Di susun oleh:
(191121)
2. Rentang Respon
Gambar 2.1 Rentang Respons Sosial (Stuart, 2016)
Stuart (2016), respon individu menyelesaikan suatu hal dengan cara yang dapat
diterima oleh norma-norma masyarakat. Respon ini meliputi:
a. Menyendiri (Solitude)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang
telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri
untuk menentukan langkah selanjutnya. Solitude umumnya dilakukan
setelah melakukan kegiatan.
b. Otonomi
Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan
ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
c. Kebersamaan (Mutualisme)
Mutualisme adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana
individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
d. Saling ketergantungan (intedependen)
Intedependen merupakan kondisi saling ketergantungan antar individu
dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
e. Kesepian
Merupakan kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari
lingkungannya.
f. Isolasi sosial
Merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam
membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
g. Ketergantungan (Dependen)
Dependen terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri
atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses. Pada gangguan
hubungan sosial jenis ini orang lain diperlukan sebagai objek, hubungan
terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung
berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain.
3. Penyebab
Proses terjadinya Isolasi sosial pada pasienakan dijelaskan dengan menggunakan
konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan
presipitasi.
a. Faktor predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya isolasi sosial, meliputi:
1. Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter
dimana ada riwayata anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa. Adanya risiko bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma kepala,
dan riwayat penggunaan NAPZA. Selain itu ditemukan adanya
kondisi patologis otak, yang dapat diketahui dari hasil pemeriksaan
struktur otak melalui pemeriksaan CT Scan dan hasil pemeriksaan
MRI untuk melihat gangguan struktur dan fungsi otak (Thomb,
2000).
2. Faktor Psikologis
Pasien dengan masalah isolasi sosial, seringkali mengalami
kegagalan yang berulang dalam mencapai keinginan/harapan, hal ini
mengakibatkan terganggunya konsep diri, yang pada akhirnya akan
berdampak dalam membina hubungan dengan orang lain.
3. Faktor Sosial Budaya
Faktor predisposisi sosial budaya pada pasiendengan isolasi sosial,
sesringkali diakibatkan karena pasienberasal dari golongan sosial
ekonomi rendah hal ini mengakibatkan ketidakmampuan pasiendalam
memenuhi kebutuhan. Kondisi tersebut memicu timbulnya stres yang
terus menerus, sehingga fokus pasienhanya pada pemenuhan
kebutuhannya dan mengabaikan hubungan sosialisasi dengan
lingkungan sekitarnya.
b. Faktor Presipitasi
Ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau
kelainan struktur otak.Faktor lainnya pengalaman abuse dalam keluarga.
Penerapan aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering
tidak sesuai dengan pasien dan konflik antar masyarakat.Selain itu Pada
pasienyang mengalami isolasi sosial, dapat ditemukan adanya
pengalaman negatif pasienyang tidak menyenangkan terhadap gambaran
dirinya, ketidakjelasan atau berlebihnya peran yang dimiliki serta
mengalami krisis identitas.Pengalaman kegagalan yang berulang dalam
mencapai harapan atau cita-cita, serta kurangnya penghargaan baik dari
diri sendiri maupun lingkungan. Faktor-faktor diatas, menyebabkan
gangguan dalam berinteraksi sosial dengan orang lain, yang pada
akhirnya menjadi masalah isolasi sosial.
.......................................................................................................
Keliat, B. A., dan akemat. (2014) Model Praktik Peperawatan Professional Jiwa. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kusamawati, F dan Hartono Y. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Hawari, D. 2012. Pendekatan Holistik pada Klien Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: UI.
Kerja :
“Dengan siapa ibu tinggal serumah ? siapa yang paling dekat ? apa yang menyebabkan
ibu dekat dengan orang tersebut ? Siapa anggota keluar dan teman yang bapak/ibu merasa
tidak dekat? Apa yang membuat ibu tidak dekat dengan orang lain ?”.
“Apa saja kegiatan yang biasa Ibu lakukan saat bersama keluarga ? Bagaimana dengan
teman-teman yang lain ?”.
“Apakah ada pengalaman yang tidak menyenangkan ketika bergaul deangan orang lain?”.
Menurut ibu apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? wah benar, ada
teman bercakap-cakap. Apa lagi? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah
kalau kerugiannya tidak mempunyai teman apa ya bu ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu inginkah
Ibu belajar bergaul dengan orang lain ? Nah untuk memulainya sekarang ibu latihan
berkenalan dengan saya dahulu. “Begina lho bu, untuk berkenalan dengan orang lain kita
sebutkan dulu nama kita dan nama panggilan yang kita sukai. Contoh: Nama Saya Bu
Rontanti, senang dipanggil Tanti”.
“Selanjutnya Ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini :
Nama Bapak/Ibu siapa ? Senang dipanggil ?”
“Ayo bu dicoba ! Misalnya saya belum kenal dengan ibu. Coba berkenalan dengan
saya”.
“Ya bagus sekali ! Coba sekali lagi. Bagus sekali”. Setelah ibu berkenalan dengan orang
tersebut Ibu bisa melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan Ibu
bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan
sebagainya. Nah, bagaimana kalau sekarang kita latihan bercakap-cakap dengan suami
ibu? (dampingi pasien saat bercakap-cakap).
Terminasi :
“Bagaimana perasaan Ibu setelah latihan perkenalan ini ?”.
“Coba ibu peragakan lagi cara berkenalan dengan orang lain!”.
“Baik bu, dalam satu hari mau berapa kali bapak berlatih bercakap-cakap dengan anggota
keluarga? 2 kali? Baiklah jam berapa ibu akan latihan. Ini ada jadwal kegiatan, kita isi
jam 11.00 dan 15.00 kegiatan ibu adalah bercakap-cakap dengan anak dan menantu. Jika
ibu malakukannya sendiri tanpa diingatkan ibu tulis M (mandiri), jika masih diingatkan
tulis B (Bantuan), dan jika ibu tidak melakukan ditulis T (tergantung). Kita mulai dari
besok ya bu........ tanggal 25 juni 2012.
“Minggu depan saya kemari lagi. Kita akan berbincang-bincang tentang pengalaman ibu
bercakap-cakap dengan teman baru dan latihan bercakap-cakap dengan topik tertentu.
Waktunya seperti sekarang ini. Tempatnya disini ya. Selamt pagi bu”.