Anda di halaman 1dari 47

KOMunIKASIKOnSELInG PEKABudAyAdA

nAGAMA

AndarIfazatulnurlatifah
IAINSalatigaJawaTengahIndonesiaputricempala@gmail.com

Abstraks

Konselor membutuhkan keterampilan komunikasi


konselingdalammenjalankanlayanankonselingagarterciptah
ubungan baik antara konselor dan konseli dalam
lingkupbudaya dan agamanya masing-masing. Tulisan ini
bertujuanuntuk menilik kelekatan aspek budaya dan agama
dalamkomunikasikonseling,meliputi(1)urgensikomunikasik
onseling yang peka budaya dan agama ditinjau dari
teorikomunikasi, (2) faktor dan hambatan yang muncul
akibataspek budaya dan agama, (3) dan implementasi
kepekaanaspekbudayadanagamadalamkomunikasikonselin
gyangtercerminmelaluiketerampilanpengamatandanmende
ngarkan secara aktif. Tulisan disusun melalui
studiliteraturterkaittematersebut.Hasilnyanampakbahwako
munikasikonselingyangpekaterhadapaspekbudayadanagam
a menjadi suatu keniscayaan mengingat konselor dankonseli
tidak dapat dilepaskan dari latar budaya dan
agamayangmelingkupinya.Melaluikepekaanterhadapaspekb
udaya dan agama, konselor mampu mewaspadai bias
danhambatanyangmungkinditimbulkanaspektersebut.Denga
ndemikian,konselormampumenyelami,memahami,danbere
mpati kepada konseli dalam rangka
menyelenggarakankonseling secara efektif dan efisien sesuai
dengan tujuan,prinsip,danazazbimbingandankonseling.

Kata Kunci: konseling, komunikasi, komunikasi


konseling,budaya,agama.

Vol.7,No.1,Juni2016 1
Andar Ifazatul Nurlatifah

Abstract

SENSITIVECOUNSELLINGCOMMUNICATIONCULTURE
ANDRELIGION.Counselorsneedcounselingcommunicationskillsi
nordertobuildrapportbetweenthecounselorandcounselee.Thisarticlei
saliteraturestudytodiscusstheimportanceofculturalandreligioussen
sitivityincounselingcommunicationthroughcommunication
theories, kinds of factors and barriers that
mayoccurduetoculturalandreligiousaspects,andtheimplementation
of cultural and religious sensitivity through observation skills
andactive listening skills in counseling communication. The result
isapparent that cultural and religious sensitivity become a
necessityin communication counseling. Counselors’ cultural and
religious-sensitiveness through counselee’s verbal and nonverbal
signs
helpcounselorsingatheringaccurateinformationaboutcounselee’sint
ernal frame of references, worldviews, and values.
Furthermore,counselors would be aware of the biases that may
occur due tocultural and religious differences. Thus, the counselor
will be ableto held counseling effectively and efficiently in
accordance with thepurposes, principles, and values in guidance
and counseling.

Keywords: counseling, multicultural counseling,


communicationskills,multicultural communication.

A. Pendahuluan
Manusiadiciptakanbersuku-sukudanberbangsa-
bangsadenganberagamlatarsosialdanbudayaagardapatsalingme
ngenal,sesuaiQ.S.
AlHujurat(49:13).“Mengenal”tidaksebatasdilakukandenganbert
ukarsapa,melainkanmembutuhkan pemahaman mengenai
orang lain dari
berbagailataryangberbedasehinggadapatmengambilpelajaranda
rinyasecaralangsungmaupuntidaklangsung.Dalamkontekslayan
anBimbingandanKonseling,konselordiharapkanmemilikikesada
ran holistik agar dapat melayani konseli dari berbagaimacam
latar belakang sosial, budaya, dan agama (Yusuf danNurihsan,
2006:43-45). Konselor memahami konseli secara
utuhsertamemilikisensitivitasdanpemahamanterhadapfaktorras
KomunikasiKonselingPekaBudayadanAgama

ial, etnik, budaya, dan agama dalam dirinya dan dalam


dirikonseli. Konselor, menurut Lesmana, diharapkan
mempunyaiketerbukaanyangtinggi,kemauan,dankemampuan
untukmenerimadifersivitasyangadadisekelilingnya(Lesmana,20
08:66-67).
Indonesia yang di dalamnya terdapat berbagai
macamsuku bangsa, maka kepekaan komunikasi konseling
terhadapaspekbudayadanagamamenjadibentukkomunikasiyan
gideal untuk menjembatani permasalahan yang muncul
terkaitperbedaanbudayadanagama.Budaya-
budayayangberbedadiIndonesiatidakdileburkandalamsatubuda
yatunggal,melainkan diberi ruang agar dapat berkembang
secara optimalmembentuk satu kesatuan yang padu dalam
semangat
bhinekatunggalika.Padapraktiknya,konselordiharapkandapatmen
ghindaripenstereotipan,mengajaklingkunganuntukmenitikberat
kanpadakeunikanindividu,danmengarahkankesadaran konseli
agar konseli dapat menyadari
keunikannyasekaligusmengenalidanmenerimaindividulaindilu
arkelompok/budaya/agamanya.
Tulisaninimerupakanstudiliteraturyangbertujuanuntukm
enilik kelekatan aspek budaya dan agama dalam
komunikasikonseling,yaitumeliputi(1)urgensikomunikasikonse
lingyangpekabudayadanagamaditinjaudariteorikomunikasi,
(2)faktordanhambatanyangmunculakibataspekbudayadanagam
a,(3)dan implementasi kepekaan aspek budaya danagama
dalamkomunikasikonselingyangtercerminmelaluiketerampilan
pengamatandanmendengarkansecaraaktif.Penggunaanterm
“komunikasi konseling peka budaya dan agama” dalamtulisan
ini tidak dimaksudkan untuk menciptakan term
barukarenasetiapproseskomunikasiyangbaikdalamsuatulayana
nkonselingsecaraotomatispastimempertimbangkanaspekbuday
a dan agama, baik disebutkan secara implisit maupuneksplisit.
Penggunaan term tersebut semata dilakukan
untukmembatasicakupan bahasan.

