Anda di halaman 1dari 16

STASE MANAJEMEN KEPERAWATAN

NASKAH KOMUNIKASI TERAPEUTIK STASE MANAJEMEN


KEPERAWATAN DI RUANG CEMPAKA III RSUD SLEMAN
YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Profesi Ners


Stase Keperawatan Manajemen

Disusun Oleh:
1. Siti Rozaha A (203203068)
2. Alviani (213203001)
3. Andi Setiawan (213203002)
4. Anisa Choiru R (213203003)
5. Kevin Arova (213203020)
6. Nurlinda Juriati (213203031)
7. Ovilia Nabila (213203032)
8. Antika Cahyani (213203049)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XVII


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam
hubungan antar manusia. Komunikasi melibatkan perilaku dan memungkinkan
individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Komunikasi
berjalan karena manusia membutuhkan satu dengan lainnya. Dalam dunia
kesehatan yakni di dunia keperawatan terdapat komunikasi yang disebut dengan
komunikasi terapeutik. Komunikasi ini sangat berbeda dengan komunikasi pada
umumnya, karena komunikasi ini merupakan sebuah komunikasi yang
direncanakan secara sadar dan kegiatannya bertujuan untuk kesembuhan pasien.
Terapeutik sendiri merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni
dari penyembuhan (Damayanti, 2010). Sehingga dengan penerapan komunikasi
ini, seorang komunikator (perawat) tersebut mampu mengkomunikasikan
perasaan, perbuatan, ide, ekspresi yang mampu memfasilitasi kesembuhan
pasien. Salah satu tujuan komunikasi terapeutik ini adalah untuk mendapatkan
kepuasan pasien. Dalam komunikasi terapeutik terdapat tiga hal yang mendasar
dan memberi ciri-ciri dari komunikasi terapeutik yang juga merupakan indikator
pada penelitian ini yakni: 1) Keikhlasan, 2) Empati dan 3) Kehangatan (M &
Juliane, 2010).
Kepuasan pasien adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang
muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja
atau hasil sebuah produk dan harapan-harapannya (Nursalam, 2011). Adapun
indikator kepuasan pasien yang diuji pada penelitian ini yakni: 1) Kesesuaian
harapan, 2) Minat berkunjung kembali dan 3) Kesediaan merekomendasikan.
Rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan, dikenal karena
kompleksitas nya yang ada, baik dari segi pelayanan, keuangan, kinerja serta
pemasaran nya. Rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan jasa terbaik
kepada pasien selaku pengguna jasa rumah sakit. Pelayanan jasa rumah sakit
selalu terkait dengan profesionalisme, teknologi dan hubungan pasien dengan
pelaksana pelayanan medis misalnya dokter, perawat, dan paramedis lainnya
dengan tujuan untuk kesembuhan dan kepuasan pasien.
Pelayanan medis sebagian besar merupakan pelayanan yang bersifat
menyembuhkan dan ditujukan kepada pasien saja, tetapi pelayanan keperawatan
bersifat peduli dan ditujukan kepada individu, keluarga, serta masyarakat, baik
yang sehat maupun sakit. Menurut Perry dan Potter (2009) menjelaskan 80%
kesembuhan dan kepuasan pasien ditentukan dari keberhasilan perawat dalam
memberikan perawatan secara medis baik fisik maupun psikis. Oleh karena itu,
rumah sakit harus mampu memberikan pelayanan yang bermutu kepada
pelanggannya (pasien). Salah satu diantaranya dengan memberikan asuhan
keperawatan dalam praktik keperawatan professional (Arwani, 2006).
Bagi pasien yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit, komunikasi
antara pasien dengan perawat merupakan hal yang seharusnya dilaksanakan,
karena dengan dua cara keduanya melakukan komunikasi, maka pasien pun dapat
mengetahui apa yang sedang terjadi pada dirinya, sehingga kecemasan akan
penyakitnya tidak merajalela menghantui perasaan yang kemungkinan besar
membuat pasien menjadi tidak menerima keadaan dan stres.
BAB II
ANALISA JURNAL
A. Introduction
Komunikasi efektif di gambarkan sebagai standar praktik keperawatan
profesional. Salah satu hal yang dilakukan perawat dalam menjaga kerjasama
yang baik dengan klien dalam membantu memenuhi kebutuhan kesehatan klien,
maupun dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka membantu mengatasi
masalah klien adalah dengan berkomunikasi. Dengan berkomunikasi perawat
dapat mendengarkan perasaan klien dan menjelaskan prosedur tindakan
keperawatan. Masalah komunikasi sekitar 60% disebabkan oleh kesalahan tenaga
kesehatan. Komunikasi interpersonal perawat kurang baik yaitu 8 responden
80%, dan tingkat kepuasan pasien cukup puas yaitu sebanyak 6 responden 60%
ini menunjukan komunikasi terapeutik perawat cukup. Keterampilan komunikasi
terapeutik kurang baik dan pasien merasa kurang puas sebanyak 16 orang 76,2%.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk mengupayakan proses
komunikasi yang efektif, antara lain: Sensitifitas kepada penerima komunikasi,
kesadaran dan pengertian terhadap makna simbolis, penentuan waktu yang tepat
dan umpan balik, komunikasi tatap muka.

