Anda di halaman 1dari 30

CASE 1 TM: DENGUE HEMORRAGIC FEVER

1. FEVER
 Definition
- Kenaikan suhu tubuh hasil dari aktivitas pyrogenic (endoktosin bakteri) yang meningkatkan
set point thermostat di hipotalamus
- Temperature yang disebut sbg fever:
 Rectal temperature ≥ 38 C
 Oral temperature ≥ 37,6 C
 Axillary temperature ≥ 37,4 C
 Tympanic temperature ≥ 37,6 C
 Etology
- Infeksi: bakteri, virus, protozoa, parasite
- Non infeksi: inflamasi, neoplasi, efek samping obat
- Substansi yang dapat menyebabkan demam disebut dengan pyrogen, di klasifikasikan:
 Exogenous
 Di produksi outside of the host
 Ex. Gram (-) cell wall compenent (lipopolisakarida), toxins of microorganism,
enterotoxins of stap. Aureus & group A dan B streptococcus yang bernama
superantigens
 Endogenous (di produksi o/ immune cells)
 Pyrogenic cytokines: IL-6, IL-1, INF-γ , Ciliary Neurotropic Factor (CNTF),
TNF-α , antigen-antibody complex
 Types
- Based on duration:
o Acute (<7d)
o Subacute (tdk lebih dr 2 wk)
o Chronic (> 2 wk)

- Based on heigh of body temperature:


o Continuous (sustained)
 Peningkatan suhu tubuh secara terus menerus
 Penurunan suhu tubuh tidak lebih dari 1 ̊ C / 2 F̊ dalam 24 jam
 contoh : varicella, pneumonia, thypoid (minggu ke 2)
o Intermittent

 Suhu naik kemudia turun sampai normal paling tidak 1x24 jam
 Biasanya normal atau turun di pagi hari
 Pada malaria, parasite release ke sirkulasi setelah 48-72 jam of erythrocytic
cycle of plasmodium falciparum/ovale/vivax
 Malaria:
 Plasmodium falcifarum  daily fevers/quotidian (naik setiap hari)
 Ex. malaria, TB, schistosomiasis, pyogenic infection, leptospira,
salmonellosis
o Remittent
 Daily fever dengan kenaikan suhu melebihi 2 ̊C, tapi tidak menyentuh
normal
 Biasanya turun di pagi hari dan kembali larut pada malam hari
 Ex. Infective endocarditis, rickettsiae disease, brucellosis, thypoid (1 minggu
awal)
o Relapsing
 Periode demam yang diselingi dengan fase tanpa demam
 Malaria:
 Plasmodium vivax/ P. ovale  tertian fever (naik setiap 48-72 jam)
 Plasmodium malariae  quartan fever (naik setiap 72-96 jam)
 Ex. Brucellosis, tuberculosis
o Saddle back (biphasic)
 Beberapa hari demam kemudian ada gap sekitar 1 hari demam turun
(namun tdk normal) lalu beberapa hari kemudian demam kembali
 Ex. dengue, yellow fever, viral infection, poliomyelitis
2. THERMOREGULATION
 Normal body temperature

Normal temperature : 36.1C – 37.2C (WHO) dengan rata-rata 37C yang paling baik diperiksa
pada rectal/mulut.

Angka tersebut di dapatkan dari suhu di dalam tubuh yang terbagi atas :

 Core
- Terdapat pada deep structure (organ,CNS,otot)
- Diregulasi oleh hipotalamus dan cenderung untuk konstant karena proses metabolisme
dalam tubuh berdasarkan temperature-dependent.
 Shell
- Terdapat di bagian superficial (kulit dan subkutan)
- Sangat dipengaruhi oleh suhu di sekitar tubuh jadi cenderung untuk fluktuatif
- 1-6 C lebih rendah dibandingkan core temperature
 Thermoregulation :
 Definisi
Kemampuan untuk mempertahankan homeostatis tubuh dengan menyeimbangkan produksi
panas dan kehilangan panas. (heat production=heat loss)
 Heat production
Penghasilan panas pada tubuh merupakan hasil metabolisme dari tubuh,
Dipengaruhi oleh :
o Laju metabolisme basal semua sel tubuh
o Laju metabolisme tambahan akibat aktivitas otot, menggigil
o Metabolisme tambahan akibat tiroksin
o Metabolisme tambhaan akibat epinefrin, norepinefrin,& perangsang simpatis thdp sel
o Metabolisme tambhaan yang disebabkan oleh penignkatan aktivitas kimiawi di dalam
sel sendiri
o Metabolsime tambhaan yang diperlukan oleh pencernaan, absoripsi dan penyimpanan
makanan
 Heat loss
Hasil panas dari metabolisme tubuh ini akan ditransfer keluar melalui kulit lalu ke sekitar.
o Dari core ke kulit
- Energi panas dikonduksi dari core ke kulit dengan pembuluh darah, jika aliran darah
cepat,makan konduksi panasnya pun akan cepat
- Hal ini dipengaruhi oleh lebar/sempitnya pembuluh darah yang diatur oleh sistem
saraf simpatetik.
- Vasodilatasi : lebih banyak energi panas yang dihantarkan
- Vasokonstriksi: lebih sedikit energi panas yang dihantarkan
o Dari kulit ke lingkungan
Energi panas yang berada dikulit akan disaluran ke sekitar lingkungan dengan cara:
- Konduksi (3%) : direct contact dengan objek
- Konveksi (15%) : dari pergerakan udara
- Evaporasi (22%) : water evaporasi dari tubuh yaitu keringat dan hembusan dari
paru-paru yaitu 600-700ml/hari
- Radiasi (60%) : mengeluarkan heat waves
 Regulation of hypothalamus
Temperature diregulasi oleh Preoptic Anterior Hypothalamus (POAH) & posterior
hypothalamus
o Reseptor :
- Kulit (luar) --> reseptor dingin dan panas
- Organ (dalam)--> deep temperature receptor: spinal cord, abdominal viscera,
great vein in upper abdomen and thorax
o Muara : Preoptic anterior hypothalamus (POAH) sebagai thermastat detection
o Neuron :
POAH: lebih sering untuk penghilang panas (heat disapation)  produksi keringat,
vasodilatasi, hambat thermogenesis
- Warm-sensitive neurons
Teraktivasi saat temp >37 --> aktivasi paraventricular nucleus (PVN) dan
lateralhipothalamus --> parasymphathetic outflow --> promote loss of heat
- Cold-sensitive neurons
Teraktivasi saat temp <37 --> aktivasi paraventricular nucleus (PVN) dan
posterior hipothalamus --> symphathetic outflow --> heat generation dan heat
conservation
- Temperature-insensitive neurons
POSTERIOR HYPOTHALAMUS
Heat promoting  menghambat produksi keringat, vasokontriksi, Body heat
production: shivering, sympathetic excitation of heat production, thyroxine
secretion, Piloerection
 Neuronal Effector Mechanism
o Saat hypothalamus deteksi suhu tubuh meningkat
- Vasodilasi pembuluh darah & inhibisi sympathetic center pada post.
Hypothalamus
- Sweating
- Menurunkan heat production  inhibisi chemical thermogenesis
o Saat hypothalamus deteksi suhu tubuh yang menurun
- Stimualasi posterior sympathetic center
• Vasocontriction
• Kontrasi erector pili muscle pd folikel rambu (piloerection)
- Peningkatan thermogenesis
• Shivering (menggigil)
Cold signal dari kulit &spinal cord  exitasi primary motor center of
shivering  melalui bilateral tract pd brain stem ke lateral column of
spinal cord  ant. Motor neuron  meningkatkan tonus otot & sinyal
non – rhythmical  shivering
*(singkatnya: hypothalamus  sympathetic NS  increase muscle tone
(shivering), vasocontriction)
• Chemical thermogenesis
Cooling POAH  ningkatin sekresi TRH  stimulasi TSH pd ant. Pituitary
 stimulasi sekresi thyroxine o/ kel. Tiroid  stimulasi epinephrine +
vasopressine hormone  vasocontriction, stimulatr glycolysis,
meningkatkan metabolic rate
• Behavioral control of body temperature
 Saat suhu tubuh ningkat  sensasi org tersebut lg overheated
 Saat suhu tubuh nurun  ada rasa cold discomfort
 Orang akan dgn sedemikian rupa melakukan adjustment o/ re-
establish comfort
3. DENGUE VIRUS
 Morphology
 Size: 50nm
 Family: flaviviridae
 Genus : Flavivirus
 Single stranded RNA
 Masa inkubasi: 4-10 hari
 Mempunyai 3 protein struktural:
o C: capsid/core protein
o M: membrane protein
o E: envelope protein
 Mempunyai 7 protein non struktural: u/ replikasi virus
NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B, NS5
*NS1 punya fungsi patologis dan diagnostic
 Characteristics
 4 serotype: DENV-1(mild), DENV-2(severe), DENV-3(plg sering di indo), DENV-4
 4 serotype mempunyai antigen yang bebeda  secondary infection dari serotype yang
berbeda atau multiple infection  bisa menyebabkan dengue (DHF/DSS)
 Transmission
 Biotic: Melalui nyamuk aedes (vector: aedes aegypti atau aedes albopictud tp jarang)
 Abiotic:
o Rainy session&temperature: bikin banyak nyamuk
o Human to human
 3 siklus:
o Enzootic cycle: monyet-aedes-monyet
o Epizootic cycle: non human primates (ex. Kera)
o Epidemic cycle: human-aedes-human
 Life cycle
1) Penempelan virus pada envelope glikoprotein (host)
2) Masuk melalui receptor dengan proses
endocytosis dan membentuk endosome
karena low PH
3) Terjadi proses uncoating dari vrial RNA dan
terjadi translasi di rER untuk pembentukan
protein virus
4) Protein virus akan menyebabkan perubahan
membrane yang menjadi tempat untuk
replikasi RNA
5) Replikasi genome terjadi pada sitoplasma :
terjadi proses replikasi complex
6) Penggabungan partikel2 virus yang terbentuk terjadi pada membrane plasma dan keluarnya
virus dengan cara budding sehingga tidak pecah selnya.

