Anda di halaman 1dari 15

INTERAKSI OBAT

DISUSUN OLEH :

Indi Rahmawati 204201516096

Ni Putu Ayu Kristianti 204201516117

Putri Nursetiawati 204201516098

Diah Ayu Retnosari 204201516094

Wanda Alfiani Syifa 204201516059

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NASIONAL

JAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya, terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah mata kuliah “Farmakologi”. Shalawat serta salam kita
sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan
pedoman hidup yaitu Al-Qur’an serta sunnah untuk keselamatan umatnya di dunia
ini.

Makalah ini dibuat karena merupakan salah satu tugas mata kuliah
Farmakologi program studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan pada
Universitas Nasional. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih yang banyak
kepada Ibu selaku dosen pengampu mata kuliah Farmakologi dan kepada segenap
pihak yang sudah memberikan bimbingan serta arahan selama proses penulisan
makalah ini. Kami dari kelompok II menyadari jika terdapat banyak kekurangan
didalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan sebuah kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
2.1 Definisi Interaksi Obat.....................................................................................3
2.2 Mekanisme Interaksi Obat..............................................................................4
2.3 Tingkat Keparahan Interaksi Obat................................................................8
2.4 Faktor Penyebab Interaksi Obat.....................................................................8
2.5 Precipitant Drug dan Object Drug..................................................................9
2.6 Kasus Interaksi Obat.......................................................................................9
BAB III PENUTUP .......................................................................................................11
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................11
3.2 Saran...............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Interaksi obat merupakan salah satu drug related problems (DRPs)
yang dapat mempengaruhi outcome terapi pasien. Dengan meningkatnya
kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam pengobatan pada saat ini, dan
berkembangnya polifarmasi maka kemungkinan terjadinya interaksi obat
makin besar. Interaksi obat perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi
respon tubuh terhadap pengobatan.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik jika berakibat
meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang
berinteraksi, jadi terutama jika menyangkut obat dengan batas keamanan
yang sempit (indeks terapi yang rendah atau slope log DEC yang suram),
misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatik. Demikian
juga interaksi yang menyangkut obat-obat yang biasa digunakan atau yang
sering diberikan bersama tentu lebih penting daripada obat yang jarang
dipakai.
Dalam makalah ini, kami telah mendapatkan beberapa kasus,
diantaranya adalah mengenai diabetes, hipertensi dan TBC. Ketiga penyakit
tersebut merupakan salah satu penyakit dengan kasus Interaksi Obat yang
sering terjadi. Dalam terapi penyakit ini penggunaan obatnya lebih dari satu
secara bersamaan (polifarmasi), yang akan memudahkan terjadinya Interaksi
Obat. Penyakit tersebut juga membutuhkan terapi famakologi dalam jangka
panjang, sehingga selama memungkinkan terjadinya interaksi, baik obat
dengan obat maupun obat dengan yang lainnya misalnya makanan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud Interaksi Obat?
2. Apa saja mekanisme pada interaksi obat ?

1
3. Apa saja tingkat keparahan pada interaksi obat?
4. Apa saja faktor penyebab interaksi obat?
5. Apa itu Precipitant Drug dan Object Drug ?
6. Seperti apakah contoh kasus dan penyelesaiannya pada interaksi obat?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami tentang pengertian interaksi obat.
2. Mahasiswa mampu memahami tentang mekanisme interaksi obat.
3. Mahasiswa mampu memahami tingkat keparahan pada interaksi obat.
4. Mahasiswa mampu memahami faktor penyebab interaksi obat.
5. Mahasiswa mampu memahami Precipitant Drug dan Object Drug.
6. Mahasiswa mampu memahami contoh kasus dan penyelesaiannya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Interaksi Obat