Vol.7,No.1,Juni2016 233
B. Pembahasan

1. DefinisidanKonteksKomunikasiKonselingdalamBK
KatakomunikasimerupakanterjemahanBahasaInggris
communicationyangberasaldariBahasaLatincommunicatioyangber
arti “pemberitahuan atau pertukaran pikiran”.
Communicatioadalah bentukan dari kata communis yang berarti
“sama/adanyakesamaan arti antara orang-orang yang saling
berhubungan”(EnjangA.S.,2009:13).KatakomunikasidalamBahas
aIndonesiadiartikan dengan “perhubungan” (Poerwadarminta,
1976:518).Beberapatokohmendefinisikanistilahkomunikasisecar
aberagam. Martin P. Anderson mengartikannya sebagai
suatuprosesyangdinamisdalammeresponsetiapsituasisecarakes
eluruhan,yangmelaluinyakitadapatmemahamidandipahamiora
nglain.BerelsondanSteinermendefinisikankomunikasisebagaipe
ngoperaninformasi,gagasan,emosi,keterampilan, dll. dengan
menggunakan simbol, gambar,
ataukata.Dalamkomunikasiterjadiprosespenyampaianpesan/ide
/gagasandarisumberkepadapenerimadalambentukperilaku
tertentu agar terjadi saling mempengaruhi di
antarakeduanya(Enjang
A.S.,2009:13;Mashudi,2012:103).Definisidi atas membawa pada
pemahaman bahwa komunikasi adalahproses penyampaian
pesan menggunakan simbol tertentu yangberlangsung secara
dinamis untuk dapat saling memahami danmempengaruhi satu
sama lain.
KonselingsebagaijantungutamalayananBKtidakdapat
dihindarkan dari komunikasi, mengingat konseling
padaumumnyadilakukandenganwawancaradandialogsecaraint
ensif dan mendalam. Komunikasi menjadi salah satu
faktordeterminanbagisuksesnyakonseling.Keterampilankomuni
kasidalamranahkonselingdipelajarimelaluikomunikasikonselin
g,yaitumengenaitatacaraberkomunikasidalamproseskonseling.
Keterampilan ini diinternalisasikan dalam diri konselor
denganmemperhatikanberbagaiaspekyangmelingkupikonseli,te
rmasukbudayadanagamanya,sehinggaprosesassesment,
pembentukanrapport,wawancarakonseling,danterminasikonseli
ngdapatberlangsungsecaraefektifdanefisien.
Komunikasi dikatakan efektif jika dapat mencapai
tujuandandikatakantepatapabilasesuaidenganyangdiharapkand
alam suatu hubungan. Komunikasi yang efektif, menurut
BillGudykunst,dapatmeminimalisirkesalahpahaman(Griffin,200
3:423).Hal tersebut membawa pemahaman bahwa
melaluikomunikasi konseling yang tepat dan efektif, dapat
terbangunhubungan terapeutik yang menyembuhkan serta
tercapainyatujuanyangtelahditetapkandalamkonseling.Komuni
kasikonselingyangdilakukansecaraakurat,cermat,penuhpemaha
man, dan tanpa melewatkan informasi mengenai latarbudaya
dan agama membuat konselor dan konseli berada
padahubunganyangselarasdantersetaladenganbaiksehinggadap
atsaling mempengaruhi satu sama lain.
Kelancaran komunikasi yang peka budaya dan
agamadalamkonselingmenjaditanggungjawabkonselorkarenap
ada umumnya konselor dipandang telah kongruen,
selaras,danmemilikikapasitasuntukmembantukonseli.Konselor
diharapkanmemilikikemampunandasarkomunikasikonselingya
ng diwujudkan dalam kemampuan komunikasi
intrapersonalselamaproseskonseling.Kemampuaninibukanmer
upakanbakatdanbawaansejaklahir,melainkandikembangkanmel
aluibelajar. Ketika berkomunikasi dengan konseli, konselor
berjalandi antara diri sendiri dan konseli. Di satu sisi konselor
denganlatarbudayadanagamanyamengekspresikangagasan/sika
pnyadenganjelas,disisilainkonselormendengarkandanmengharg
aigagasan/sikapyangdiekspresikankonselimenurutpemahaman
dan latar budaya dan agama konseli. Keadaan ini
digambarkanMartin Buber melalui teorinya The Narrow Ridge,
yaitubahwaorang yang berkomunikasi diilustrasikan seperti
berada padajalan yang sempit, satu kaki berada di wilayahnya,
sementarakaki lainnya berada di wilayah lawan bicara
sedangkan
dirinyadituntutmenyampaikangagasandansikapnyasertamenan
gkappesandansikaplawanbicara(LittlejohndanFoss,2005:206).
Apabilamodelkomunikasiinidilakuandenganbaik,terciptalahhu
bungankomunikasiyangbersifatduaarah.Dengandemikian,prose
skonselingdilandasisuasanakomunikasiyangterbukadandalam
hubungan yang empatis sehingga dapat
menimbulkankepercayaandanmeminimalkansikapdefensifpada
konseli(Asmani, 2010:239-240). Komunikasi terbuka dilakukan
secaraduaarahdarihatikehatitanpamenyembunyikanapapunyan
ghanyabisatercapaikonselisudahpercayakepadakonselor.Keperc
ayaanbahwadirinyaditerima,dimaklumi,dandipahamisedemiki
an rupa membuat konseli merasa aman dan
nyamanuntukberbagikepadakonselor.
Hubunganbaikantarakonselordankonselidalamkonseling
terbentukdenganadanyakomunikasiyangtidakhanyabersifatrea
ktif,melainkanbersikapresposifmelaluipesanpositif(Ramadhani,
2008:36-
40).Konselordalammenyikapiperbedaanlatarbudayadanagama
melakukankomunikasisecaraproporsionaltanpareaksiemosiyan
gberlebihan.Konselor meluangkan waktu sepersekian detik
untuk berpikirmengenai respon yang sebaiknya dilakukan. Jeda
berpikir
inimemberikesempatankonseloruntukmemandangpersoalandar
i segi positifnya sehingga pesan-pesan yang
disampaikankepadakonselibersifatpositifdanmembangun.Kons
elormenjadi senantiasa berpikir optimis dalam menyikapi
berbagaisituasi, tidak menghakimi, dan mampu mengemas
bahasa
dantingkahlakunyasesuaidenganlatarbudayadanagamamasing-
masingkonseli.

