Anda di halaman 1dari 7

AKUNTANSI PAJAK

PPh 21

Objek PPh 21

1. Biaya gaji
2. Honor
3. Pesangon, dst

Tarif

Sesuai dengan Pasal 17 ayat 1, tarif pajak penghasilan pribadi perhitungannya dengan
menggunakan tarif progresif sebagai berikut:

1. Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan sampai dengan Rp50.000.000,- adalah 5%.
2. Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp50.000.000,- sampai dengan
Rp250.000.000,- adalah 15%.
3. Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp250.000.000,- sampai dengan
Rp500.000.000,- adalah 25%.
4. Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp500.000.000,- adalah 30%.

Untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenai tarif 20% lebih tinggi dari mereka yang
memiliki NPWP.

Materi terkait PPh 21 selengkapnya ada di catatan(Penjelasan dari video yt Bu Meita)

PPh 22

(Impor)
PPh Pasal 22 merupakan PPh yang bersifat transaksional. Artinya kewajiban pemungutan PPh
Pasal 22 akan timbul apabila ada transaksi yang menurut ketentuan harus dipungut/terutang
PPh Pasal 22. Diantaranya:

a. Impor (tarif PPh Pasal 22-nya 0,5%; 1,5%; atau 7,5%)


b. Pembelian oleh bendahara pemerintah dan kuasa pengguna anggaran (tarif PPh Pasal
22-nya 1,5%)
c. Pembelian oleh BUMN yang ditunjuk (tarif PPh Pasal 22-nya 1,5%)
d. Penjualan yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak dalam industri semen, kertas,
baja, otomotif, dan farmasi kepada distributor di dalam negeri (tarif PPh Pasal 22-nya
0,25%; 0,1%; 0,3%; 0,45%; dan 0,3%)
e. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh ATPM, APM, dan Importir Umum
(tarif PPh Pasal 22-nya 0,45%)
f. Penjualan BBM, BBG, dan pelumas oleh produsen atau importir (tarif PPh Pasal 22-nya
0,25% atau 0,3%)
g. Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul yang dilakukan oleh industri dan
eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan,
dan perikanan (tarif PPh Pasal 22-nya 0,25%)
h. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah oleh Wajib Pajak badan tertentu (tarif
PPh Pasal 22-nya 5%).

Berdasarkan ketentuan di atas, menurut sifatnya, PPh Pasal 22 terbagi menjadi dua, yaitu PPh
Pasal 22 yang tidak bersifat final dan yang bersifat final (hanya penjualan BBM, BBG dan
pelumas kepada agen saja). Apabila PPh Pasal 22 ini bersifat final, maka tidak dapat dijadikan
sebagai uang muka pajak bagi pihak yang dipungut (tidak dapat dikreditkan di SPT Tahunan PPh
sesuai Pasal 28 UU PPh). Sebaliknya apabila bersifat tidak final, menjadi kredit pajak bagi pihak
yang dipungut dan dapat dikreditkan di SPT Tahunan PPh berdasarkan ketentuan Pasal 28 UU
PPh).
PPh 23

(Penghasilan selain PPh 21)

PPh Pasal 23 sebagaimana kita ketahui diatur dalam Pasal 23 UU PPh, yaitu UU No 36 tahun
2008. PPh Pasal 23 adalah PPh yang dikenakan atas penghasilan-penghasilan sebagaimana
disebut dalam Pasal 23 UU PPh kepada Wajib Pajak Dalam Negeri atau BUT. Tarif PPh Pasal 23
terbagi menjadi dua jenis, yaitu 15% dan 2%.

