Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KOASISTENSI BAKTERIOLOGI

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BACILLUS CEREUS

OLEH:

1. JEMRIS SABNENO, S.K.H 2009010006


2. CHRISTINA DEBBY DE JESUS, S.K.H 2009010010
3. AGATHA SADAUA, S.K.H 2009010031

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah merupakan suatu ekosistem yang mendukung kehidupan flora

maupun fauna.Bakteri patogen adalah bakteri yang mampu menyebabkan penyakit.

Bakteri patogen dapat menyebar melalui populasi manusia dalam berbagai

cara.Lingkungan tanah merupakan gabungan antara lingkungan biotik dan

lingkungan abiotik.Gabungan dari kedua lingkungan ini menghasilkan suatu

wilayah yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal berbagai organisme

lainnya.Salah satunya adalah organisme yang hidup di tanah (Kotrun, 2014).

Ada kolerasi yang kuat bahwa semakin banyak organik tanah dan oksigen,

maka jumlah dan jenis mikroorganismenya juga semakin tinggi. Walaupun

keberadaan patogen menjadi masalah yang serius dalam kesehatan manusia,

mikroorganisme peran yang sangat penting dalam perombakan (degradasi) zat

pencemar organik dalam tanah melalui proses metabolismenya (Notodarmojo,

2005).

Bakteri patogen adalah bakteri yang mampu menyebabkan

penyakit.Mikroorganisme dapat ditemukan di semua tempat yang memungkinkan

terjadinya kehidupan.Disuatu lokasi mikroorganisme tersebut dapat bersifat

transient, yaitu bertempat tinggal sementara, atau indigenous, yaitu sudah menetap

beberapa turunan.Organisme yang terakhir tersebut umumnya dapat lebih bertahan

pada kondisi buruk lingkungannya tersebut (Hanafiah, 2005).


Bakteri Bacillus cereus adalah salah satu contoh bakteri yang dapat

dijumpai pada tanah.Bakteri Bacillus cereus menjadi penting karena mampu

menyebabkan dua tipe sakit yaitu emetik dan diare yang juga dapat menginfeksi

manusia serta hewan.Metode identifikasi yang tepat akan sangat mempengaruhi

hasil yang diinginkan. Berdasarkan permasalahan diatas maka dalam praktikum

ini, dilakukan beberapa langkah identifikasi yang sesuai untuk mengidentifikasi

keberadaan bakteri Bacillus cereus pada tanah.

1.2. Tujuan

Tujuan praktikum ini dilakukan adalah untuk mengetahui teknik isolasi

dan identifikasi bakteri Bacillus cereus.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bacillus Cereus

A. Pengertian dan klasifikasi Bacillus Cereus

Bakteri ini merupakan jenis bakteri Gram positif yang memiliki

peptidoglikan tebal dan mampu menghasilkan spora tahan panas serta toksin

ekstraseluler.Hal ini menyebabkan Bacillus cereus masih mungkin

berkembang walaupun makanan telah dimasak (USFDA, 2001).Bacillus

cereus merupakan penyebab paling umum dua gejala klinis diare dan muntah

pada keracunan makanan (Drobniewski, 1993).Jumlah Bacillus cereus pada

produk makanan yang mencapai > 105 CFU per gram pangan dapat

menyebabkan keracunan yang berupa sindrom diare dan muntah (Rajkovic et

al., 2008).Bacillus cereus menghasilkan enterotoksin penyebab diare yang

lebih bersifat toksik daripada jenis bakteri intoksikasi yang lain. Menurut

Sentra Informasi Keracunan Nasional pada tahun 2014 terjadi kasus kematian

akibat keracunan pangan sebanyak 855 kasus yang diakibatkan oleh beberapa

jenis bakteri seperti Bacillus cereus, Clostridium botulinum, Staphilococcus

aureus, Salmonella, dan Escherichia coli. Jumlah kasus keracunan pangan

yang tercatat ini tidaklah menunjukkan data rill dari kasus keracunan pangan

dikarenakan masih terdapat kasus-kasus kecil keracunan pangan yang tidak

dilaporkan dan tidak diketahui oleh dinas kesehatan. Bacillus cereus dapat

pula menyebabkan infeksi lain yang lebih berbahaya seperti infeksi non

gastrointestinal, infeksi saluran pernafasan, infeksi nosokomial, infeksi sistem


saraf pusat, infeksi saluran kemih, infeksi kulit, endokarditis, dan osteomielitis

(Bottone, 2010).

Habitat utama Bacillus sp khususnya untuk Bacillus cereus adalah

lingkungan dan saluran pencernaan terutama tanah dan air yang menyebabkan

bakteri ini mempunyai peluang yang besar untuk mencemari bahan makanan

asal hewan maupun tanaman. Selain itu, pencernaan juga bias terjadi pada

ruang proses pengolahan karena bakteri ini dapat menempel pada sepatu,

pakaian, dan debu (Soejoedono, 2002).Berdasarkan penelitian Fatmasari

(2015) Bacillus cereus sensitif terhadap kloramfenikol, siprofloksasin,

eritromisin dan klindamisin.Kebanyakan isolat Bacillus cereus resisten

terhadap penisilin dan sefalosporin karena bakteri ini memproduksi enzim β-

laktamase.

Pada infeksi yang dicurigai akibat Bacillus cereus, terapi empiris

mungkin diperlukan hingga menunggu profil uji kepekaan

antibiotik.Resistensi Bacillus cereus terhadap eritromisin, tetrasiklin, dan

karbapenem telah dilaporkan sehingga dapat mempersulit pemilihan

pengobatan empiris (Bottone, 2010).Antibiotik yang digunakan pada Bacillus

cereus memiliki beberapa kerugian jika penggunaannya tidak benar terutama

jika dosis tidak diperhatikan.Antibiotik-antibiotik tersebut memiliki efek

samping yang kurang dapat ditoleransi, selain itu antibiotik yang dapat

digunakan sebagai terapi hanya sedikit.Bahan dari tumbuhan diharapkan dapat

menjadi solusi bagi masyarakat untuk dijadikan salah satu alternatif

pengobatan infeksi bakteri Bacillus cereus.


Bacillus mempunyai kemampuan mengontrol bakteri patogen dan

menekan pertumbuhan bakteri lain melalui antibiotik yang dihasilkannya atau

kompetisi dalam hal perebutan nutrisi dan ruang. Hal ini didukung darihasil

penelitian terakhir bahwa Bacillus berpotensi menghasilkan senyawa

antibakteri berupa lipopeptida yang disebut basitrasin yang dapat membunuh

bakteri patogen Bacillus diklasifikasikan sebagai berikut:

Regnum : Plantae

Kelas : Bacilli

Ordo :Bacillales

Family :Bacillaceae

Genus :Bacillus

Species :Bacillus cereus.