2. LatarBudayadanAgamasebagaiSalahSatuAspekdalamKom
unikasi Konseling
Komunikasidalamkonselingmelibatkanberbagaiaspek,
baikvisible/observableaspectmaupuninvisibleaspect.Visibleaspect/asp
ek kasat mata dalam komunikasi konseling meliputi orangyang
terlibat dalam komunikasi, simbol, dan media. Konseloratau
konseli mengkomunikasikan pesan/ide/gagasannya
yangbersifatabstrakmelaluisimbolverbalmaupunnonverbal.
Simboltersebutdapatdisalurkansecaralangsungmaupunmenggu
nakanperantaratertentu,misalnyaperangkatcetakdanmediaelekt
ronik.Adanyakeselarasanantarakeduanyamemungkinkankonsel
ingberlangsungdenganlancartanpakesalahpahamanyang
berarti.
Proseskomunikasidalamkonselingtidakhanyameliputivis
ibleaspectsaja,melainkanjugadipengaruhipadaaspekyang tidak
kasat mata/invisible aspect. Sembilan invisible aspectdalam
komunikasi adalah (1) meaning, setiap simbol memilikimakna,
(2) learning, pengalaman belajar mempengaruhi
prosespemaknaan simbol, (3)subjectivity, keterampilan encoding
dandecoding sesuai dengan hasil belajar masing-masing
sehinggatiapindividuberbedapolanya,
(4)negotiation,terdapatnegosiasidalampemaknaansimbolantarak
omunikatordankomunikan,
(5)culture,budayamempengaruhipemaknaansimbol,
(6)interactinglevelsandcontext,komunikasiberlangsungdalamberb
agaitingkatandankonteks,misalnyadalamkontekskonseling dan
konteks pendidikan, (7) self reference, komunikasimenunjukkan
pengalaman pribadi pelakunya, (8) self
reflexivity,intikomunikasiadalahmenjadikanpihak-
pihakmampumemandangdirimerekasebagaibagiandarilingkun
ganmereka, (9) inevitability, sikap diam tanpa melakukan
apapuntermasukdalamkomunikasi(Mashudi,2012;112-
116).Padatitik inilah budaya dan agama menjadi salah satu
aspek
yangberpengaruhdalamkomunikasikonseling.Konselordankons
elimemilikiragamlatarbudayadanagamamasing-
masingsehinggamengakibatkansimboldanmediayangdigunaka
nmemiliki nilai dan nuansa tertentu yang dapat berbeda
apabiladilihat dari kacamata konselor/konseli dengan latar
budaya
danagamanyatersebut.Latarbudayadanagamamenjadisalahsatu
penyebabperbedaanpoladankemampuankonselor/konselidalam
proses pemilihan dan pemaknaan simbol. Konselor
yangbaikmampumenegosiasikanperbedaaninisehinggaterjadisa
lingpengertian.
3. TeoriKomunikasisebagaiDasarKomunikasiKonselingPeka
Budaya danAgama
Komunikasidalamkonselingmerupakansuatuproses
yang rumit dan kompleks yang dapat ditinjau dari
berbagaisudutpandang.Prosesinimelibatkanpemaknaankonselo
r/konseliterhadaplambangdanpengatribusiannyaterhadaplamb
ang atau perilaku tertentu. Pemaknaan terhadap
simbolatauperilakuinidapatdijelaskanmelaluiteori-
teoridalamkomunikasi,antaralain(1)SymbolTheoryolehSusanneL
anger,
(2) Richard’sSemanticTriangleolehI.A.RicharddanC.K.Ogden,
(3) Attribution Theory oleh Fritz Heider, (4) perspektif
komunikatordan komunikan, dan (5) mekanisme yang terjadi
dalam tubuhmanusia, sebagai dasar pengembangan
komunikasi konselingpekabudaya dan agama.
a. SymbolTheoryolehSusanneLanger
Manusia, menurut Susanne Langer, berkomunikasi
denganmenggunakansimbol/lambang,baiksederhanaataupunko
mpleks.Halinimembedakanmanusiadenganhewandimanahewa
ndidominasiinstinkuntukberperilakusedangkanmanusiamemerl
ukanprosesperantaraberupakonsepsi,simbol,danbahasa.
Manusia memahami makna dengan mengkorelasikanlambang,
objek, dan person (reference/though) secara
kompleks.Pemaknaansuatulambangmemunculkanduamacamar
ti,yaituarti denotasi dan arti konotasi/psikologis. Arti denotasi
adalahrelasiantaralambangdenganbenda/konsepyangdimaksud
sesungguhnya (referent), sedangkan arti konotasi adalah
relasiantaralambangdenganpemaknanya/orangyangbersangkut
an/person(Littlejohn dan Foss,2005:101-103).
b. Richard’sSemanticTriangleolehI.A.RicharddanC.K.Ogde
n
Hubunganantarasimbol,benda,danpersondijelaskan
lebih jauh melalui Richard’s Semantic Triangle. Simbol
tidaklahsama dengan benda yang disimbolkan. Simbol (word)
terkaitdenganbenda(thing)danpersepsi/pemikiran(thought/refere
nce)
mengenaibendatersebut(Griffin,200
3:26-
28).Ketikadigabungkandengankons
epLangermengenaimakna
lambang,
hubunganantarasimboldenganrefer
Kombinasi Richard’s
entmenciptakanmaknadenotasi,sem
SemanticTriangledanKonsepPe entaraketerkaitansimboldanreferenc
maknaanLambangmenurutLange
r ememunculkanmaknapsikologis/ko
notasi.Simbolpada
taraf tertentu dapat menimbulkanmakna denotasi yang
samaantarasatuindividudenganindividulainnya,namunpadatin
gkat tertentu kesamaan makna denotasi ini dapat berbedaketika
didetailkan. Kata “mawar” sama-sama memicu
pikiranmengenai benda berupa bunga mawar, namun
seseorang dapatmembayangkan mawar yang berwarna merah,
sementara yanglain membayangkan mawar putih. Berbeda
dengan itu,
maknakonotasipadaumumnyaberbedaantarasatuorangdengano
ranglainnya.
Aspekbudayadanagamakonselordankonselidalamhal ini
turut mempengaruhi tought/reference dan makna
konotasidalamkomunikasikonseling.Budayadanagamamemiliki
corak masing-masing yang mengakar kuat dalam diri
seseorangdan menjadi satu kesatuan yang membentuk
kepribadiannyadarigenerasikegenerasi.Misalnyakata“anjing”(s
ymbol)mewakilisejenisbinatangkarnivoraberkakiempatyangma
mpumenggonggong(thing)danmewakilipersepsikitaterhadapanji
ng(thought),misalnyasebagianorangdenganlatarbudayadanaga
matertentumenganggapnyalucudansetia,sementaraoranglainde
nganlatarbudayadanagamalaindapatmenganggapnyakotor dan
galak. Komunikasi konseling dikatakan peka
budayadanagamaketikapesanyangdimaksudkanolehkonselimen
urutbudayadanagamanyamampuditerimaolehkonselor.Konselo
rmemahami pesan konseli sesuai dengan maksud konseli
yangsebenarnya, terlepas dari keragaman atau keterbatasan
konselidalam memilih simbol.
c. AttributionTheoryolehFritzHeider
Intepretasisuatulambangatauperilakutertentutidak
terlepas dari atribusi/pelabelan. Teori atribusi/attribution
theorymengenaikognisidanpemrosesaninformasimenjelaskanba
gaimanasuatuinformasimemicukognisiseseorang.Individu
selalu memberi arti pada apa yang diamati,
termasukmengatribusi informasi yang diterimanya dan
mencari sesuatuuntuk menjelaskan alasan mengapa orang
tertentu
berperilakutertentu.Mengenaiteoriini,terdapatduahalyangterjad
idalammengatribusi.Pertama,atribusidapatdilakukansecaralogis
maupuntidak.Kedua,adanyafundamentalattributionerrorbahwama
nusiamenyalahkankeadaanketikasesuatumenimpanya,namunm
embenarkankeadaandanmenyalahkanoranglainketika orang
lain itu mengalami hal yang sama (Littlejohn danFoss,2005:67-
70).Atribusi,baiklogismaupuntidak,berpengaruhterhadappanda
ngandansikapindividutersebutselanjutnya.
Konselordalamproseskomunikasikonselingsebisamungki
n mengatribusi secara logis, yakni mencari alasan yangbenar-
benar mendasari keadaan tertentu. Atribusi yang
logismembantukonseloruntukdapatmemahamikonselidenganb
aik, namun atribusi yang tidak logis dalam konteks budayadan
agama membawa pada penyetereotipan budaya dan
agamatertentu,sertamendekatkanpadachauvinistisyangmenggan
ggukonseloruntukdapatmemahamidanberempatikepadakonseli
.Konselorseyogyanyamenangkapinformasidengansaksamadeng
anturutmempertimbangkanlatarbudayadanagamasecarapropor
sional,mengolahinformasisecarajernih,danmemberifeedbackyang
jelas dantepat.
d. PerspektifKomunikatordanKomunikan
Proseskomunikasiditinjaudariperspektifkomunikator
dan komunikan merunut jalannya informasi dari
komunikatormenujukomunikan.Informasidimulaiketikakomun
ikatormemiliki ide atau gagasan yang hendak disampaikan
kepadakomunikan. Agar dalam ruang benak dan pemikirannya
dapatditangkap komunikan, komunikator melambangkan
pesan
dalam bentuk bahasa, tulisan, atau gerak nonverbal
tertentu.Komunikanmenangkaplambangtersebutmelaluiindera
nyakemudian mengintepretasikannya sehingga
diperolehlahisipesan.
Komunikasikonselingantarakonselordankonselipada
umumnya berlangsung secara dua arah. Konselor
menangkappesanyangdisampaik
Konselor ankonseli,sekaligusmenyampaik
RuangKomunikasiInterpersonalan