B. Method
Design penelitian yang direview pada penelitian ini terdiri dari beberapa
jurnal penelitian dengan study qualitative, case study, descriptive study dengan
pendekatan qualitative. Kriteria inklusi yaitu upaya meningkatkan komunikasi
efektif perawat pasien. Pencarian literatur melalui penelusuran beberapa artikel
yang telah di publish dengan populasi yaitu perawat dan pasien. Penelusuran
telah dilakukan dengan menggunakan EBSCO Shot 359 jurnal, yakni terdiri 3
Jurnal yang Full teks Pdf, pencarian Science Direct 9.864 dan menemukan 2
Jurnal yang Full teks pdf, googlesearch, artikel yang ditemukan dari masing
masing pencarian berdasarkanpublication date 2012 -2017 dengan kata kunci :
effective communication, efforts to improve, patient nurse. Artikel atau jurnal
yang sesuai dengan kriteria inklusi kemudian dilakukan critical appraisal skills
programme (CSAP) Ekstraksi data penelitian dilakukan dengan membaca hasil
dari penelitian kemudian diambil intisarinya. Semua bagain tersebut dimasukan
dalam sebuah tabel agar mempermudah dalam membaca hasil ekstraksi.

C. Result
Berdasarkan analisis artikel didapatkan beberapa upaya meningkatkan
komunikasi efektif pada perawat pasien yakni:

1. Pelatihan
Penelitian Sue Duke et al, (2014) : Jumlah peserta (85%) sangat setuju
bahwa pelatihan telah meningkatkan kepercayaan diri perawat untuk
memberikan pelayanan yang intensif pada pasien, perawat sangat setuju
bersedia untuk berbicara dengan orang-orang yang menderita dan mengatasi
masalah emosional , perawat sebagai peserta pelatihan (87%) sangat setuju
bahwa pelatihan tersebut akan membuat dampak pada praktek keperawatan
sangat baik.

Penelitian Pehrson et al, (2016) : 88,2% perawat melaporkan merasa


percaya diri dalam menggunakan keterampilan yang mereka pelajari pasca
pelatihan dan melaporkan peningkatan 42-63% dalam penggunaan
keterampilan empatik tertentu.Modul CST untuk perawat dalam merespons
secara empatik terhadap pasien menunjukkan kelayakan, akseptabilitas, dan
peningkatan self-efficacy serta penyerapan keterampilan. Modul CST ini
memberikan intervensi yang mudah ditargetkan untuk meningkatkan
komunikasi perawat-pasien dan perawatan yang berpusat pada pasien.

2. Panduan keterampilan komunikasi yang peka terhadap budaya


Pada penelitian Mora et al (2015) : Jumlah sampel perawat laki-laki dan
perempuan yang sama di kedua kelompok. Pada kelompok intervensi perawat
memiliki keterampilan komunikasi yang lebih baik, dengan nilai p 0,00 dan
alpha 0,05 (5%).

3. Program komunikasi terapeutik terencana


Hasil penelitian Younis, et all , (2015) menunjukkankorelasi signifikan
statistik positif antara skor pengetahuan total dan skor latihan total
kemampuan komunikasi terapeutik perawat pada setiap waktu pengukuran
(pra: r = 0,52, p <.00; post r = 0,53, p < .001). Juga, peningkatan signifikan
statistik yang signifikan dalam pengetahuan, praktik dan keterampilan perawat
pediatrik mengenai komunikasi terapeutik ditemukan p<.001.

4. Mini workshop
Penelitian oleh Anita Permatasari, 2016 : Mengadakan pelatihan
komunikasi terapeutik pada perawat baru dengan mini workshop. Hasilnya
sebanyak 4 responden (80%) perawat melakukan komunikasi terapeutik
dengan baik, sedangkan perawat dengan komunikasi terapeutik kurang baik
sebanyak 1 responden (20%).

D. Analisis
Dari hasi diatas dapat dianalisis bahwa upaya dalam meningkatkan
komunikasi efektif pada perawat pasien sangat penting untuk dilakukan. Kualitas
komunikasi perawat yang profesional memiliki korelasi positif yang signifikan
dengan kepuasan pasien. Penelitian ini membutuhkan pola strategi dan
ketrampilan komunikasi yang efektif melalui upaya profesional secara formal
yang memberi pengaruh pada kepuasan pasien yang dirawatnya. Efektifitas
komunikasi perawat pasien melalui evidence based literature review
mendapatkan bahwa untuk memiliki ketrampilan komunikasi yang efektif
melalui upaya pelatihan komunikasi, membuat panduan keterampilan
komunikasi yang peka terhadap budaya, Program komunikasi terapeutik
terencana, mini workshop.
E. Disscussion
1. Pelatihan
Model pelatihan komunikasi SAGE dan THYME, sangat efektif
karena memberikan pembinaan, dan pelatihan kepada perawat yang
menghargai pasien serta fokus pada penyelesaian masalah pasien itu sendiri.
Menggunakan pelatihan model komunikasi SAGE & THYME telah
memungkinkan perawat memiliki rasa percaya diri yang baik menghadapi
setiap pasien yang mengalami deprasi, kecemasan, kekwatiran terhadap
permasalahan yang dihadapi oleh pasien.

Pelatihan ini diberikan untuk meningkatkan keterampilan komunikasi


dasar di akhir perawatan dan kemajuan hidup perencanaan perawatan pasien.
Kualitas pelatihan dievaluasi secara konsisten dan sangat positif bagi
perawat dalam rangka meningkatkan keterampilan komunikasi perawat
kepada pasien dalam komunikasi terapeutik yang mampu memberikan
pengaruh yang baik terhadap psikologi pasien untuk proses kesembuhannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Pehrson et al, (2016) menunjukkan


keberhasilan berkaitan dengan penerapan program pelatihan keterampilan
komunikasi untuk perawat di sebuah pusat kanker besar, yang dibuktikan
melalui evaluasi program yang menguntungkan, keuntungan signifikan
dalam. self-efficacy terkait komunikasi dengan pasien dalam berbagai
konteks, dan peningkatan signifikan dalam beberapa keterampilan empati,
seperti juga dalam mengklarifikasi keterampilan. Penelitian ini menunjukkan
bahwa; didukung, mayoritas besar peserta perawat mendukung (> 80%)
memberikan evaluasi yang baik untuk setiap modul keperawatan, perawat
melaporkan peningkatan self-efficacy secara efektif dalam penggunaan
keterampilan (baik secara keseluruhan maupun untuk masing-masing dari
ketiga modul) dari pra sampai pasca pelatihan; dan perbaikan signifikan
diamati terutama pada keterampilan komunikasi empatik dalam SPA
sebelum pelatihan.

2. Panduan keterampilan komunikasi yang peka terhadap budaya.


Penelitian oleh Mora, et al, (2015), bahwa pelatihan dengan
menggunakan panduan keterampilan komunikasi yang peka terhadap budaya
dapat meningkatkan komunikasi keterampilan perawat dan dapat
meningkatkan kepuasan klien. Perawat yang dilatih menggunakan pedoman
keterampilan komunikasi perawat Gadjah Mada lebih baik dan menunjukkan
komunikasi yang lebih sensitif dengan klien dibandingkan dengan kelompok
yang tidak terlatih. seperti yang dinilai oleh pengamat dan klien simulasi
dalam pemeriksaan klinis terstruktur objektif (OSCE).

Pelatihan dengan menggunakan panduan keterampilan komunikasi


yang peka terhadap budaya dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
perawat dan dapat meningkatkan kepuasan klien. Rencana pelatihan
keterampilan komunikasi perawat dengan menggunakan pedoman Gadjah
Mada perawat-klien: (1) Pelatihan dimulai dengan pengenalan dan
pembentukan tim berkomitmen untuk belajar (30 menit). (2): Pelatihan
dilanjutkan dengan drama / permainan peran yakni dengan waktu 1 jam 30
menit. Sesi 1: Primary care clinic: Salah satu peserta berperan sebagai: a
perawat simulasi, dokter dan pasien, Sesi 2: Rumah pasien, Sesi 3 : Klinik
perawatan primer , (3) Umpan balik dan refleksi dan sesi: (30 menit) Peserta
kemudian diminta untuk merenungkan drama ini menjadi sosial budaya
konteks sensitif keterampilan komunikasi antara penyedia layanan kesehatan
dan klien dan kemudian mencoba yang disarankan keterampilan komunikasi
yang lebih baik menjadi role-play dalam pasangan. (4) Informasi pendukung
tentang perawat-klien Gadjah Mada Pedoman ketrampilan komunikasi
diberikan secara interaktif kuliah (30 menit). (5) Peserta diminta melakukan
role play lainnya, untuk meresponnya klien simulasi yang sama dengan
masalah yang sama di atas; berdasarkan pedoman komunikasi yang terlatih
(bagaimana seharusnya mereka idealnya selama setiap tahap pedoman); dan
bungkus up sesi (1 jam). Setelah intervensi, ada rentang waktu untuk retensi
pembelajaran dalam 4 hari, memberikan kesempatan bagi ingatan jangka
pendek untuk masuk ke ingatan jangka panjang. Penentuan rentang waktu
antara pelatihan dan waktu penilaian tidak akan mempengaruhi kemampuan
perawat yang tidak terlatih karena dasar pembelajaran komunikasi adalah
pelatihan yang menyentuh respons emosional perawat pada kelompok
intervensi yang dilatih oleh kehadiran dari pasien simulasi. Hal ini akan
memberi dampak pada memori jangka panjang yang dapat distimulasi
dengan evaluasi yang sesuai, yang tidak diperoleh pada kelompok kontrol.

3. Program komunikasi terapeutik terencana


Penelitian Younis et al (2015) yakni bahwa, perawat anak-anak
memiliki peningkatan yang signifikan dalam pengetahuan dan keterampilan
mereka mengenai komunikasi terapeutik dengan anak-anak mereka yang
dirawat di rumah sakit setelah menggunakan program komunikasi terapeutik
yang direncanakan. Dengan menggunakan., Alat satu: Kuesioner terstruktur
komunikasi terapeutik: terdiri dari dua bagian: bagian 1: kuesioner
terstruktur sosio-demografis: mencakup nama rumah sakit, departemen, usia,
kualifikasi, tempat tinggal (pedesaan atau perkotaan), pengalaman bertahun-
tahun (kurang dari atau lebih dari 3 tahun) dan pernah kursus/pelatihan
sebelumnya tentang kemampuan komunikasi terapeutik., bagian 2: kuesioner
pengetahuan komunikasi terapeutik: terdiri dari delapan (8) pertanyaan yang
diberikan kepada perawat untuk menilai pengetahuan mereka mengenai
kemampuan komunikasi terapeutik., skor jawaban yakni (1) jawaban yang
benar dan (2) tidak benar menjawab. Alat dua: Daftar periksa kinerja
terstruktur berskala likert: untuk menilai peningkatan praktik perawat
mengenai komunikasi terapeutik melalui observasi. terdiri dari 42 item yang
terbagi menjadi 3 headline utama. Kualitas perawat tentang keterampilan
komunikasi terapeutik terdiri dari 21 item, keterampilan komunikasi
terapeutik perawat saat masuk anak-anak ke rumah sakit terdiri dari 4 item,
dan keterampilan komunikasi terapeutik perawat saat memberikan asuhan
keperawatan terdiri dari 17 item. Sistem penilaian didasarkan pada daftar
periksa kinerja skala Likert 5 poin sebagai berikut; (5) Selalu, (4)
kebanyakan, (3) kadang-kadang, (2) jarang (1) tidak pernah.

4. Mini workshop
Penelitian oleh Anita, (2016) yakni dengan mini workshop yang
dikoordinir oleh Kepala Ruangan memberikan arahan tentang bagaimana
komunikasi terapeutik, apa yang harus dilakukan dari fase pra interaksi
sampai dengan fase terminasi kepada perawat yang ditunjuk. Setelah diberi
pengarahan (treatment), peneliti dan partisipan mengimplementasikan
rencana tindakan dengan harapan adanya peningkatan. Komunikasi
merupakan upaya individu dalam menjaga dan mempertahankan individu
untuk tetap berinteraksi dengan orang lain dan komponen penting dalam
praktik keperawatan. Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk
mempengaruhi tingkah laku manusia, sehingga komunikasi dikembangkan
dan dipelihara secara terus menerus.

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling lama dan sering


berinteraksi dengan klien dan perawat diharapkan dapat menjadi pemulih
secara psikologis. Kehadiran dan interaksi yang dilakukan perawat
hendaknya membawa kenyamanan dan kerinduan bagi klien Perawat
memerlukan keterampilan khusus yang mencakup keterampilan intelektual,
teknikal yang tercermin dalam perilaku berkomunikasi secara terapeutik
dengan orang lain. Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi
secara terapeutik tidak akan hanya mudah menjalin hubungan rasa percaya
dengan klien, tetapi juga mencegah terjadinya masalah legal, memberikan
kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan, dan meningkatkan citra
profesi serta citra Rumah Sakit. Pelatihan komunikasi interpersonal adalah
satu set program dan implementasi tentang komunikasi interpersonal dengan
fokus utama pada proses pembelajaran dan bertujuan untuk memperbaiki
dan mengembangkan sikap, perilaku, ketrampilan, dan pengetahuan
khususnya tentang komunikasi interpersonal bagi perawat. Komunikasi
interpersonal merupakan inti dari praktik keperawatan, komunikasi
interpersonal mempunyai peranan yang cukup besar untuk mengubah sikap
(Paju & Dwiantoro, 2018).
BAB III
NASKAH DIALOG KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT

A. SKENARIO DIALOG KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN


KASUS DM SKENARIO KASUS :

Ny AN 50 tahun domisili Triharjo Sleman dengan RM 333xx, dirawat


dibangsal cempaka 3 dengan diagnose medis DM. Pada saat dilakukan pengkajian,
pasien mengatakan badan pegal dan keluarga pasien mengatakan apakah boleh
minum teh manis. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan hasil TD 120/90 mmhg, RR
20x/menit, HR 90x/menit, suhu 36,7 c, GDS 241. Hari ini pasien akan
mendapatkan terapi injeksi insulin 6 unit setelah makan pagi.

Pembagian peran:

1. Perawat : Alviani
2. Keluarga pasien : Andi S
3. Pasien : Anisa C
4. Video grafer : Siti R A

NASKAH KASUS :

