Anda di halaman 1dari 6

Megakolon Bersamaan dengan Hernia Perineum pada anjing jantan Rough

Collie
Megacolon Concurrent with Perineal Hernia in a Male Rough Collie

Federika Pingkan E. Lasut1, Ida Bagus Ngurah Sudisma2

Mahasiswa Profesi Dokter Hewan,


1
2
Laboratorium Ilmu Bedah Veteriner.
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana,
J.L.P.B. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;
Telp (Fax) : (0361) 223791
e-mail :

ABSTRAK

Hernia perineum sering terjadi pada collies dewasa sebagai akibat melemahnya otot diafragma
panggul, sehingga memungkinkan perpindahan isi abdomen ke perineum. Manajemen bedah untuk
mengatasi masalah tersebut diantaranya kolektomi subtotal, kolotomi, transposisi otot obturator interna,
dan herniorafi perineum. Laporan berfokus pada kasus hernia perineum terkait dengan megacolon serta
manajemen penanganan yang berhasil pada anjing. Rough Collie jantan berusia tujuh tahun dibawa
dengan keluhan terjadi pembengkakan pada perineum kanan yang sudah berlangsung selama seminggu
serta tidak nafsu makan dan buang air besar tidak ada. Pemeriksaan Fisik menunjukkan biasa-biasa saja
kecuali dehidrasi 3% dan pembengkakan perineum besar yang tidak dapat direduksi. Hasil radiografi
pada abdomen mengungkapkan terjadinya hernia perineum dengan megakolon. Kimia serum
menunjukkan terjadinya azotaemia. Dilakukan intervensi bedah yang kolotomi, herniorrhaphy perineum
dengan kolopeksi insisional. Perawatan pasca operasi diberikan ceftriaxone injeksi 50 mg/kg
intramuskular, infus cairan intravena, puasa selama satu minggu, dilakukan pembalutan luka setiap hari,
gel Nutriplus® dan pemberian diet pemulihan pasca puasa. Dengan demikian, manajemen bedah
menggunakan perineum tradisional herniorrhaphy, kolotomi dengan kolopeksi efektif dalam mengatasi
hernia perineum dengan megakolon.

Kata kunci : Colopexy; Colostomy; Megacolon;Perineal Hernia; Perineal Hernioraphi.

ABSTRACK

Perineal hernia occurs frequently in aged collies as a result of weakening of the pelvic
diaphragmatic muscle or its total failure, thereby allowing displacement of abdominal contents into the
perineum. Surgical management include subtotal colectomy, colotomy, internal obturator muscle
transposition and perineal herniorrhaphy. This report highlights a case of perineal hernia associated with
megacolon as well as its successful management in a dog. A seven years old, male Rough Collie was
presented with a complaint of right perineal swelling that has lasted for a week as well as inappetance and
absence of defecation. Physical examination was unremarkable except for 3% dehydration and a firm,
large perineal non-reducible swelling. Plain abdominal radiography revealed perineal hernia with
megacolon. Serum chemistry showed azotaemia. Emergency surgical intervention involving colotomy,
perineal herniorrhaphy with incisional colopexy were conducted. Post-operative care included ceftriaxone
injection at 50 mg/kg intramuscularly, intravenous fluid infusion, one week fasting, daily wound dressing,
Nutriplus® gel supplementation and administration of recovery diet post-fasting. Thus, surgical
management using traditional perineal herniorrhaphy, colotomy with colopexy was effective in correcting
the perineal hernia with megacolon.
Keywords: Colopexy; Colostomy; Megacolon; Perineal hernia; Perineal herniorrhaphy

PENDAHULUAN

Megakolon merupakan usus besar yang mengalami peningkatan diameter dan


hipomotilitas yang berhubungan dengan konstipasi, atau obstipasi (Prokić et al., 2010). Hal ini
lazim pada anjing jantan yang tidak dikebiri dengan rentan usia 7 – 9 tahun dan dapat terjadi
sebagai akibat utama atau sekunder yang nerhubungan dengan megakolon; atau sebaliknya
sehingga menyebabkan konstipasi dan pembengkakan anus secara lateral. Hernia perineum
terjadi akibat kegagalan struktur otot diafragma panggul untuk menunjang panggul dan isi
abdomen bagian kaudal, yaitu rektum, kandung kemih, dan usus halus (Vnuk et al., 2008; Lee,
2012). Usus besar yang mengalami distensi mendorong ke arah otot diafragma, mengakibatkan
pemisahan otot, pembentukan cincin hernia dan herniasi visera abdomen ke dalam perineum.