pesannyasendirikepadakonseli.H
Konseli
alinidiiustrasikanmelaluigambar
ProsesKomunikasiPerspektifKon
selor-Konseli dimana
ProsesKomunikasiPerspektif garis panah
Konselor-Konseli

menggambarkanprosespenyamp
aianinformasi,
sementaragarispanahputus-
putusmenggambarkanprosespenerimaaninformasi.Konselor,me
laluiketerampilankomunikasi konseling, menunjukkan perilaku
attending,
yaituperilakumenghampirikonselisecaraverbaldannonverbalun
tukmenciptakansuasanaamandannyamansertauntukmemperm
udah konseli mengekspresikan perasaannya,
untukmembukahubungandengankonseli(Hamdani,2012:264-
265).Konseliyangmenangkapisyarattersebutterdoronguntukbers
ikapterbukasehinggamemudahkannyadalammengekspresikan
perasaan dan pemikiran menyangkut dirinyamaupun
permasalahannya. Konselor yang peka terhadap aspekbudaya
dan agama seyogyanya dapat mengangkap pesan
yangdikirimkan konseli sesuai dengan makna yang
dimaksudkankonseliterkaitbahasadanlambangyangdigunakann
ya.Konselormenelaahbahasaataulambangtersebutsehinggamam
pumenangkappengetahuansubjektifkonseli,bukanhanyapenget
ahuanobjektifyangberlakusecaraumum.Misalnya, terdapat
pengetahuan objektif bahwa jarum adalahsebuah logam
runcing untuk membantu menjahit,
sedangkanpengetahuansubjektifkonseliadalahjarummerupakan
benda
yangmenakutkandanberbahayakarenakonselimengalamifobiaja
rum.Halitumembuatkonseloryangpekaterhadapnilai-nilai diri
konseli, termasuk yang dipengaruhi oleh
latarbudayadanagamanya,mampumeresponinformasisecaralebi
htepat sesuai dengan karakteristik konseli. Selanjutnya,
konselimenangkapresponkonseloryangmerupakaninformasibag
inyasehinggakegiatanmenangkapdanmengirimpesantersebutbe
rlangsungsecarasirkulardanresiprokaldalamproseskomunikasik
onseling.
e. MekanismedalamTubuhManusia
Proseskomunikasidilihatdariperspektifmekanismenya
melibatkankerjaberbagaiinderadansistemsyaraf.Komunikasidia
walidenganadanyakomunikatoryangmenyampaikanpesanmen
ggunakanindranyaataugerakbadannya.Pesantersebut
ditangkap oleh indera komunikan dan meninggalkantanda
padanya, misalnya pesan visual mestimulasi saaf matamelalui
retina, suara menstimuli telinga melalui bagian dalamkokhlea
dan visibula, tekstur dan temperatur menstimuli sarafdi kulit,
rasa menggelitik alat pencecap, dan bau
menstimulimukosapenciuman.Pesanyangditangkapmasing-
masingindera ini diurai/disandikan/decoding. Terminal saraf
indera-inderatersebutmengirimkansinyalkeotakpadakorteks-
korteks sensori. Warna, suara, tekstur, bau, dan rasa
diteruskanoleh bagian syaraf masing-masing menuju bagian
syaraf di otakyangmenanganijenisstimulustersebut.Informasi-
informasibarutersebutbersinggungandenganpengetahuanbawa
anyangtelah dimiliki sebelumnya, untuk selanjutnya
disimpan/storagedalammemoriyangakandikeluarkankembali/ret
rievalpadasaatyang diperlukan (Damasio, 2009:130-135).
Informasi baru
yangbersinggungandenganpengetahuanbawaanmemungkinka
ninformasi menjadi lebih bermakna dan lebih mudah
diingat.Latar budaya dan agama dalam hal ini memberi
sumbang
sihdalampenyusunanpengetahuanbawaankonselor/konseli.Per
bedaan pengetahuan bawaan yang disebabkan
perbedaanpengalamandalamlingkupbudayadanagamamasing-
masing
selain bermanfaat dapat pula menimbulkan bias yang
apabilatidakditempatkansecaraproporsionalakanmengganggue
fektivitaskomunikasidalamkonseling.

