TEORI KUBLER-ROSS
OLEH :
RAUZATUL JANNAH
NIM: 2007201018
MUHAMMADIYAH LHOKSEUMAWE
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Jiwa
pada Klien dengan Kehilangan dan Berduka” dengan tepat waktu. Penulisan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa, selain itu makalah ini
juga bertujuan untuk menambah pengetahuan kami sebagai penulis dan khususnya bagi kami
yang merupakan mahasiswa keperawatan. Kami mengucapkan banyak terima kasih pada
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Tak ada gading yang
tak retak. Tentunya dalam penyusunan makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan. Kritik
dan saran yang membangun, sangat kami butuhkan demi kesempurnaan dalam karya kami
kedepan. Dengan adanya makalah ini kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan bagi tenaga dan mahasiswa keperawatan pada khususnya.
Penulis
DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................4
LANDASAN TEORI.................................................................................................................4
2.1 KEHILANGAN...........................................................................................................4
2.2 BERDUKA..................................................................................................................6
BAB III.....................................................................................................................................17
ii
PEMBAHASAN......................................................................................................................17
BAB IV....................................................................................................................................24
PENUTUP................................................................................................................................24
4.1 SIMPULAN...............................................................................................................24
4.2 SARAN......................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................25
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang universal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang. Kehilangan dan
berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau
nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak
melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Setiap individu yang mengalami penyakit atau trauma mungkin juga mengalami
rasa kehilangan atau berduka. Seorang klien bisa merasakan duka karena kehilangan
beberapa hal, antara lain: kehilangan bagian atau fungsi tubuh, kepercayaan diri,
kepercayaan, atau penghasilan. Penyakit dapat mengubah atau mengancam identitas
seseorang, dan pada waktunya setiap orang akan meninggal. Perawat memiliki tugas
utama mencegah penyakit dan trauma, serta membantu klien kembali menjadi sehat.
Perawat juga berperan penting dalam membantu klien dan keluarga untuk beradaptasi
dengan sesuatu yang tidak dapat diubah dan memfasilitasi suatu kematian yang damai
(Potter & Perry, 2010).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.
Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan
menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima
kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut.
1
Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami
kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial
yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan
asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang
mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan
dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi
ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi
mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama
kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
Oleh karena itu pentingnya asuhan keperawatan yang lebih mengkhusus guna
menghadapi klien dengan masalah kehilangan dan berduka selain itu penting juga bagi
perawat memahami konsep dari kehilangan dan berduka.
Permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah bagaimana asuhan
keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka.
2
1.3.1 Tujuan Umum
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 KEHILANGAN
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial yang dapat
dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik
sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi
perasaan kehilangan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami
setiap individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun
dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan bereaksi terhadap kehilangan.
Respons terakhir kehilangan sangat dipengeruhi oleh respons individu terhadap
kehilangan sebelumnya (Potter & Perry, 1997).
4
dari hidup. Kita belajar berharap bahwa sebagian besar dari rasa kehilangan yang
diperlukan pada akhirnya digantikan oleh sesuatu yang berbeda atau yang lebih
baik. Namun, beberapa rasa kehilangan menyebabkan kita mengalami perubahan
permanen dalam hidup kita dan mengancam perasaan kita tentang kepemilikan
dan keamanan. Kematian seseorang yang kita cintai, perceraian, atau kehilangan
kebebasan akan mengubah hidup kita selamanya dan secara signifikan
mengganggu kesehatan fisik, psikologis, dan spiritual.
5
c. Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya pekerjaan,
kepergian anggota keluarga atau teman dekat, perawat yang dipercaya, atau
binatang peliharaan).
d. Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan fungsi psikologis
atau fisik).
e. Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga, teman dekat, atau diri
sendiri).
