Anda di halaman 1dari 11

Strategi, Metode dan Teknik Penerapan Transport Demand

Management Serta Pengaruhnya di Indonesia dan di Beberapa Kota


Besar di Dunia

Filliyanti T.A. Bangun

Jurusan Teknik Sipil


Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Dengan perkembangan perkotaan dan proyeksi pertumbuhan ekonomi di
Indonesia seperti saat ini, permasalahan transportasi perlu segera diantisipasi praktis di
setiap kawasan perkotaan, terutama kota-kota dengan populasi yang cukup besar.
Melihat pengalaman di negara-negara maju, metoda-metoda TDM potensial untuk
diterapkan di Indonesia, namun kondisi masyarakat dan sistem yang berbeda tentu
menuntut penyesuaian tertentu sebelum metoda yang terbukti efektif di negara maju juga
bisa diterapkan di Indonesia.
Pengalaman di negara-negara maju menunjukkan bahwa membangun terus
prasarana yang dibutuhkan, walaupun mampu dilakukan, tidak selalu menjadi solusi yang
terbaik. Setiap pembangunan prasarana transportasi membawa dampak lingkungan dan
oleh karena itu ada kapasitas tertentu dari suatu wilayah yang menjadi ambang
lingkungan untuk menerima dampak yang ditimbulkan setiap aktivitas pembangunan
kota yang perlu dipertahankan untuk tidak dilampaui. Disamping itu pembangunan
jaringan jalan, khususnya yang hanya mengikuti tuntutan kebutuhan cenderung
mendorong peningkatan penggunaan kenderaan pribadi yang notabene tidak efisien
pemanfaatannya dipandang dari sudut sistem transportasi secara kese1uruhan.
Tulisan ini mengulas strategi/metode dan teknik penerapan TDM serta
pengaruhnya di beberapa kota besar di dunia dan hal-hal penting yang perlu diperhatikan
untuk penerapan TDM di Indonesia.

Bab I
Pendahuluan

Kota-kota di Indonesia telah berkembang dengan pesat dalam pengertian


intensitas aktivitas sosio-ekonomi dan luas wilayah perkotaannya seiring dengan
kemajuan ekonomi yang telah terjadi. Kecenderungan saat ini memperlihatkan bahwa di
tahun-tahun yang akan datang perkembangan serupa akan terus terjadi. Pola aktivitas
masyarakat berubah baik dalam hal jenis maupun kuantitasnya. Peningkatan jumlah
pergerakan yang terjadi yang ditimbulkan oleh berkembangnya aktivitas masyarakat
perkotaan menuntut penambahan prasarana transport perkotaan. Disamping itu, dengan
meningkatkan taraf hidup masyarakat, tuntutan akan kualitas prasarana yang lebih baik
juga meningkat. Sementara itu keterbatasan sumber daya menyebabkan penambahan
prasarana transportasi perkotaan tertinggal dibanding peningkatan kebutuhan. Fenomena
ini terjadi praktis di semua kota besar di Indonesia. Implikasinya adalah terjadinya

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara 1


kemacetan lalu-lintas yang makin hari makin ekstensif sehingga aktivitas masyarakat
terhambat, pemanfaatan prasarana dan sarana menjadi tidak efisien, tingkat keselamatan
lalu-lintas menurun dan pencemaran yang ditimbulkan lalu-lintas bertambah.
Pengalaman di negara-negara maju menunjukkan bahwa membangun terus
prasarana yang dibutuhkan, walaupun mampu dilakukan, tidak selalu menjadi solusi yang
terbaik. Setiap pembangunan prasarana transportasi membawa dampak lingkungan dan
oleh karena itu ada kapasitas tertentu dari suatu wilayah yang menjadi ambang
lingkungan untuk menerima dampak yang ditimbulkan setiap aktivitas pembangunan
kota yang perlu dipertahankan untuk tidak dilampaui. Disamping itu pembangunan
jaringan jalan, khususnya yang hanya mengikuti tuntutan kebutuhan cenderung
mendorong peningkatan penggunaan kenderaan pribadi yang notabene tidak efisien
pemanfaatannya dipandang dari sudut sistem transportasi secara keseluruhan.
Memperhatikan perkembangan kota-kota di Indonesia yang pesat, keterbatasan
sumber daya untuk membangun prasarana transportasi yang diperlukan, serta kapasitas
lingkungan yang tertentu untuk menerima seluruh dampak yang timbul, maka perlu
diupayakan cara-cara yang bisa meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan
prasarana yang ada. Tulisan ini mencoba mengevaluasi metoda-metoda Transportasi
Demand Management (TDM) yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan efektivitas
sistem transportasi perkotaan yang telah diterapkan di berbagai kota di dunia serta
kemungkinan penerapan TDM di kota-kota Indonesia dengan mempertimbangkan
kondisi dan keterbatasan yang ada.
Konsep TDM telah diterapkan di berbagai kawasan perkotaan di dunia dengan
maksud untuk mengurangi dampak dari lalu lintas terhadap sistem trasnportasi dan sistem
perkotaan secara umum. Konsep transport demand management, kadang-kadang disebut
juga travel demand management atau transport system management, atau dalam cakupan
yang lebih spesifik disebut traffic restraint. Untuk mengatasi permasalahan lalu lintas
yang efektifitasnya relatif untuk jangka pendek dan penanganannya biasanya bisa
dilaksanakan segera dikenal dengan konsep trafic management ( manajemen lalu-lintas).
Manajemen lalu lintas umumnya diterapkan melalui pengaturan arus lalu lintas dan jika
diperlukan disertai perbaikan minor terhadap prasarana yang ada. TDM yang dimaksud
pada tulisan ini difokuskan pada konsep-konsep yang jangkauan waktunya relatif panjang
dan penerapannya mungkin mempengaruhi struktur sistem transportasi dan perkotaan
secara menyeluruh.

Bab II
Perkembangan Perkotaan

II.l. Isu Perkembangan Perkotaan dan Masalah Trasnportasi


Interaksi sistem perkotaan dengan sistem transportasi merupakan hubungan yang
tak terpisahkan yang mana pengaruhnya terakumulasi sejalan dengan waktu. Bentuk dan
jenis perkotaan menawarkan daya tarik tertentu bagi berlangsungnya suatu aktivitas,
sementara sistem tranportasi menyediakan aksesibilitas yang sangat diperlukan agar
aktivitas-aktivitas yang ada bisa dilaksanakan dan berkembang. Oleh karena itu isu-isu
perkembangan perkotaan merupakan pertimbangan yang amat penting dalam kaitan
dengan TDM agar sasaran-sasaran peningkatan efesiensi dan efektivitas sistem
transportasi bisa tercapai.

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara 2


Memperhatikan perkembangan perkotaan di Indonesia, beberapa hal bisa
memberikan indikasi mengenai kecenderungan yang sedang dan akan terjadi, terutama di
kota-kota metropolitan seperti Jakarta (Jabotabek), Bandung dan Surabaya
(Gerbangkertosusila). Isu-isu utama perkembangan perkotaan yang signifikan dengan
permasalahan transportasi didiskusikan di bawah ini.

II.l.1. Pertumbuhan Penduduk dan Urbanisasi


Tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata di Indonesia tergolong cukup tinggi
meskipun cenderung menurun (rata-rata 2,32 % per tahun pada tahun 1970-an menjadi
1,97 % pada tahun 1980-an) . Pertumbuhan penduduk khusus kawasan perkotaan ternyata
jauh lebih tinggi, yaitu pada tahun 1970-an tercatat 4,0% per tahun. Faktor penting yang
mempengaruhi tingginya laju pertumbuhan perkotaan adalah urbanisasi dalam arti
perpindahan penduduk dari desa ke kawasan perkotaan dan pemekaran perkotaan.

Jumlah penduduk di suatu wilayah pada dasarnya merupakan faktor utama


pernbangkit kebutuhan perjalanan sehingga konsekuensinya prasarana dan sarana
transportasi yang ada perlu di tambah. Seringkali permasalahan tidak selesai hanya
dengan penambahan terhadap sistem yang ada, sebab setiap pembangunan prasarana
trasnportasi baru biasanya mermberi dampak terhadap komponen-komponen perkotaan.
Disamping itu pengembangan sistem yang ada juga akan dihadapkan pada sejumlah
kendala, misalnya sumber daya, lahan, lingkungan, yang semuanya itu menjadikan
situasinya lebih problematis.

II.1.2. Perkembangan Bentuk Perkotaan


Sistem transportasi berperan besar dalam menentukan bentuk perkotaan. Jaringan
transportasi yang optimun bagi suatu kawasan perkotaan diantaranya dipengarnhi oleh
ukuran kawasan tersebut, jumlah dan distribusi spesial dari pusat-pusat aktivitas, serta
kebijaksanaan pengembangan sistem transportasinya sendiri. Perkembangan bentuk
perkotaan yang diringi dengan terbentuknya pusat-pusat aktivitas baru sebagaimana yang
banyak dijumpai di kota-kota besar di Indonesia menuntut perbaikan atau pengembangan
terhadap jaringan transportasi yang ada. Sebaliknya kebijaksanaan pengembangan
jaringan transportasi tertentu bisa digunakan untuk mengarahkan perkembangan bentuk
perkotaan agar sesuai dengan yang diinginkan.

II.I.3. Perkembangan Jenis Aktivitas/Tata Guna Lahan


Perkembangan kawasan perkotaan bisa juga dilihat dari perubahan jenis
aktivitasnya. Kecenderungan yang terjadi di kota-kota Indonesia adalah perubahan
kawasan perkotaan dari daerah pertanian menjadi daerah industri manufaktur, jasa, dan
perdagangan. Perubahan ini berpengaruh terhadap kebutuhan jumlah perjalanan
mengingat jumlah lapangan kerja persatuan luas di daerah industri jauh lebih besar
daripada di daerah pertanian. Khususnya mengenai industri jasa dan perdagangan, secara
umum juga diketahui bahwa tingkat bangkitan lalu lintas perlapangan - kerjanya lebih
tinggi dari pada jenis tata - guna lahan lainnya.

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara 3


II.l.4. Perluasan Kawasan Perkotaan
Perluasan kawasan perkotaan merupakan aspek penting lain yang banyak terjadi
dikota-kota Indonesia, baik yang disertai pemekaran wilayah administratif maupun yang
berupa perluasan secara fungsional saja. Suatu kawasan yang diidentifikasi sebagai
perkotaan berkaitan dengan karakteristik kawasan tersebut dalam menyediakan fungsi
pelayanan perkotaan. Oleh karena itu perluasan kawasan perkotaan tentu menurut
pengembangan jaringan transportasi yang ada yang secara keseluruhan menjadi bagian
dari sistem transportasi perkotaan.
Perluasan kawasan perkotaan banyak dijumpai dengan terbentuknya sub-urban
dimana bagian dari populasinya tetap bekerja di pusat kota. Perkembangan sub-urban ini
biasanya tidak hanya dalam bentuk pemukiman baru melainkan juga disertai jenis-jenis
aktivitas lainnya, seperti perdagangan dan jenis-jenis industri tertentu. Fenomena ini
didukung oleh perkembangan sistem telekomunikasi yang memberi kemudahan-
kemudahan tertentu meskipun lokasinya relatif jauh dari pusat kota. Penduduk dari
kawasan seperti ini yang bekerja dikawasan pusat kota tiap hari harus melakukan
perjalanan untuk bekerja, yang biasa disebut commuter.

II.l.5. Kebijaksanaan Dekonsentrasi


Perkembangan kota-kota metropolitan di Pulau Jawa khususnya sudah sedemikian
pesat sehingga sudah mencapai tingkat jenuh dan permasalahan yang terjadi menjadi
sangat kompleks serta makin sukar dikendalikan. Salah satu kebijaksanaan tata-ruang
yang diterapkan adalah dekonsentrasi, yaitu upaya penyebaran fungsi-fungsi pelayanan
perkotaan ke kota-kota di sekitamya, misalnya apa yang dikenal sebagai pengembangan
kota- kota satelit atau kota mandiri. Dengan kebijaksanaan ini diharapkan penduduk kota
satelit tidak harus memenuhi seluruh kebutuhan akan pelayanan fungsi-fungsi perkotaan
dari kota utamanya, melainkan sebagian paling tidak bisa dipenuhi di kota satelit tersebut.
Dengan demikian jumlah kebutuhan perjalanan dari kota satelit ke kota utama bisa
dikurangi. Dari segi lain, pembentukan kota satelit juga menuntut pengembangan
jaringan transportasi yang ada karena sebagai bagian dari sistem metropolitan secara
keseluruhan, kota-kota satelit perlu dihubungkan dengan kota utamanya dengan jaringan
transportasi yang memadai kelas fungsionalnya dengan kapasitas yang cukup.

II.l.6. Pertumbuhan Ekonomi


Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6-7% per tahun dalam dekade
terakhir menempatkan diri diantara negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat
di dunia. Pertumbuhan ekonomi tersebut dimotori oleh kawasan perkotaan, terutama
melalui sektor industri. Pertumbuhan ekonomi yang berarti peningkatan pendapatan rata-
rata masyarakat merupakan penyebab langsung dari pertumbuhan pemilikan kenderaan.
Pada akhir 1980-an pertumbuhan pemilikan kenderaan, tak termasuk sepeda motor,
secara nasional di Indonesia mencapai hampir 5% per tahun, namun di propinsi-propinsi
tertentu dan dikota-kota besar bisa mencapai di atas 10% per tahun. Peningkatan
pendapatan cenderung mengakibatkan meningkatnya jumlah kebutuhan perjalanan rata-
rata per penduduk. Sementara itu, peningkatan pemilikan kenderaan (pribadi khususnya)
menyebabkan peningkatan penggunaan kenderaan pribadi meskipun permasalahan
kemacetan perkotaan makin hari makin ekstensif

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara 4


Secara garis besar permasalahan transportasi yang timbul berkaitan dengan
perkembangan perkotaan mencakup aspek-aspek jaringan, ekonomi, lingkungan, dan
keselamatan lalu-lintas. lndikasi dari permasalahan yang timbul dalam aspek-aspek
tersebut terlihat dari kemacetan-kemacetan lalu-lintas, pemanfaatan badan jalan yang
tidak sesuai. penggunaan kenderaan pribadi yang terus meningkat, tingkat kecelakaan
yang tinggi, konsumsi bahan bakar yang tidak efisien, dan sebagainya. Isu-isu
perkembangan perkotaan di atas mengingatkan bahwa permasalahan transportasi
perkotaan memerlukan pemikiran dan penanganan yang komprehensif dengan kesadaran
bahwa fokus perlu diberikan terhadap peningkatan efisiensi dan efektivitas prasarana
yang ada serta optimalisasi sumber daya yang terbatas untuk pengembangan sistem
transportasi dalam mengantisipasi perkembangan perkotaan.

Bab III
Pengaruh Penerapan Transport Demand Management (TDM)
Di Indonesia dan di Beberapa Kota Besar di Dunia

Dalam suatu kawasan perkotaan, cakupan penerapan TDM bisa pada pusat-pusat
aktivitas atau koridor-koridor tertentu. Penyebaran pusat-pusat aktivitas dan bentuk
koridor yang ada berkaitan erat dengan struktur jaringan transportasi yang tersedia.
Metoda penerapan TDM dalam kaitan ini bisa dikelompokkan ke dalam sisi penyediaan
(Supply side) yang menyangkut sistem transportasinya atau sisi kebutuhan (demand side)
yang menyangkut karakteristik aktivitas perkotaan yang ada. Dari sisi penyediaan, TDM
terutama dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas dari sistem trasnportasi melalui
peningkatan efisiensi dan efektivitas pemanfaatannya. Dari sisi kebutuhan, TDM
dimaksudkan untuk mengurangi kebutuhan akan kenderaan atau luas jalan dengan cara
meningkatkan okupansi kenderaaan atau mengurangi jumlah perjalanan. Yang dimaksud
dengan mengurangi jumlah perjalanan disini bisa berupa memperkecil jarak perjalanan
rata-rata atau mengurangi frekuensi perjalanan.
Keberhasilan penerapan metoda tertentu dari TDM sangat dipengaruhi oleh tujuan
yang ingin dicapai. Tabel 1 menyajikan strategi, metoda, dan teknik TDM yang sudah
dikenal cukup luas dan umumnya sudah diterapkan di berbagai kota di dunia. Dilihat dari
stategi-strategi yang bisa diadopsi, strategi tertentu berfokus pada sisi penyediaan,
strategi tertentu lainya berfokus pada sisi demand. Misalnya, strategi peningkatan
pemanfaatan aset terutama ditujukan untuk peningkatan kapasitas dari sistem. Sedangkan
strategi pembatasan fisik dan pengenaan biaya terutama ditujukan untuk mempengaruhi
pola kebutuhan perjalanan. Strategi perubahan aspek-aspek sosial dan perkotaan
merupakan upaya yang lebih luas jangkauannya yang bisa mempengaruhi baik sisi
penyediaan maupun sisi kebutuhan, tergantung dari spesifikasi teknik yang diterapkan.
Meskipun demikian, strategi apapun yang diterapkan pada dasamya berpotensi
memberikan pengaruh tertentu baik terhadap sisi penyediaan maupun sisi kebutuhan,
karena adanya hubungan timbal balik antara kedua sisi tersebut.
Beberapa kota di berbagai negara telah menerapkan TDM untuk membantu
mengatasi permasalahan transportasi yang muncul. Penerapan di negara-negara industri
telah dikenal sejak tahun 1950-an. Amerika Serikat secara formal telah memasukkan
konsep Transport System Management pada tahun 1975 dalam Peraturan Perencanaan

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara 5


Perkotaan, sedangkan di Australia AUSTRAROADS telah menerbitkan Road Demand
Management pada tahun 1991.

III. 1. Strategi, Metode dan Teknik Penerapan TDM


Beberapa kota telah mencatat sukses penerapan metoda-metoda tertentu dari
TDM sesuai tujuan yang ingin dicapai. Tabel 2 menyajikan pengalaman beberapa kota
khususnya dalam penerapan strategi pembatasan fisik dan pengenaan biaya lalu-lintas
perkotaan di kawasan tertentu.

Strategi Metode Teknik


Peningkatan Penyebaran lalu lintas Pentahapan jam kerja
pemanfaatan aset puncak Jam kerja fleksible
Perubahan hari kerja
Pembedaan biaya parkir
Pembedaan ketersediaan tempat
parkir

Okupansi kenderaan Kenderaan bersama


(kepemilikan) Pool kenderaan (kelompok /
gabungan)
Jalur khusus kendaraan
berpenumpang banyak
Prioritas parkir
Park and ride
Batasan fisik Pembatasan Area Pemilihan area lalu lintas
Ijin area (Area licences)

Pembatasan Ruas Batasan akses


Pengaturan lampu lalu lintas
Pengurangan kapasitas
Prioritas angkutan umum

Pembatasan Parkir Batasan ruang parkir


Control akses parker

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara 6


Strategi Metode Teknik
Pengenaan biaya Biaya jalan (Road Toll
Pricing) Biaya masuk area
Biaya kemacetan

Pembatasan Ruas Prioritas jangka pendek


Biaya masuk tinggi

Pembatasan Parkir Penerapan pajak bahan bakar


Penerapan pajak parker

Perubahan social dan Bentuk perkotaan Kota yang lebih kompak


aspek Pengembangan kota yang efisien

Sikap sosial Kesadaran dan informasi


masyarakat
Pendidikan masyrakat

Perubahan teknis Subsitusi komunikasi


Pengembangan system transportasi
Sumber : Luk (1992)

Tabel 1. Strategi, Metoda, Dan Teknik Transport Demand Management

Sesuai dengan sasarannya masing-masing, metoda-metoda tersebut menurunkan


penggunaan mobil pribadi, menaikkan penggunaan angkutan umum, menurunkan jumlah
perjalanan ke pusat kota, menaikkan penyediaan ruang parkir yang disediakan oleh
pribadi/swasta, penyesuaian jam kerja untuk menghindari kemacetan pada jam-jam sibuk,
peningkatan pelayanan angkutan umum, dan sebagainya.

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara 7


III.2. Pengaruh Penerapan TDM di Beberapa Kota Besar Di Dunia

TEKNIK LOKASI DESKRIPSI UMUM PENGARUH

Biaya Ottawa Penghapusan biaya Penggunaan mobil penumpang


Parkir parkir bagi Peg. Negeri (mp) untuk kerja turun 23%
Peralihan cukup besar ke
Angkutan umum.

95% mp ke pusat kota


Oxford Pengurangan 60% dari menghindari tarif parkir Kenaikan
area bebas biaya parkir 30 kali ruang parkir pribadi
umum di pusat kota Peralihan dari mp ke bus dipusat
kota
Mp beralih pembatasan tujuan ke
luar pusat kota.
Area Singapore Tarif tinggi bagi mobil 19% mp dan 32% penumpang mp
licensing pribadi (mp) yang beralih ke bus naik 16%.
masuk ke pusat kota Perubahan jam kerja berarti untuk
pada pagi hari. menghindari pembatasan lalu
lintas (disertai pentahapan jam
kerja).
Pemilahan Besancon Pusat kota didalam Proporsi penggunaan mp ke pusat
area jalan lingkar dalam kota turun dari 48% menjadi 41%
menjadi beberapa zona Penggunaan bus naik 75% pada
dengan jalan. Khusus tahun pertama : 18% diantaranya
pejalan kaki dan bus. adalah peralihan dari mp.
Prioritas bus dan
perbaikan pelayanan. Pertumbuhan 6% dalam
penggunaan bus
Gothenburg Sda
Penggunaan bus naik 50%
(sebagian karena perbaikan
Bologna Sda pelayanan)
Kecepatan bus naik 70%

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara 8


TEKNIK LOKASI DESKRIPSI UMUM PENNGARUH
Pemilahan Nagoya Sda tetapi parkir Pembatasan parkir efektif dalam
Area dibatasi dan mahal mengalihkan 15% pengguna mp
diantaranya pegawai negeri ke
bus, dan 34% ke kereta api.
Bus pada rute prioritas
memperoleh pemanfaatan 27%
pada jam sibuk pagi, 3% secara
keseluruhan.
Sumber : TRRL (1980)

Tabel 2. Pengaruh penerapan TDM di beberapa kota besar di dunia

Penting untuk dicatat bahwa keberhasilan yang dicapai dalam penerapan TDM
pada umumnya tidak bisa dinyatakan sebagai hasil dari suatu metoda tertentu, melainkan
merupakan pengaruh gabungan dari beberapa metoda yang diterapkan bersamaan.
Sebagai contoh yang cukup jelas, Singapore-Area Licensing Scheme (ALS) yang
diterapkan mulai tahun1975 dan telah diakui berhasil pada implementasinya juga
menerapkan metoda-metoda lain, yaitu pentahapan jam kerja, kenaikan pajak kenderaan,
kenaikan tarif parkir, inventasi yang cukup besar bagi park-and-ride facilities, carpools,
program pembangunan jalan yang cukup, serta kebijaksanaan perencanaan tata-ruang
(meskipun ternyata tidak semua fasilitas-fasilitas baru tersebut benar-benar efektif). Oleh
karena itu sebetulnya sulit untuk mengatakan seberapa besar pengaruh dari penerapan
ALS-nya sendiri.
Perlu juga diantisipasi bahwa aspek-aspek tertentu pengaruh negatif juga bisa
muncul dalam operasionalnya. Awal pelaksanaan ALS di Singapore, misalnya berhasil
mengurangi jumlah perjalanan ke pusat kota, ternyata sebagian besar lalu-lintas menerus
(through traffic) pada jam-jam berlakunya ALS mengalihkan rutenya ke jalan lingkar
sehinga menyebabkan kenaikan volume lalu-lintas yang cukup tinggi dan menambah
kemacetan-kemacetan dijalan-jalan lingkar tersebut. Untuk mengatasi hal ini kemudian
beberapa penanganan lain diterapkan dan berhasil menurunkan pengaruh negatif ini
sampai tahap tertentu.

III.3. Catatan Untuk Penerapan TDM di Indonesia.


Dengan pertumbuhan perkotaan dan proyeksi pertumbuhan ekonomi di Indonesia
seperti saat ini, permasalahan transportasi perlu segera diantisipasi praktis di setiap
kawasan perkotaan, terutama kota-kota dengan populasi yang cukup besar. Melihat
pengalaman di negara-negara maju, metoda-metoda TDM potensial untuk diterapkan di
Indonesia, namun kondisi masyarakat dan sistem yang berbeda tentu menuntut
penyesuaian tertentu sebelum metoda yang terbukti efektif di negara maju juga bisa
diterapkan di Indonesia.
Aspek-aspek penting yang perlu dipertimbangkan sebelum implementasi TDM
meliputi:
1. Kondisi sosio-ekonomi masyarakat
2. Kondisi sistem perkotaan dan transportasi serta rencana pengembangannya.

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara 9


3. Kesiapan kelembagaan yang menyangkut seluruh pihak yang terkait, mulai dari
instansi pemerintah pusat dan daerah, unsur swasta, badan/perusahaan transportasi,
sampai masyarakat penguna jasa transportasi.

Pemahaman atas aspek-aspek diatas diperlukan mulai dari proses perencanaan,


perancangan sampai operasionalnya. Hal ini akan sangat menentukan dalam menetapkan
strategi yang akan diambil serta langkah-langkah adaptasi yang diperlukan untuk
penerapannya.
Dalam memilih dan merencanakan metoda yang diterapkan, paling tidak faktor-
faktor berikut perlu diidentifikasi :
1. maksud dan tujuan serta program yang akan disepakati bersama oleh pihak-pihak
yang terkait.
2. alternatif-alternatif yang bisa diterapkan dan dianalisis pengaruhnya apakah sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai.
3. perkiraan pengaruh yang akan muncul dari metoda yang akan diterapkan dengan
mengacu parameter tertentu, seperti perilaku perjalanan, kemacetan lalu-lintas,
okupansi kenderaan, pemilihan moda, volume lalulintas, tundaan, dan biaya-biaya.
4. suatu program untuk memonitor dan mengevaluasi kinerja dari metoda yang
diterapkan berdasarkan perbandingan antara hasil-hasil yang direncanakan dengan
kenyataan.

Sejauh ini di Indonesia sudah mempunyai beberapa pengalaman, misalkan


penerapan jalur khusus bus di berbagai kota besar, penerapan pembatasan jumlah
penumpang pada ruas-ruas jalan tertentu three-in-one di Jakarta serta belum lama ini,
sejak April 1995, penerapan Pajak Progresif Kenderaan Bermotor di DKI Jakarta dan
beberapa propinsi lainnya dengan sasaran untuk mengendalikan jumlah kenderaan. Yang
perlu dicatat dari pengalaman di Indonesia ini adalah penerapan cara-cara diatas terkesan
kurang direncanakan dengan komprehensif, kurang koordinasi, dan penerapannya agak
terburu-buru sebelum persiapannya benar -benar matang dan berbagai efek negatif yang
mungkin muncul bisa diidentifikasi.Masyarakat yang tidak siap dan terkejut dengan
adanya kebijaksanaan baru dalam transportasi, implementasi yang terlalu sering berubah
dalam penetapan jalur khusus bus dan kemacetan yang meningkat tajam di ruas-ruas jalan
lain dalam penerapan three-in-one merupakan contoh-contoh spesifik yang
mempengaruhi keberhasilan TDM di Indonesia.
Pelajaran yang perlu dipetik dari pengalaman di negara lain diantaranya adalah
keberhasilan TDM seringkali ditentukan oleh kombinasi beberapa metoda yang masing-
masing memberikan kontribusi dalam pencapaian sasaran (didiskusikan pada bagian
sebelumnya) atau salah satu meredam efek negatif yang ditimbulkan oleh yang lainnya.
Dalam kaitan ini, penerapan pajak progresif untuk mengendalikan jumlah kenderaan,
misalnya, tentu perlu diimbangi penyediaan alternatif yang menarik bagi pemilik
kenderaan pribadi. Jika alternatifnya berupa angkutan umum yang tersedia dan dianggap
bukan pilihan yang kompetitif dari sudut pandang pemilik kenderaan, meskipun harus
membayar pajak lebih besar bagi mobil ke-2 dan seterusnya, maka sasaran pengendalian
jumlah kenderaan akan sulit untuk dicapai. Kesiapan instansi terkait juga perlu
diperhatikan mengingat akibat yang bisa timbul seperti pendaftaran kenderaan atas nama
orang lain atau pendaftaran di wilayah lain yang tidak menerapkan pajak progresif.

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara 10


Bab IV
Kesimpulan

Untuk mengantisipasi perkembangan perkotaaan di Indonesia yang demikian


pesat, perencanaan sistem transportasi yang terintegrasi dalam perencanaan kota secara
menyeluruh merupakan upaya mutlak perlu dilakukan. Secara lebih spesifik,
pengembangan sistem dengan pembangunan-pembangunan fasilitas baru tidak selalu
menjadi yang terbaik mengingat kendala-kendala yang ada. Oleh karena itu penerapan
Transport Demand Management merupakan praktek rang perlu diupayakan lebih intensif
di Indonesia dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia
Metoda-metoda TDM yang terbukti efektif di negara maju belum tentu
memberikan hasil yang serupa jika diterapkan di Indonesia mengingat kondisi sosio-
ekonomi masyarakat, sistem transportasi dan perkotaan, serta kesiapan kelembagaan
yang berbeda. Oleh karena itu implementasi TDM di Indonesia perlu disesuaikan dengan
kondisi yang ada.
Agar tujuan penerapan tercapai dengan baik, pemilihan metoda yang akan
diterapkan secara spesifik perlu dikaitkan dengan isu-isu perkembangan perkotaan yang
relevan.
Pengalaman di kota-kota lain menunjukkan bahwa keberhasilan penerapan TDM
seringkali ditentukan oleh kombinasi beberapa metoda/teknik TDM yang mana masing-
masing memberikan kontribusi positif, terutama di kota-kota besar yang permasalahan
trasnportasinya sudah kompleks.

Daftar Pustaka

1. BUTTON K.J. and Pearman AD. Applied Transport Economics, A Practical Case
Studies Approach, Gordon and Breach Science Publishers, 1985.

2. EOW ARDS ID. (Ed) Transportation Planning Handbook. Institute of Tasnportation


Engineers, 1992.

3. LUK, James. Model for Travel Demand Management - A Review. Road and
Transport Research, Voll, NO. 3, September 1992

4. PLINE, J L. (Ed). Traffic Engineering Handbook. Edisi ke-4, Institute of


Transportation Engineers, 1992.

5. RALLIS, Tom. City Transport in Developed and Countries. Macmillan Press, 1988.

6. TRRL, The Demandfor Public Transport. 1980

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara 11

Anda mungkin juga menyukai