti amputasi atau perubahan penampilan wajah, adalah stesor yang sangat jelas
13
mempengaruhi citra tubuh. Mastektomi, kolostomi, dan ileostomi mengubah
penampilan dan fungsi tubuh, meski perubahan tersebut tidak terlihat orang lain,
perubahan tersebut tidak tampak ketika individu bersangkutan mengenakan pakaian.
Meskipun tidak terlihat dari orang lain, perubahan tubuh ini memunyai efek signifikan
pada individu. Penyakit kronis seperti penyait jantung dan ginjal mencangkup
perubahan fungsi, dimana tubuh tidak lagi berfungsi pada tingkat optimal. Bahkan
perubahan tubuh “normal” akibat progres perkembangan normal dapat mempengruhi
citra tubuh. Selain itu, kehamilan dan penambahan atau penurunan berat badan yang
signifikan mengubah citra tubuh, seperti juga halnya kemoterapi dan terapi radiasi.
Persepsi seseorang tentang perubahan tubuh dapat dipengaruhi oleh bagaimana
perubahan tersebut terjadi. Paralisis yang sisebabkan oleh cedera saat perang
memungkinkan dapat diterima; veteran perang mungkin diperlukan sebagai pahlawan
dan dihargai karena kebaraniannya; sumber dari pemerintah tersedia dari program
rehabilitas. Namun demikian seseorang yang mengalami kecelakaan lalu lintas
ketika dalam keadaan mabuk dan menderita paralisis mungkin mendapat respons yang
berbeda dari masyarakatnya. Makna dari kehilangan fungsi atau perubahan dalam
penampilkan dipengaruhi oleh persepsi individu tentang perubahan yang dialaminya.
Citra tubuh terdiri atas elemen ideal dan nyata. Misalnya, jika citra tubuh seseorang
wanita memasukkan payudara sebagai elemen ideal, maka kehilangan payudara akibat
mestoktomi mungkinakan menjadi perubahan yang sangat signifikan. (Potter & Perry,
2005)
14
disfungsi jantung membutuhkan perubahan dalam pola perilaku yang telah lama
diterima dan dijalani. Jika perubahan lambat dan progresif, maka individu dapat
mempunyai kesampatan untuk mengantisipasi berduka. Namun demikian, perubahan
mendadak dalam kesehatan lebih mungkin menciptakan situasi yang kritis. Makin
kronis suatu penyakit yang mengganggu kemampuaan untuk terlibat dalam aktivitas
yang menunjang perasaan berharga atau berhasil, makin besar pengaruhnya pada
harga diri.
Stersor Peran
Peran membentuk pola perilaku yang diterima secara sosial yang bekaitan dengan
fungsi seseorang individu dalam berbagai kelompok sosial. Sepanjang hidup orang
menjalani berbagai perubahan peran. Perubahan normal yang berkaitan dengan
pertumbuhan dan maturasi mengakibatkan transisi perkembangan. Transisi situasi
terjadi ketika orang tua, pasangan hidup, atau teman dekat meninggal atau orang
pindah rumah, menikah, bercerai, atau ganti pekerjaan. Transisi sehat sakit adalah
gerakan diri kesadaran sehat atau sejahtera kearah sakit atau sebaliknya. Masing-
masing dari transisi ini dapat mengancam konsep diri, yang mengakibatkan konflik
peran, ambiguitas peran atau ketegangan peran. Penting sekali artinya untuk mrngenali
bahwa perpindahan sepanjang kontinum dari sakit kesejahtera sama menegangkannya
seperti perpindahan dari sejahtera kesakit (Potter & Perry, 2005)
15
c. Pola asuh yang salah : terlalu dilarantg, terlalu dikontrol, terlalu dituruti, terlalu
dituntut dan tidak konsisten.
d. Persaingan antar saudara
e. Kesalahan dan kegagalan yang berulang.
f. Tidak mencapai standar yang ditentukan.