Kolon yang mengalami herniasi menyebabkan pembengkakan perineum, penyumbatan


usus, konstipasi, obstipasi, dan lebih lanjut distensi segmen usus besar sebelumnya. Usus besar
yang membesar sering kali memberikan tekanan pada isi perut, seperti: kandung kemih sehingga
menyebabkan obstruktif post-renal uremia (Prokić et al., 2010). Manajemen bedah yang penting
untuk mengatasi permasalahan seperti hal diatas adalah kolektomi subtotal, kolotomi, transposisi
otot obturator interna dan perineum herniorafi..

Colopexy adalah operasi yang dilaksanakan untuk melekatkan secara tetap permukaan
serosa kolon dan dinding abdomen sehingga mencegah pergerakan kolon dan rektum. Indikasi
operasi ini ditujukan untuk mencegah timbulnya prolapsus rektal berulang. Teknik menginsisi
maupun tidak menginsisi menunjukkan hasil yang efektif. Kemungkinan komplikasi adalah
infeksi karena penetrasi jahitan pada lumen kolon. Operasi ini dilakukan di bawah anestesi
umum atau epidural anelgesia. Diusahakan agar tidak terkontaminasi oleh feses atau kotoran
lain. Colopexy dilakukan dengan menggunakan catgut chromik untuk melekatkan colon dengan
dinding abdomen (Fossum, 2002; Slatter, 2003).

Colostomy dapat diartikan sebagai suatu pembedahan dimana suatu pembukaan


dilakukan dari kolon (atau usus besar) ke luar abdomen. Feses keluar melalui saluran usus yang
akan keluar disebuah kantung (stoma) yang diletakan pada abdomen. Stoma yang terlihat pada
dinding abdomen terdiri dari jaringan mukosa usus yang lembab, hangat dan mensekresikan
sejumlah kecil mukus.
LAPORAN KASUS

Sinyalemen dan Anamnesa

Seekor anjing Rough Collie jantan berusia tujuh tahun dengan riwayat cacingan dan
vaksinasi dibawa ke Rumah Sakit Haiwan, Indonesia, memiliki keluhan terjadi pembengkakan
pada daerah perineum bagian kanan dan tidak nafsu makan selama 1 minggu serta tidak buang
air besar.

Pemeriksaan Fisik dan Tanda Klinis

Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan terjadinya hipomotilitas usus, distensi,
dan adanya massa feses keras yang tersegmentasi di dalam usus. Hasil pemeriksaan fisik
menunjukkan semua berada dalam keadaan normal. Hasil pemeriksaan Radiografi lateral kiri
abdomen (Gambar 1) mengungkapkan terjadinya hernia perineum pada bagian usus besar yang
berisi feses. Usus besar yang sangat besar (tidak hernia) juga mengandung faecolith yang
mengindikasikan terjadinya megacolon.

Pemeriksaan Penunjang

Haematologi dan Biokimia Serum

Hasil pemeriksaan Hematologi menunjukkan terjadi perkembangan kondisi monosit


sebagai indikasi dari perkembangan kondisi ke tahap subakut juga sebagai eritrositosis marginal.
Biokimia serum menunjukkan nilai enzim hati normal dan adanya azotaemia. Tekanan yang
diberikan oleh kolon yang distensi hingga kandung kemih mungkin mengakibatkan saluran
kemih obstruksi dan onset awal stasis urin. Stasis urin dan gangguan aliran keluar urin dari hasil
ginjal terjadi penurunan filtrasi glomerulus (GFR).

Parameter Result Parameter Result Parameter Result Parameter Result


Reference values Reference values Reference values Reference values
Remark Remark Remark Remark
Alanine transferase 40 0 – 51
Alkaline phosphatase 26 0 – 39
Blood Urea Nitrogen 19.6 5 – 18 Azotaemia
Creatinine 1.2 <0.53
Tabel hasil pemeriksaan serum biokimia darah
Radiografi

Gambar 1. Radiografi abdomen tampak lateral kiri mengindikasikan terjadinya megacolon


(diameter luminal – garis kuning – tiga kali lipat panjang L7 – garis biru) dengan hernia
perineum.

Diagnosa dan Prognosa

Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan klinis dan fisik , serta pemeriksaan penunjang maka
didiagnose anjing tersebut mengalami megacolon dan hernia perineum dengan prognosa fausta.