B. Morfologi dan kultur bakteri

Bacillus cereus (Gambar 1) merupakan bakteri Gram positif,

berbentuk batang, tidak berkapsul dan memiliki spora terletak di bagian

sentral (Bottone, 2010).Bacillus cereus memiliki dua penampilan morfologi

yang berbeda baik sebagai endospora atau sel vegetatif (CFSAN, 2001). Sel-

sel vegetatif Bacillus cereus adalah batang aerobik fakultatif, bervariasi lebar

1,0-1,2 μm dan panjang 3,0-5,0 μm. Batang cenderung tumbuh di rantai

panjang.Organisme ini adalah batang Gram positif terutama ditandai dengan

pembentukan spora (Kramer et al., 1989).Bacillus cereus memiliki flagella

peritrikus.Organisme ini dapat bertahan hidup dalam berbagai suhu yaitu 10-

50°C, dan untuk suhu pertumbuhan optimal 28-35°C (Giffel, et al., 1995).
Gambar 1.Bacillus Cereus

Kultur bakteri dilakukan dengan menggunakan medium Mannitolt Egg

Yolk Polymixin Agar (MYP). Menurut (Mossel et al, 20 )MYP Agar untuk

isolasi Bacillus cereus dalam makanan dan bahan makanan. Media ini

membedakan Bacillus cereus dari bakteri lainnya berdasarkan resitensinya

terhadap Polymyxin B, kurangnya fermentasi Mannitol, dan terbentuknya

Lecithinase. Nitrogen, vitamin, dan sumber karbon berasal dari daging sapi

ekstrak (beef extract) dan Peptone dalam MYP Agar. Bacillus Cereus tidak

memiliki kemampuan untuk memfermentasikan mannitolt pada media MYP

agar, sehingga koloni Bacillus Cereus akan menunjukkan warna pink pada

media MYP agar. Egg yolk emulsion mengandung lesitin.Lesitin merupakan

substrat untuk enzim lesitinase yang diproduksi oleh Bacillus cereus.Enzim

lesitinase dapat menghidrolisis lesitin dan menyebabkan timbulnya zona keruh

disekeliling koloni (BD, 2010).Polymyxin B yang ditambahkan ke dalam MYP

agar merupakan antibiotik yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan

bakteri gram negatif (Oxoid, 2001).

C. Patogenesis

Bacillus cereus tertelan dengan makanan yang terkontaminasi, melewati

perut, dan mencapai usus kecil. Spora Bacillus cereus akan berkecambah
menjadi sel vegetatif yang akan tumbuh dan menghasilkan enterotoksin.

Enterotoksin mempengaruhi epitel yang mengakibatkan diare.Bacillus cereus

dapat dicerna sebagai spora dan sel vegetatif.Hasil akhir, sindrom diare, tidak

dipengaruhi oleh jenis sel. Spora hampir tidak terpengaruh oleh pH rendah

perut, sementara sel-sel vegetatif tergantung pada nilai pH.Gejala diare

muncul yang disebabkan oleh enterotoksin tanpa interaksi langsung antara

organisme dengan inang (Granum et al., 1995).

D. Sifat Biokimiawi

Bacillus cereus bersifat proteolitik yang kuat karena memproduksi

enzim (protease, amilase, lesitinase, dan lain-lain) yang dapat memecah

protein dan mempunyai sifat yang hampir sama dengan renin sehingga dapat

menggumpalkan susu (Fardiaz, 1998). Uji konfirmasi mengacu pada

karakteristik bentuk Bacillus cereus dan reaksi metabolisme yang mampu

memfermentasi glukosa dalam kondisi anaerob, dan mereduksi nitrat menjadi

nitrit (Harmon et al., 1992).Menurut Bottone (2010) bakteri Bacillus cereus

merupakan bakteri Gram positif bersifat motil oval, kadang-kadang bundar

atau silinder dan sangat resisten pada kondisi yang tidak menguntungkan.

Bakteri ini bersifat aerobik sampai anaerobik fakultatif, katalase positif dan

merupakan bakteri gram positif berbentuk batang katalase positif, indol

negatif dan mampu memfermentasi glukosa serta laktosa dan sukrosa. Bacillus

cereus adalah bakteri berbentuk batang yang berspora dan bersifat gram

positif, selnya berukuran besar dibandingkan dengan bakteri batang lainnya

suhu pertumbuhan maksimum 37- 48ºC dan minimum 5-20ºC dan pH


pertumbuhan 5,5-8,5 serta tumbuh secara aerob fakultatif. Untuk melihat

daftar lengkap uji biokimia pada B. cereus dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Data lengkap uji biokimia Bakteri Bacillus cereus (Sumber:


microbiology.info.com)
No Uji Hasil
.
Katalase Positif
Sitrat Positif
Gelatin hidrolisis Negative
Pewarnaan gram Positif
Hemolisis Positif
Indol Negative
Motilitas Positif
Reduksi nitrat Positif
Oksidase Negative
Spora Positif
VP Positif
Fermentasi maltose, glukosa, Positif
fruktosa, ribose
BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Pemeriksaan dan pengamatan bakteri telah dilakukan di laboratorium

Bakteriologi dan Mikologi Klinik Hewan Undana pada tanggal 27 Mei sampai 5

Juni 2021.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain cawan petri,

objek glass, mikroskop, pipet, tabung reaksi, tabung duram, tabung EDTA,

gelas ukur, gelas beker, ose, needle, biobase, bunsen, inkubator, autoclave,

microwave, rak tabung reaksi, kapas, tissue, sarung tangan dan masker.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain darah

domba, sampel tanah, media blood agar base, media MacConkey Agar,

media SCA, media SIM, media TSIA, media MR-VP, aquades steril,

aluminium foil, larutan kristal violet, larutan lugol, larutan safranin, larutan

aseton, larutan malachite green, alcohol 70%, H2O2, larutan KOH 10%,

larutan methyl red dan reagen Kovac’s.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Pengambilan sampel

Sampel yang diambil baerasal dari tanah di belakang kandang hewan

FKH Undana. Tanah yang diambil sebanyak 1 gram kemudian disimpan pada
gelas beker dan ditutup menggunakan aluminium foil.Sampel yang telah

diambil kemudian di campurkan dengan aquades steril sebanyak 90 ml

selanjutnya dipanaskan di waterbath pada suhu 80 ºC.

3.3.2 Pembuatan media

Media yang digunakan dalam isolasi dan identifikasi Bacillus cereus

yaitu media BA, MacConkey, media SCA, media MRVP, media TSIAdan

SIM.

1. Media Agar darah (blood agar)

- Blood agar base ditimbang sebanyak 4,8 gram dimasukkan ke

dalam tabung duram. Kemudian ditambahkan quades steril

sebanyak 120 ml ke dalam tabung duram dan

dihomogenkan..Media di dalam tabung duram dipanaskan di dalam

microwave selama 40 detik hingga homgen. Kemudian media

disterilkan di dalam autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC.

Setelah itu, Media dikeluarkan dari autoclave dan menunggu suhu

media menjadi hangat (50oC) lalu ditambahkan darah domba

sebanyak 6ml dan dihomogenkan. Selanjutnya menuangkan media

sebanyak 20 ml ke dalam cawan petri steril secara aseptis.Setelah

media padat, dilakukan inkubasi di dalam inkubator selama 24 jam

pada suhu 37oC.