 PPh Pasal 23 dengan tarif 15% dikenakan atas penghasilan-penghasilan di bawah ini:
a. dividen
b. bunga
c. royalti
d. hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21
 Sedangkan PPh Pasal 23 dengan tarif 2% dikenakan atas penghasilan-penghasilan di
bawah ini:
a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh final
Pasal 4 ayat (2)
b. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21. Mengingat PPh
Pasal 23 bersifat positif list, maka jasa lain sebagaimana dimaksud di atas juga
kemudian diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 244/PMK.03/2008.
Jenis jasa lain tersebut terdiri dari:
 jasa penilai (appraisal)
 jasa aktuaris
 jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan
 jasa perancang (design)
 jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas),
kecuali yang dilakukan oleh BUT
 jasa penunjang di bidang penambangan migas
 jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas
 jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara
 jasa penebangan hutan
 jasa pengolahan limbah
 jasa penyedia tenaga kerja (outsourching services)
 jasa perantara dan/atau keagenan
 jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh
Bursa Efek, KSEI, dan KPEI
 jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI
 jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara
 jasa mixing film
 jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan,
pemeliharaan, dan perbaikan
 jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau
TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi
 jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air,
gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
 jasa maklom
 jasa penyelidikan dan kemanan
 jasa penyelenggara kegiatan atau event organizeri
 jasa pengepakan
 jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang
atau media lain untuk penyampaian informasi
 jasa pembasmian hama
 jasa kebersihan atau cleaning service
 jasa katering atau tata boga

Tarif Jasa Konstruksi

Selanjutnya, kita akan mengulas tarif pajak yang dikenakan atas jasa kontruksi. Jika mengacu
pada PP No 5 Tahun 2008, tarif jasa konstruksi dibagi menjadi lima yakni:

 2% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki
kualifikasi usaha kecil.
 4% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki
kualifikasi usaha.
 3% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa selain penyedia jasa
sebagaimana dimaksud dalam poin a dan b.
 4% untuk perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang dilakukan oleh
penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha.
 6% untuk perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang dilakukan oleh
penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

Dari penjelasan di atas, kita bisa melihat bahwa tarif yang dikenakan bervariasi tergantung pada
kondisi penyedia jasa konstruksi. Misalnya, jika penyedia jasa konstruksi memiliki kualifikasi
usana kecil, maka tarif yang dikenakan sebesar 2%.

Pemotongan PPh Pasal 23 bersifat tidak final, sehingga bisa dikreditkan terhadap PPh terutang
pada SPT Tahunan PPh sebagaimana diatur di Pasal 28 UU PPh. Sehingga pada saat dipotong,
diperlakkan sebagai uang muka; dan bagi pihak yang memotong dianggap sebagai utang.

PPh 24

(Penghasilan Luar Negeri)


PPh Pasal 24 pada dasarnya merupakan kredit pajak atas penghasilan dari luar negeri. Apabila
ada Wajib Pajak Dalam Negeri yang memperoleh penghasilan dari luar negeri dan telah
dipotong pajaknya di luar negeri, maka pajak tersebut dapat menjadi pengurang PPh Pasal 29
sebagaimana diatur dalam Pasal 28 UU PPh. Yang menjadi catatan penting dalam PPh Pasal 24
adalah tidak semua pajak yang telah dipotong di luar negeri bisa menjadi kredit pajak di dalam
negeri. Hal ini diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan nomor 164/KMK.03/2002 yang
menyatakan bahwa jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah yang dibayar atau
terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu yang dihitung menurut
perhitungan antara penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak dikalikan
dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak.

Dalam hal jumlah pajak yang dibayar di luar negeri melebihi jumlah kredit pajak yang
diperkenankan, maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan PPh terutang
tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, dan tidak
dapat dimintakan restitusi.

PPh Pasal 24 dicatat sebagai pajak dibayar di muka dalam pembukuan. Namun mengingat akan
dilakukan penyesuaian pada akhir tahun, maka perlu dibuat adjustment di akhir tahun.

PPh 26

(Pembayaran kepada subjek pajak Luar Negeri)

PPh Pasal 26 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang dibayarkan kepada Wajib
Pajak Luar Negeri. PPh Pasal 26 merupakan kebalikan dari PPh Pasal 24. Berdasarkan Pasal 26
UU PPh, atas penghasilan tersebut di bawah ini yang dibayarkan kepada subjek pajak luar
negeri dipotong pajak dengan tarif 20%:

a. deviden
b. bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang
c. royalti, sewa, dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta
d. imbalam sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
e. hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya

Persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) atau dikenal sebagai tax treaty pada dasarnya
hanya mengatur mengenai hak pemajakan, tidak mengatur mengenai tarif pajak. Namun pada
P3B yang kita temui sekarang akan kita dapati bahwa P3B juga mengatur mengenai tarif, meski
dinyatakan dengan kalimat shall not exceed ….% of the gross amount of the …..

Anda mungkin juga menyukai