* Faktor Presipitasi
Trauma
Masalah spesifik sehubungan dengan konsep diri adalah situasi yang membuat
individu sulit untuk menyusuaikan diri atau tidak dapat menerima khususnya trauma
emosi seperti penganiyayaan fisik ,seksual dan psikologis pada masa anak-anak atau
merasa terancam kehidupannya atau menyaksikan kejadian berupa tindakan kejahatan.
Ketegangan Peran
Ketegangan peran adalah peran frustasi ketika individu merasa tidak adekuat
melakukan peran atau melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau tidak
merasa cocok dalam melakukan perannya . Ketegangan peran ini sering dijumpai saat
16
terjadi konflik nperan, keraguan peran dan terlalu banyak peran. Konflik peran terjadi
saat individu menghadapi dua harapan yang bertentangan dan tidak dapat dipenuhi.
Pada pe jalanan kehidupan, individu sering menghadapi transisi peran yang bergam.
Transisi peran yang sering terjadi adalah perkembangan, situasi dan sehat-sakit.
Transisi peran perkembangan, setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman
pada identitas. Setiap tahap perkembangan harus dilalui individu dengan
menyelesaikan tugas perkembangan yang berbeda-beda, hal ini dapat merupakan
stresor bagi konsep diri.
Transisi Peran Situasi, Perubahan jumlah anggota keluarga baik pertambahan atau
pengurangan melalui kelahiran atau kematian.
Transisi Sehat Sakit, Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep
diri. Pergeseran kondisi kesehatan individu yang menyebabkan kehilangan bagian
tubuh, perubahan bentuk, penampilan dan fungsi tubuh. Perubahan akibat tindakan
pembedakan yang dapat terlihat seperti kolostomi atau gastrostomi atau yang tidak
kelihatan seperti histerektomi. (Suliswati,dkk,2005)
17
Komunikasi, Hambatan verbal
Koping, ketidakefektifan
Keputusan
Identitas personal, Gangguan
Kesepuian, resiko
Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan, resiko
Penampilan peran, Ketidakefektifan
Defisit perawatan diri
Harga diri, Resiko rendah situasional
Harga diri, Rendah situasional
Persepsi sensori, Gangguan
Pola seksualitas, Ketidakefektifan
Interaksi sosial, Hambatan
Isolasi sosial
Distres spritual
Proses pikir, Gangguan
Perilaku kekerasan, Resiko terhadap diri sendiri
Pencernaan dan implementasi
Tujuan asuhan keperawatan untuk klien dengan gangguan konsep diri
bervariasi, bergantung pada diagnosis dan batasan karakteristik masing-masing
individu. Sedangkan intervensi keperawatan untuk meningkatkan konsep diri yang
positif meliputi upaya membantu klien mengidentifikasi area kekuatan mereka dan
mengavaluasi diri serta mengubah perilaku mereka.
1. Gangguan citra tubuh
Yang berhubungan dengan :
perubahan penampilan, sekunder akibat (kehilangan anggota tubuh, kehilangan
fungsi tubuh, penuaan, penyakit kronis, hospitalisasi, pembedahan, komoterapi).
Persepsi yang tidak realitas tentang penampilan, skunder akibat (psikosis,
anoreksia nervosa, bulimia).
Pengaruh (sebutkan) pada penampilan (obasitas,kehamilan,imobilitas).
18
Kriteria Hasil
Individu akan mengimplementasikan pola koping yang baru dan menyempaikan serta
menunjukkan penerimaan atas penampilannya (berhias pakaian, postur, pola makan,
penampilan diri).
Indikator
Memperlihatkan kesediaan dan kemampuan untuk menjalankan kembali tanggung
jawab perawatan diri/peran.
Hubungan yang baru atau membangun kembali hubungan dengan sistem
pendukung yang ada.