Interaksi obat atau lebih dikenal dengan istilah drug interaction,
merupakan interaksi yang terjadi antar obat yang dikonsumsi secara
bersamaan. Interaksi obat dapat menghasilkan efek baik terhadap pasien,
namun tidak jarang menghasilkan efek buruk, sehingga hal ini merupakan
salah satu penyebab terbanyak terjadinya kesalahan pengobatan. Secara
umum, kesalahan pengobatan akibat interaksi obat ini jarang terungkap akibat
kurangnya pengetahuan, baik dokter, apoteker, apalagi pasien tentang hal itu.
Interaksi obat didefinisikan sebagai modifikasi efek suatu obat
akibat obat lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan,
sehingga keefektifan atau toksisitas satu obat atau lebih berubah (Fradgley,
2003). Interaksi obat didefinisikan oleh Committee for Proprietary Medicine
Product (CPMP) sebagai suatu keadaan bilamana suatu obat dipengaruhi oleh
penambahan obat lain dan menimbulkan pengaruh klinis. Interaksi obat juga
dapat diartikan sebagai fenomena yang terjadi apabila pengaruh suatu obat
diubah oleh pemberian obat sebelumnya atau untuk pemberian obat yang
bersamaan.
Obat yang mempengaruhi disebut dengan precipitant drug,
sedangkan obat yang dipengaruhi disebut sebagai object drug. Pada beberapa
kasus, interaksi ini terkadang dapat menimbulkan perubahan efek pada kedua
obat, sehingga obat mana yang mempengaruhi dan mana yang dipengaruhi,
menjadi tidak jelas. Interaksi obat terdiri dari 3 jenis, yaitu interaksi
farmasetik (interaksi antar-obat karena obat yang tidak dapat
bercampur/inkompatibel); interaksi farmakokinetik (interaksi antarobat yang
menyebabkan peningkatan atau penurunan absorpsi, metabolisme, distribusi,
dan ekskresi obat lain); serta interaksi farmakodinamik (interaksi obat yang
berkompetisi pada tempat yang sama untuk bereaksi dalam tubuh).

3
Obat dapat berinteraksi dengan obat lain maupun dengan makanan
atau minuman yang dikonsumsi oleh pasien. Hal ini dapat terjadi karena
dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang seorang penderita mendapat obat
lebih dari satu macam obat, menggunakan obat ethical, obat bebas tertentu
selain yang diresepkan oleh dokter maupun mengkonsumsi makanan dan
minuman tertentu seperti alkohol, kafein. Perubahan efek obat akibat interaksi
obat dapat bersifat membahayakan dengan meningkatnya toksisitas obat atau
berkurangnya khasiat obat. Namun, interaksi dari beberapa obat juga dapat
bersifat menguntungkan seperti efek hipotensif diuretik bila dikombinasikan
dengan beta-bloker dalam pengobatan hipertensi (Fradgley, 2003).
Jankel & Speedie (1990) mengemukakan kejadian interaksi obat
pada pasien rawat inap 2,2 % hingga 30 %, dan berkisar 9,2 % - 70,3 % pada
pasien di masyarakat. Diantaranya terdapat 11 % pasien yang benar-benar
mengalami gejala akibat interaksi obat. Penelitian lain pada 691 pasien,
ditemukan 68 (9,8%) pasien masuk rumah sakit karena penggunaan obat dan
3 (0,4 %) pasien disebabkan oleh interaksi obat (Stanton et al., 1994).
Suatu survei mengenai insiden efek samping penderita rawat inap
yang menerima 0–5 macam obat adalah 3,5 %, sedangkan yang mendapat 16–
20 macam obat 54 %. Peningkatan insidens efek samping yang jauh melebihi
peningkatan jumlah obat diperkirakan akibat terjadinya interaksi obat
(Setiawati, 1995).