4. FaktordanHambatanBudaya-
AgamadalamKomunikasikonseling
Komunikasikonseling antara konselor dan konseli
dalam proses konseling dipengaruhi oleh kepercayaan,
perilakusportif,dansikapterbuka(Mashudi,2012:104-
106).Pertama,kepercayaanmemunculkansikapterbukadalamkom
unikasisehinggainformasidapatdiperolehsecaralengkapdanlanc
ar. Kepercayaan ini muncul dengan adanya
keterampilan,wewenang, dan kualitas komunikasi.
Kepercayaan pada
taraftertentujugaturutdipengaruhilatarbudayadanagama.Konse
lipada tahap awal relatif lebih cenderung kepada konselor
yangmemilikilatarbudayadanagamayangsamadengannyadiban
dingkan dengan konselor dengan latar budaya dan
agamayangberbeda.Kedua,perilakusportifyangditunjukkankons
elordapatmembangunkepercayaankonseli.Perilakuiniditunjukka
ndengan sikap mendeskripsikan tanpa menilai atau
mengecamnilai-
nilaidirikonseliyangtimbuldarilatarbudayadanagamanya,
berorientasi pada masalah, jujur dan tidak memilikimotif
terpendam, empati, tidak mempertegas perbedaan,
dankesediaanmeninjaukembalipendapatsendiri.Ketiga,sikapterb
uka yang ditunjukkan konselor lebih banyak
menimbulkankepercayaandibandingsikaptertutup.Konselorsey
ogyanyamemiliki keterampilan untuk bersikap terbuka kepada
berbagaikarakteristik konseli dengan beragam latar budaya dan
agama.Konselor diharapkan dapat mengatasi jarak yang timbul
karenaperbedaanlatarbudayadan agamatersebut.
Latarbudayadanagamayangselaindapatmemberiinforma
si kepada konselor mengenai kekhasan konseli,
dapatpulamenimbulkanhambatandalamproseskomunikasikons
eling.Hambatantersebutdikarenakanadanya(1)perbedaan
bahasa,(2)perbedaankomunikasinonverbal,(3)stereotip,
(4)dankecemasansaatberadapadabudaya-agamayangasing.
a. PerbedaanBahasa
Perbedaanbahasaseringmenjadikendaladalaminteraksi
sosial.Tidakhanyaadadalamlingkupmultikulturalberupaetnistert
entusaja,tetapiperbedaanbahasajuganampakpadatingkatpendid
ikan, jenis pekerjaan, dan agama seseorang (Lesmana,2008:118-
119). Bahasa yang digunakan oleh petani,
akademisi,dokter,danpolisitentumemilikicirikhasmasing-
masing.Konselor seyogyanya memiliki keterampilan
menyesuaikan diridan berkomunikasi dengan bermacam-
macam konseli sehinggakonselor dapat melaksanakan
layanannya dengan lebih efektifdanefisien.
b. PerbedaanKomunikasiNonverbal
Setiapdaerahmemilikikomunikasinonverbalmasing-
masingyangmenciptakanperbedaan“rasa”suatutindakan.Misaln
yakelompokmasyarakattertentulumrahmenunjuksesuatu
dengan jari telujuk, tetapi di lingkup budanya
Jawa(terutamakalangankeraton)menunjukdenganjaritelunjukdi
nilaikurangsopan,menunjukmenggunakanibujaridipandanglebi
hsopan.Masalahterjadiapabilatidakadapemahaman
antarindividu dari budaya-agama yang
berbeda.Konselordiharapkanmemilikipengetahuanmengenaiko
munikasinonverbalmenurutbudaya-
agamakonselisehinggadapatmenghindarikesalahpahamanyang
menghambatefektivitaslayanan.
c. Stereotip
Stereotipmerupakanlabelyangmelekatpadasesuatu,
dalamhaliniadalahterhadapkelompoktertentu.Misalnya,sukuJaw
amemilikistereotiphalus,sopan,berhati-
hati,mengutarakansesuatu dengan bahasa kiasan atau secara
tidak langsung,
dsb;sedangkanMaduradipandanglebihtegas,lugas,danterustera
ng. Stereotip akan mengganggu objektivitas konselor
dalammembangun pemahamannya mengenai konseli.
Konselor
diharapkandapatmembedakanantarapenilaianobjektifnyadanste
reotip yang melabelikonseli.
d. KecemasansaatBeradadalamBudaya-AgamayangAsing
Seringkalikonselitertentumerasakankecemasansaat
berada dalam budaya-agama asing, terutama jika dia
sebagaiminoritas.Kecemasaniniseringkalimempengaruhiperilak
uyangditunjukkankonseliyangapabilaberlangsungdalamproses
konselingdapatmenimbulkankekaburanpenafsirankonselor.
Konselor yang peka budaya dan agama
seyogyanyamampumelihatlebihjauhdibalikekspresiluarkonselit
ersebut sehingga mampu menangkap makna yang
sebenarnyadisampaikankonseli.