Intervensi Umum
Bina Hubungan saling percaya antara perawat dan klien
o Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya, terutama tentang perasaan,
pikiran, dan pandangannya mengenai diri sendiri.
o Kenali perasaan bermusuhan, berduka, takut, dan ketergantungan yang klien
tunjukan, dan ajarkan starategi koping guna menghadapi emisi tersebut.
o Dorong klien untuk mengajukan prtanyaan tentang masalah kesehartan,
pengobatan, kemajuan dan progrosis penyakit.
o Berikan informasi yang terpercaya dan perkuat informasi yang telah diberikan
sebelumnya.
o Hindari melontarkan kritikan kepada klien
o Dorong klien untuk mendekatkan diri dengan keyakinan dan nilai-nilai
spritual yang di anut.
Dorongan klien untuk meningkatkan interaksi sosial.
o Dorong klien untuk bergerak
o Hindari upaya untuk perlindungan yang berlebihan terhadap klien, tetapi
batasi tuntutan yang dibuat untuknya
o Persiapkan orang terdekat klien dalam menghadapi berbagai perubahan fisik
dan emosional.
o Anjurkan kawan dan orang terdekat untuk mengunjunginya.
o Dorong klien untuk menghubungi teman atau keluarga melalui telepon atau
surat.
19
o Beri kesempatan klien untuk berbagi pengalaman bersama orang-orang yang
pernah mengalami pengalaman serupa
o Diskusikan bersama sistem pendukung klien tentang perlunya penyampaian
nilai dan arti klien bagi mereka.
Berikan intervensi khusus sesuai dengan sesuatu yang dihadapi klien.
Untuk klien yang kehilangan anggota tubuh atau fungsi tubu
o Kaji arti kehilangan bagi klien dan orang terdekat kliean
o Gali dan luruskan kesalahpahaman dan mitos tentang kehilangan anggota
tubuh atau fungsi tubuh, atas kemampuan untuk berfungsi dengan kodisi
tersebut.
o Antisipasi respons klien terhadap peristiwa yang kehilangan yang berupa
penolakan, syok, marah dan depresi.
o Waspadai pengaruh respon orang lain terhadap peristiwa kehilangan;
dorong orang terdekat klien untuk berbagi perasaan.
o Gunakan metode bermain peran untuk membantu klien menyampaikan
perasaannya.
o Gali arternatif yang realitis dan berikan dukungan pada klien.
o Gali dan kekuatan dan sumber-sember yang klien miliki.
o Bantu klien dengan memberikan revolusi begi perubahan citra tubuh akibat
pembedahan.
o Dukung sejumlah aktifitas yang dapat menjalankan seluruh tanggug jawab
perawatan diri secara bertahap, jika memungkinkan.
Lakukan penyuluhan kesehatan, sesuai indikasi.
o Jelaskan tentang sumber-sumber komunitas yang tersedia, jika dibutuhkan
o Ajarkan berbagai strategi untuk sehat.
Rasional
Kontak sering yang dilakukan oleh pemberi asuhan menunjukkan penerimaan dan
dapat meningkatkan rasa percaya klien. Klien mungkinragu-ragu untuk mendekati
staf karena konsep diri yang negatif
Interaksi sosial dapat memperkuat kesan bahwa klien diterima dan bahwa sistem
pendukung sebelumnya masih ada.
20
Mengekspresikan perasaan dan persepsi yang dimiliki akan meningkatan
kewaspadaan diri klien serta membantu perawat merencanakan interveksi yang
efektif guna memenuhi kebutuhan klien.
Mengidentifikasi karasteristik serta kmekuatan personal dapat membantu klien
berfokus pada karasteristik positif yang mendukukng keseluruhan konsep diri, dan
bukan hanya pada perubahan citra tubuh yang dialami.
Diskusi yang jujur dan terbuka-mengungkapkan bahwa sejumlah perubahan akan
terjadi, tetapi dapat diatasi-meningkatkan perasaan kontrol klien.
Partisipasi klien dalam perawatan diri dan perencanaan mendukung koping yang
positif terhadap perubahan yang terjadi.
Konseling dengan tenaga bprofesional ditunjukan untuk klien dengan kekuatan ego
yang rendah dan sumber koping yang tidak adekuat.
Peningkatan interaksi sosial melalui keterlibatan klien disejumlah kelompok
memungkinkannya menerima stimulas sosial dan intelektual yanga akan
meningkatkan harga dirinya.
