Pendidikan merupakan faktor yang mendasar dalam siklus kehidupan manusia mulai hari
lahir hingga akhir hayat (Long Life Education). Berdasarkan konsep, pendidikan merupakan
upaya yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta
mengembangkan manusia Indonesai seutuhnya agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan
sebagai suatu proses Transfer Of Knowledge yang dilakukan oleh guru kepada anak didiknya.
Selain itu, pendidikan diartikan juga sebagai alat yang dilakukan untuk merubah cara
berpikir kita dari cara berpikir tradisional ke cara berpikir ilmiah (modern). Barang publik
adalah barang yang tidak memiliki pesaing dalam konsumsi dan/atau distribusi manfaatnya
tidak mungkin dikecualikan. Sehingga barang publik memiliki dua karakteristik yaitu tidak
bersaingan (nonrivalry) dan tidak eksludabel (nonexcludability). Pengertian tidak bersaingan
merupakan sifat suatu barang dimana jika pemanfaatan oleh satu orang akan mengurangi
kesempatan orang lain untuk memanfaatkannya. Sedangkan eksludabilitas merupakan sifat
suatu barang yang bisa mencegah orang lain untuk memanfaatkannya. Pendidikan sebagai
barang publik tidak dibatasi pada siapa penggunanya, seseorang tidak perlu mengeluarkan
biaya untuk mendapatkannya, pendidikan sebagai barang publik bila dikonsumsi oleh individu
tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut.
2. Definisi Komersialisasi
Seperti namanya, komersialisasi melekat dengan arti barang dagangan. Dalam konteks
pendidikan, komersialisasi pendidikan berarti menjadikan pendidikan sebagai barang
dagangan, sehingga mengubah konsep pendidikan yang seharusnya merupakan barang publik.
Lebih spesifiknya lagi, Komersialisasi pendidikan menurut Agus Wibowo (2008 : 111)
mengacu pada dua pengertian yang berbeda bahwa :
3. Data-data Pendukung
Pada tahun 2020, terjadi juga unjuk rasa yang dilakukan oleh Gerakan Mahasiswa Jakarta
Bersatu (GMJB) di depan gedung Kemendikbud. Latar belakang dari unjuk rasa ini adalah
mereka mendesak pemerintah melalui Kemendikbud untuk membuat regulasi potongan biaya
pendidikan sebesar 50 persen di tengah masa pandemi COVID-19 serta menuntut untuk
mengentikan komersialisasi dan liberalisasi dunia pendidikan.
Dasar hukum atau peraturan yang berkaitan dengan peluang munculnya komersialisasi
pendidikan akibat pemberian otonomi dari Pemerintah ke pihak Perguruan Tinggi Negeri
ketika menjadi PTN-BH, yaitu :
1. Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, berkaitan dengan
pembiayaan pasal 114 ayat 1: “Pembiayaan perguruan tinggi dapat diperoleh dari
sumber pemerintah, masyarakat, dan pihak luar negeri. Dana dari masyarakat: (1)
Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP); (2). biaya seleksi ujian masuk; (3). hasil
kontrak kerja; (4). hasil penjualan produk (5). sumbangan dan hibah perorangan,
lembaga Pemerintah atau lembaga non-pemerintah; dan (6). penerimaan dari
masyarakat lainnya.
2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU ini
merupakan acuan seluruh pendidikan Indonesia. Terkait pendanaan pedidikan tinggi,
masyarakat diwajibkan memberikan dukungan sumberdaya di pendidikan tinggi (pasal
9), peserta didik diwajibkan menanggung biaya pendidikan (pasal 12),
memperbolehkan perguruan tinggi untuk mencari pendanaannya sendiri dari
masyarakat (pasal 24), pendanaan pedidikan tinggi ditanggung bersama antara
pemerintah, pemda, dan masyarakat, tetapi tidak diatur detailnya (pasal 46).
pengalokasiaan dana pendidikan (pasal 49), kemandirian pengelolaan (pasal 50), Badan
Hukum Pendidikan (BHP) (pasal 53), diperbolehkannya lembaga pendidikan asing di
Indonesia (pasal 64 dan 65).
3. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 yang digantikan dengan Peraturan
Pemerintah No 74 tahun 2012 terkait ola keuangan BLU (Badan Layanan Umum) untuk
PTN dengan prinsip diperbolehkan mencari sumber dana sendiri dan diberikan
keleluasaan untuk menerapkan prinsip bisnis dalam pelayanan pada masyarakat
sehingga dikti dimaksudkan sebagai komoditas jasa yang diperjual belikan tanpa profit
4. Pasal 1 Ayat 3 Peraturan Pemerintah (PP) No 26 Tahun 2015 tentang Bentuk dan
Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi menyatakan bahwa PTN berbadan hukum
adalah perguruan tinggi negeri yang didirikan oleh pemerintah dan berstatus sebagai
subjek hukum yang otonom.
5. Pasal 76 Undang-Undang No 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi. Dalam
Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa perguruan tinggi yang berstatus PTN-BH
memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan pendidikan.
4. Hasil Diskusi
Salah satu bentuk komersialisasi yang terjadi di Perguruan Tinggi ialah kenaikan UKT
(Uang Kuliah Tunggal) yang ditetapkan pihak kampus setelah perpindahan status kampus
dari PTN-BLU menjadi PTN-BH. Situasi ini merupakan dampak yang ditimbulkan oleh
peraturan yang memberikan wewenang PTN-BH untuk mengelola keuangannya sendiri.
Pada kenyataannya, penerapan UKT masih memiliki banyak kendala seperti masih terdapat
kekurangan berupa: payung hukum masih lemah dan tidak konsisten, sumber anggaran
tidak maksimal sehingga beban mahasiswa masih tinggi, organsasi pelaksana di tingkat
fakultas tidak terbentuk formal, UKT tidak diperbolehkan ada pungutan lain terkadang
masih terjadi, pertanggungjawaban moral sulit dilakukan, penyaluran dan alokasi golongan
belum tepat sasaran.
Prediksi atau peramalan yang berpotensi terjadi di masa depan jika alternatif kebijakan
ini tidak diterapkan adalah :
1. Pendidikan di Indonesia khususnya pada ranah perguruan tinggi tidak akan berkembang
karena praktik komersialisasi yang hanya menguntungkan beberapa pihak.
2. Kebijakan ini dinilai masih menuai polemik dan kontra dari mahasiswa, sehingga akan
mengurangi kepercayaan mahasiswa terhadap pihak kampus (PTN-BH) dan memicu
beberapa gerakan atau aksi-aksi unjuk rasa terkait praktik komersialisasi.
3. Komersialisasi pendidikan memicu angka putus kuliah masyarakat yang kurang
mampu untuk meneruskan pendidikannya karena mahalnya biaya pendidikan. Hal ini
tidak sejalan dengan pendidikan yang seharusnya menjadi barang publik.
Daftar Pustaka :
Giddens, Anthony. 2007 . Karsidi, Ravik, 2005. Sosiologi Pendidikan (LPP) US dan
UPT.Surakarta
Sarvitri, Anne., Sunandar, Asep. 2020. Otonomi Pendidikan Tinggi Dan Pembiayaannya:
antar Kemajuan dan Komersialisasi Pendidikan (Tinjauan terhadap UU Nomor 12
Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi). Jurnal Pendidikan UNSIKA, 8(1).