2.2 Mekanisme Interaksi Obat


Pemberian suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat lainnya (B) dengan
satu dari dua mekanisme berikut :
1. Modifikasi efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi konsentrasinya
di cairan jaringan (interaksi farmakodinamik).
2. Mempengaruhi konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya (interaksi
farmakokinetik).
a. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena indeks terapi obat B
sempit (misalnya, pengurangan sedikit saja efek akan menyebabkan

4
kehilangan efikasi dan atau peningkatan sedikit saja efek akan
menyebabkan toksisitas).
b. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis-respon
curam (sehingga perubahan sedikit saja konsentrasi plasma akan
menyebabkan perubahan efek secara substansial).
c. Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang
sedikit besar konsentrasi plasma obat-obat yang relatif tidak toksik
seperti penisilin hampir tidak menyebabkan peningkatan masalah
klinis karena batas keamanannya lebar.
d. Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan batas
terapi yang sempit, interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama,
sebagai contohnya obat antitrombotik, antidisritmik, antiepilepsi,
litium, sejumlah antineoplastik dan obat-obat imunosupresan (Hashem,
2005).
Secara umum, ada dua mekanisme interaksi obat :
1. Interaksi Farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat mempengaruhi
absorbsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lainnya sehingga meningkatkan
atau mengurangi jumlah obat yang tersedia untuk menghasilkan efek
farmakologisnya (BNF 58, 2009). Interaksi farmakokinetik terdiri dari
beberapa tipe :
a. Interaksi Pada Absorbsi Obat
a) Efek perubahan pH gastrointestinal
Obat melintasi membran mukosa dengan difusi pasif tergantung
pada
apakah obat terdapat dalam bentuk terlarut lemak yang tidak
terionkan. Absorpsi ditentukan oleh nilai pKa obat, kelarutannya
dalam lemak, pH isi usus dan sejumlah parameter yang terkait
dengan formulasi obat. Sebagai contoh adalah absorpsi asam

5
salisilat oleh lambung lebih besar terjadi pada pH rendah
daripada pada pH tinggi (Stockley, 2008).
b) Adsorpsi, khelasi, dan mekanisme pembentukan komplek
Arang aktif dimaksudkan bertindak sebagai agen penyerap di
dalam usus untuk pengobatan overdosis obat atau untuk
menghilangkan bahan beracun lainnya, tetapi dapat
mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan dalam dosis
terapetik. Antasida juga dapat menyerap sejumlah besar obat-
obatan. Sebagai contoh, antibakteri tetrasiklin dapat membentuk
khelat dengan sejumlah ion logam divalen dan trivalen, seperti
kalsium, bismut aluminium, dan besi, membentuk kompleks
yang kurang diserap dan mengurangi efek antibakteri (Stockley,
2008).
c) Perubahan motilitas gastrointestinal
Karena kebanyakan obat sebagian besar diserap di bagian atas
usus kecil, obat-obatan yang mengubah laju pengosongan
lambung dapat mempengaruhi absorpsi. Propantelin misalnya,
menghambat pengosongan lambung dan mengurangi
penyerapan parasetamol (asetaminofen), sedangkan
metoklopramid memiliki efek sebaliknya (Stockley, 2008).
d) Induksi atau inhibisi protein transporter obat
Ketersediaan hayati beberapa obat dibatasi oleh aksi protein
transporter obat. Saat ini, transporter obat yang terkarakteristik
paling baik adalah P-glikoprotein. Digoksin adalah substrat P-
glikoprotein, dan obat-obatan yang menginduksi protein ini,
seperti rifampisin, dapat mengurangi ketersediaan hayati
digoksin (Stockley, 2008).
e) Malabsorbsi dikarenakan obat
Neomisin menyebabkan sindrom malabsorpsi dan dapat
mengganggu penyerapan sejumlah obat-obatan termasuk
digoksin dan metotreksat (Stockley, 2008).