Kriteria Hasil
Individu akan mengidentifikasi aspek positif tentang dirinya dan mangaku bebas dari
berbagai gejala depresi.
Indikator
Momodifikasi penghargaan-diri yang berlebihan dan tidak realitas.
Penyampaikan penerimaan atas keterbatasan yang ada
21
Menyampaikan persepsi yang tidak menghakimi tentang diri sendiri.
Mengurasi perilaku menyiksa diri sendiri.
Mulai mengambil resiko verbal dan perilaku.
Intervensi Umum
Bantu klien mengurangi tingkat kecemasan saat ini
Bagi dukungan pada klien, dan jaringan menghakiminya.
Tingkat sense of self klien.
o Tunjukan perhatian
o Hormati ruang pribadi klien
o Pejelas interpretasi anda tentang apa yang klien katakan atau alami
o Bantu klien untuk mengmukakan apa yang ungkapkannya secara non-
verbal
o Beri perhatian pada klien, terutama untuk perilakunya yang baru
o Dukung kebiasaan fisik yang baik
o Berikan semangat pada klien saat iya berupaya menyelesaikan sebuah
tugas atau keterampilan.
o Berikan umpan balik yang positif dan melakukan latihan pembangunan
o Ajarkan dan dorong klien untuk melakukan mendapatkan privasi
o Bantu klien membentuk ikatan personal yang tepat
Dorong klien menggunakan sumber koping yang ada
o Identifikasi area kekuatan pribadi klien
o Sampaikan hasil pengamatan anda pada klien
o Beri kesempatan klien untuk terlibat dalam aktivitas tersebut.
Bantu klien mengungkapkan pertanyaan positif maupun negatif.
o Gunakan pertanyaan dan pertanyaan terbuka
o Katkan Dorong klien untuk mrngungkapkan pertanyaan positif maupun
negatif
o Gunakan gerakan, seni, dan musik sebagain sarana ekspresi
Beri kesempatan klien untuk melakukan sosialisasi yang positif
o Dorong klien untuk menghubungi teman dan orang terdekatnya melalui
telepon atau surat
22
o Libatkan klien dalam berbagai aktifitas, terutama yang menggunakan
kekuatan
o Jangan biarkan klien mengisolasi diri sendiri
o Sertakan klien dalam terapi kelompok pendukung
o Ajarkan klien berbagai keterampilan sosial sesuai dengan kebutuhan
o Dukung partisipasi klien untuk berbagi pengalaman serupa bersama
o Tentukan batasan untuk perilaku yang bermasalah seperti agresi, higiene
yang buruk, ruminasi, dan pemikiran bunuh diri.
o Persiapan klien untuk mengembangkan keterampilan sosial dan vokasional
o Bentuk upaya eksporasi-diri saat kecemasan klien brkurang dan rasa
percaya telah terbina.
Rasional
Individu dengan harga diri rendah biasanya mengalami kecemasan dan ketakutan.
Strategi yang diberikan berfokus pada upaya membantu klien menilai kembali
perasaan negatif tentang dirinya dan mengidentifikasi berbagai atribut yang positif.
Mamberikan peluan bagi klien untuk sukses dapat meningkatkan harga dirinya.
Upaya melibatkan klien dalam berbagai kegiatan penting untuk membantunya
mengembangkan tanggung jawab utama bagi perilakunya sendiri
Menyempaikan penerimaan terhadap perasaan klien dapat meningkatkan
penerimaan dirinya. ( Wahit Iqbal Mubarak dan Chayatin, 2008)
23
Konsep diri adalah gambaran yang memiliki orang tentang dirinya sendiri.
Konsep diri merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki orang tentang dirinya
sendiri, karakteristik fisik, psokologis, sosial dan emosional, aspirasi, dan prestasi. Semua
konsep diri mencangkup citra fisik yang psikologis diri. Konsep diri anak didasarkan atas
keyakinan anak mengenai pendapat orang-orang dekat (orang tua, guru, teman) tentang
dirinya. Kalau orang-orang dekat tadi menyenanginya, ia akan berfikir tentang dirinya.