2. Media MacConkey Agar

- MacConkey Agar ditimbang sebanyak 6,18 gram dimasukkan ke

dalam tabung duram. Kemudian ditambahkan quades steril


sebanyak 120 ml ke dalam tabung duram dan dihomogenkan.Media

di dalam tabung duram dipanaskan di dalam microwave selama 40

detik hingga homogen. Kemudian media disterilkan di dalam

autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC. Selanjutnya media

dikeluarkan dari autoclave dan menunggu suhu media menjadi

hangat (50oC). Selanjutnya menuangkan media sebanyak 20 ml ke

dalam cawan petri steril secara aseptis.Setelah media padat,

dilakukan inkubasi di dalam inkubator selama 24 jam pada suhu

37oC.

3. Media SCA (simmons citrate agar)

- SCA ditimbang sebanyak 0,3 gram dimasukkan ke dalam tabung

duram. Kemudian ditambahkan quades steril sebanyak 16 ml ke

dalam tabung duram dan dihomogenkan. Setelah itu, media di

dalam tabung duram dipanaskan di dalam microwave selama 30

detik hingga homgen. Kemudian media disterilkan di dalam

autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC.Selanjutnya

menuangkan media sebanyak 8 ml ke dalam tabung reaksi steril

secara aseptis.Setelah media padat, dilakukan inkubasi di dalam

inkubator selama 24 jam pada suhu 37oC.

4. Media SIM (sulfate indol motility)

- SIM ditimbang sebanyak 1,4 gram dimasukkan ke dalam tabung

duram. Kemudian ditambahkan quades steril sebanyak 48 ml ke

dalam tabung duram dan dihomogenkan.Media di dalam tabung


duram dipanaskan di dalam microwave selama 40 detik hingga

homgen. Kemudian media disterilkan di dalam autoclave selama

15 menit pada suhu 121oC.Selanjutnya menuangkan media

sebanyak 8 ml ke dalam tabung reaksi steril secara aseptis dan

dibiarkan padat.Setelah media padat, dilakukan inkubasi di dalam

inkubator dengan posisi tegak selama 24 jam pada suhu 37oC.

5. Media TSIA (Triple Sugar Iron Agar)

- TSIA ditimbang sebanyak 3,12 gram dimasukkan ke dalam tabung

duram. Kemudian ditambahkan quades steril sebanyak 48 ml ke

dalam tabung duram dan dihomogenkan.Media di dalam tabung

duram dipanaskan di dalam microwave selama 40 detik hingga

homgen. Kemudian media disterilkan di dalam autoclave selama

15 menit pada suhu 121oC.Selanjutnya menuangkan media

sebanyak 8 ml ke dalam tabung reaksi steril secara aseptis.Setelah

media padat, dilakukan inkubasi di dalam inkubator dengan posisi

miring selama 24 jam pada suhu 37oC.

6. MRVP (methyl red-voges prokauer)

- MRVP ditimbang sebanyak 0,3 gram dimasukkan ke dalam tabung

duram. Kemudian ditambahkan quades steril sebanyak 16 ml ke

dalam tabung duram dan dihomogenkan.Media di dalam tabung

duram dipanaskan di dalam microwave selama 30 detik hingga

homgen. Kemudian media disterilkan di dalam autoclave selama

15 menit pada suhu 121oC.Selanjutnya menuangkan media


sebanyak 8 ml ke dalam tabung reaksi steril secara aseptis.

Dilakukan inkubasi di dalam inkubatordengan posisi miring

selama 24 jam pada suhu 37oC.

3.3.3 Sterilisasi alat dan bahan media

Semua alat dan bahan media yang digunakan dalam proses isolasi dan

identifikasi bakteri di lakukan sterilisasi basah dengan menggunakan

autocalve pada suhu 121oC selama 15 menit.Setelah sterilisasi, alat dan bahan

dikeluarkan dari autoclave dan diletakkan dalam Biobase untuk melakukan

isolasi bakteri dengan tujuan agar tetap aseptis.

3.4 Isolasi Bacillus cereus

1. Identifikasi pada media BA

Sampel tanah yang telah dipanaskan, diambil supernatannya

dengan cotton swab dan dikultur pada media blood agar dengan metode

gores menggunakan ose lalu diinkubasi dalam incubator selama 18- 24

jam pada suhu 37oC.

2. Pertumbuhan B. cereuspada media Macconkey Agar

Untuk mengetahui sifat pertumbuhan pada media MacConkey

agar, dilakukan dengan menginokulasikan koloni yang diduga B.

cereusagar dari media BA pada MacConkey dan diinkubasi pada suhu

37 ⁰C selama 24-48 jam. B. cereus merupakan bakteri gram positif

berbeda dengan bakteri Gram negatif lainnya karena tidak dapat tumbuh

pada media MacConkey agar.


3.5 Identifikasi Bakteri Dengan Pewarnaan

1. Pewarnaan gram

- Objek glass di tetesi dengan larutan Nacl.

- Koloni bakteri pada media BA diambil menggunakan ose,

diletakkan diatas gelas objek dan difiksasi menggunakan api bunsen.

- Preparat ditetesi larutan kristal violet dan didiamkan selama 1 menit,

bilas dengan aquades steril.

- Preparat ditetesi lugol dan didiamkan selama 2 menit, bilas dengan

alkohol 95%.

- Preparat ditetesi safranin dan didiamkan selama 30 detik, bilas

dengan aquades steril dan dikeringkan.

- Diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x dengan

bantuan minyak emersi.

2. Pewarnaan spora

- Objek glass di tetesi dengan larutan Nacl.

- Koloni bakteri pada media BA diambil menggunakan ose,

diletakkan diatas gelas objek dan difiksasi menggunakan api bunsen.

- Sebanyak 50 mL air di dalam gelas ukur dan dipanaskan

menggunakan penangas air hingga mendidih.

- Kaca objek dilapisi dengan tisu dan diletakkan di atas gelas ukur

kemudian ditetesi malachite green sebanyak 1-2 tetes selama 5

menit dengan tiga kali pengulangan.

- Preparat dibilas menggunakan aquades hingga bersih.


- Preparat ditetesi safranin selama 1 menit dan dibilas dengan aquades

hingga bersih.

- diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x dengan

bantuan minyak emersi.

3.6 Identifikasi Bakteri dengan Uji biokimia

Uji biokomia yang dilakukan diantaranya yaitu:

1. Uji KOH 3%

Pengujian dengan KOH 3% hanya bertujuan mengetahui jenis Gram.

Metode dilakukan dengan menaruh 1 tetes KOH 3% di atas objek glass

kemudian bakteri yang telah tumbuh dari media BA diambil dengan ose

dan digosokkan pada larutan KOH 3% terus menerus selama satu menit dan

kemudian loop diangkat dengan lembut. Parameter pengamatan

berdasarkan kategori jenis gram mikroorganisme dimana kategori bakteri

gram negatif diperoleh apabila menghasilkan lendir (reaksi positif) dan

kategori bakteri gram positif apabila tidak menghasilkan lendir (reaksi

negatif).

2. Uji katalase

Larutan H2O2 diteteskan pada kaca objek kemudian koloni bakteri

yang tumbuh pada media BA diambil mengunakan ose dan dicampurkan

pada larutan H2O2 dan dilakukan pengamatan.Parameter pengamatan

berdasarkan ada tidaknya gelembung gas yang dihasilkan bakteri diatas

objek glass.
3. Uji oksidase pada strip Oksidase

Koloni bakteri terduga B.cereus pada media BA diambil mengunakan

ose lalu dioleskan diatas oxidase test tripdan dilakukan pengamatan

perubahan warna yang terlihat pada oxidase test trip.Hasil positif

menunjukkan adanya perubahan warna biru dan negative tidak adanya

perubahan warna pada strip oksidase.