6
b. Interaksi Pada Distribusi Obat
a) Interaksi ikatan protein
Setelah absorpsi, obat dengan cepat didistribusikan ke seluruh
tubuh oleh sirkulasi. Beberapa obat secara total terlarut dalam
cairan plasma, banyak yang lainnya diangkut oleh beberapa
proporsi molekul dalam larutan dan sisanya terikat dengan protein
plasma, terutama albumin. Ikatan obat dengan protein plasma
bersifat reversibel, kesetimbangan dibentuk antara molekul-
molekul yang terikat dan yang tidak. Hanya molekul tidak terikat
yang tetap bebas dan aktif secara farmakologi (Stockley, 2008).
b) Induksi dan inhibisi protein transport obat
Distribusi obat ke otak, dan beberapa organ lain seperti testis,
dibatasi oleh aksi protein transporter obat seperti P-glikoprotein.
Protein ini secara aktif membawa obat keluar dari sel-sel ketika
obat berdifusi secara pasif. Obat yang termasuk inhibitor
transporter dapat meningkatkan penyerapan substrat obat ke
dalam otak, yang dapat meningkatkan efek samping CNS
(Stockley, 2008).
c) Interaksi Pada Metabolisme Obat
1. Perubahan pada metabolisme fase pertama
2. Induksi Enzim
3. Inhibisi enzim
4. Faktor genetik dalam metabolisme obat
5. Interaksi isoenzim sitokrom P450 dan obat yang diprediksi
d) Interaksi Pada Ekskresi Obat
1. Perubahan pH urin
2. Perubahan ekskresi aktif tubular renal
3. Perubahan aliran darah renal
2. Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang
memiliki efek farmakologis, antagonis atau efek samping yang hampir

7
sama. Interaksi ini dapat terjadi karena kompetisi pada reseptor atau
terjadi antara obat-obat yang bekerja pada sistem fisiologis yang sama.

2.3 Tingkat Keparahan Interaksi Obat


Keparahan interaksi diberi tingkatan dan dapat diklsifikasikan ke dalam tiga
level:
a. Keparahan Minor
Sebuah interaksi yang termasuk ke dalam keparahan minor jika
interaksi mungkin terjadi tetapi dipertimbangkan signifikan potensial
berbahaya terhadap pasien jika terjadi kelalaian.
b. Keparahan Moderate
Sebuah interaksi yang termasuk ke dalam keparahan moderate jika satu
dari bahaya potensial mungkin terjadi pada pasien, dan beberapa tipe
intervensi/monitor sering diperlukan.
c. Keparahan Major
Sebuah interaksi yang termasuk ke dalam keparahan major jika terdapat
probabilitas yang tinggi kejadian yang membahayakan pasien termasuk
kejadian yang menyangkut nyawa pasien dan terjadinya kerusakan
permanen (Bailie, 2004).

2.4 Faktor Penyebab Interaksi Obat


Faktor yang mempengaruhi interaksi obat adalah:
a. Faktor Penderita
- Umur (yang paling peka adalah bayi, balita dan orang lanjut usia)
- Sifat keturunan
- Penyakit yang sedang diderita
- Fungsi hati dan ginjal
b. Faktor Obat
- Jumlah obat yang digunakan
- Jangka waktu pengobatan

8
- Jarak waktu penggunaan dua obat
- Urutan pemberian ohat
- Bentuk sediaan obat

2.5 Precipitant Drug dan Object Drug


Secara farmakologis, obat yang bertindak sebagai precipitant drug
mempunyai sifat sebagai berikut:
a. Obat yang terikat banyak oleh protein plasma, akan menggeser obat
lain (object drug) dari ikatan proteinnya. Contoh: Aspirin, Fenilbutazon
dan golongan Sulfa.
b. Obat yang menghambat atau merangsang metabolisme obat lain.
Contohnya:
- Perangsang metabolisme: Fenitoin, Karbamazepam, Rifampisin,
Antipirin dan Griseofulvin.
- Penghambat metabolisme: Allopurinol, Simetidin, Siklosporin,
Luminal, Ketokonazol, Eritromisin, Klaritromisin dan
Siprofloksasin.
c. Obat yang mempengaruhi renal clearance object drug. Contohnya:
Furosemid (diuretik-peluruh kencing), dapat menghambat ekskresi
gentamisin, sehingga menimbulkan toksik.

Sedangkan object drug, biasanya merupakan obat yang mempunyai kurva


dose respone yang curam. Obat-obat ini menimbulkan perubahan reaksi
terapeutik yang besar dengan perubahan dosis kecil. Kelainan yang
ditimbulkan bisa mmperbesar efek terapinya. Juga bila dosis toksik suatu
object drug, dekat dengan dosis terapinya, maka mudah keracunan obat
bila terjadi suatu interaksi. Pada umumnya akan terjadi dua hal, yaitu
pengurangan efek terapinya dan terjadinya efek samping. Contoh obat
dengan profil demikian seperti antibiotika golongan aminoglikosida,
antikoagulan, antikonvulsi dan obat-obat sitotoksik dan imunosupresan,
kontasepsi oral serta obat-obat susunan syaraf pusat.

9
2.6 Kasus Interaksi Obat
Tn X seorang veteran berumur 68 tahun dirawat di RS dengan keluhan
tekanan darah tinggi pengobatan yang diterimanya adalah Propanolol 80 mg,
2x sehari. Tn X tidak pernah merokok dan mempunyai riwayat penyakit maag.
Untuk mengobati maag tuan doni diberi simetidin prn. Tuan X sering
mengalamai lesu lemah dan napas berbunyi seperti penderita asma atau sulit
bernapas.
Analisa kasus
Tuan X diberi propanol yang merupakan obat golongan beta blocker yang
mempunyai interaksi obat dengan simetidin. Efek propanolol ditingkatkan oleh
simetidin karena eliminasi diperlambat yang mengakibatkan adanya efek
samping brakardia, aritmia, napas berbunyi seperti penderita asma atau sulit
bernapas.
Pemecahan Masalah
Terapi Farmakologi
Menghentikan penggunaan simetidin dan mengganti simetidin dengan

pemberian antasida lainnya agar tidak terjadi interaksi obat.


Terapi Non Farmakologi
Tuan X dapat mengontrol tekanan darah tinggi dengan mengontrol makanan
dengan mengurangi asupan garam. Untuk pencegahan penyakit maag dapat
dengan mengatur pola makan yang teratur.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Interaksi obat atau lebih dikenal dengan istilah drug interaction,
merupakan interaksi yang terjadi antar obat yang dikonsumsi secara
bersamaan. Interaksi obat dapat menghasilkan efek baik terhadap pasien,
namun tidak jarang menghasilkan efek buruk. Obat yang mempengaruhi
disebut dengan precipitant drug, sedangkan obat yang dipengaruhi disebut
sebagai object drug. Dalam makalah ini ada beberapa kasus, diantaranya
adalah mengenai diabetes, hipertensi dan TBC. Ketiga penyakit tersebut
merupakan salah satu penyakit dengan kasus Interaksi Obat yang sering
terjadi. Dalam terapi penyakit ini penggunaan obatnya lebih dari satu secara
bersamaan (polifarmasi), yang akan memudahkan terjadinya Interaksi Obat.
3.2 Saran
Dengan adanya kasus interaksi obat yang sering terjadi, diharapkan
tenaga kesehatan khusnya dokter dan apoteker, lebih hati-hati dalam terapi
dan pemberian obat lebih dari satu secara bersamaaan. 2. Diharapkan
adanya penanganan yang paling optimal atas kasus-kasus yang sering
terjadi. 3. Dokter dan apoteker diharapkan juga bisa mencegah agar kasus-
kasus interaksi obat dapat diminimalisir dan tidak semakin parah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Brunton LL. Lazo JS. Parker KL (editor). Goodman & Gilman’s The
Pharmacological Basis of Therapeutics. 11th ed. New York: McGraw-Hill;
2006.
Katzung BG, ed. Basic and Clinical Pharmacology. 7th ed. London: Prentice Hall
Int; 1998.
Gunawan, SG. Setiabudy R. Nafrialdi, Elysabeth (editor). Farmakologi dan
Terapi. 5th ed. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

12

Anda mungkin juga menyukai