5. KomunikasiKonselingPekaBudayadanAgamamelaluiPeng
amatandan Mendengarkan secaraAktif
Pengamatanyangperludilakukandalamkomunikasi
konseling adalah terkait penampilan umum, perilaku,
suasanahatidanungkapanemosi,sertatuturdanbahasakonseli(Gel
darddanGeldard,2011b:195-
203).Suasanahatiadalahperasaanemosionalinternalyangseringm
empengaruhiperilakudanpersepsi individu tentang dunia,
sementara afek adalah
responsemosionaleksternal.Terkadangafekmenunjukkankebalika
ndarisuasanahatikonseliyangsebenarnya,misalnyasuasanahatin
yasedangsedihsedangkanafeknyamenunjukkankemarahandan
pembangkangan. Konselor hendaknya mengamati denganjeli
karena keempat hal tersebut dipengaruhi oleh latar budayadan
agama konseli. Konseli diamati melalui kacamata budayadan
agamanya sehingga meminimalkan timbulnya bias
yangdisebabkanperbedaanbudayadanagamaataudikarenakana
danyaprasangka,stereotype,interpretasiyangberlebihan,atau
terlalu cepat mengambil kesimpulan yang dilakukan
olehkonselor. Keempat hal tersebut apabila diamati dengan
baikmampumembentukgambarankonselisecaramenyeluruh,ter
masukmenggambarkankepribadian,latarbelakang,dan
internalframeofreferencekonseli.Konseloryanggagalmengamatikon
selidalamlingkupbudayadanagamakonselidapatmenarikinform
asi yang keliru dan menyesatkan sehingga
menggangguhubungannya dengan konseli. Konselor menjadi
tidak
melihatapayangterlihat,tetapisematamelihatapayangingindialih
at.Kesalahandalamasesmendandiagnosisini,menimbulkankesal
ahanpadaprognosisyangberujungpemilihanmetodedan
pendekatan konseling yang tidak tepat. Konselor
sebisamungkinmenggunakanpengetahuanmengenaikeempatha
ltersebut untuk membangun kedekatan dengan konseli,
bukanmalahmembuatjarakyangmenghambatproseskonseling.
Selainpengamatan,keterampilanmendengarkanmerupak
an kompetensi yang wajib dimiliki konselor
(GibsondanMitchell,2011:247).Keterampilaninimenjadiprasyarat
dasaruntukmenjalinkomunikasikonselingyangefektif.Mendeng
arsecaraaktifdidesainuntukmembantukonselormenyatusecarae
mpatikdengankonseli,membantukonselimengetahui bahwa
konselor memperhatikannya secara
cermat,danmendorongkonselimelanjutkanapayangingindicerita
kan.Melaluimendengarsecaraaktif,konselordapatmengecekpem
ahamannyaterhadapceritakonseli,menunjukkanpenerimaan
terhadap konseli, serta merangsang konselor
untukmenggalidanmemahamiperasaandanpemikirankonselisec
aramendalam. Perhatian konselor yang ditunjukkan melalui
prosesmendengarkan secara aktif merangsang konseli untuk
beranimengekspresikanpikirandanperasaannyasecaraspontan.
Hal ini dapat berfungsi sebagai langkah terapeutik/talking
curekarenapadakasus-
kasustertentukonselimerasalebihlegasetelahmengungkapkanpe
rmasalahannyadandidengarkandenganbaik.
Senimendengarkansecaraaktifdilakukandenganmendeng
arkankonselidanmemberikanfeedbackuntukmenggaliinformasi
yang lebih dalam lagi. Tugas konselor dalam hal
iniadalahuntukmendengarkan,bukandituntutuntukmenawarkan
solusi-solusibagikonseli(GeldarddanGeldard,2011b:54-59).
Konselormemerlukankesabarandankepekaanuntukdapatmelak
ukannya.Kesabaranmemungkinkankonseloruntukmembiarkans
ituasiberkembangsecaraalamisesuaidenganritme konseli,
mentolerir ambiguitas, tidak takut pemborosanwaktu, serta
dapat menahan feedback untuk ditunjukkan
padawaktuyangtepat.Konselorpekaterhadapreaksidirinyasendi
ri,mengetahuibagaimana,dimana,danberapalamamelakukanpe
nelusurankonseli,mengajukaninformasiataupertanyaanyangme
ngancamkonselidenganarif,danpekaterhadaphalyangmudahme
nyentuhdirinya(Asmani,2010:208-
209).Berbagaikemampuantersebuthendaknyadilakukansecarace
rmatnamuntetapwajar.Konselorjangansampaimenghilangkanpe
san-pesanpenting,namunjugajanganterlalumemaksakan diri
untuk berkonsentrasi sehingga terkesan tidakalami dan
membuat konseli tidak nyaman. Konselor menyimakdengan
saksama, bukan hanya sekadar mendengar.
Konselorseyogyanyatidakhanyamemfungsikaninderatelingasaj
a,tetapi juga menyertakan sikap badan, raut muka, dan
atribusinonverballainnya.
Mendengarkan secara aktif menuntut
konseloruntukbeingmindfull,yaitumelibatkandirisecarautuhdan
menyeluruh yang ditunjukkan melalui aspek kognitif,
afektif,dan psikomotoriknya. Kognisi konselor memilah dan
mengolahinformasidengancermatdanmendalamsehinggamunc
ulgambaranutuhmengenaiceritakonselimenurutperspektifkonse
lor dan menurut perspektif konseli. Indera
pendengarankonselormenangkapinformasiauditori,sementarap
osisibadannyamenunjukkanperhatianyangsungguh-
sungguhkepada konseli. Ketiga aspek tersebut tidak lepas dari
pengaruhlatarbudayadanagamakonselorsehinggakemampuann
yatersebutharusdisadariterutamaketikamelayanikonselidenganl
atar budaya dan agama yang berbeda. Berbekal
pengetahuantersebut, konselor dapat memberikan feedback yang
tepat
sesuaidengankeadaankonselidalamlingkuplatarbudayadanaga
makonseli.
Keterampilanpengamatandanmendengarkanaktifdalam
komunikasi konseling mencakup dua jenis keterampilandasar,
yaitu keterampilan verbal dan keterampilan
nonverbal.Kepekaanterhadapaspekbudayadanagamamenjadisa
lahsatuanprasaratuntukdapatmengaplikasikanketerampilanters
ebutdengan efektif dan efisien.
a. KeterampilanVerbal
Keterampilanpengamatandalamkomunikasikonseling
perludibekalidenganpengetahuanmengenaiketerampilanverbal.
Konselor ketika mengamati konseli menyerap
informasisebanyak-
banyaknyatanpamengajukanpertanyaan.Komunikasiterjadi
secara searah dimana konseli menyampaikan
informasi,sementarakonselorberfokusuntukmenangkapinforma
si.Pengamatan dilakukan secara intensif meliputi berbagai
aspekverbal konseli, meliputi bahasa yang digunakandan
pemilihantemapembicaraan.Semakinkonselormendominasipem
bicaraan,semakin buruk pengamatan yang dilakukan. Informasi
verbaldiserap dan ditempatkan sesuai pengetahuan subjektif
konselidan konteks pembicaraannya. Bahasa yang digunakan
konselimencerminkankemampuansertalatarbudayadanagamak
onseli.Penelaahansecaramendalamterhadaphaltersebutmemuda
hkan konselor memahami struktur pemikiran
konselidalammemandangdirinya,permasalahannya,danduniase
kitarnya.Sikapdanperilakukonseliyangsemuladinilaibertentang
an dengan pandangan konselor menjadi lebih
dapatdipahamisehinggaterbentukkedekatanemosionaldimanak
onselormenjadilebihmudahmenerimadanmemaklumikonselibes
ertaseluruhkelebihandankelemahannya.
Berbedadenganpengamatanyangdilakukansecarasearah,
mendengarkansecaraaktifmerupakankomunikasiduaarahdiman
akonselormendengarkandenganpenuhperhatiansekaligusmemb
eritanggapanuntukmendorongkonseli lebih jauh
mengekspresikan pikiran dan perasaannya.Hal ini menuntut
konselor untuk memperhatikan aspek
verbalkonseli,berkonsentrasimendengarkankonseli,menelusuric
ara
berpikir konseli, memperkirakan apa yang dirasakan
konseli,dan meresponnya dengan tanggapan yang tepat secara
wajardanalami.Untukitu,konselormemerlukanpengetahuanyan
g memadai mengenai diksi, kecepatan berbicara,
intonasi,penggunaanhumor,penyampaiansecarasingkatdanjelas
,sertatiming/waktu yang tepat sehingga terbangun keselarasan
antarakonselordan konseli.
Keterampilanverbalterkaitketerampilammendengarkanse
cara aktif dalam konteks komunikasi konseling yang
pekabudayadanagamaadalah(1)menyapakonseli,
(2)ajakanuntukmemulaiberbicara,
(3)penggunaanresponminimal,
(4) permintaan singkat untuk melanjutkan, (5) refleksi
pikirandanperasaan,serta(6)klarifikasiisipikirandanperasaan.Se
mua hal tersebut dilakukan dalam lingkup latar budaya
danagama yang sesuai dengan konseli. Keenam jenis
keterampilanverbaldalammendengarkanaktifmembantukonselo
rdankonseli untuk mencapai identifikasi pribadi yang hanya
bisadicapaiolehpasanganyangmenggunakancaraberbicarayang
sama (Semiun, 2010:428). Konselor terbantu untuk
dapatmenyelaraskan aspek verbalnya sesuai dengan latar
belakangbudayadan agamakonseli
Pertama; menyapa konseli ketika pertama kali
bertemukonselidiiringilangkahkedua;permintaanterhadapkonsel
iuntuk berbicara. Menyapa konseli sebelum konseli
menyapakonselormenimbulkankesanhangatdanditerimasehing
gamenghapus keraguan konseli untuk menemui konselor.
Startingpointdapatmenggunakanpertanyaanringanseperti“Bagai
manakabar Anda hari ini?” atau “Apa yang hendak Anda
ceritakankepadasaya?”ketikakonselisukarmemulainyadenganc
aranyasendiri.Konselormemilihkalimatsapaandankalimatpemb
ukayang familiar digunakan menurut budaya dan agama
setempatatau menurut budaya yang dapat menyelaraskannya
dengandengan konseli. Konselor dapat membantu konseli
untuk tidakperluterburu-
burudanmemberikonselikesempatanuntukmemulaicerita
setelah konselisiap.
Ketiga; apabila konseli telah memulai ceritanya,
konselordapatmenggunakanresponminimalyangtepatuntukme
mpertahankankelancarankomunikasi.Responminimalseperti
“hm”, “ya, ya”, “saya mengerti”, “oh, ya”, “oh,
begitu”meskipunsederhananamunakanmembuatkonselimerasa
didengarkandenganpenuhperhatian.Katasederhanayangdiucap
kan dengan bahasa keseharian atau bahasa ibu
konseli,misalnya kata “o...nggih...”, “leres...” bagi budaya Jawa,
akanmenambahkeselarasankomunikasidalamprosestersebutter
utamabilakonselimemanglebihfamiliarmenggunakanbahasaters
ebut.
Keempat; pada saat konseli tiba-tiba tersendat dan
tidakdapat melanjutkan cerita karena diliputi perasaan yang