4. Uji motilitas pada media SIM

Koloni yang ada pada media BA diambil dengan mengunakan needle

dan ditusukan pada media SIM dan di inkubasi selama 24 jam pada suhu

37°C.Bakteri dikatakan motil apabila bakteri tumbuh menyebar dari lokasi

tusukan needle.B. cereus bersifat motil.

5. Uji indol pada media SIM

Setelah dilakukan pengamatan terhadap motilitas bakteri, media SIM

kemudian ditetesi 2-3 tetes reagen Kovac’s.Diamati terbentuknya cicin

pada permukaan media SIM.Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya

cincin merah pada garis pemisah, sedangkan hasil negatif ditunjukkan

dengan tidak terbentuknya cincin merah antara media dan reagen.

6. Uji MR (Methyl Red) pada media MR-VP

Uji MR-VP (Methyl Red Voges-Proskauer) dilakukan untuk

mengetahui kemampuan bakteri dalam mengoksidasi glukosa dengan

menghasilkan asam sebagai produk akhir dan berkonsentrasi tinggi

(Sunatmo, 2007). Satu ose biakan B.cereus dari BA diinokulasikan pada

media cair MR-VP dan diinkubasi selama 24 jam. Setelah 24


jaminkubasi, tabung reaksi MR ditambahkan 3-4 tetes Merah Metil. Uji

positif ditandai dengan warna larutan yang berubah dari kuning menjadi

warna merah yang menandakan fermentasi asam campuran.

7. Uji fermentasi sitrat pada media SCA

Untuk mengetahui apakah B. cereusmenggunakan sitrat sebagai

sumber karbon.Isolate bakteri diambil dengan ose dari BA dan digores

secara zig zag pada media SCA dan diinkubasi pada suhu 37 ⁰C selama

18-24 jam. Hasil positif apabila terjadi perubahan warna media dari hijau

menjadi biru.Sedangkan hasil negative apabila tidak terjadi perubahan

warna media dari hijau menjadi biru.

8. Uji fermentasi karbohidrat pada media TSIA

Untuk mengetahui sifat fermentasi glukosa dan laktosa dilakukan

dengan menginokulasi isolat yang diduga B. cereus dari BA dalam media

TSIA secara zig zagdan diinkubasi pada suhu 37 ⁰C selama 18-24 jam.

Terjadinya warna kuning pada bagian tegak mengindikasikan terjadinya

fermentasi glukosa, sedangkan warna kuning pada bagian miring

mengindikasikan terjadinya fermentase laktosa.B. cereus mampu

memfermentasi glukosa namun tidak mampu memfermentasi laktosa.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Table 2.hasil uji morfologi dan biokimia pada bakteri B. cereus


No Uji Hasil
.
1. Pertumbuhan pada Blood Agar Β hemolisis
2. Pertumbuhan pada MacConkey Agar Negative
3. MORFOLOGIK
Pewarnaan Gram Positif
Pewarnaan Spora Positif
4. BIOKIMIA
Uji KOH 3% Negative
Katalase Positif
Oksidase Negative
Motilitas Positif
Indol Negative
TSIA +glukosa (butt)
MR Positif
Fermentasi Sitrat Positif

4.2 Pembahasan

4.2.1 Isolasi Bakteri

1. Pertumbuhan Bacillus cereus pada Media Agar Darah

Media agar merupakan media yang mengandung glukosa atau karbohidrat

yang difermentasikan yang dapat mengubah jenis hemolisis yang

dihasilkan.Media agar darah mengandung nutrisi khusus untuk pertumbuhan

bakteri, yang diperkaya dengan darah hewan atau manusia.Media agar darah

digunakan untuk menumbuhkan dan mengisolasi mikroorganisme terutama

mikroorganisme patogen yang pertumbuhannya membutuhkan darah seperti

Bacillus cereus. Media agar darah juga digunakan untuk mendeteksi dan
membedakan kemampuan hemolisa bakteri (Mims, 1982; Carter, 1986;

Cheesbrough, 1991).Medium agar darah dibuat dari medium basal dengan

penambahan darah 5 -10 %. Darah yang biasa digunakan untuk mengisolasi dan

menumbuhkan bakteri patogen adalah darah kuda, domba, kambing dan kelinci

yang mengalami proses defebrinasi (Cheesbrough, 1991). Pembuatan media agar

darah domba menggunakan blood agar base kemudian ditambahkan 5% darah

domba (Russel et al.,2006). Media agar darah domba mampu dengan baik

menumbuhkan bakteri dikarenakan morfologi dan komposisi dari eritrosit yang

dimiliki domba.Darah domba memiliki diameter eritrosit lebih kecil dan juga

membran sel darah pada darah domba lebih tipis dibandingkan eritrosit yang

dimiliki oleh darah pada manusia maupun hewan lainnya.

Hasil isolat bakteri Bacillus cereus pada media blood agar menunjukkan

koloni berwarna putih susu, berbentuk bulat, bertepi rata dan terdapat β-hemolisis

(zona bening) yang ditumbuhkan pada suhu 360 C – 370 C. Ada 3 jenis hemolisis

yaitu beta hemolisis (β), alpha hemolisis (α) dan gamma hemolisis (γ).Beta

hemolisis (β) atau biasa disebut hemolisis total, didefinisikan sebagai lisis seluruh

sel darah merah. Sebuah zona yang jelas, mendekati warna dan transparansi media

dasar, mengelilingikoloni.Alpha hemolisis (α) disebut juga hemolisis sebagian

adalah penurunan hemoglobin sel darahmerah untuk methemoglobin dalam

medium sekitar koloni.Hal ini menyebabkan perubahan warnahijau atau coklat

dalam medium.Dan Gamma hemolisis (γ) disebut juga non

hemolisis.Gammamenunjukkan kurangnya hemolisis.


Gambar 1. Hasil isolasi bakteri B. cereus pada media agar darah

Bacillus cereus merupakan bakteri gram positif yang menghasilkan tiga

enterotoksin pembentuk pori, seperti hemolisin BL (HBL), enterotoksin

nonhemolitik (NHE) dan sitotoksin K (Bottone, 2010). Bacillus cereus

menghasilkan β-hemolisis (zona bening) yang menandakan adanya potensi

biosurfaktan.Zona bening yang terbentuk menandakan terjadinya mekanisme

kontak antara sel bakteri dan eritrosit sehingga menyebabkan lisis dan terbentuk

zona bening.Hasil penelitian Youssef et al., (2004) menyatakan bahwa terdapat

hubungan linear antara diameter zona bening dan konsentrasi biosurfaktan yang

dihasilkan.Aktivitas hemolitik biosurfaktan dapat terjadi melalui dua mekanisme

yaitu larutnya membran secara normal pada konsentrasi biosurfaktan yang tinggi

atau meningkatnya permeabilitas membran terhadap zat terlarut berukuran kecil

pada biosurfaktan konsentrasi rendah sehingga menyebabkan lisis osmotik.Bakteri

lainnya tidak menunjukkan aktivitas hemolitik.Hal ini kemungkinan hemolitik

yang disekresikan oleh sel-sel bakteri tidak dapat melisiskan eritrosit atau
hemolisin tidak disekresikan, tetapi hanyamelekat pada permukaan sel (Högfors-

Rönnholm and Wiklund, 2010).