(Munawir Yusuf, 2006)
Pikiran Citra
Psikologis
Emosi
Individu
Penampilan Tunggal
Fisik Citra
Kesesuaian/ Fisisk
tidak dengan
jenis kelamin
Kesesuaian/
tidak dengan
jenis kelamin
24
Kesesuaian/ Kesesuaian/
tidak dengan tidak dengan
jenis kelamin jenis kelamin
Citra
Fisisk
Konsep diri adalah bagian dari pola kepribadian dan merupakan bagian penting
dalam kepribadian. Stabilnya konsep diri akan mempermudah pemahaman anak tentang
dirinya sendiri. Stabilnya konsep diri akan mempermudah pemahaman anak tentang
dirinya sendiri. Kestabilan konsep diri anak bisa didapatkan melalui adalanya kesamaan
pandangan dari guru, orang tua, dan teman tentang dirinya.
Kepercayaan
Realitas
Tidak Mampu
25
Sisialisasi Konsep Diri Rendah
Kurang Positif Diri
Ragu-Ragu
Kesadaran diri biasanya terjadi karena pandangan antara guru, orang tua, dan
teman tentang diri anak. Inti dari pola kepribadian andalah konsep diri anak dan konsep
ini mempengaruhi berbagai sifat. Peran unsur bawaan dalam perkembangan konsep diri
ditentukan oleh cara anak menginterprestasikan perlakuan orang lain. Anak yang lebih
pandai menginterprestasikan perasaan orang terhadap dirinya. Sebaliknya, anak yang
kurang cerdas sulit menginterprestasikan perasaan orang terhadap dirinya berdasarkan
yang dikatakan atau dilakukan orang lain. Pada waktu bayi masih berusia beberapa tahun,
ia mulai memberi respons kepada orang. Cara orang memperlakukan dirinya akan
mempunyai pengaruh yang sangat mendasar pada konsep diri yang sangat mendasar pada
konsep diri yang ia kembangkan dan penyusaiannya terhadap orang. Menurut Erikson,
masa bayi merupakan waktu berkembangnya kepercayaan atau ketidakpercayaan dasar.
Sesuatu yang dikembangkan akan menentukan bayi bereaksi terhadap orang dan situasi,
bukan pada saat itu, melainkan sepanjang hidupnya. (Munawir Yusuf, 2006)
Anak yang terlalu sering menjadi korban olok-olok teman sebayanya akan mudah
resah dan bereaksi sebagai anak yang tertekan, entah dengan menangis, marah atau
sekedar merengek. Biasanya ia akan menjadi sensitif. Anak yang merasa dirinya “buruk”
dan tidak seseorang pun menyukanya akan menyebabkan anak yang mempunyai konsep
diri yang buruk. Tanda-tanda anak yang buruk adalah sebagai berikut.
1. Menjadi resah dan marah bila diberi tahu ia balik.
2. Mengerjakan hal-haln yang buruk.
3. Tidak terpengaruh atau bahkan senang jika dikatakan nakal.
4. Kebiasaan-kebiasaan yang buruk.
Beberapa hal yang menyebabkan anak mengembangkan konsep diri yang buruk
antara lain.
26
1. Anak sering dikatakan jelek.
2. Jarang dipuji.
3. Kurang diperhatikan kebutuhannya.
4. Diharapkan terlalu banyak, padahal kemampuannya terbatas.
Jadi, dari satu sudut pandang, setiap pemeriksaan yang meminta subjek untuk membuat
laporan kognitif atau evaluatif tentang segala aspek yang relatif abadi dari diri mungkin
dapat ditafsirkan menjadi studi konsep diri. maka semua penelitian menggunakan
persediaan kepribadian atau wawancara mengacu pada diri karakteristik mungkin telah
dimasukkan. Namun, dalam mengumpulkan bahan pada setiap topik. (Ruth C.While,
1979)
Memang tidak dipungkiri bahwasannya jumlah aktivis islam semakin hari
semakin bertambah banyak. Tapi yang menjadi catatan penting disini adalah bahwa
beban dakwah ini belumloah seimbang dengan jumlah para pemikul bebannya-para
aktivitas islam. Bahkan waktu punseakakn tidak cukup untuk dipergunakan secara
sempurna untuk dakwah ini.. dakwah yang mungkin usianya jauh melebihi usia manusia
itu sendiri. Karena itu dibutuhkan kemampuan tarbaik manusia untuk mengembangkan
dakwah ini. Kemampuan itu yaitu kemampuan yang seyogyanya dimiliki setiap manusia
dengan spesifiknya masing-masing. Kemudian kita akan berfikir bagaimana setelkah
kemampuan terbaik itu bisa terlatih dan ternyata tidak mempengaruhi beban dakwah
yang tidak seimbang ini. Seakan apa yang kita lakukan mempengaruhi sedikit pun beban
dakwah ini. Dalam diri manusia rupanya terdapat dua buah kekuatan yaitu quwwatul
khair yang merupakan kekuatan kebaikan, sering disebut sisi positif maupun tindakan
positif dari kita. Sedangkan quwwatul syar, merupakan kebalikan dari quwwatul khair
yaitu, kekuatan kesehatan dalam diri manusia. Yang dimaksud menajemen diri dalam
pandangan islam adalah bagaimana memaksimalkan quwwatul khair dalam diri kita dan
mematikan quwwatul syar atau minimal menguranginya sekecil mungkin.
Untuk membangun konsep diri yang kuat nan kokok tidak bisa serta merta dibuat
dengan instan, namun merupakan suatu proses yang berat dan lama dan dimana semua
proses berat dan lama itu akan terasa ringan dengan keistiqomahan atau dalam bahasa lain
melalui kebiasaan-kebiasaan yang mapu membawa manusia membangun konsep diri
yang benar.
Pertama, kebiasaan i’tikaf. i’tikaf membantu jika membuat pemahaman diri yang sangat
mendalam. Dengan pemahaman diri yang mendalam maka akan diperoleh ketenangan,
dan ketenangan itu adalah pintu keterarahan. Ketika kita sudah memiliki keterarahan
27
makan bisa dipastikan tindakan kita, emosi kita dan kecil apapun hal yang kita lakuakan
berada dalam kontrol kesadaran kita.
Kedua, kebiasaan berfikir. Jelas kebiasaan ini erat hebungannya dengan penambahan
kapasitas bagi manusia. Telah banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an tentang hal ini. Kita
bahkan bisa melakukan kebiasaan ini dimana saja dan kapan saja.
Ketiga, keterampilan berbicara. Dalam hal ini jangna diartikan kebiasaan banyak bicara
meskipun lihai dan indah karena berbicara itu bagaikan pisau bermata dua, disatu sisi bisa
membawa kebaikan tapi bila kita salah mengarahkan pisau itu maka kitalah yang akan
kena. Rasulullah SAW pernah bersabda : ‘Barang Siapa yang bermain kepada Allah dan
hari akhir, hendaknya ia mengatakan yang baik atau diam.”
Keempat, Kebiasaan untuk serius. Q.S Al Hadiid : 16 merupakan ayat teguran kepada
orang islam yang masih sering bercandah dalam berdawah. Karena dakwah islam ini
adalah dakwah serius, yang harus kita lakukan adalah memadukan segala daya dan
kekuatan dan mengkostentrasikannya dalam sebuah tujuan atau sasaran yang ingin
dicapai.
Kelima, pertaubatan berkala yaitu semacam muhasabah tetapi secara berskala. Sekaligus
mahasabah ini bisa dijasikan koreksi pada diri kita selama ini. Ali Bin Abi Thalib
menganjurkan supaya tiap pekan kita menulis kebaikan-kebaikan yang telah kita lakukan
dan keburukan-keburukan yang juga telah kita lakukan supaya kita dapat membuat
komprasi keduanya dan kemudian memperbaruhi taubat.
Kelima kebiasaan itu merupakan salah satu dari banyaknya instrumen dalam
rangka membangun konsep diri seorang muslim. (Akhanggit’s,2010)
28
anak beridentifikasi dengan lingkungan dan media massa. Sikap sosial terhadap peran
kedua jenis kelamin menjadi bagian yang penting terhadap konsep diri anak.
29
dan pengetahuan anda. Hubungan antara konsep-diri dan kompetensi itu bertemu pada
titik yang dijelaskan melalui istilah-istilah dibawah ini
1. Kepercayaan diri (self-confidence). Orang yang kompoten memiliki kepercayaan-diri
yang bagus. Untuk memiliki kepercayaan ini diperlukan konsep-diri yang bagus. Dalam
teori kompotensi, ada sejumlah istilah yang pengertiannya kira-kira sama dengan
kepercayaan diri ini. Beberpa istilah diantaranya:
o Decisivenness
o Ego strenght
o Independence
o Strong-self concept
o Willing to take responsibility
2. kendali-diri (self-control). Orang yang kompoten pasti memiliki kemampuan yang
bagus dalam mengendalikan-diri. Kendali-diri terkait dengan bagaimana orang punya
persepsi terhadap dirinya. Orang yang punya persepsi lemah biasanya seelalu menuding,
menyalah atau mendandalkan orang lain. Sebaiknya, orang yang persepsinya kuat lebih
memfokuskan perhatiannya pada dirinya (kemampuan, peluang, kapasitas, dst)
3. Keharmonian-diri (interoersonal skill). Orang yang kompoten punya kemampuan
dalam menciptakan hubungan yang harmonis dengan dirinya, ini kerap disebut dengan
istilah interpersonal skill atau keahlian dalam menjalin hubungan dengan diri sendiri (ke
dalam). Untuk bisa menciptakan hubungan seperti ini diperlukan konsep diri yang bagus.
Banyangkan kalau misalnya anda punya konsep-diri negatif. Apakah akibatnya? Pasti
kesimpulannya yang akan tercetak adalah tidak bisa menerima diri sendiri secara utuh,
konflik-diri, kufur-diri, dan semisalnya. Hubungan semacam ini, selain bisa menganggu
hubungan kita dengan orang lain. Orang yang harmonis denagn dirinya akan harmonis
pula dengan orang lain. (Cereer,Business & Life, 2007)
30
keengganan untuk mencoba hal-hal baru, dan intekasi verbal dan non verbal antara klien
dengan orang lain. Data pengkajian membutuhkan interprestasi yang cermat oleh
perawat. Klien dengan batasan karakteristik untuk ganguan kosep diri mungkin
menunjukkkan diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan defenisi identitas, citra
tubuh, harga tubuh, atau kinerja peran. Peristiwa yang mempunyai dampak pada ‘diri’
menimbulkan stresor pada konsep diri. Jika stresor cukup besar, atau jika stresor
ditimbulkan pada klien dalam priode yang cukup lama, maka klien akan menjadi
simpomatis. (Potter & Perry, 2005)
31
DAFTAR PUSTAKA
Suliswati, dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC
Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia, Jakarta: EGC
Wong, Donna L., Dkk. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediaktrik, Jakarta: EGC
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Volume 1. Jakarta: EGC
Surya, Hendra. (2007). Percaya Diri Itu Penting. Jakarta: Elex Media Komputindo
Yusuf, Munafir & Intan safitri. (2006). Bereaksi Menarik Diri. Solo: Tiga Serangkai
Wylie, Ruth C. (1979). The Self Concept, Volume 2. USA: Nebraska Press
http://andaners.wordpress.com/2009/04/20/konsep-diri-self-concept.html
http://ainamq.multiply.com/journal/item/115-show_interstitial.html
http://akhanggit.wordpress.com/2010/07/12/membentuk-konsep-diri.html
http://naifu.wordpress.com/2010/07/02/gangguan-jiwa.com
http:www.foxisofware.com
32
33