sangatdalam,konselordapatmembantukonselimenggunakanper
mintaan singkat untuk melanjutkan seperti “terus?”,
“lalu?”,“teruskan”, “tidak apa-apa, lanjutkan”, dsb. Kalimat
tersebutjuga dapat digunakan konselor ketika konseli tersendat
atauragu berbicara karena menganggap cerita tersebut terlalu
tabujikadilihatdarisegibudayadanagamayangdianutnya.
Kelima;perlubagikonseloruntukmelakukanpemantulanpi
kirandanperasaankonselidengancaramerefleksikanpernyataank
onseliataumengklarifikasinya.Keduatekniktersebut dapat
dilakukan dengan cara memparafrasekan ataudengan cara
menyatakan kembali/restatement. Refleksi pikiranatau gagasan
menyangkut komponen pengalaman dan reflektifdalam pesan
konseli, sedangkan refleksi perasaan menyangkutkomponen
afektif dalam pesan konseli (Winkel, 1997:354-355).Misalnya
konseli menyatakan, “Teman karib saya datang
ketikasayamakansiangbersamateman-
temansekelassaya.Kamisedangasyiksekaliwaktuitu.Tiba-
tibadiadatangdanmenagihhutangsayadihadapanteman-
temanyanglain.Sayatidakmenyangka dia akan tega melakukan
itu kepada saya,
padahalsayasudahmenganggapnyasebagaitemankarib.”Konsel
ordapat merefleksi pikiran konseli misalnya dengan kalimat
“Oh,sahabatkaribAndamenagihhutangketikaAndasedangasyik
makan bersama teman-teman,” dan merefleksi perasaan
konselidenganmengambilaspekemosionaldalamceritatersebut,
misalnya“Jadi,AndamerasakecewakarenasahabatkaribAndame
mbuat anda malu di hadapan teman-teman Anda.”
Apabilakonselorhendakmerefleksipernyataankonselidengancar
arestatement,konselormengulangkembalikalimatyangtelahdiuca
pkan konseli, misalnya “tiba-tiba teman karib Anda
datangdanmenagihhutangdihadapanteman-
temanAnda,”atau“Anda tidak menyangka dia tega melakukan
itu, padahal Andasudah menganggapnya sebagai teman karib.”
Refleksi
pikiranmaupunrefleksiperasaanakanmengarahkanpembicaraan
sesuaidenganalurkonselidanmenjagakonseloruntukmerespon
secara proporsional. Melalui refleksi, konselor
dapatmenghindarkan diri dari usaha mempengaruhi konseli
denganpemikiran dan perasaan konselor, misalnya jika
dibandingkandengan kalimat “Anda lebih suka ketika dia
menagih
hutanglewattelepon”.Meskipunpernyataanitumungkinbenar,na
munkonselimenjaditerpengaruhdenganpemikirankonselorterse
but.Parafrasedanrestatementjugameminimalkanbiasbudayadana
gamayangmungkintimbulakibatperbedaanpesanyang ditangkap
konselor berdasar budaya dan agama konselordengan pesan
yang hendak disampaikan konseli dengan latarbudaya dan
agama konseli. Hal ini dikarenakan konselor
tetapberadapadapernyataanyangdisampaikankonseli,bukanme
nciptakanpernyataan-
pernyataanbarumenurutkonseloritusendiri.
Keenam, emosi yang terlalu dalam sering membuat
ceritakonseli tidak terstruktur dengan baik, alur cerita bergerak
bolakbalik, dan informasi tumpang tindih sehingga konselor
perlumelakukan klarifikasi untuk mengecek pemahaman
konselorterhadap cerita konseli tersebut. Parafrase dan
restatement dapatdigunakan dalam hal ini. Konselor juga dapat
menggunakanpertanyaanuntukmengecekpemahamannya,misal
nyapadakasusdiataskonselordapatbertanya,“Jadiyangmenagihh
utangadalahsahabatkaribAnda?”atau“Andamerasakecewa
dengan sikap sahabat karib Anda, begitu?” Tanggapan
konseliselanjutnyaakanmenunjukkantepat/tidaknyapemahama
nkonselormengenai cerita konseli.
b. Keterampilan Nonverbal dalam Pengamatan
danMendengarkan secaraAktif
Pengetahuanmengenaiketerampilannonverbalmutlak
dibutuhkankonseloruntukdapatmelakukanpengamatandan
mendengarkan secara aktif dengan baik. Aspek verbal
dannonverbal saling menguatkan sehingga kebuntuan
pengamatandalamhalverbaldapatdicarijawabannyamelaluiaspe
knonverbal.Aspeknonverbalmeliputireaksiatautanggapantanpa
menggunakankata-kata(words),misalnyamenunjukpintu dengan
tegas sebagai ganti kata “pergi!”. Semua
penandanonverbaltersebutselalumemilikitigadimensi,yaitu(Littl
ejohndanFoss,2005:105).Setiaptandamemilikiarti/maknatersendi
ri,namunmaknatersebutsifatnyaselaluterikatkonteksnya(context
bound).Misalnyaisyarattersebutmemilikimakna(dimensisemantic
s)“keluardariruanganinisekarangjuga!”Sikapkeseluruhanbagai
manaisyarattersebutsemantics,syntactics,dan pragmatics
ditunjukkan menggambarkan dimensi systactics,misalnya
dengan tegas atau dengan tertawa. Dimensi pragmaticsisyarat
tersebut adalah mengenai bagaimana isyarat
tersebutdimaksudkan, apakah bermaksud bercanda atau
menghardik.Satu tanda nonverbal dapat memiliki beragam
implikasi dalamtiapdimensisemantics,syntactics,danpragmatics-
nya.
Tekniknonverbalyangdapatdigunakankonselorketikame
ngamatidanmendengarkansecaraaktifdapatdiperolehdenganme
ngkombinasikan,menyintesiskan,danmenyederhanakanteknikn
onverbalmenurutWinkeldanmenurutpendapatMashudi,yaitum
enjadi(1)posturdanposisitubuh,(2)ekspresiwajah,(3)kontakmata,
(4)paralanguage,
(5) gerakantangan,dan(6)sentuhan(Winkel,1997:368-
369;Mashudi, 2012:107-109). Keenam hal tersebut, bersama
aspekverbalkonselor,membentuksatukoordinasiutuhdankongru
ensehinggapesanyangdisampaikanmenjadijelasdanmudah
ditangkap. Konselor seyogyanya dapat menunjukkan
kepaduantersebut secara wajar dan alami dengan
memperhatikan latarbudayadan agama konseli.
Pertama,posturdanposisitubuhkonselordapatmemberikes
an tertentu pada konseli, demikian pula sebaliknya.
Posisitubuhyangmeringkukdanmembungkukmemilikikesanya
ng berbeda dengan posisi tubuh yang terbuka dan
santai.Konselordankonseliyangtelahtersetaladenganbaikakanm
enunjukkanposisitubuhyangselaras,misalnyakonseliyangmenco
ndongkantubuhnyauntukmengatakansesuatuyang rahasia akan
secara otomatis ditanggapi konselor
denganmencondongkantubuhnyakearahkonseli.Keselarasanters
ebutdapatdimanfaatkankonseloruntukmempengaruhiposisitub
uh konseli sehingga lebih santai. Namun begitu, postur
danposisi tubuh juga dipengaruhi budaya. Sikap menunduk
padabudaya tertentu menunjukkan sikap penghormatan
sementarapadabudayalaindapatmengartikannyasebagaiinferior
itassehingga konselor harus jeli melihat postur dan posisi
tubuhsesuaidengankonteksdanlatar budayadanagama.
Kedua,ekspresiwajahmencerminkankilasan-kilasanemosi
yang sedang berlangsung dalam benak konselor
maupunkonseli.Konselormengamatiperubahan-
perubahanekspresikonseli dengan seksama, sekaligus
menujukkan ekspresi wajahyang menyiratkan penerimaan
konselor terhadap konseli. Carayang paling sederhana adalah
dengan tersenyum.
Senyumandiharapkandalamkomunikasikonselingadalahsenyu
manyang sebenarnya, bukan sekadar menarik bibir karena
senyumyang tulus dan sarat emosi dan senyum yang semata
untukmenunjukkan kesopanan adalah berbeda. Senyum
merupakansikap alamiah yang muncul melalui ekspresi
manusia
sehinggamaknanyayangtermuatdidalamnyarelatifseragamdala
mberbagai budaya dan agama di dunia. Konselor dapat
denganamanmenggunakannyatanpakhawatiradanyabiaskarena
berbedaanlatar budayadan agama.
Ketiga,konselorperlumenjagakontakmatadengankonselise
suaidenganbudayadankenyamanankonseli.Budayatertentu,mis
alnyabudayatimur,mengganggapmemandanglangsung ke mata
orang lain terutama yang lebih tua
tidaklahsopan,sementarabudayalain,misalnyabudayabarat,men
ganggapmenataplansungkemataoranglainmenunjukkankejujur
andanketerusterangan.Agamatertentu,misalnyaIslam, juga
membatasi terjadinya kontak mata antara laki-lakidan
perempuan. Namun, kontak mata yang diharapkan
secaraumum adalah kontak mata yang mengindikasikan
penerimaandan persahabatan, tidak terlalu menyelidik, juga
tidak terlalutakacuh.
Keempat,komunikasiyanglancardapatdiusahakandenganm
enyelaraskanparalanguagekonselordenganparalanguagekonseli.
Perbedaan budaya turut andil dalam
mempengaruhiperbedaanparalanguage,misalnyanampakpadape
rbedaanintonasi, kecepatan bicara, dan volume suara
masyarakat
SolodanmasyarakatBanyumas.Konselorseyogyanyapekaterhada
pperbedaantersebutdanpadataraftertentumenyesuaikanintonasi
,kecepatanbicara,danvolumesuaranyadengankonseli namun
tetap secara wajar. Penyetalaan paralanguage iniselain untuk
menjalin keakraban juga dapat digunakan
untukmempengaruhiemosikonseli,yaitudengancaramasukkedal
am suasana konseli, menyetarakannya, kemudian
konselormengubahnyasecaraperlahansehinggakonseliterinduks
itanpasadar(GeldarddanGeldard,2011a:66-
67).Konseliberbicaramerepet,cepat,danmelengkingmenunjukka
nadanyaindikasi sedang mengalami kecemasan. Konselor
menyetarakanparalanguage-nya mengikuti cara bicara konseli
tersebut.
Setelahtersetaladenganbaik,konselormerendahkankannadanya,
memelankantempobicaranya,danmenenangkansuaranya.Konse
litanpasadarakanterinduksiperubahankonselorsehinggaturutbe
rbicaradenganlebihtenangdanteratur.
Kelima dan keenam, gerak isyarat dan sentuhan
konselorterkontroldanproporsionalsehinggatidakmengganggu
jalannyakomunikasi.Perubahangerakdiusahakanterjadisecaraal
ami dan tidak tergesa-gesa agar tidak menganggu
konsentrasikonseli. Begitu pula dengan sentuhan. Sentuhan
pada
waktuyangtidaktepatjusterumengganggukenyamanankonseli.L
ebih jauh lagi, terkait budaya dan agama tertentu,
misalnyadalamagamaIslam,konselortidakmembangunkedekata
nmelalui sentuhan ketika konselor dan konseli berlainan
jenis.Kedekatan fisiknya dengan konseli diatur untuk tidak
terlaludekat sehingga membuat tidak nyaman, tetapi juga tidak
terlalujauhsehingga memberi kesankurangakrab.