NARATOR:
Disuatu hari pagi yang cerah. Perawat beserta tim telah melakukan
operan jaga dari sift malam ke pagi. Selanjutnya, perawat bertugas sesuai
dengan tugasnya masing-masing.
BAGIAN DIALOG
TAHAP PRE INTERAKSI
1. Sebelum ke pasien, perawat sudah membaca catatan medis pasien atas nama
Ny AN 50 tahun dengan diagnose medis DM.
2. Perawat sudah mempersiapkan alat (injeksi novorapid 6 unit, alcohol swab ,
troli obat dan sarung tangan).
3. Perawat mencuci tangan 6 langkah dengan baik dan benar.
TAHAP ORIENTASI
Perawat “Assalamualaikum, permisi bu..
Selamat pagi..”
Pasien& “Waalaikumsalam, pagi sus”
keluarga
Perawat “Perkenalkan Ibu, saya perawat Alvi yang bertugas pagi ini
dari pukul 08.00 pagi hingga jam 14.00 nanti”
Perawat “Dengan ibu siapa ? Alamatnya dimana bu ?”
Pasien “AN, Triharjo Sleman”
Perawat “Biasanya ibu suka dipanggil siapa bu?”
Pasien “Ibu A”
Perawat “Baik ibu A nggih”. (Kemudian perawat mengecek gelang
identitas & menyocokan no RM)
“Benar ya bu..”
Perawat “Bagaimana keadaannya bu? Apa yang ibu rasakan”
Pasien “Pegel badan saya sus..”
Perawat “Hmm baik, ibu merasakan pegal sejak kapan bu?”
Pasien “Hari ini sus pas bangun tidur.. sudah..”
Perawat “Baik ibu, badan ibu pegal tadi malam posisi tidur ibu
bagaimana?”
Pasien “Miring terus sus..”
Perawat “Baik ibu, badan pegal ibu karena tidur dalam satu sisi ya,
sebaiknya jika tidur ibu bisa berbaring, miring dengan
berganti posisi nyaman untuk mencegah pegal pada badan
ibu.”
Pasien “O.. iya sus tangan saya buat bantalan yang sebelah makanya
pegal.”
Perawat “Jadi ibu nanti ketika tidur bisa berganti posisi dengan
mengatur posisi nyaman nggih bu..”
“Baik bu, tujuan saya di sini akan memberikan injeksi /
menyuntikkan insulin pada bagian lengan kiri ibu untuk
menurunkan kadar glukosa darah ibu/ supaya gula ibu
terkontrol dan tidak tinggi nggih. Karena tadi pagi pukul
05.00 di cek gula darah ibu 241 nggih. Normalnya gula darah
<200. Nanti sedikit agak sakit ketika saya suntik dibagian
lengan nggih bu”
Pasien “Nggih sus, kemarin disuntikkan dilengan..”
Perawat “Baik ibu jika ibu sudah paham, apakah ibu bersedia dan bisa
kita mulai? Kurang lebih membutuhkan waktu 10 menit.”
“Sebelumnya apakah ada yang ditanyakan?”
“Ibu sudah sarapan nggih? Berapa menit yang lalu bu?”
Pasien “Nggih sus silakan, saya sudah sarapan sekitar 30 menit yang
lalu.”
“Tidak ada.”
Tutup privasi (Tirai)
TAHAP KERJA
Perawat “Kita mulai ya bu..”
“Permisi nggih bu saya buka lengan baju ibu sebelah kiri.”
“Nanti saya akan suntikkan tegak lurus/ sudut 90 derajat
nggih bu.”
“Jika sakit nanti ibu bisa tarik nafas dalam.”
(Cuci tangan pakai handrub)
(Pakai sarung tangan, buka alcohol swab lalu desinfektan
tempat penyuntikan, buka novorapid).
“Permisi nggih bu, saya mulai suntikkan insulinnya, apabila
sakit bisa tarik napas dalam.”
(menyuntikkan novorapid 6 unit)
Perawat “Sampun nggih bu..” (sambil membereskan alat)
“Bagaimana bu perasaannya setelah disuntik insulin ?”
Pasien “Gak kerasa sus. Nyaman saja.”
FASE TERMINASI
Perawat “Baik ibu, Alhamdulillah jika tidak sakit. Kerjasama ibu
sangat baik dan kooperatif. Nanti jam 12.00 saya akan
kembali setelah makan siang untuk mengecek GDS ibu lagi.
Sebelum saya kembali ke ruangan apakah ada yang ingin
ditanyakan?”
Keluarga “Sus inikan ibu saya mau minum teh manis, karena suka
sekali minum the manis. Boleh gak ya ?”
Perawat “Boleh saja mas, tetapi jangan terlalu sering. Sebaiknya gula
nya diganti gula jagung, biasanya dengan merk
(tropikanaslim) hehe. Supaya gula darah ibu tetap terjaga dan
tidak tinggi nggih.”
Keluarga “Oh baik sus, di supermarket terdekat atau apotik ada ya gula
itu”
Perawat “Ada mas biasanya”
Keluarga “Oke sus makasih”
Perawat “Sama-sama.. sebelum saya kembali ke ruangan ada yang
ingin ditanyakan lagi? Jika tidak, apabila ibu memerlukan
saya, bisa pencet bell sebelah sini atau keluarga bisa
memanggil ke ruangan perawat. Saya permisi nggih bu..
selamat pagi.”
(Perawat setelah melakukan tindakan, cuci tangan dan mendokumentasikan
tindakan keperawatan)
DAFTAR PUSTAKA
Arwani. (2006). Manajemen Bangsal Keperawatan. EGC.

Damayanti. (2010). Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan. PT.


Refika Aditama.

M, T., & Juliane. (2010). Komunikasi Terapeutik dan Konseling dalam Praktek
Kebidanan. Salemba Medika.

Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. salemba medika.

Paju, W., & Dwiantoro, L. (2018). Upaya Meningkatkan Komunikasi Efektif


Perawat. Keperawatan, 10(1), 28–36.
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/Keperawatan/article/view/65/46

Anda mungkin juga menyukai