Anda di halaman 1dari 20

Tugas Berstruktur Dosen Pengampu

Sosiologi Pendidikan Emilya Ulfah, M.Pd

“Sekolah, sosialisasi anak dan


pembentukan kepribadian”
Disusun Oleh
Kelompok 5

Abdurrahman : 17.12.4217
M. Norhadi : 17.12.4187
Helda Muliyani : 17.12.4242
Nurliyana : 17.12.4299

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM


FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
MARTAPURA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya dan Shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW, keluarga dan sahabat-sahabat, serta para pengikutnya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Sekolah, sosialisasi anak dan
pembentukan kepribadian” dengan baik dan tepat waktu.
Makalah merupakan karya tulis ilmiah karena disusun berdasarkan kaidah
kaidah ilmiah yang dibuat oleh mahasiswa dalam rangka menyelesaikan studi.
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Sosiologi Pendidikan” Untuk itu, makalah ini disusun dengan memakai bahasa
yang sederhana dan mudah untuk dipahami. Dan pada kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada ibu Emilya Ulfah, M.Pd yang telah memberikan
bimbingan, arahan, saran, dan petunjuk hingga makalah ini dapat disusun dengan
baik.
Sebagai sebuah makalah, tidak lepas dari kekurangan, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang berkepentingan,
guna penyempurnaan makalah ini. Selanjutnya terima kasih kami ucapkan kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini sehingga dapat
diselesaikan. Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat digunakan oleh
pembaca dengan baik.

Martapura, 02 Oktober 2020

Penulis
Kelompok 5
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR........................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1


B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Sekolah sebagai organisasi ............................................................. 3


B. Sekolah sebagai sistem interaksi ..................................................... 3
C. Kelas sosial dan sistem sosial .......................................................... 4
D. Pembentukan kepribadian dan pendidikan karakter ........................... 7
E. Sekolah dan scranning moral ............................................................... 11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 15
B. Saran ........................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sekolah adalah usaha sadar, terencana dan diupayakan untuk memungkinkan
peserta didik aktif mengembangkan potensi diri, baik fisik maupun nonfisik,
yakni mengembangkan potensi pikir (mental intelektual), social, emosional, nilai
moral, spiritual, ekonomikal(kecakapan hidup), fisikal, maupun kultural,
sehingga ia dapat menjalankan hidup dan kehidupannya sesuai dengan harapan
dirinya, keluarganya, masyarakat, bangsa dan negara serta dapat menjawab
tantangan peradapan yang semakin maju.
Proses pembentukan kepribadian seseorang akan berbeda satu sama lain
tergantung dari pola sosialisasi yang di anut oleh masyarakatnya. Walaupun
demikian, setiap masyarakat mempunyai pola-pola prilaku umum yang
membatasi prilaku individu berdasarkan kepribadiannya.
Manusia merupakan mahluk tidak berdaya kalau hanya mengandalkan
nalurinya.Naluri manusia tidak selengkap dan sekuat pada binatang.Untuk
mengisi kekosongan dalam kehidupannya manusia mengembangkan kebudayaan.
Manusia harus memutuskan sendiri apa yang akan dimakan dan juga kebiasaan-
kebiasaan lain yang kemudian menjadi bagian dari kebudayaannya. Manusia
mengembangkan kebiasaan tentang apa yang dimakan, sehingga terdapat
perbedaan makanan pokok di antara kelompok/masyarakat. Demikian juga dalam
hal hubungan antara laki-laki dengan perempuan, kebiasaan yang berkembang
dalam setiap kelompok menghasilkan bermacam-macam sistem pernikahan dan
kekerabatan yang berbeda satu dengan lainnya.
Di dalam kehidupan masyarakat ada nilai dan norma sosial sebagai pedoman
berprilaku masyarakat agar kehidupan social menjadi tertib. Perilaku yang tidak
sejalan dengan nilai dan norma sosial disebabkan oleh unsure kesengajaan karna
nilai-nilai dan norma sosial dianggap sebagai ikatan yang mengurangi kebebasan
perilaku, juga unsur ketidaktahuannya karna tidak tersosialisasinya sperangkat
nilai-nilai dan norma sosial yang ada. Hal itu semata-mata didorong oleh
keinginan masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat bertahan, sebab tanpa
ketertiban sosial, maka kehidupan sosial tidak akan bertahan lama.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sekolah sebagai organisasi?
2. Bagaimana Sekolah sebagai sistem interaksi?
3. Bagaimana kelas sosial dan sistem sosial?
4. Bagaimana pembentukan kepribadian dan pendidikan karakter?
5. Bagaimana sekolah dan screnning moral?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui sekolah sebagai organisasi
2. Untuk Mengetahui sekolah sebagai sistem interaksi.
3. Untuk Mengetahui tentang kelas sosial dan sistem sosial.
4. Untuk Mengetahui pembentukan kepribadian dan pendidikan karakter.
5. Untuk Mengetahui tentang sekolah dan scranning moral.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sekolah Sebagai Organisasi


Sekolah sebagai organisasi adalah perkumpulan social yang di bentuk oleh
masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang
berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan
negara. Sebagai makhluk social, manusia membentuk organisasi social untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
Terbentuknya lembaga social berawal dari individu yang saling membutuhkan
kemudian timbul aturan-aturan yang dinamakan norma kemasyarakatan.1
Philip robinson menyebut sekolah sebagai organisasi yaitu unit sosial yang
secara sengaja di bentuk untuk tujuan-tujuan tertentu. sekolah sengaja diciptakan
untuk tujuan tertentu, yaitu memudahkan pengajaran sejumlah pengetahuan.2
Berdasarkan model organisasi, bisa dikatakan bahwa tugas persekolahan
adalah untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan pada anak didik, dan
karena ituah para guru dipekerjakan. Di dalam sekolah terdapat beragam aktivitas.
Mulai dari aktivitas belajar-mengajar, membersihkan ruangan, dan masih banyak
lainnya. Tujuan semua aktivitas tersebut adalah penyelenggaraan proses kegiatan
pendidikan.3
Sekolah sebagai organisasi memiliki perbedaan dengan organisasi lainnya,
sebagai contoh dengan organisasi pabrik atau klub sepak bola. Secara umum yang
membedakan segala organisasi dari organisasi yang lainnya tujuan yang ingin
dicapai. Sebuah pabrik sepatu dipastikan memiliki tujuan menghasilkan barang-
barang jadi berupa alas kaki, sedangkan sekolah bertujuan menghasilkan individu-
individu yang terdidik.4
Sekolah pada dasarnya merupakan lembaga tempat dimana proses
pembelajaran terjadi, sekolah sebagai organisasi berbeda dengan organisasi
lainnya, yaitu terletak pada tujuan yang ingin dicapai.

B. Sekolah Sebagai Sistem Interaksi

1
Idi, Abdullah, “Sosiologi Pendidikan Individu Masyarakat Dan Pendidikan” hal.143
2
Mahmud, Sosiologi Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 163
3
Mahmud, Sosiologi Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 168
4
Mahmud, Sosiologi Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal.163
Sekolah adalah institusi pendidikan formal yang didalamnya ada komunitas
peserta didik dan pendidik yang berinteraksi, sehingga terbentuklah medan interaksi
yang diberi nama proses pembelajaran.
Kecenderungan manusia untuk berhubungan melahirkan adanya komunikasi
dua arah, yaitu komunikasi melalui bahasa yang mengandung tindakan dan
perbuatan. Oleh karena itu akan timbul adanya aksi dan reaksi sehingga interaksi
pun terjadi. Interaksi tersebut adalah interaksi manusia yang lazim terjadi. Hal ini
berbeda dengan interaksi edukatif, di mana interaksi tersebut dilandasi adanya tujuan
yang bersifat mengikat.
Interaksi edukatif adalah interaksi yang dengan sadar meletakkan tujuan untuk
mengubah tingkah laku dan perbuatan seseorang. Dinamakan interaksi edukatif,
secara khusus adalah sebagai interaksi belajar-mengajar. Interaksi belajar-mengajar
mengandung suatu arti adanya kegiatan interaksi dari tenaga pengajar yang
melaksanakan tugas mengajar di satu pihak, dengan warga belajar (siswa, anak
didik/subjek belajar) yang sedang melaksanakan kegiatan belajar di pihak lain.
Interaksi antara pengajar dan peserta didik diharapkan merupakan proses motivasi.
Maksudnya, bagaimana dalam proses interaksi itu pihak pengajar mampu
memberikan dan mengembangkan motivasi serta reinforcement kepada pihak
peserta didik agar dapat melakukan kegiatan belajar secara optimal
Interaksi edukatif sebenarnya komunikasi timbal balik antara pihak yang satu
dengan pihak yang lain, sudah mengandung maksud-maksud tertentu, yakni untuk
mencapai pengertian bersamaan yang kemudian untuk mencapai tujuan (dalam
kegiatan belajar berarti untuk mencapai tujuan belajar). Interaksi yang dikatakan
sebagai interaksi edukatif, apabila secara sadar mempunyai tujuan untuk mendidik,
untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaannya.5
Jadi, interaksi edukatif adalah suatu gambaran hubungan aktif dua arah antara
guru dan anak didik yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan.

C. Kelas Sosial Dan Sistem Sosial


1. Kelas Sosial
a. Pengertian kelas sosial

5
https://iwanpriambodo.wordpress.com/artikel-2/artikel/ Diakses pada tanggal 30 Oktober 2020
Menurut Wikipedia, Kelas sosial atau golongan sosial merujuk kepada
perbedaan hierarkis (atau stratifikasi) antara insan atau kelompok manusia
dalam masyarakat atau budaya. Biasanya kebanyakan masyarakat memiliki
golongan sosial, tetapi tidak semua masyarakat memiliki jenis-jenis kategori
golongan sosial yang sama.6
Jadi, definisi Kelas Sosial atau Golongan Sosial ialah Sekelompok manusia
yang menempati lapisan sosial berdasarkan kriteria ekonomi.
b. Pembagian Kelas Sosial atau Golongan Sosial
Pembagian Kelas Sosial terdiri atas 3 bagian yaitu:
1) Berdasarkan Status Ekonomi
Aristoteles membagi masyarakat secara ekonomi menjadi kelas atau
golongan:
- Golongan sangat kaya;
- Golongan kaya dan;
- Golongan miskin.
2) Berdasarkan Status Sosial
Kelas sosial timbul karena adanya perbedaan dalam penghormatan dan
status sosialnya. Misalnya, seorang anggota masyarakat dipandang
terhormat karena memiliki status sosial yang tinggi, dan seorang anggota
masyarakat dipandang rendah karena memiliki status sosial yang rendah.
Contoh : Pada masyarakat Bali, masyarakatnya dibagi dalam empat
kasta, yakni Brahmana, Satria, Waisya dan Sudra. Ketiga kasta pertama
disebut Triwangsa. Kasta keempat disebut Jaba. Sebagai tanda
pengenalannya dapat kita temukan dari gelar seseorang. Gelar Ida Bagus
dipakai oleh kasta Brahmana, gelar cokorda, Dewa, Ngakan dipakai oleh
kasta Satria. Gelar Bagus, I Gusti dan Gusti dipakai oleh kasta Waisya,
sedangkan gelar Pande, Khon, Pasek dipakai oleh kasta Sudra.
3) Berdasarkan Status Politik
Secara politik, kelas sosial didasarkan pada wewenang dan kekuasaan.
Seseorang yang mempunyai wewenang atau kuasa umumnya berada
dilapisan tinggi, sedangkan yang tidak punya wewenang berada dilapisan

6
Wikipedia.https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kelas_sosial#:~:text=Kelas%20sosial%20atau%20golong
an%20sosial,kategori%20golongan%20sosial%20yang%20sama.(23/10/2020).
bawah. Kelompok kelas sosial atas antara lain:
- pejabat eksekutif, tingkat pusat maupun desa.
- pejabat legislatif, dan
- pejabat yudikatif.
Pembagian kelas-kelas sosial dapat kita lihat dengan jelas pada hirarki
militer.
A. Kelas Sosial Atas (perwira)
Dari pangkat Kapten hingga Jendral
B. Kelas sosial menengah (Bintara)
Dari pangkat Sersan dua hingga Sersan mayor
C. Kelas sosial bawah (Tamtama)
Dari pangkat Prajurit hingga Kopral kepala.7
Jadi, pembagian kelas sosial itu ada yang berdasarkan status ekonomi,
sosial dan politik. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa Aristoteles
membagi kelas sosial atau golongan sosial menjadi 3 bagian yaitu golongan
sangat kaya, kaya dan miskin.

2. Sistem Sosial
a. Pengertian sistem sosial
Menurut Wikipedia dalam ilmu sosiologi, sistem sosial adalah jaringan
terpola dari hubungan yang membentuk keseluruhan yang koheren, yang ada
antara individu, kelompok, dan institusi. Ini adalah struktur formal dari peran
dan status yang dapat terbentuk dalam kelompok kecil yang stabil. Seorang
individu dapat menjadi bagian dari banyak sistem sosial secara bersamaan;
contoh sistem sosial meliputi unit keluarga inti, komunitas, kota, negara,
kampus perguruan tinggi, korporasi, dan industri.
Organisasi dan definisi kelompok dalam sistem sosial bergantung pada
berbagai karakteristik bersama seperti lokasi, status sosial ekonomi, ras,
agama, fungsi sosial, atau fitur lain yang berbeda.8
Jadi, sistem sosial dapat dikatakan sebagai bagian-bagian yang saling
berhubungan, masing-masing bekerja sendiri dan saling mendukung dan
bertujuan untuk mencapai tujuan bersama.

7
Drs. Arief Heriyanto C., nomor modul sos.II.4. kelas sosial, status sosial, peranan sosial dan
pengaruhnya.(23/10/2020).
8
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sistem_sosial
b. Contoh sistem sosial
Contoh sistem sosial yang ada di masyarakat dan ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya adalah sebagai berikut;
1) Kerja Bakti di Masyarakat.
Kerja bakti adalah salah satu antar warga untuk bisa melakukan kegiatan
secara bersama-sama, sehingga akan tercipta rasa kenyamanan untuk
melaksanakan suatu proyek kegiatan untuk kepentingan umum. Kerja
bakti tersebut biasanya akan timbul karena adanya inisiatif dari warga atau
sekelompok orang di dalam masyarakat atau adanya perintah dari atasan.
Contoh kerja bakti misalnya membersihkan saluran air dan lainnya.
2) Musyawarah
Contoh lain dari sistem sosial adalah musyawarah di dalam suatu
masyarakat untuk memutuskan hal yang di anggap merupakan kepentingan
bersama. Hal tersebut biasanya merupakan inisiatif dari warga sendiri yang
di pimpin oleh atasan atau seseorang yang di akui sebagai pemimpin di
dalam sebuah masyarakat.9
Jadi, Contoh sistem sosial yang ada di masyarakat dan ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari, misalnya adalah Kerja Bakti di Masyarakat
dan Musyawarah.

D. Pembentukan Kepribadian dan Pendidikan Karakter


1. Pembentukan kepribadian
Kepribadian adalah kecenderungan psikologis seseorang (anak) dalam
berperilaku baik yang sifatnya tertutup (seperti berperasaan, berkehendak,
berpikir, dan bersikap), maupun berperilaku terbuka (yang dalam istilah sehari-
hari dinamakan perbuatan). Singkatnya, kepribadian adalah integrasi dari
keseluruhan kecenderungan seseorang untuk berperasaan, berkehendak, berpikir,
bersikap, dan berbuat menurut standar etika berperilaku tertentu.
Sekolah merupakan lembaga yang berpengaruh besar terhadap pembentukan
kepribadian setelah peran orang tua. Berikut ini beberapa peran yang perlu
ditransformasikan guru di sekolah dalam rangka menumbuh kembangkan
kepribadian anak:

9
Anonim, 2019. Pengertian Sistem Sosial, Macam, Ciri, Fungsi, dan Contohnya.
https://dosensosiologi.com/sistem-sosial/. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2020.
a. Ambisi.
Ambisi adalah kadar kemauan anak untuk mencapai sesuatu yang
diinginkannya. Guru harus membantu anak didik menentukan sasaran
keberhasilan sesuai dengan kemampuannya agar anak didik berprestasi tanpa
risiko frustrasi.
b. Asertif.
Asertif adalah sikap ketegasan atau kemampuan untuk memutuskan atau
memilih secara mandiri. Guru harus memberikan kesempatan kepada anak
didik untuk mengekpresikan dirinya dan membuat keputusan. Seperti
mengekpresikan hobinya dan memilih ekstrakulikuler yang disenanginya.
c. Antusias.
Antusias adalah kepribadian yang selalu bersemangat dalam
menuntaskan/menyelesaikan hal-hal yang menjadi keinginannya. Guru harus
selalu mengajak anak didik untuk mengamati keberhasilan dan menyoroti
semangat juang orangorang atau teman-temannya yang telah berhasil. Guru
juga harus mengusahakan anak didiknya berada di lingkungan yang penuh
semangat.
d. Percaya diri.
Percaya diri adalah sifat kepribadian yang mengutamakan kepercayaan
terhadap kemampuan diri dan membentuk kemandirian. Guru harus
memberikan kesempatan kepada anak didik untuk melakukan sesuatu dengan
kemampuannya sendiri dan selalu memberikan pujian atas keberhasilan atau
kemajuan terhadap prestasi yang diraihnya.
e. Mau bekerja sama.
Kepribadian yang mengarah kepada keinginan untuk membangun kerja sama
dengan teman-temannya. Guru harus memberikan kesempatan kepada anak
didiknya untuk mengerjakan tugas-tugas di sekolah secara berkelompok atau
bersama-sama dan tunjukkan penghargaan terhadap hasil kerjanya.
f. Berbesar hati.
Adalah kemampuan untuk mengakui kelemahan/kekurangan diri dan bisa
memaafkam kesalahan orang lain. Guru harus memberikan contoh dan
pengarahan kepada anak didik tentang cara-cara menerima
kekalahan/kelemahan diri dan bagaimana cara mengekspresikan kemenangan
tanpa merendahkan orang lain.
g. Kontrol diri.
Kemampuan untuk mengontrol diri terhadap situasi atau kondisi yang
dialaminya. Guru harus membantu anak didik untuk mengindentifikasi
penyebab permasalahan yang dialami anak didik. Memberi contoh dan
membimbing anak tersebut untuk mengontrol emosinya.
h. Tidak mudah putus asa.
Pribadi yang gigih dalam berjuang dan berusaha, baik dalam belajar maupun
dalam melaksanakan kegiatannya sehari-hari. Menghadapi kesulitan sebagai
hal yang harus diselesaikan bukan suatu hal yang harus dihindari. Guru harus
mengenalkan cara-cara menghadapi kesulitan walaupun tidak selalu membantu
secara total semua kesulitan anak didiknya.
i. Gembira.
Kemampuan untuk selalu menciptakan suasana gembira dalam setiap hal.
Guru harus mampu menciptakan dan mengembangkan suasana kegembiraan
kepada anak didik dalam kegiatan belajar-mengajar.
j. Humoris.
Mampu menciptakan suasana ceria dalam setiap pertemuan dan mampu
menyikapi suatu hal dari sisi positifnya. Guru harus selalu mencoba
menciptakan suasana ceria dalam setiap pertemuan.
k. Menunjukkan simpati.
Memupuk kebiasaan untuk merasakan hal- hal yang dirasakan orang lain,
mengasah kemampuan melakukan empati terhadap permasalahan sehingga
menjadi pribadi yang penuh perhatian terhadap lingkungan dan teman-
temannya. Guru harus sering-sering mengajak anak didik berkomunikasi
tentang perasaan kita, perasaannya, dan perasaan orang lain. Beri anak didik
kesempatan untuk melatih daya imajinasinya dengan demikian anak didik akan
mampu membayangkan bagaimana bila mereka berada dalam kondisi orang
lain yang kurang beruntung dalam hidupnya sehingga dapat melatih
empatinya.10
2. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang
melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan

10
Dr.Ali maksum, M. Ag.,M.Si. SOSIOLOGI PENDIDIKAN, 2013, digilib.uinsby.ac.id hal.95-97
(action). Sejalan tentang hal tersebut sehingga dalam pencapaiantujuan
pendidikan nasional yaitu “bertujuan melalui pendidikan dapat membentuk
manusia yang cerdas dan berkarakter, sehingga dapat melahirkan generasi bangsa
yang dapat bersaing di Era global” seperti yang tertera pada pasal 1 UU Sistem
Pendidikan Nasional tahun 2003. Pendidikan karakter sebagai upaya yang
dilakukan dengan sengaja untuk mengembangkan karakter yang baik (good
character) berlandaskan kebajikan-kebajikan inti (core virtues) yang secara
objektif baik bagi individu maupun masyarakat. Pendidikan karakter berfungsi
untuk:
• membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural;
• membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu
berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan umat manusia;
mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan
berperilaku baik serta keteladanan baik;
• membangun sikap warganegara yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan mampu
hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni.
Dalam penerapannya, harusnya pendidikan karakter dilakukan melalui
berbagai media yaitu keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, pemerintah, dunia
usaha, dan media massa. Pembangunan pendidikan karakter merupakan suatu
keharusan karena pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik menjadi
cerdas tetapi juga mempunyai budi pekerti dan sopan santun, sehingga
keberadaannya sebagai anggota masyarakat menjadi bermakna baik bagi dirinya
maupun orang lain.
Pendidikan karakter tidak sekadar mengajarkan mana yang benar dan mana
yang salah, tetapi juga menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana
yang baik. Dengan begitu, peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana
yang baik dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik (loving the
good/moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action), dan biasa melakukan
(psiko-motor). Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan
pendidikan moral dan pendidikan akhlak.
Tujuannya adalah pembentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang
baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia
yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu
masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang
banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.
Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di
Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang
bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina
kepribadian generasi muda. Penyelenggaraan pendidikan karakter menjadi satu
hal yang harus dilakukan di jenjang pendidikan manapun, khususnya pada
jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas, karena pendidikan sebagai pondasi
utama dalam melanjutkan keahlian, selanjutnya untuk melanjutkan ke Perguruan
Tinggi bagi tumbuh kembang generasi muda Indonesia. Dengan demikian,
pendidikan karakter menjadi isu penting dalam menciptakan generasi penerus
bangsa.

E. Sekolah Dan Screnning Moral


1. Sekolah
Sekolah adalah sebuah konsep yang mempunyai makna ganda:
• Sebagai bangunan dan perlengkapannya untuk menyelenggarakan proses
pendidikan untuk kelompok manusia tertentu.
• Sebagai proses pendidikan itu sendiri.
• Sebagai suatu organisasi sosial yang mempunyai struktur tertentu, melibatkan
sejumlah orang dengan tugas memenuhi kebutuhan khusus
Ketiga makna itu senantiasa berdampingan karena proses belajar selalu di
laksanakan di lokasi tertentu oleh sebuah organisasi yang mempunyai struktur
dan tujuan tertentu. Penampilan ketiga makna itu di warnai oleh berbagai faktor
pesertanya, seperti kelompok usia, kegiatan dan lama kegiatan di laksanakan.
Maka ada sekolah dasar, sekolah lanjutan, sekolah kejuruan, dan sebagainya.
Namun semua itu punya kesamaan yaitu mengurusi manusia. Dalam fungsi
melayani manusia, sekolah punya kesamaan dengan rumah sakit, tempat
perawatan anak terlantar, balai latihan kerja dan sebagainya mempunyai
kesamaan antara lain bahwa:
• .Semua memberikan pelayanan yang bersifat sementara, artinya kliennya itu
akan pergi setelah pelayanan selesai.
• Sampai batas-batas tertentu memerlukan partisipasi pihak klien.
• Klien yang di layani sangat hetrogen sehingga memerlukan pelayanan khusus
yang menimbulkan masalah khusus.
• Kliennya dapat memberikan pengaruh yang tidak di duga sebelumnya kepada
lembaga yang melayaninya.
Namun di samping persamaan-persamaan tadi ada juga perbedaan secara
sosiologis misalnya rumah sakit mengembalikan kesehatan pasiennya sedangkan
sekolah di rancang untuk melaksanakan bimbingan untuk masa depan dalam
perkembangan hidup kliennya.
Sekolah melanjutkan proses sosialisasi yang telah di mulai oleh keluarga dan
lingkungan sekitarnya, dan menyiapkan anak memasuki tahapan kehidupan
selanjutnya. Hal lain yang membedakan sekolah dengan organisasi lain yang
mengurusi manusia adalah bahwa sekolah melayani kliennya dalam bentuk
kelompok sedangkan rumah sakit secara individual. Sekolah merancang
penerimaan dan pengeluaran kliennya, sedangkan rumah sakit tidak, kelas
merupakan subsistem dari sekolah yang padat gilirannya keduanya dapat di
pandang sebagai sistem.
Setiap sekolah dan kelas memiliki komponen-komponen fisik berupa
bangunan dan atau ruangan dan peralatan belajar mengajar, kurikulum, dan
manusia (pimpinan,guru,karyawan non-edukatif,dan pelajar). Sekolah dan kelas
sebagai sebuah sistem juga tidak berdidri sendiri melainkan punya keterkaitan
dan saling memerlukan dengan sistem lain, seperti komunitas sekolah, orang tua
murid, dinas dan jawatan-jawatan, organisasi pemuda, keagamaan, dan lain-lain.
Antara sistem-sistem sosial itu berlangsung proses interaksi dan saling memberi
masukan (feedback) baik yang bersifat morfstatis (doromgan mempertahankan)
atau morfogenesis (dorongan untuk mengubah).11
Jadi devinisi sekolah adalah sebuah tempat yang memiliki makna ganda. Salah
satunya adalah sebagai bangunan dan perlengkapannya untuk menyelenggarakan
proses pendidikan. Dan juga bagi saya sekolahan itu adalah “the next level of
education” sesudah kita menjalani pendidikan dari orang tua kita dirumah.
2. Screnning Moral
Screening (penyaringan) ini berdasarkan kemampuan anak atas penguasaan
ilmu pengetahuan, kompetensi, termasuk didalamnya adalah moral.Ini berarti

11
https://www.kompasiana.com/rahmadyoganugroho/5d9157700d82300a013775b2/sekolah-
sosialisasi-pembentukan- kepribadian-anak?page=all
makin tinggi jenjang pendidikan seseorang, ia akan terseleksi dan tersaring pada
kasta social yang tinggi juga.
Moral adalah sebuah istilah yang berarti tindakan positif yang dilakukan oleh
manusia dalam berinteraksi dengan orang lain. Moral sangat diperlukan untuk
proses sosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Moral meliputi akhlak dan
etika yang baik seperti perbuatan atau tingkah laku atau ucapan dalam
berinteraksi dengan orang lain. Dalam konteks social screening, guru dituntut
untuk melakukan penilaian moral terhadap siswanya.Sementara factor moral
dianggap sebagai subjektif dan karena itu tidak menjadi pertimbangan menaikkan
atau meluluskan siswanya. Sekolah harus berlaku jujur dan tidak melakukan
manipulasi fakta atas nilai-nilai moral anak didik.12
Jadi, screening moral adalah proses penyaringan yang terjadi berdasarkan
kemampuan anak atas apa yang telah dikuasainya baik itu ilmu pengetahuan,dll
termasuk juga didalamnya adalah moral. Dan si anak akan terseleksi dengan
sendirinya ketika jenjang pendidikan yang ia lalui semakin tinggi. Semakin tinggi
jenjang pendidikan seseorang, maka ia akan terseleksi dan tersaring pada kasta
sosial yang tinggi juga.
Mengutip dari Lorens Bagus dalam nya buku Kamus Filsafat, moral
bersangkut paut dengan perilaku baik atau buruk, etis atau tidak etis, dan tepat
atau tidak tepat dalam hubungannnya dengan orang lain. Dalam beriteraksi
dengan orang lain setiap individu dituntut mengatur perilakunya sedapat mungkin
agar tidak bertentangan dengan standar moral yang berlaku.
Dalam sosiologi, pendidikan bukan sekedar berfungsi sebagai alih
pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga memegang fungsi social
screening and selection. Artinya, proses pendidikan itu akan menyaring dan
menyeleksi anak didik untuk bisa mengemban beban sosial. Screening
(penyaringan) ini tentu berdasar dari kemampuan anak atas penguasaan ilmu
pengetahuan, kompetensi, termasuk di dalamnya adalah moral. Ini berarti makin
tinggi jenjang pendidikan seseorang, ia akan terseleksi dan tersaring pada kasta
sosial yang tinggi juga, sebab beban sosialnya juga tinggi.
Dalam konteks social screening, guru dituntut untuk melakukan penilaian
moral terhadap siswanya. Merosotnya kualitas moral pelajar kita sebenarnya

12
https://www.kompasiana.com/rahmadyoganugroho/5d9157700d82300a013775b2/sekolah-sosialisasi-pembentukan-
kepribadian-anak?page=all
terkait juga dengan krisis yang dialami oleh keluarga. Banyak keluarga
mengalami disorientasi dan disharmoni bukan hanya karena masalah ekonomi,
tetapi juga karena serbuan globalisasi nilai-nilai dan gaya hidup. Gaya hidup
hedonistik dan materialistik sebagaimana banyak dipertontonkan melalui sinetron
pada berbagai saluran televisi Indonesia, hanya mempercepat disorientasi dan
dislokasi keluarga dan rumah tangga. Akibatnya, anak-anak menjadi korban dari
gaya hidup tersebut.
Sekolah menjadi seolah tidak berdaya menghadapi realitas ini. Dan sekolah
selalu menjadi kambing hitam dari merosotnya watak dan karakter bangsa.
Padahal, sekolah sendiri menghadapi berbagai masalah berat menyangkut
kurikulum yang overload, fasilitas yang tidak memadai, kesejahteraan guru dan
tenaga kependidikan yang rendah.
Menghadapi beragam masalah ini sekolah kehilangan relevansinya dengan
pembentukan karakter. Sekolah, sebagai konsekuensinya, lebih merupakan
sekadar tempat bagi transfer of knowledge daripada character building, tempat
pengajaran daripada pendidikan. Karena itu, guru dituntut mempunyai catatan
moral siswanya. Wujudnya bisa berbentuk rekam jejak, rapor, atau lainnya.
Fungsi rekam jejak ini untuk mencatat perilaku moral siswanya. Catatan
penyimpangan moral siswanya ditandatangani sekolah dan orang tua wali, dengan
sepengetahuan anak. Nantinya, rekam jejak moral bisa menjadi pertimbangan
kelulusan siswa dan juga referensi bagi pengguna lulusan dari satuan
pendidikan.13

13
Dr.Ali maksum, M. Ag.,M.Si. SOSIOLOGI PENDIDIKAN, 2013, digilib.uinsby.ac.id hal.98-100
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sekolah sebagai organisasi memiliki perbedaan dengan organisasi lainnya,secara
umum adalah tujuan yang ingin dicapai. Sebuah pabrik sepatu dipastikan memiliki
tujuan menghasilkan barang-barang jadi berupa alas kaki, sedangkan sekolah
bertujuan menghasilkan individu-individu yang terdidikKecenderungan manusia
untukberhubungan melahirkan adanya komunikasi dua arah, yaitu komunikasi
melalui bahasa yang mengandung tindakan dan perbuatan. Oleh karena itu akan
timbul adanya aksi dan reaksi sehingga interaksi pun terjadi.Interaksi yang dikatakan
sebagai interaksi edukatif, apabila secara sadar mempunyai tujuan untuk mendidik,
untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaannyaKelas Sosial atau Golongan
Sosial ialah Sekelompok manusia yang menempati lapisan sosial berdasarkan
kriteria ekonomi.pembagian kelas sosial itu ada yang berdasarkan status ekonomi,
sosial dan politik. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa Aristoteles membagi
kelas sosial atau golongan sosial menjadi 3 bagian yaitu golongan sangat kaya, kaya
dan miskin. Contoh sistem sosial yangada di masyarakat dan ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya adalah Kerja Bakti di Masyarakat dan Musyawarah.
Kepribadian adalah kecenderungan psikologis seseorang (anak) dalam berperilaku
baik yang sifatnya tertutup (seperti berperasaan, berkehendak, berpikir, dan
bersikap), maupun berperilaku terbuka (yang dalam istilah sehari-hari dinamakan
perbuatan).Pembangunan pendidikan karakter merupakan suatu keharusan karena
pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik menjadi cerdas tetapi juga
mempunyai budi pekerti dan sopan santun, sehingga keberadaannya sebagai anggota
masyarakat menjadi bermakna baik bagi dirinya maupun orang lain.
Screening moral adalah proses penyaringan yang terjadi berdasarkan kemampuan
anak atas apa yang telah dikuasainya baik itu ilmu pengetahuan,dll termasuk juga
didalamnya adalah moral. Dan si anak akan terseleksi dengan sendirinya ketika
jenjang pendidikan yang ia lalui semakin tinggi. Semakin tinggi jenjang pendidikan
seseorang, maka ia akan terseleksi dan tersaring pada kasta sosial yang tinggi juga.
B. Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini kami persembahkan. Harapan kami
untuk mengembangkan potensi yang ada dengan harapan dapat bermanfaat dan bisa
dipahami oleh para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para
pembaca, khususnya dari Ibu Dosen yang telah membimbing kami dan para
Mahasiswa demi kesempurnaan makalah ini. Apabila ada kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Idi, Abdullah, “Sosiologi Pendidikan Individu Masyarakat Dan Pendidikan” .


Mahmud, Sosiologi Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2012).
Drs. Arief Heriyanto C., nomor modul sos.II.4. kelas sosial, status sosial, peranan sosial
dan pengaruhnya.(23/10/2020).
Dr.Ali maksum, M. Ag.,M.Si. SOSIOLOGI PENDIDIKAN, 2013, digilib.uinsby.ac.id.
Anonim, 2019. Pengertian Sistem Sosial, Macam, Ciri, Fungsi, dan
Contohnya.https://dosensosiologi.com/sistem-sosial/. Diakses pada tanggal 25
Oktober 2020.
Wikipedia.https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kelas_sosial#:~:text=Kelas%20sosial%20ata
u%20golongan%20sosial,kategori%20golongan%20sosial%20yang%20sama.(
23/10/202).
https://iwanpriambodo.wordpress.com/artikel-2/artikel/ Diakses pada tanggal 30
Oktober 2020
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sistem_sosial
https://www.kompasiana.com/rahmadyoganugroho/5d9157700d82300a013775b2/sekol
ah-sosialisasi-pembentukan-kepribadian-anak?page=all.

Anda mungkin juga menyukai