C. Simpulan
Budaya dan agama menjadi salah satu hal pokok
yangberpengaruh dalam pembentukan kebiasaan, karakteristik,
dannilai diri konseli. Teknik verbal berupa sapaan, ajakan
untukmemulai berbicara, penggunaan respon minimal,
permintaansingkat untuk melanjutkan, refleksi pikiran dan
perasaan,
danklarifikasiisipikirandanperasaansertatekniknonverbalberupa
postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, paralaguage,
gerakantangan,dansentuhandalamketerampilankomunikasikon
selingyangpekaterhadapaspekbudayadanagamamembantukons
elor untuk dapat memahami konseli sesuai
pengetahuansubjektif konseli menurut nilai-nilai yang
dianutnya.
Konseloryangpekaterhadapciriumum/generaldancirikhusus/kek
hasankonseli, yang dibentuk salah satunya oleh faktor budaya
danagama, membantu konselor untuk memahami konseli
denganlebih baik lagi sehingga konseling dapat terselenggara
secaraefektifdan efisiendalam rangka mencapaitujuan.
DAFTARPuSTAKA

Asmani,JamalMa’mur,2010,PanduanEfektifBimbingandanKonselin
gdiSekolah,Yogyakarta:DivaPress.
Damasio,
Antonio,2009,MemahamiKerjaOtakMengendalikanEmosidan
MencerdaskanNalar,cet.ke-
1,terj.YudiSantoso,Yogyakarta:PenerbitBaca!
Enjang A.S.,2009,KomunikasiKonseling,cet.ke-
1,Bandung:PenerbitNuansa.
Geldard,KathryndanGeldard,David,2011a,KeterampilanPraktik
Konseling: Pendekatan Integratif, cet. ke-1, terj.
EvaHamdiah,Yogyakarta:PustakaPelajar.
2011b, Konseling Remaja Pendekatan Proaktif untuk
AnakMuda,edisike-
3,terj.EkaAdinugraha,Yogyakarta:PustakaPelajar.
Gibson, Robert L. dan Mitchell, Marianne H., 2011,
Bimbingandan Konseling, ed. ke-7, terj. Yudi Santoso,
Yogyakarta:PustakaPelajar.
Griffin,EmoryA.,2003,AFirstLookatCommunicationTheory,ed.ke-
5,Taipei:McGraw-HillCompanies,Inc.
Hamdani,2012,BimbingandanPenyuluhan,Bandung:CVPustakaSet
ia.
Lesmana, Jeanette Murad, 2008, Dasar-Dasar Konseling,
Jakarta:UI-Press.
Littlejohn,Stephen W. dan Foss,Karen A., 2005, Theories of
HumanCommunication,ed.ke-8,Canada:Wadsworth.
Mashudi, Farid, 2012, Psikologi Konseling, cet. ke-2,
Yogyakarta:IRCiSoD.
Poerwadarminta,W.J.S.,1976,KamusUmumBahasaIndonesia,
Jakarta: Balai Pustaka.
Ramadhani,Savitri,2008,TheArtofPositiveCommunicatingMengasa
h Potensi dan Kepribadian Positif pada Anak
melaluiKomunikasiPositif,ed.ke-1,Yogyakarta:Bookmarks.
Semiun,Yustinus,2010,KesehatanMental3,cet.ke-
5,Yogyakarta:PenerbitKanisius.
Winkel,W.S.,1997,BimbingandanKonselingdiInstitusiPendidikan,
Jakarta:Grasindo.
Yusuf,SyamsudanNurihsan,JuntikaA.2006.LandasanBimbingan&
Konseling.Bandung:PTRemajaRosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai