Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

“ANAMNESA GANGGUAN SISTEM IMUN”

OLEH:
MARZELLA PRAMATHANIA
203110135
2A

DosenPembimbing
Ns. Defia Roza. M.Biomed

Prodi D-III KEPERAWATAN PADANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI PADANG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikaum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah swt atas limpahan Rahmat, Taufiq dan
Hidayah-Nya maka makalah ini dapat tersusun sedemikian rupa.
Penyusunan makalah ini merupakan langkah awal kami dengan beranjak
pada pepatah “tak ada gading yang tak retak” sebab “ kalau tak retak bukanlah
gading”. Apabila ada kesalahan maka kesalahan itulah yang dapat menjadi lilin
penerang menuju perbaikan demi tercapainya kesempurnaan.
Apabila ada kritik dan saran yang ada relevansinya dengan kesempurnaan
makalah ini maka akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Padang, 25 januari2022

Marzella Pramathania
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 1
BAB II KONSEP PENGKAJIAN
Konsep Anamnesa Gangguan Sistem Imun...............................................3
a. Anamanesa............................................................................................4
b. Pemeriksaan Fisik.................................................................................8
c. Pemeriksaan Diagnostik........................................................................15
BAB III KESIMPULAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 16
B. Saran......................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem imunitas (pertahanan tubuh) adalah sistem yang berperan penting
dalam menjaga kesehatan tubuh kita. Sistem imunitas manusia terdiri atas organ
limfatik primer (sumsum tulang merah, kalenjar timus) dan organ limfatik
sekunder (limpa, nodus limfa, tonsil). Didalam tubuh, sistem tersebut dapat
mengenali dan membedakan antara materi asing yang berasal dari luar tubuh
(debu, virus dan mikroba) dengan materi dari dalam tubuh. Mekanisme
pertahanan tubuh manusia dibedakan atas respons non-spesifik dan respons
spesifik.
Respons non-spesifik meliputi pertahanan fisik dan kimia terhadap agen
infeksi dan tidak dipengaruhi oleh infeksi sebelumnya. Artinya, respons tersebut
tidak memiliki memori terhadap infeksi sebelumnya. Mekanisme pertahanan
tubuh non-spesifik ini merupakan lini pertama pertahanan umum untuk mencegah
masuknya dan meminimalisasi jalan masuk mikroba dan antigen yang masuk
kedalam tubuh manusia.
Jika pertahanan lapis pertama dan kedua tidak dapat membendung
serangan bakteri atau mikroba patogen, maka kehadiran patogen tersebut akan
memicu pertahanan lapis ketiga untuk aktif. Pertahanan itu melibatkan respons
spesifik oleh sistem imun terhadap infeksi khusus sehingga memperoleh
kekebalan (imunitas). Imunitas spesifik yang diperoleh seseorang biasanya dapat
bertahan lama, bahkan seumur hidup. Imunitas spesifik melibatkan dua jenis
limfosit. Kedua limfosit dibentuk di sumsum tulang dan setelah dilepaskan di
aliran darah limfosit lebih lanjut diproses untuk membuat dua jenis sel yang
secara fungsional berbeda. Sebagian limfosit yang telah dewasa di dalam sumsum
tulang berubah menjadi limfosti B atau disebut sel B. Sebagian limfosit yang
belum mencapai tahap dewasa akan meninggalkan sumsum tulang menuju
kalenjar timus dan berubah menjadi limfosit T atau sel T

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagainama anamnesa gangguan sistem imun

C. Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana anamnesa gangguan sistem imun

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Pengkajian pada Gangguan System Imun


Pengkajian riwayat kesehatan difokuskan pada mendeteksi tanda dan gejala
yang paling umum dari gangguan sistem imun: perdarahan abnormal,
limfadenopati (hipertrofi jaringan limfoid, seringkali disebut pembengkakan
kelenjar), keletihan, kelemahan, demam dan nyeri sendi. Berfokus pada masalah
sistem imun, tetapi pertahankan pendekatan holistik dengan meminta keterangan
tentang sistem yang lain dan tentang kekhawatiran yang berhubungan dengan
kesehatan. Masalah sistem imun dapat desebabkan oleh masalah sistem lain, atau
dapat merusak aspek-aspek kehidupan klien.
Contoh pertanyaan pada pola sehat dan sakit membantu perawat
mengidentifikasi masalah kesehatan aktual atau potensial yang berhubungan
dengan imun. Pertanyaan pada kelompok pola peningkatan dan perlindungan
kesehatan membantu perawat menentukan bagaimana gaya hidup dan perilaku
klien dapat mempengaruhi sistem imun. Pertanyaan pada kelompok pola peran
dan hubungan membantu perawat menentukan bagaimana masalah imun
mempengaruhi gaya hidup dan hubungan klien dengan orang lain.

a. Anamnesa
1. Riwayat kesehatan Sekarang
Keluhan umum yang dialami oleh pasien yang mengalami
gangguan imunologi termasuk diantaranya fatigue atau kekurangan energi,
kepala terasa ringan, sering mengalami memar, dan penyembuhan luka
yang lambat.
Ajukan pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang lebih detail
tentang penyakit pasien, seperti :
a Apakah anda menyadari adanya pembesaran nodus limph?

3
b Apakah anda pernah mengalami kelemahan atau nyeri sendi? Jika
iya, Kapan anda pertama kali merasakan keluhan tersebut? Apakah
hal itu menimpa sebagain dari tubuh anda atau keduanya?
c Pernahkah dalam waktu dekat ini anda menderita rash, perdarahan
abnormal, atau slow healing sore?
d Pernahkah anda mengalami gangguan penglihatan, demam, atau
perubahan dalam pola eliminasi?

b.Riwayat Kesehatan Dahulu


Eksplorasi penyakit utama yang pernah diderita oleh pasien,
penyakit ringan yang terjadi secara berulang, kecelakaan atau cedera,
tindakan operasi, dan alergi. Tanyakan jika ia pernah mengalami tindakan/
prosedur yang berdampak terhadap sistem imun, seperti transdusi darah
atau transplantasi organ

c.Riwayat Keluarga dan Sosial


Klarifikasi jika pasien memiliki riwayat kanker dalam keluarga atau
gangguan hematologi atau imun. Tanyakan tentang lingkungan dimana ia
bekerja dan tinggal utnuk membantu menentukan jika ia terpapar oleh
bahan kimia berbahaya atau lainnya.

B. Pemeriksaan Fisik
Efek dari gangguan sistem imun biasanya sulit untuk diidentifikasi dan
dapat berdampak pada semua sistem tubuh. Berikan perhatian khusus pada
kulit, rambut, kuku, dan membran mukosa.
a. Inspeksi
1) Observasi terhadap pallor, cyanosis, dan jaundice. Juga cek adanya
erithema yang mengindikasi inflamasi lokal dan plethora.
2) Evaluasi integritas kulit. Catat tanda dan gejala inflamasi atau infeksi,
seperti kemerahan, pembengkakan, panas, tenderness, penyembuhan
luka yang lama, drainage luka, induration (pengerasan jaringan) dan
lesi.

4
3) Cek adanya rash dan catat distribusinya
4) Observasi tekstur dan distribusi rambut, catat adanya alopecia.
5) Inspeksi kuku terhadap warna, tekstur, longitudinal striations,
onycholysis, dan clubbing.
6) Inspeksi membran mukosa oral terhadap plak, lesi, oedem gusi,
kemerahan, dan perdarahan
7) Inspeksi area dimana pasien melaporkan pembengkakan kelenjar atau
‘lump’ terutama abnormalitas warna dan pembesaran nodus lymp
yang visible
8) Observasi respirasi, ritme, dan energi yang dikeluarkan saat
melakukan upaya bernafas. Catat posisi pasien saat bernafas.
9) Kaji sirkulasi perifer. Inspeksi adanya Raynaud’s phenomenon
(vasospasme arteriol intermiten pada jari tangan atau kaki dan
terkadang telinga dan hidung)
10) Inpeksi inflamasi pada anus atau kerusakan permukaan mukosa
b. Palpasi
1) Palpasi nadi perifer, dimana seharusnya simetris dan reguler
2) Palpasi abdomen, identifikasi adanya pembesaran organ dan
tenderness
3) Palpasi joint, cek pembengkakan. Tenderness, dan nyeri
4) Palpasi nodus lymph superfisial di area kepala, leher, axilla,
epitrochlear, inguinal dan popliteal. Jika saat palpasi reveals
pembesaran nodus atau kelainan lain, catat lokasi, ukuran, bentuk,
permukaan, konsistensi, kesimetrisan, mobilitas, warna, tenderness,
suhu, pulsasi, dan vaskularisasi dari nodus.
c. Perkusi
Perkusi anterior, lateral, dan posterior dari thorax. Bandingkan satu sisi
dengan sisi lainnya. Bunyi dull mengindikasikan adanya konsolidasi
yang biasa terjadi pada pneumonia. Hiperesonan (meningkatnya bunyi
perkusi) dapat dihasilkan oleh udara yang terjebak seperti pada asthma
bronchial.
d. Auskultasi

5
1) Auskultasi diatas paru untuk mengecek suara tambahan yang
abnormal. Wheezing bisa ditimbulkan oleh asthma atau respon alergi.
Crackles disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan seperti
pneumonia.
2) Auskultasi bunyi jantung diatas precordium. Auskultasi normal
reveals hanya bunyi jantung 1 dan 2.
3) Auskultasi abdomen untuk bunyi bowel. Gangguan autoimmun yang
menyebabkan diare, bunyi bowel meningkat. Scleroderma
(pengerasan dan penebalan kuit dengan degenerasi jaringan konektif)
dan gangguan autoimmun lainnya yang menyebabkan konstipasi,
bunyi bowel menurun

C. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk klien dengan tanda dan gejala gangguan imun, berbagai pemeriksaan
diagnostic dapat memberikan petunjuk mengenai kemungkinan penyebab
gangguan.
a. Aglutinin, Febrile/Cold
Nilai normal
 Febrile aglitinin : tidak ada penggumpalan pada titer ≤ 1:180
 Cold aglutinin : tidak ada penggumpalan pada titer ≤ 1:16
b. Acquired immunodeficiency syndrome AIDS serology (AIDS
screening, HIV antibody tes, western blot tes untuk HIV dan antibody,
ELISA untuk HIV dan antibody)
Tipe tes : darah yang didapat dari pungsi vena sebanyak 7 ml
Nilai normal : tidak ada HIV antigen atau antibodi
c. Anticardiolipin antibody (aCL, ACA)
Tipe tes : darah 5-7 ml dari pungsi vena Nilai
normal
 IgG anticardiolipin antibodi <23 g/L
 IgM anticardiolipin antibodi <11mg/L
d. Aldolase

6
Tipe tes : darah yang didapat ddari vena pungsi sebanyak 7
ml
Nilai normal
 Dewasa : 3.0 – 8.2 Sibley-Lehninger U/dl atau 22 – 59 mU
dalam
suhu 370c (SI unit)
 Anak : sekitar 2 kali nilai dewasa
 Bayi : 4 kali nilai dewasa
e. Antimyocardial antibody (AMA)
Tipe tes : darah vena
Nilai normal : negative (jika positif, serum diencerkan)
f. Antinuclear antibody (ANA)
Tipe tes : darah vena pungsi 7 ml Nilai
normal : titer < 1:20
g. Complement assay
Tipe tes : darah vena pungsi 7 ml
Nilai normal
 Total komplemen 75 – 160 U/ml atau 75 – 160 U/L (SI unit)
 C3 : 55 – 120 mg/dl atau 0.55 – 1.20 gr/L (SI unit)
 C4 : 20 – 50 mg/dl atau 0.20 – 0.50 g/L (SI unit)
h. C-reactive protein (CRP)
Tipe tes : darah 7 ml dengan pungsi vena periver
Nilai normal : <0.8 mg/dl
i. Cryoglobulin
Tipe tes : darah pungsi vena perifer 10 ml
Nilai normal : tidak terdeteksi adanya cryoglobulin
j. Epstein-Barr virus titer (EBV)
Tipe tes : darah pungsi vena perifer 5-10 ml
Nilai normal
 Titer ≤ 1:10 non diagnostik
 Titer 1:10 – 1:60 indikasi infeksi saat undetermin
 Titer ≥ 1:320 menunjukan infeksi aktif

7
k. Erythrocyte sedimentation rate (ESR)
Tipe tes : darah pungsi vena perifer 5-10 ml Nilai
normal
Metode westergren
 Pria ≤ 15 mm/jam
 Perempuan ≤ 20 mm/jam
 Anak ≤ 10 mm/jam
 Bayi 0-2 mm/jam
l. Human lymphocyte antigen (HLA)
Tipe tes : darah vena sekitar 10 ml dalam heparin.
Nilai normal : negatif
m. Human T-cell lymphotropic virus I/II antibody (HTLV)
Tipe tes : darah vena 7 ml
Nilai normal : negative
n. Imunoglobulin electrophoresis (Gamma Globulin Electrophoresis)
Tipe tes : darah pungsi vena 7 ml
Nilai normal
IgG :
Dewasa :565-1765 mg/dl
Anak:
4-12 tahun : 460-1600 mg/dl
2-3 tahun : 420-1200 mg/dl
1 tahun : 340-1200 mg/dl
6-9 bulan : 220-900 mg/dl
2-5 bulan : 200-700 mg/dl
1 bulan : 250-900 mg/dl
IgA:
Dewasa : 85-385 mg/dl
Anak:
4-12 tahun : 25-350 mg/dl
2-3 tahun : 18-150 mg/dl
1 tahun : 15-110 mg/dl

8
6-9 bulan : 8-80 mg/dl
2-5 bulan : 4-80 mg/dl
1 bulan : 1-4 mg/dl
IgM :
Dewasa :55-375 mg/dl
Anak :
9-12 tahun : 50-250 mg/dl
1-8 tahun : 45-200 mg/dl
6-9 bulan : 35-125 mg/dl
2-5 bulan : 25-100 mg/dl
1 bulan : 20-80 mg/dl
IgD dan IgE : minimal
o. Lymphocyte immunophenotyping
Tipe tes : darah pungsi vena 10 ml dalam sodium heparin, 5 ml
dalam
EDTA
Nilai normal
Sel Prosentase
Jumlah
(%)
sel/μl
Sel T 60-95 800-
2500
Thelper 60-75 600-
(CD4) 1500
T suppressor 25-30 300-
(CD8) 1000
Sel B 4-25 100-450

Natural killer cell 4-30 75-500


CD4/CD8 rasio >1.0

a. Mononucleosis spot tes


Tipe tes : darah vena 7-10 ml
Nilai normal : 1:28 titer
b. Rheumatoid factor (RF)
Tipe tes : darah pungsi vena 7 ml

9
Nilai normal
Negatif (<60 U/ml dengan nephelometric testing)
Pasien Lansia bisa secara nyata menunjukan peningkatan nilai

1
0
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengkajian riwayat kesehatan difokuskan pada mendeteksi tanda
dan gejala yang paling umum dari gangguan sistem imun:
perdarahan abnormal, limfadenopati (hipertrofi jaringan limfoid,
seringkali disebut pembengkakan kelenjar), keletihan, kelemahan,
demam dan nyeri sendi. Berfokus pada masalah sistem imun, tetapi
pertahankan pendekatan holistik dengan meminta keterangan
tentang sistem yang lain dan tentang kekhawatiran yang
berhubungan dengan kesehatan. Masalah sistem imun dapat
desebabkan oleh masalah sistem lain, atau dapat merusak aspek-
aspek kehidupan klien.

B. Saran
Memberikan pengetahuan bagi mahasiswa kesehatan, khususnya bagi
mahasiswa keperawatan agarmengetahui bagaimana cara memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan folikulitis.

1
1
DAFTAR PUSTAKA

Purwanto Hadi.2016.Keperawatan Medikal Bedah II .Jakarta:Kemeterian


Kesehatan Republik Indonesia

Buku pengkajian keperawatan aplikasi pada praktik klinik, Arif Muttaqin

https://id.scribd.com/document/538778939/ASKEP-luka-bakar-kelompok-3

1
2

Anda mungkin juga menyukai