2. Pertumbuhan Bacillus cereus pada Media Mac Conkey

Berdasarkan hasil isolasi bakteri Bacillus cereus pada media Mac Conkey

tidak ditemukan koloni yang tumbuh pada media tersebut.Hal ini disebabkan

karena Bacillus cereus merupakan bakteri gram positif danmerupakan bakteri

yang memiliki sifat hemolitik yaitu β-hemolitik sehingga membutuhkan media

khusus seperti blood agar untuk mendukung pertumbuhannya.

Gambar 2. Hasil isolasi bakteri Hasil isolasi bakteri B. cereus pada media Mac
Conkey

MacConkey agar merupakan media selektif dan diferensiasi yang paling

sering digunakan. Media ini berisi pewarna kristal violet yang dapat menghambat

pertumbuhan dari bakteri gram positif dan jamur, serta memungkinkan beberapa

tipe dari bakteri batang gram negatif untuk tumbuh. Indikator pH dan pewarna

merah netral garam empedu memungkinkan media ini juga memiliki kapasitas

diferensiasi.Bakteri yang mampu memfermentasi laktosa akanmemproduksi asam

yang akan menurunkan pH medium dan indikator warna merah akan diabsorpsi
memberikan warna merah muda hingga merah pada koloni bakteri tersebut dan

garam empedu akan diendapkan. Sedangkan bakteri - bakteri yang tidak mampu

memfermentasikan laktosa seperti Shigella sp akan nampak tidak berwarna

(colorless dan translucent) (Bailey dan Scott, 1994). Garam empedu yang ada

pada media ini mampu menghambat pertumbuhan dari bakteri gram positif dan

bakteri gram negatif fastidious seperti Neisseria.Bakteri gram negatif mampu

hidup pada media ini dikarenakan memiliki membran sel yang tahan terhadap

garam empedu sehingga bakteri menjadi tidak sensitif terhadap garam empedu.

Yang dimaksud bakteri fastidiousadalah bakteri yang bila ingin ditumbuhkan

memerlukan media khusus tertentu seperti blood agar, tumbuhnya lambat, dapat

dihidupkan dalam waktu singkat, dan memerlukan dukungan faktor pertumbuhan

yang lebih khusus dibandingkan bakteri non-fastidious (Benson, 2002).

4.2.2 Identifikasi Bakteri

1. Pewarnaan Gram

Pewarnaan gram dilakukan untuk mengetahui morfologi bakteri dan sifat

gramnya.Pewarnaan grammenggunakan empat macam cat yakni Gram A (Kristal

violet), Gram B (iodine Lugol), Gram C (etanol 96%) dan Gram D

(Safranin).Hasil pewarnaan menunjukkan isolat bakteri berbentuk batang (basil)

dan bersifat gram positif. Hal ini ditandaidengan terbentuknya warna ungu pada

sel bakteri akibat penambahan kristal violet.Hal ini sesuai dengan pendapat

Pelczar dan Chan, (1986) pengamatan secara mikroskopik terhadap bakteri gram

positif ditandai dengan terbentuknya warna ungu pada sel bakteri. Hal tersebut

disebabkan karena bakteri ini mempunyai kandungan lipid yang lebih rendah
sehingga dinding sel bakteri akan lebih mudah terdehidrasiakibat perlakuan

dengan alkohol. Dinding sel yang terdehidrasi menyebabkan ukuran pori-pori sel

menjadi kecil dan daya permeabilitasnya berkurang sehingga zat warna ungu

kristalyang merupakan zat warna utama tidak dapat keluar dari sel dan sel akan

tetap berwarna ungu.

Gambar 3. Hasil pewarnaan gram isolat bakteri Bacillus cereus

2. Pewarnaan Spora

Pewarnaan spora bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri yang mampu

menghasilkan spora.Spora adalah bentuk dari bakteri untuk mempertahankan

diri dari kondisi yang kurang mendukung untuk kehidupan dari bakteri

tersebut. Spora akan lebih tahan dalam kondisi yang ekstrim misalnya dalam

kondisi kering, panas dan adanya senyawa kimia yang bersifat racun terhadap

bakteri tersebut. Cat yang digunakan untuk mewarnai spora adalah malachite

green. Spora yang berhasil diwarnai akan mengikat kuat cat warna tersebut

sehingga ketika ditutup kembali dengan cat warna lain (Safranin) spora akan

tetap mempertahankan warna awalnya. Hasil pewarnaan spora menunjukkan


spora akan berwarna hijau sedangkan sel vegetatif akan berwarna merah

(Wulandari dan Purwaningsih, 2019).

Berdasarkan hasil pewarnaan spora terhadap bakteri Bacillus cereus

terlihat bahwa isolat bakteri memiliki spora dan berbentuk batang (basil).Hal

ini ditunjukkan dengan adanya warna hijau pada spora dan adanya warna pink

kemerahan pada sel vegetatif bakteri.Hal ini sesuai dengan Assani, (1994)

yang mengatakan bahwa bakteri memiliki spora ditunjukkan dengan warna

hijau dan bakteri yang tidak memiliki spora cenderung tidak tahan terhadap

pengecatan karena hanya memiliki sel vegetatif. Saat diwarnai dengan

malachite green, sel vegetatif akan mampu berikatan dengan pewarna tersebut

tetapi dapat dilunturkan setelah dilakukan pencucian karena tidak berikatan

kuat dengan pewarna malachite green. Setelah itu dilakukan pengecatan

dengan menggunakan safranin dan sel vegetatif akan berikatan dengan

pewarna safranin sehingga warna yang dihasilkan ketika diamati oleh

mikroskop akan menunjukkan warna merah muda.

Gambar 4. Hasil pewarnaan spora isolat bakteri Bacillus cereus


4.2.3 Uji Biokimia

1. Uji KOH 3%

Pengujian dengan KOH 3% hanya bertujuan mengetahui jenis

Gram.Soekirno (2008) menyatakan bahwa reaksi gram jika pada saat ose diangkat

dan tampak benang lendir, maka bakteri tersebut adalah gram negatif, namun jika

dihasilkan suspensi berair dan tidak tampak adanya benang lendir setelah ose

digerakkan berulang maka kultur bakteri itu adalah gram positif. Gram negatif

akan membentuk lendir saat uji menggunakan KOH 3% karena pecahnya dinding

sel bakteri akibat berada dalam larutan alkali tinggi (KOH 3%). Sel-sel Gram-

positif tidak membentuk gel kental atau tali keluar karena dinding sel bakteri gram

positif memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal (Kurnia et al., 2015).Hasil uji

reaksi gram pada isolate B. cereus menunjukkan hasil negative atau tidak adanya

lendir pada objek glass. Hal ini sesuai pernyataan Bottone, (2010) yang

menyatakan bahwa B. cereus merupakan bakteri gram positif.

Gambar 5.Hasil uji positif KOH 3%


2. Uji Katalase

Uji katalase berguna dalam mengidentifikasibakteri yang dapat

menghasilkan enzim katalase serta uji ini dilakukan untuk mengetahui sifat

bakteri terhadap kebutuhannya akan oksigen (Lay, 1994). Katalase merupakan

enzim yang digunakan mikroorganisme untuk menguraikan hidrogen peroksida

menjadi H2O dan O2.Hasil positif apabila terdapat gelembung – gelembung gas

setelah ditambahkan hydrogen peroksida.

Menurut Lubis et al. (2014), Hidrogen peroksida merupakan produk akhir

mikroba selama respirasi aerobik dan bersifat toksik terhadap sel karena

menginaktifasikan enzim dalam sel. Enzim katalase terdapat pada sel-sel bakteri

yang mempunyai metabolisme aerob. Hidrogen peroksida terbentuk sewaktu

metabolisme aerob, sehingga mikroorganisme yang menghasilkan katalase

mampu mendegradasi H2O2, sedangkan mikroba aerobik yang tidak memiliki

katalase dapat mendegradasi terutama superoksida toksik dengan enzim

superoksida dismutase dan produk akhir adalah H2O2 yang kurang toksik

dibanding superoksida lainnya (Lay,1994).

Toelle dan Viktor (2014) menyatakan bahwa katalase positif ditunjukkan

adanya gelembung gas (O2) atau oksigen yang dihasilkan dari bakteri.Isolat

bakteri B.cereus dari media BA menunjukkan hasil yang positifditandai dengan

adanya gelembung udara pada objek glass (Gambar 6). Hal ini berarti isolat

bakteri B.cereus memiliki enzim katalase yang dapat memecah H2O2 menjadi

H2O dan O2.


Gambar 6.Hasil uji positif katalase

3. Uji Oksidase

Uji oksidase berfungsi untuk menentukan adanya enzim sitokrom c

oksidase yang dapat ditemukan pada mikroorganisme tertentu yang memilki

respirasi aerobik.Sitokrom oksidase ini menghasilkan oksidasi sitokrom tereduksi

oleh oksigen molecular menghasilkan H2O2 atau H2O (Cappuccino dan Sherman,

2005). Organism yang mengandung sitokrom menghasilkan enzim

oksidase.Oksidase merupakan enzim yang sangat berperan penting dalam proses

transport elektron dengan mengkatalisisis oksidasi sitokrom c selama respirasi

aerobik. Selama respirasi aerobik, mikroba menghasilkan hydrogen peroksida

yang bersifat toksik.Senyawa ini dihasilkan bila mikrob aerobik, anaerobik dan

mikroaerofilik menggunakan lintasan respirasi aerobik dengan oksigen sebagai

akseptor elektronnya dan selama degradasi karbohidrat untuk menghasilkan

energi. Organism yang mengandung sitokrom c sebagai bagian dari rantai

pernapasannya bersifat oksidase positif dan mengubah warna strip menjadi

biru/ungu. Organism yang kekurangan sitokrom c sebagai akseptor electron

terminal respirasinya tidak mengoksidasi warna strip sehingga bersifat oksidase

negative. Menurut Tancheswar (2018) bakteri yang oksidase negative tidak berarti

tidak memiliki sitokrom C oksidase akan tetapi kemungkinan bernafas

menggunakan sitokrom oksidase lain dalam transport electron, sehingga

strip/reagen tetap tereduksi dan tidak berwarna. Hasil positif menunjukkan adanya
perubahan warna biru pada kertas oxidase strip.Pada uji ini memberikan hasil

negatifpada isolat B.cereusyang ditunjukkan dengan tidak adanya perubahan

warna biru pada oxidase test trip(Gambar 7). Hal ini dikarenakan menurut

Escamilla et al (1987) B. cereus merupakan bakteri aerob fakultatif yang memiliki

sitokrom aa3, o dan d bertindak sebagai transport electron respirasinya. Hasil uji

ini juga sesuai dengan pernyataan Saidah (2014) bahwa B. cereus bersifat

oksidase negatif.

Gambar 7.Hasil uji negatif oksidase

4. Uji Motilitas

Uji motilitas dilakukan untuk mengetahui pergerakan dari suatu

mikroorganisme.Dalam uji ini, digunakan media SIM yang merupakan media

semisolid.Komposisi media SIM yaitu 10 gram tripton dan 5 gram NaCl.Mikroba

yang motil akan tumbuh secara difusi menjauhi garis tusukan tersebut. Pada hasil

uji ini terlihat dengan adanya penyebaran pertumbuhan kuman pada tempat

tusukan dan media tampak berkabut atau keruh (ada gumpalan putih)

dipermukaan media (Gambar 8), ini berkaitan dengan sifat B. cereus sebagai

bakteri aerob (Lay, 1994). Pergerakan dari bakteri tersebut dikarenakan media

semisolid (uji motilitas) dirancang dengan mengurangi konsentrasi agar pada

media yaitu sekitar 0,4% pada media yang hanya cukup untuk mempertahankan
bentuknya sementara memungkinkan pergerakan bakteri bergerak. (Leboffe,

2011).Hasil ini sesuai dengan pernyataan Bottone (2010) bahwa B. cereus bersifat

motil, karena berdasarkan morfologinya B. cereus memiliki flagella peritrikus.

Gambar 8.Hasil uji positif motilitas

5. Indol

Uji indol digunakan untuk mengetahui apakah bakteri mempunyai enzim

triptophanase yang mampu mengoksidasi asam amino tryptophan membentuk

indol.Uji indol ini dilakukan pada media SIM yang mengandung tripton.Hasil

positif dapat dilihat dari terbentuknya lapisan berwarna merah atau cincin merah

pada saat penambahan reagen Kovac’s yang artinya bakteri mampu membentuk

indol.Menurut Kepel et al., (2020) bakteri yang memiliki enzim tryptophanase

menghidrolisis tryptophan. menjadi indol, asam piruvat, dan amonia. Kehadiran

indol dideteksi oleh reagen Kovacs yang menyebabkan pembentukan warna

merah pada permukaan media.Warna merah terbentuk karena indol yang berada

dalam medium diekstrak ke dalam lapisan reagent oleh komponen asam butanol
dan membentuk kompleks dengan p-dimethylaminobenzaldehyde dari reagen

Kovacs (Cappuccino dan Sherman, 2005).Pada uji ini isolate bakteri

menunjukkan hasil negative yang berarti isolat bakteri tidak memiliki enzim

triptophanase sehingga tidak mampu mengoksidasi asam amino tryptophan

membentuk indol.

Gambar 9.Hasil uji negative indol

6. Uji MR (Methyl Red)

Pengujian ini menggunakan MR-VP medium atauMethyl Red-Voges

Proskauer.Media ini digunakan untuk uji Methyl Red dan Voges

Proskauer.Komposisi media MR-VP yaitu pepton, dekstrose agar, dan dipotasium

fosfat.Menurut Sunatmo (2007), uji MR bertujuan mengetahui kemampuan suatu

bakteri dalam menghasilkan dan mempertahankan produksi asam sebagai produk

akhir dari fermentasi glukosa. Jika organisme menghasilkan sejumlah besar asam

organik yang meliputi asam format, asam asetat, asam laktat, dan asam suksinat

dari fermentasi glukosa, media kaldu akan tetap merah setelah penambahan

indikator pH metil merah. Methyl merah merupakan indikator pH yang tetap


berwarna merah pada pH 4,4. Ketika indikator pH Methyl Red ditambahkan ke

dalam media MR-VP kultur bakteri, Methyl Red berwarna merah pada pH di

bawah 4,4 (hal ini menunjukkan hasil positif) dan kuning pada pH di atas 6,0 serta

warna oranye menunjukkan pH menengah dan dianggap hasil negatif (Hemraj,

2013).Hasil uji MRpada isolate bakteri B.cereus menunjukkan positif yang berarti

bahwa bakteri B. cereus mampu mengoksidasi glukosa menjadi asam secara

sempurna, yang ditunjukkan dengan tidak adanya perubahan warna merah pada

media. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Rasool et al (2016) yang

melakukan pengujian biokimia B cereus pada media MR menunjukkan hasil

positif.

Gambar 10.Hasil uji positif MR

7. Uji TSIA

Media TSIA pada umumnya digunakan sebagai tahap awal identifikasi

sifat-sifat biokimiawi bakteri yaitu melihat ada/tidaknya fermentasi karbohidrat

(laktosa, sukrosa, dan glukosa), gas dan produksi H2S. Komposisi media TSIA

yaitu ekstrak daging sapi, ekstrak yeast, pepton, glukosa, laktosa, sukrosa, NaCl,
ferro sulfat, sodium thiosulfat, phenol red, dan agar. Fenol merah berfungsi

sebagai indikator pengasaman. Kandungan pepton menyebabkan kasus

dekarboksilasi oksidatif, menghasilkan produk alkali dan pH menjadi naik.

Natrium tiosulfat dan ferro sulfat yang ada dalam media mendeteksi produksi

hidrogen sulfida dan ditunjukkan dengan warna hitam pada bagian bawah

tabung.Pada uji fermentasi karbohidrat, bakteri yang mampu memfermentasi

glukosa akan membentuk warna kuning di bagian bawah media (butt), sedangkan

bakteri yang mampu memfermentasi laktosa dan/atau sukrosa akan membentuk

warna kuning (asam) pada kemiringan (slant), serta bakteri yang tidak

memfermentasi karbohidrat warna medium tetap merah (basa) (Kepel et al.,

2020).

Uji fermentasi karbohidrat merupakan uji yang dilakukan dengan tujuan

untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam memfermentasikan karbohidrat

ditandai dengan adanya produksi asam sehingga indikator pH (phenol red) yang

terdapat pada media menurun dan berubah dari merah menjadi kuning. Indikator

phenol red berwarna merah pada pH basa (8,2) dan berwarna kuning pada pH

asam (6,4). Lay (1994) menyatakan bahwa perubahan media terjadi karena bakteri

mampu memfermentasi karbohidrat menghasilkan asam sehingga dapat

menurunkan pH, dengan demikian warna indikator berubah. Sampel yang diuji

dapat memfermentasi glukosa dengan menunjukkan terjadinya perubahan warna

kuning pada bagian butt tetapi tidak dapat memfermentasi laktosa/sukrosa

sehingga tidak terjadi perubahan warna pada bagian slant (Gambar 11).Menurut

Aryal (2019) Butt tetap asam bahkan setelah masa inkubasi 18 sampai 24 jam
karena adanya asam organik yang dihasilkan dari fermentasi glukosa dalam

kondisi anaerobik di butt tabung atau dengan kata lain karena berada di bawah

tekanan oksigen yang lebih rendah. Pada bagian miring/slantdalam keadaan basa

(merah) setelah masa inkubasi 18 sampai 24 jam karena oksidasi produk

fermentasi di bawah kondisi aerobic sehingga teroksidasi dengan cepat,

menyebabkan media tetap berwarna merah jingga atau kembali ke pH basa.

Perubahan ini merupakan akibat dari pembentukan CO2 dan H2O serta oksidasi

pepton dalam medium menjadi ammonia yang menaikkan pH basa. Hal ini berarti

B. cereusmampumemfermentasi glukosa untuk mendapatkan energi dalam kondisi

anaerob sedangkan laktosa dan sukrosa bakteri tidak mampu melakukan

fermentasi. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Bailey dan Scott., (2014) bahwa B.

cereusmemfermentasi glukosa dan fruktosa namun tidak mampu memfermentasi

laktosa dan sukrosa.

Pada uji pembentukan H2S, hasil positif terlihat dengan adanya warna

hitam di bagian bawah media dan hasil negatif jika tidak terbentuk warna hitam di

bagian bawah media. Warna hitam terbentuk pada dasar media sebagai hasil

reaksi dengan sulfida (H2S). Kehadiran H2S disebabkan oleh bakteri yang

mengurangi metabolit sulfur dari natrium tiosulfat di media untuk menghasilkan

hidrogen sulfida (H2S). Ion S 2-


yang diproduksi oleh bakteri bereaksi dengan ion

Fe3+ dalam kandungan media (ferri sulfat) untuk membentuk Fe2S3 dalam

bentuk endapan hitam. Sulfat merupakan sumber energi anorganik untuk bakteri.

Bakteri yang tidak mampu mengurangi sulfur tidak akan menghasilkan H2S

sehingga warna hitam tidak terbentuk pada media (Kepel et al., 2020). Pada uji ini
menunjukkan tidak adanya perubahan warna hitam pada media yang berarti

isolate B.cereus tidak mampu mengurangi metabolit sulfur dari bahan media.

Gambar 11.Hasil uji TSIA (kuning = asam, merah = basa)

8. Uji Sitrat

Uji sitrat dilakukan untuk melihat bakteri yang memiliki kemampuan

menggunakan sitrat sebagai sumber karbon dan energi.Uji sitrat dilakukan pada

media SCA .Komposisi media Simmons citrate yaitu magnesium sulfat,

ammonium dihidrogen fosfat, dipotasium fosfat, sodium sitrat, NaCl,

bromothymol blue, dan agar.Sitrat merupakan salah satu komponen utama dalam

siklus Krebs yang merupakan hasil reaksi antara asetil koenzim A (CoA) dengan

asam oksaloasetat (4C). Sitrat dibuat oleh enzim sitrase yang menghasilkan asam

oksaloasetat dan asetat kemudian melalui proses enzimatis diubah menjadi asam

piruvat dan karbon dioksida. Selama reaksi tersebut medium menjadi bersifat

alkali (basa) karena karbondioksida yang berikatan dengan sodium (Na) dan air

(H2O) membentuk sodium carbonat (Na2CO3) (Cappuccino dan Sherman,

2005).Beberapa bakteri dapat menggunakan sitrat sebagai sumber energi jika

tidak terdapat glukosa atau laktosa (Kepel et al., 2020).Jika bakteri mampu
menggunakan sitrat sebagai sumber karbonnya maka akan menaikan pH dan

mengubah warna medium biakan dari hijau menjadi biru (Sunarjo, 1994). Hasil

positif apabila terjadi perubahan warna media dari hijau menjadi biru.Sedangkan

hasil negative apabila tidak terjadi perubahan warna media dari hijau menjadi

biru.Isolat bakteri B. cereus menunjukkan hasil yang positif terhadap uji ini yang

berarti isolat bakteri B. cereus menggunakan sitrat sebagai sumber karbon. Hal ini

dapat terjadi karena bakteri memiliki enzim sitrat permease yang berperan dalam

membawa sitrat dari luar sel ke dalam sel. Sitrat akan memasuki siklus Krebs dan

hasilnya yaitu terbentuk asam piruvat dan karbon dioksida. Karbon dioksida

bereaksi dengan air dan natrium yang terkandung dalam media Simmons sitrat

sehingga membentuk natrium bikarbonat. Kehadiran natrium bikarbonat

menyebabkan ammonium dihidrogen fosfat terurai dan akan melepaskan ion

ammonium (NH4+) sehingga media menjadi basa,dan warna indikator

bromthymol blue dalam media berubah dari hijau menjadi biru (Kepel et al.,

2020).

Gambar 12.hasil uji positif sitrat

BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan

1. Karakteristik pertumbuhan koloni, hasil pewarnaan gram dan pewarnaan


endospora menunjukkan dan mengarah kepada pertumbuhan koloni Bacillus spp.
2. Identifikasi species dalam genus Bacillus sulit dilakukan karena sifat fenotipik
yang sangat mirip antar spesies, akan tetapi sifat beta hemolisis, katalase positif
dan motilitas positif serta uji tantang pada media MacConkey menunjukkan hasil
negative (tidak ada koloni tumbuh) sehingga memperkuat mengarah kepada
pertumbuhan koloni Bacillus cereus
3. Hasil uji biokimia isolate sesuai dengan jurnal hasil-hasil penelitian yakni uji
katalase positif, uji motilitas positif, uji indol negatif, uji oksidase positif, uji
sitrat positif, uji MR positif dan uji TSIA positif fermentasi glukosa sebagai
konfirmasi memperkuat dugaan bahwa isolate dari sampel tanah koloni Bacillus
cereus

DAFTAR PUSTAKA
Assani, S., 1994, Ultrastruktur, Morfologi, dan Pewarnaan Kuman, dalam Buku
Ajar Mikrobiologi Kedokteran, 10-17, Binarupa Aksara, Jakarta.

Bailey's & Scott's.1994. Diagnostic Microbiology, 9 ed. St Louis: Mosby Year


Book.

Benson, Harold J. 2002. Micrpbiological Apllications Laboratory Manual in


General Microbiology. New York: McGraw-Hill.

Bottone Edward J.. 2010. Bacillus cereus, a Volatile Human Pathogen. Clin
Microbiol Rev. 2010 Apr; 23(2): 382–398.

Carter GR 1986. Essentials of Veterinary Bacteriology and Mycology.3rd Ed. Lea


and Febiger, Philadelphia, USA.

CFSAN, 2001, Bacillus cereus and other Bacillus spp. In: Foodborne Pathogenic
Microorganisms and Natural Toxins Handbook, FDA, Washington.

Cheesbrough M 1991. Medical Laboratory Manual for Tropical Countries,


volume II: Microbiology. Cambridge. ELBS.

Fardiaz, 1998, Mikrobiologi Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan


Institut Pertanian Bogor Press, Bogor.

Fatmasari.2015. Uji sensitivitas antibiotik klorampenikol, Siprofloksasin,


eritromisin dan klindamisin terhadap Bacillus cereus yang diisolasi dari
daging sapi di pasar Tradisional dan pasar modern kota makassar.
[Skripsi].Program studi kedokteran hewan.Fakultas kedokteran Universitas
hasanuddin.Makassar.

Harmon S.M., Goepfert J.M., and Bennet R.W., 1992, Compendium of Method
For The Microbiological Examination of Food, 3rd ed., American Public
Health Association, Washington.

Hemraj, V. 2013. Review On Commonly Used Biochemical Tes For Bacteria.


Innofare Jornal of Life Science, India.

Högfors-Rönnholm E, Wiklund T. 2010.Hemolytic Activity in Flavobacterium


psychrophilum Is A Contact-Dependent, Two-Step Mechanism and
Differently Expressed in Smooth And Rough Phenotypes. Microb. Pathog
49: 369–375.

Kepel B. J., Bodhi W., Fatimawali. 2020. Pengaruh pH dan Suhu terhadap
Aktivitas Pereduksi Merkuri Bakteri Resisten Merkuri Tinggi Bacillus
cereus yang Diisolasi dari Urin Pasien dengan Amalgam Gigi. e-GiGi : Vol.
8 No. 1 : 15-21

Kurnia K., Sadi NH, Jumianto S. 2015.Isolation and Characterization of Pb


Resistant Bacteria from Cilalay Lake, Indonesia. Aceh Int. J. Sci. Technol.,
4(3): 83-87.

Lay BW. 1994 Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: Rajawali Pres.

Lubis, L, A, M. 2002. Lele ikan berkumis paling populer.Agromedia. Jakarta.

Mims CA 1982. The Pathogenesis of Infectious disease.2nd Ed. Acad. Press.


London. New York. San Francisco. Sao Paulo. Sydney. Tokyo. Toronto.
Pp.56-81.

Pelczar, M.J. dan Chan, E.C.S. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi 2. Terjemahan:


R.S. Hadioetomo, T. Imas, S.S. Tjitrosomo dan S.L. Angka. UI Press,
Jakarta.

Russel, FM, Biribo SS, Selvaraj G, Oppedisano F, Warren S, Seduadua A, el al.


2006. As a bacterial medium, citrated hair sheep blood agar is a practical
alternative to citrated human blood agar in laboratories in developing
countries. J Clin Microbiol. 44: 3346-3351.

Saidah, A.N. 2014.Isolasi Bakteri Proteolitik Termofilik dari Sumber Air Panas
Pacet Mojokerto dan Pengujian Aktivitas Enzim Protease.Jurnal Biologi.
Pp: 1 – 10.

Soekirno, 2008.Pedoman Pengelolaan Koleksi dan Identifikasi OPT (khusus


untuk pathogen penyakit tanaman) pada Tanaman Holtikultura. Jakarta (ID):
Direktorat Perlindungan Tanaman Holtikultura.

Sunarjo, 1994.Penyehatan Air dalam Program Penyediaan dan Pengolahan Air


Bersih.Direktorat Jenderala PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.

Sunatmo, T.I. 2007.Eksperimen Mikrobiologi dalam Laboratorium. Jakarta: Ardy


Agency.

Toelle NN, and Viktor L. 2014. Identification and characteristics of


Staphylococcus sp. and Streptococcus sp. infection of ovary in commercial
layers. Jurnal Ilmu Ternak. 1(7): 32-37.
Wulandari D, Purwaningsih D. 2019.Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri
Amilolitik Pada Umbi Colocasia Esculenta L. Secara Morfologi, Biokimia
dan Molekuler.

Youssef NH, Duncana KE, Naglea DP, Savagea KN, Knapp RM, McInerney MJ.
2004. Comparison of methods to detect biosurfactant production by diverse
microorganisms. J. Microbiol. Methods 56: 339-347.

Anda mungkin juga menyukai