Penanganan

Dilakukan Injeksi atropin sulfat (0,1 mg/kg) melalui subkutan yang diberikan sebagai
premedikasi. Selanjutnya dilakukan proses pemberian anestesi umum yang diinduksi dengan
propofol (4 mg/kg, IV) dan dipertahankan dengan isofluran 1-2%. Pasien diposisikan denganleft
lateral recumbency, sayatan kulit dibuat pada daerah kantung hernia. Kulit dan jaringan subkutan
digunting menggunakan Metzenbaum, diikuti oleh retraksi dan evaluasi kolon sigmoid yang
terperangkap. Kolotomi dilakukan melalui sayatan memanjang di atas massa feses pada
perbatasan antimesenterika kolon sigmoid. Mukosa dengan serosa yang terbalik dipotong untuk
membuat tepinya. Colon dijahit dengan pola jahitan terputus sederhana poliglikolida 3-0. Usus
besar yang dijahit didorong kembali ke dalam rongga abdomen melalui cincin hernia perineum
(Gambar 2).

Hernia perineum dikoreksi dengan pola jahitan simple continuous. Jahitan dimulai dari
bagian dalam otot obturator ventrolateral ke sfingter ani eksterna dan diarahkan ke medial.
Ligamentum sacrotuberous, aspek lateral otot coccygeal dan levator ani dijahit ke aspek medial
sfingter anal eksternal menggunakan nilon monofilamen 3-0 secara pola sederhana terputus.
Jaringan subkutan dan kulit ditutup (Gambar 3). Kolotomi dilakukan melalui pendekatan garis
tengah ventral abdomen dengan tujuan untuk menghilangkan sisa kotoran akibat terkena dampak
dari usus besar. Dilakukan juga kolopeksi insisional secara longitudinal melalui sero muskular
dengan ukuran sayatan 4 cm yang dibuat sepanjang perbatasan antimesenterika dari usus besar.
Sayatan kedua sepanjang 3 cm dibuat ke dalam peritoneum dan otot-otot yang mendasari dinding
abdomen sebelah kiri. Tepi sayatan seromuskular dari usus besar kemudian ditempelkan ke tepi
sayatan dinding abdomen dengan menggunakan nilon 3-0 yang tidak dapat diserap. Perawatan
pasca operasi termasuk pemberian Ceftriaxone natrium pada 50 mg/kg (2 mL) dua kali sehari
secara intramuskular. Selanjutnya hewan dipuasakan selama satu minggu pasca operasi,
sedangkan untuk keseimbangan cairan diberikan cairan infus garam jenuh melalui intravena.
Nutriplus gel® (Virbac, Australia) suplementasi diberikan secara oral, dan dimulainya kembali
pemberian makan secara diet dengan i/d Royal Canin®(Indonesia) pada minggu kedua pasca
operasi.

Gambar 2. Sayatan kulit dan merusak sekitarnya jaringan subkutan untuk mengekspos herniasi
kolon sigmoid.

Gambar 3. Penutupan kulit menggunakan jahitan simple interupted


Kesimpulan

Hernia perineum dapat berkembang secara sekunder setelah terjadinya megakolon dan
dapat diperoleh akibat dari kerusakan saraf yang dihasilkan oleh trauma (Machado et al., 2020).
Hernia perineum membutuhkan intervensi bedah darurat dan dapat diobati melalui perineum
herniorafi, kolostomi, dan kolopeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Fossum, TW. 2002. Small Animal Surgery 2nd edition. CV Mosby Comp.: Philadelphia Kirk
dan Bistner, SI. 1985, Hand Book of Veterinary Procedures and Emergency
TreatmentFourth Edition. W. B. Saunders Company: Philadelphia Ku
Machado, Â. V. d. L. P., Lugoch, G., dos Santos, A. P. I., Gonçalves, M. E. P., de Oliveira, M.
T., Viela, J. A. P. and Beckmann, B. V. (2020). Perineal Hernia in a Bitch. Acta Sci. Vet.
48: 1-5
Prokić, B., Todorović, V., Mitrović, O., Vignjević, S.and Savić-Stevanović, V. (2010).
Etiopathogenesis, diagnosis and therapy of acquired megacolon in dogs. Acta Vet. 60(2-
3): 273-284.
Slatter, D. 2003. Texbook of Small Animal Surgery 3rd edition. Saunders Elseiver Science:
Philadelphia. Subronto dan Ida Tjahajati. 2004. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.
Vnuk, D., Lipar, M., Matičić, D., Smolec, O., Pećin, M.and Brkić, A. (2008). Comparison of
standard perineal herniorrhaphy and transposition of the internal obturator muscle for
perineal hernia repair in the dog. Vet. Archiv. 28: 197-208.

Anda mungkin juga menyukai