2.2 BERDUKA
6
Berduka merupakan respons emosional terhadap rasa kehilangan, yang
dimanifestasikan oleh individu dalam cara yang khusus, berdasarkan pengalaman
personal, harapan budaya, dan kepercayaan spiritual (Hooyman dan Kremer,
2006). Koping pada proses berduka melibatkan suatu periode berkabung,
penampilan, ekspresi sosial terhadap berduka, dan perilaku berhubungan dengan
rasa kehilangan. Upacara berkabung dipengaruhi secara budaya dan seperti
perilaku yang dipelajari.
Penting untuk membedakan antara ekspresi berduka sebagai respons terhadap rasa
kehilangan yang normal dan sehat, yang membutuhkan dukungan dan pengakuan
masyarakat; dari berduka sebagai respons terhadap tekanan dan gangguan
personal yang besar, yang membutuhkan intervensi yang lebih itensif. Mengenali
bahwa ada perbedaan antara berbagai tipe berduka dapat membantu perawat
dalam merencanakan dan menerapkan perawatan yang sesuai. Jenis-jenis berduka
terbagi atas:
7
b. Berduka Berkomplikasi
Pada sebagian kecil individu, adaptasi terhadap berduka yang normal tidak
terjadi. Pada berduka berkomplikasi (disfungsional), berduka yang dirasakan
individu berkepanjangan atau kesulitan saat ingin bergerak maju setelah
mengalami rasa kehilangan. Mengalami kehilangan orang yang dicintai,
individu dengan berduka berkomplikasi mengalami kerinduan yang kronis dan
mengganggu terhadap orang yang sudah meninggal cenderung memiliki
kesulitan dalam menerima kematian, kepercayaan orang lain, merasakan
kepahitan, atau kekhawatiran akan masa depan. Mereka juga dapat merasakan
mati rasa secara emosional.
e. Berduka Tertutup
Berduka yang tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat
diakui secara terbuka. Contohnya, kehilangan pasangan karena AIDS, anak
8
mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di
kandungan atau ketika bersalin.
1. Tahap Pengingkaran.
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
dipercaya, mengerti, atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar-
benar terjadi. Sebagai contoh, orang atau keluarga dari orang yang menerima
diagnosis terminal akan terus berupaya mencari informasi tambahan. Reaksi
fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mual, diare,
gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan sering kali
individu tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berlangsung dalam
beberapa menit hingga beberapa tahun.
2. Tahap Marah
Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering
diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang mengalami
kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar,
menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter atau
perawat tidak kompeten. Respons fisik yang sering terjadi, antara lain muka
merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan
seterusnya.
3. Tahap Tawar-Menawar
Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadi kehilangan
dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang-
terangan seolah-olah kehilangan tersebut dapat dicegah. Individu mungkin
berupaya untuk melakukan tawar-menawar dengan memohon kemurahan
Tuhan.
9
4. Tahap Depresi
Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang
bersikap sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, rasa
tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik yang
ditunjukkan, antara lain menolak makan, susah tidur, letih, turunnya dorongan
libido, dan lain-lain.
5. Tahap Penerimaan
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang
berpusat pada objek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu
telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya dan mulai memandang
ke depan. Gambaran tentang objek atau orang yang hilang akan mulai
dilepaskan secara bertahap. Perhatiannya akan beralih pada objek yang baru.
Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan
damai, maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta dapat mengatasi
perasaan kehilangan secara tuntas. Kegagalan untuk masuk ke tahap
penerimaan akan memengaruhi kemampuan individu tersebut dalam
mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
Pengetahuan tentang teori berduka dan respons “normal” terhadap rasa kehilangan
dan kehilangan membantu pemahaman perawat tentang pengalaman yang kompleks
tersebut. Teori berduka secara konstan mengakui respons berduka individu. Jangan
menganggap bahwa individu yang berubah-ubah dari respons berduka normal adalah
abnormal. Namun sebagian besar teori berduka menggambarkan bagaimana individu
beradaptasi dengan kematian, mereka juga dapat digunakan untuk memahami respons
terhadap rasa kehilangan orang terdekat (Potter & Perry, 2010).
a. Tahap-tahap kematian
Teori perilaku klasik Kubler Ross (1969) menggambarkan lima tahap kematian.
Namun tahap-tahap tersebut ditulis dalam suatu kondisi, individu yang berduka tidak
10
akan mengalaminya dalam kondisi-kondisi tertentu atau untuk waktu yang panjang
dan sering berpindah kembali dan seterusnya dari satu tahap ke tahap lainnya.
1. Tahap Penyangkalan (denial), individu bertindak seperti tidak terjadi sesuatu dan
menolak menerima kenyataan adanya rasa kehilangan. Individu menunjukkan
seolah-olah tidak memahami apa yang telah terjadi.
11
Perilaku kasih sayang menjamin ketahanan hidup karena hal itu menjaga individu
dekat dengan semua yang menawarkan cinta, perlindungan, dan dukungan.
Bowbly menggambarkan empat fase berkabung. Sama dengan teori tahap
berduka yang lain, individu dapat kembali dan meneruskan antara dua fase manapun
dalam merespons rasa kehilangan.
1. Mati Rasa (numbing), fase berkabung paling singkat, berlangsung dari beberapa
jam sampai satu minggu atau lebih. Individu yang berduka menggambarkan fase
ini sebagai perasaan “yang menyebabkan pingsan” atau “tidak nyata”. Mati rasa
melindungi individu dari dampak penuh akibat rasa kehilangan.
4. Fase Reorganisasi, dengan fase ini biasanya memakan waktu satu tahun atau
lebih, individu mulai menerima perubahan, menerima peran yang belum dikenal,
membutuhkan keterampilan baru, dan membangun hubungan baru. Individu yang
melakukan reorganisasi mulai membuka dirinya dari hubungan mereka yang
hilang tanpa merasakan bahwa mereka mengurangi kepentingannya.
12
c. Model Tugas Berduka
4. Tugas IV: Merelokasi orang yang sudah meninggal secara emosional dan
melanjutkan kehidupan.
Orang yang sudah meninggal tidak dapat dilupakan, tetapi lebih cenderung
menempatkan secara berbeda dan kurang menonjol pada kehidupan emosional
13
individu yang masih hidup. Individu biasanya takut jika membuat hubungan baru
mereka akan melupakan orang yang mereka cintai atau terlihat tidak setia,
membuat tugas ini jadi sulit untuk diselesaikan. Menyadari bahwa mungkin untuk
mencintai individu lain tanpa mengkhianati orang yang sudah meninggal individu
tersebut terus maju.
14
1. Perkembangan Manusia
Usia klien dan tahap perkembangan memengaruhi respons terhadap berduka.
Misalnya, anak-anak tidak dapat memahami rasa kehilangan atau kematian, tetapi
sering merasakan kecemasan akibat kehilangan objek dan terpisah dari orang tua.
2. Hubungan Personal
Ketika rasa kehilangan melibatkan individu lain, kualitas dan arti hubungan yang
hilang akan memengaruhi respons terhadap berduka. Ketika suatu hubungan antara
dua individu telah menjadi sangat dekat dan terjalin dengan baik, maka dapat
dimengerti bahwa individu yang hidup sulit untuk melanjutkan hidupnya.
4. Strategi Koping
Pengalaman hidup membentuk strategi koping yang digunakan seseorang untuk
mengatasi tekanan karena rasa kehilangan. Klien pertama-tama bergantung pada
strategi koping yang mereka kenal ketika mengalami tekanan akibat rasa kehilangan.