4. AEDES AEGYPTI

 Filum : arthropoda
 Class : Insecta
 Order : Diptera
 Family : Cullicidae
 Subfamily : CUlicinae
 Genus : Aedes
 Subgenus : Stegomyia
 Species : aegypti
 Morphology
 Relative kecil, berwarna hitam dan putih karena terdapat white/silver scale patches dengan
dasar warna hitam pada kaki dan bagian tubuh yang lainnya
 Ditemukan pertama kali di afrika
 Life cycle
 Eggs
o long, smooth, more or less ovoid shaped, and approximately 1 mm long. 
o Berwarna putih ketika pertama kali bertelur, lalu jadi warna hitam karena melanisasi
2 jam setelahnya
o Diletakkan di air pada lokasi yang bervarias (tidak semua telur pada 1 lokasi)
 Larvae
 Pupae
Pupa wanita lebih besar dari laki-laki
 Adult
Terdiri dari: head, thorax, dan abdomen (8 segmen dgn pola hitam putih)
 Habitat
 Pada area tropis dan subtrops, di dalam rumah, biasanya pada siang hari atau jika malam
hari jika ada cahaya
 Yang menggigit nyamuk perempuan
 Merupakan vector utama dengue fever, bisa juga chikungunya

5. DENGUE INFECTION
 Definition
o Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri, dan atau nyeri sendi dan
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia.
o Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. 
o Sindrom renjatan dengue (Dengue Shock Syndrome) adalah demam berdarah dengue
yang ditandai oleh renjatan/syok. 
 Epidemiology
o Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk yang
paling cepat menyebar di dunia
o Dalam 50 tahun terakhir, insiden meningkat 30 kali lipat dengan meningkatnya ekspansi
geografis ke negara-negara baru dan, dalam dekade ini, dari perkotaan ke pedesaan 
o Diperkirakan 50 juta infeksi dengue terjadi setiap tahun dan sekitar 2,5 miliar orang
tinggal di negara endemis dengue
o Dengue adalah masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia, Myanmar, Sri Lanka,
Thailand dan Timor-Leste yang berada di musim tropis dan zona khatulistiwa di mana
Aedes aegypti tersebar luas di daerah perkotaan dan pedesaan, banyak serotipe virus
beredar, dan demam berdarah adalah penyebab utama rawat inap dan kematian pada
anak-anak
 Risk factors
 Sanitasi lingkungan yang kurang baik (timbunan sampah, timbunan barang bekas, genangan
air yang berada di tempat tinggal sehari-hari)
 Adanya jentik nyamuk Aedes Aegypti pada genangan
 Adanya penderita DBD di sekitar pasien
 Urbanisasi tak terkontrol --> kekurangan suplai air
 Kurang infrastruktru dalam mengkontrol nyamuk
 Pasien yang memiliki risiko tinggi untuk terkena severe disease dan komplikasi : bayi (plasma
lekage lebih tinggi dibandingkan org dewasa), orang tua, obesitas, ibu hamil, peptic ulcer
diseaas, sedang menstruasi, abnormal vaginal bleeding, haemolytic disease, congenital
heaert diseas, NSAID treatment (karna dapat menambah kegagalan fungsi hati dan platelet
 Pathogenesis
 Primary infection
Induce lifelong protective immunity to the infecting serotype
 Secondary infection
o Severe dengue  immunomediated
o Cell-mediated, humoral, complement
o Antibody-dependent immune enhancement theory (ADE)
- Cross-reactive antibody fr 1st infection  bind with epitopes of infecting virus
 fail to neutralizes the current serotype  enhances viral uptake (to
monocytes and macrophages)
- Stronger immune response
- More infected cells, higher viral load

 Virus masuk kemudian aktivasi sistem imun innate, virus infeksi pada makrofag atau
sel dendritik → mediator inflamasi dan virus meningkat
 NS1 menempel pada glycocalyx pada sel endotel pembuluh darah sehingga
terjdinya kebocoran plasma
 Glycocalyx berperan dalam seleksi molekul yang melewati membran permeabel
berdasarkan ukuran, bentuk dan muatannya 
 Gejela parah lebih sering terjadi pada secondary infection dengan serotipe yang
berbeda, memiliki mekanisme antibody dependent enhancement
 Terjadi ketika antibody yang heterologous dari infeksi sebelumnya gagal untuk
membunuh virus serotipe baru, meningkatkan adesi dengan Fcy Reseptor (pada sel
makrofag dan monosit) → viral replication meningkat 
 Bisa terjadi pada infant yang ibunya memiliki antibody dengue
 Classification (WHO 2011)
o Undifferentiated fever
 Infants, children and adults who have been infected with dengue virus,
especially for the first time (i.e. primary dengue infection)
 Biasanya terdapat maculopapular rash bersamaan dgn demam atau saat sudah
tdk demam
 Sering juga ada upper respi & GI symptoms
o Dengue fever (DF)
 Dengue fever (DF) is most common in older children, adolescents and adults.
 It is generally an acute febrile illness, and sometimes biphasic fever with severe
headache, myalgias, arthralgias, rashes, leucopenia and thrombocytopenia may
also be observed
 Jarang terjadi perdarahan
o Dengue hemorrhagic fever (DHF)
 Dengue haemorrhagic fever (DHF) is more common in children less than 15
years of age in hyperendemic areas, in association with repeated dengue
infections
 Insidensi pada dewasa jg meningkat
 characterized by the acute onset of high fever and is associated with signs and
symptoms similar to DF in the early febrile phase. There are common
haemorrhagic diatheses such as positive tourniquet test (TT), petechiae, easy
bruising and/or GI haemorrhage in severe cases. By the end of the febrile phase,
there is a tendency to develop hypovolemic shock (dengue shock syndrome)
due to plasma leakage.
 Warning signs: vomiting, abdominal pain, lethargy or restlessness, or irritability
and oliguria are important for intervention to prevent shock
o Expanded dengue syndrome
 Terdapat keterlibatan organ yang parah seperti hati, ginjal, otak atau jantung
yang terkait dengan infeksi dengue

 Clinical course
 Febrile phase (3-7 hari)
o Demam tinggi tiba2
o Non specific symptoms (facial
flushing, myalgia, headache, dll) +
mild nose bleeding
o Menurun total WBC, (+) tourniquet
test
 Critical phase (onset dari day 3-6 of
illness, durasi selama 24-48 jam)
o Defervesence (penurunan suhu
tubuh sampai normal)
o Meingkatnya capillary
permeability
o progressive leukopenia,
thrombocytopenia, dan plasma
leakage
o meningkatnya hct
 recovery phase (onset sekitar day 6-8 of illness)
o extravascular fluid reabs. Terjadi pada 48 jam
o clinical symptoms berkurang
o hct stable/low, WBC meingkat, platelet count normal
o general well membaik, napsu makan membaik, GI symptoms membaik, status
hemodinamik stbail, dan diuresis dpt terjadi
 Prevention
 Primary
o Proper personal hygiene, good sanitation condition.
o 3M:
- menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat minum hewal sekali dalam
seminggu
- menutup rapat tempat penampungan air agar nyamuk tidak masuk
- mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan jika sudah
tidak terpakai
 Secondary
o Early detection and prompt management to prevent SEVERE DENGUE
o Ada orang di lingkungan DB.
o Kemudian keluarga/anak demam  segera bawa ke dokter
 Dengue case classification by severity

 Case definition (diagnosis)


o Dengue fever (DF)
Inkubasi: 4-6 hari (biasanya rata2 3-14 hari)
- Cinical appearance:
• Fever
Antara 39-40 derajat, bifasik, selama 5-7 hari
• Rash
o Wajah, leher, dada selama 2-3 hari
o Menjelang akhir periode demam atau segera setelah demam,
ruam umum memudar dan kelompok petechiae lokal dapat
muncul di dorsum kaki, di kaki, dan di tangan dan lengan
• Hemorrhagic
(+) tourniquet test dan/atau petechiae
- Lab
• Tourniquet test(+) (≥10spots/squareinch) &leukopenia (WBC <5000
cells/mm3)  positive prdictive value70-80%
• WBC biasanya normal, kemua leucopenia & decrease neutrophil
• Platelet biasanya normal, namun Mild thrombocytopenia (100 000 to
150 000 cells/mm3) is common and about half of all DF patients have
platelet count below 100 000 cells/mm 3; but severe thrombocytopenia
(<50 000 cells/mm3) is rare.
• HT rise 10%
• AST ALT elevated
o Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
- Clinical appearance
o Demam tinggi, history of acute fever selama 2-7 hari, biasanya bifasik
o Manifestasi hemorrhagic (min. ada 1):
o (+) tourniquet  plg sering
o Ptechiae, echymosses, purpura, epiktasis, gum bleeding,
haematemesis and/or melena
- Lab:
o Thrombocytopenia (platelet =<100.000 celss/mm 3)
o Meningkatnya vascular permeab.  plasma leakage menyebabkan:
Hct ≥ 20% dari baseline
o Dengue Shock Syndrome (DSS)
Semua kriteria yang ada di DHF harus muncul +circulatory failure ditandai dengan:
- PR yang cepat dan lemah
- Pulse pressure ≤ 20 mmHg dengan meningkatnya tekanan diastole
- Hypotension bergantung pd usia:
• Systolic <80 untuk <5 YO
• Systolic 80-90 untuk ≥ 5 YO
- Cold, clammy skin, dan restlessness
o Expanded dengue syndrome (unusual or atypical manifestations)

- Neurological, hepatic, renal and other isolated organ involvement. These could
be explained as complications of severe profound shock or associated with
underlying host conditions/diseases or coinfections. 
- Indonesia sering terdapat encephalopathy
- Usually underreported
DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

 SS & grading
*grading III dan IV udah masuk ke DSS
 Diagnosis (sama kyk di case definitions)
 Differentiating DF x DHF
Adanya plasma leakage pada DHF
 Monitoring
 Periksa Hct dan platelet setiap 12-24 jam (jika hct > 20, menandakan adanya plasma
leakage)
 Early detection of shock:
o Chest x-ray: pleural effusion
o Abdominal pain x-ray photo or usg: ascites
 Serum albumin level
 Selama monitoring, pada pasien yang dicurigai DHF  drop in hct following volume
replacement ≥ 20% baseline
 DD
 Febrile phase: flu, campak, chikungunya (IgG & IgM anti dengue positif), rubella
 Critical phase: thypoid (krn dhf saddle back, thypoid remittent), leptospirosis,
 Complications
Berdasarkan fase:
 Febrile phase: dehidrasi, febrile seizure
 Critical phase: shock, severe hemorrhage
 Recovery phase: hypervolemia (jika fluid therapy berlebih) dan acute pulmonary edema
 Diagnosis
Timeline infeksi dengue virus primer dan sekunder dan metode diagnostik

Pada infeksi primer, Ig M terdeteksi setelah >5 hari setelah onset ilnees, dan meningkat selama 2
minggu hingga tidak terdeteksi lagi 2-3 bulan. Makanya kalo diperiksan Ig M 5 hari pertama biasanya
negative karena muncul telat. Sedangkan untuk Ig G baru muncul setelah 10 hari dari onset namun akan
tetap ada pada periode yang cukup lama.

Pada infeksi dengue sekunder (dimana host sudah punya antibodi yang mengenal virus dengue), ig G
akan terdeteksi pada level rendah pada 1 minggu awal dan mulai terjadi peningkatan titers setelah 1
minggu (lebih tinggi dari sebelumnya) dan akan terus ada sampai waktu yg cukup panjnag. Namun untuk
Ig M levelnya cenderung lebih sedikit dibandingkan pada infeksi primer.

Diagnostic method untuk deteksi virus dengue:

 Isolation virus
o Diambil pada 6 hari pertama
o Spesimen : acute phase serum, plasma dari pasien, autophy tissue pada fatal case
o Konfirmasi : dengue virus bereplikasi to 10 6 sampai 107 pada 1 jam pertama hingga 5 hari &
adanya antigen pada IFA (immunofluorescence)
o Gold satandar karena memberikan konfirmasi kuat namun prosedure rumit & diperlukan
teknologi canggih sehingga jarang dilakukan.
 Viral nucleic acid detection
o Terdeteksi menggunakan RT-PCR ( reverse transcriptase polymerase chain reaction assay).
Metode lebih lebih spesifik dan lebih sensitif dibandingkan virus isolation
o Prinsip : nucleic acid extraction & purification , amplification nucleic aci, detection of
amplified product
 Viral antigen detection
o NS1 merupakan protein hasil produk gen yang sangat penting untuk replikasi dan
keberadaan virus, protein ini disekresi oleh sel mamalian bukan oleh sel serangga. NS1
antigen ini muncul dari hari pertama onset fever dan menurun pada hari ke 5-6 (bisa
pada infeksi primer/sekunder),
o Metode : ELISA dan dot blot assay directed against membrane antigen NS1. Sudah ada
bentuk commercial kit yang mendeteksi NS1
 Serological test :
Ada 5 tes dasar serologi untuk infeksi dengue:
 Haemagglutination-inhibition (HI)
Paling sering digunakan di masal alu karena palign sensitif dan mudah namun spesficknya
rendah tidak dapat diandalkan dalam identifkasi serotipe virus.
 Complement fixation (CF)
Jarang difunakan karna sulit dilukan, didasarin oleh prinsip komplemen yang terkonsumsi
oleh reaksi antigen-antibody
 Neutralization test (NT)
Paling sepsifik dan sensitif, digunkan pada sebagain besar lab besar dengan cara PRNT
(plaque reaction reduction neutralization test) . namun kerugiannya biaya dan waktu yang
diperlukan untuk melakukan tes, lebih sering digunkana untuk pengembangan vaksin.
 Ig M capture enzyme-linked immunosorbent assay (MAC-ELISA)
o Mendeteksi dengue-specific IgM
o Prinsip: kalo pada serum pasien terdapat antibodi IgM akan bind ke dengue antigen
yang sudah ditambahkan pada reaksi, dimana disini juga dimasukan antibodi anti-
dengue. Nanti akan terlihat perubahan reaksi warna anatara enzim-substrat.

Ig M akan terdeteksi lebih awal daripada Ig G pad ahari ke 5 setelah onset, walaupun
kemunculan antibodi ini tergantung dari pasiennya. Titter Ig M pada primer lebih tinggi
dibandingkan dengan senkunder, dan dapat bertahan hingga >90 hari namun pada
sebagian besar pasien, jumlah Ig M akan menurun hingga tidak terdeksi lagi hinggal 60
hari.
• Indirect Ig G ELISA
Tes ini dapat membedakan infeksi dengue primer dan sekunder. Namun tidak spesifik
karena bisa cross recativity dengan flavivirus lainnyadan tidak dapat membedakan
serotipe dengue yang menginfeksi.
 IgM/IgG Ratio
Digunakan untuk membedakan infeksi primer dan sekunder.
o Primer: jika rasio IgM/IgG > 1,2
o Sekunder : IgM/IgG < 1,2
Tapi baru baru ini juga ada yang mempertimbahkan serological non-classical dan classical
jadi rationya 2.6

Interpretasi test diagnostic dengue (WHO 2011)

Highly suggetive Confirmed


Satu dari berikut: Satu dari berikut:
(1) IgM + ve dalam sampel serum tunggal. (1) RT-PCR + ve.
(2) IgG + ve dalam sampel serum tunggal (2) Kultur virus + ve.
dengan titer HI 1280 atau lebih besar. (3) serokonversi IgM dalam serum
berpasangan. (dari negatif menjadi positif)
(4) serokonversi IgG dalam serum
berpasangan (dari negatif menjadi positif)
atau peningkatan titer IgG empat kali lipat
dalam serum berpasangan.

 Prognosis
o DF: self limiting, mortality rate <1%
o DHF: mortility rate
 Treated: 2-5%
 Untreated: 50%
o Pada usia dewasa, prognosis > dibandingkan anak2
 Management
o Triage pathway

o Perawatan dirumah
o Memulai terapi cairan IV
o Harus dimulai pada pasien dengan : 
 Asupan oral yang buruk / muntah
 Ketika HCT tetap naik 10-20% dengan rehidrasi oral 
 Syok
o Prinsip terapi cairan :
 Sebaiknya gunakan kristaloid isotonik
 Larutan koloid hiper-onkotik dapat digunakan pada pasien dengan
kebocoran plasma masif dan pada mereka yg tidak merespon thd
cairan kristaloid
 Durasi terapi intravena tidak boleh lebih dari 24 – 48 jam (pada
pasien syok), dan 60-72 jam (pasien tidak syok). 
 Pasien obesitas  terapi cairannya harus menggunakan
penghitungan berdasarkan berat badan ideal

o Management DHF grade I,II


o Management DHF grade III (DSS)

Laboratory investigations (ABCS) should be carried out in both shock and non-shock
cases when no improvement is registered in spite of adequate volume replacement
o Managent DHF IV/Profound atau prolonged shock (DSS)
 10ml/kgBB bolus diberikan secepat mungkin (ideal nya 10-15 menit)
 Ketika tekanan darah sudah kembali, tatalaksana seperti grade 3
 Jika BP masih belum ada, lakukan kembali bolus 10ml/kgBB dan
pemeriksaan laboratorium (ABCS,HCT, golongan darah)
o Kriteria pemulangan pasien

 Bebas demam setidaknya dalam 24 jam tanpa antipiretik


 Kembalinya selera makan
 Perbaikan klinis yang nyata
 Produksi urin memuaskan
 Minimal 2-3 hari berlalu setelah pemulihan dari syok
 Tidak ada distress pernafasan dari efusi pleura dan tidak ada ascitess
 PLT > 50.000/mm3

6. BHP, PHOP, CRP

BHP
 Beri pelayanan tanpa melihat status pasien
 Bila pasien perlu dirujuk, beri pertolonganpertama sampai pasien stabil terlebih dahulu
 Pastikan informed consent dalam setiap tindakan
 Ketika pasien discharge dari rawat inap, lakukan home advice (sdh dijelaskan
 sebelumnya) dan warning sign
 Harus menjaga nama baik kolega (Hippocraticoath) di depan pasien dan berpegang teguh
pada profesionalitas.
PHOP

 Pencegahan pertumbuhan nyamuk (3M: menutup, menguras, mengubur) + Pemberan-


 tasan sarang nyamuk (PSN)
 Water storage (rapat dan diganti)
 Ikan cupang sbg pengemdalian biologis
 Insektisida
 Pengendalian individu u/ mencegah gigitan nyamuk
 Pelaporan kasus ke dinas kesehatan
CRP

 Endemic in tropical dan subtropical areas


 Prevalensi tinggi pada cuaca hujan
 Lebih sering pada anak berusia 2-15 tahun untuk DHF

Bimbingan dr. uun DHF:


*500 cc koloid dpt menggantikan 1L/1000cc RL
Rumus PAHO

*as. salisilat (aspirin) sbg anti regresi trombosit (pengencer darah)  superficial
bleeding

Anda mungkin juga menyukai