Ketika strategi koping yang biasanya tidak berhasil, individu memerlukan strategi
koping yang baru. Pengungkapan emosi (pelepasan, atau membicarakan tentang
perasaan seseorang) telah dipandang sebagai cara yang penting untuk beradaptasi
dengan rasa kehilangan. Di masa lalu, fokusnya adalah menolong individu
mengungkapkan kemarahan atau perasaan negative lainnya berhubungan dengan rasa
kehilangan. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa fokus pada emosi yang
positif dan perasaan optimis mungkin lebih menjadi indikasi penting dari adaptasi
yang berhasil terhadap kehilangan (Ong et al., 2004).
15
fisik terhadap tekanan (Cohen, Doyle, dan Baum, 2006). Ketika individu kekurangan
sumber daya finansial, pendidikan, atau pekerjaaan, beban kehilangan menjadi
berlipat.
8. Harapan
Harapan, suatu komponen spiritualitas multidimensi, mendorong dan memberikan
rasa nyaman bagi individu yang mengalami tantangan personal. Pengharapan
memberikan individu kemampuan untuk melihat kehidupan sebagai keabadian atau
memiliki arti serta tujuan. Sebagai suatu bentuk masa depan dan dorongan motivasi,
harapan membantu klien mempertahankan suatu harapan yang baik, suatu perbaikan
dalam lingkungan mereka, atau pengurangan terhadap sesuatu yang tidak
menyenangkan. Dengan harapan, sesorang klien berpindah dari perasaan lemah dan
rentang, menuju ke kehidupan yang penuh kemungkinan (Arnaert, Filteau dan
Sourial, 2006).
16
Penjelasan teori:
17
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN KEHILANGAN DAN
BERDUKA
18
regresi, intelektualisasi, disosiasi, supresi, dan proyeksi yang digunakan untuk
menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Dalam
keadaan patologi, mekanisme koping sering dipakai secara berlebihan atau
tidak memadai. Pengkajian tanda klinis berupa adanya distress somatis seperti
gangguan lambung, rasa sesak, napas pendek, sering mengeluh, dan merasakan
lemah. Pengkajian terhadap masalah psikologis adalah tidak ada atau
kurangnya pengetahuan dan pemahaman kondisi yang terjadi, penghindaran
pembicaraan tentang kondisi penyakit, serta kemampuan pemahaman
sepenuhnya terhadap prognosis dan usaha menghadapinya.
Duka cita terganggu (00135) Ketidakstablian emosional, Depresi, letih, penurunan fungsi
kurangnya dukungan social, dalam peran hidup, menghindari
dan adanya kematian orang berduka, merindukan almarhum,
terdekat. terus memikirkan almarhum,
adanya kecemasan, bingung,
19
adanya ungkapan perasaan hampa,
perasaan syok, marah, tidak
percaya, curiga pada orang lain,
melamun, menyalahkan diri,
adanya distress, dan lain-lain.
Risiko duka cita terganggu Adanya faktor risiko, seperti Adanya faktor risiko.
(00172) kematian orang terdekat,
emosi yang tidak stabil, dan
dukungan social yang
kurang.
20
a. Bersama pasien mengingat kembali cara mengatasi perasaan berduka di
masa lalu.
21
Secara khusus, tahap/rentang respons individual terhadap kedukaan
adalah sebagai berikut.
1) Tahap Pengingkaran
2) Tahap Marah
22
a. Menjelaskan kepada keluarga bahwa kemarahan pasien sebenarnya
tidak ditujukan kepada mereka.
3) Tahap Tawar-Menawar
4) Tahap Depresi
23
Membantu pasien menemukan dukungan yang positif dengan
mengaitkan terhadap kenyataan.
5) Tahap Penerimaan
24
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial yang dapat dialami
individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau
keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan
kehilangan.Setiap individu akan bereaksi terhadap kehilangan. Respons terakhir
kehilangan sangat dipengeruhi oleh respons individu terhadap kehilangan sebelumnya
(Potter & Perry, 1997).
4.2 SARAN
25
DAFTAR PUSTAKA
Medika
Potter, A. Patricia dan Anne G. Perry. 2010. Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku 2.
Singapore: Elsevier
26