Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita,
kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra
penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering menyebabkan kebutaan
unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami
trauma okuli yang parah. Dewasa muda (terutama laki-laki) merupakan kelompok yang
paling sering mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya
kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas.
Prevalensi kebutaaan akibat trauma okuli secara nasional belum diketahui dengan
pasti, namun pada Survey Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran pada tahun 1993-
1996 didapatkan bahwa trauma okuli dimasukkan ke dalam penyebab kebutaan lain-lain
sebesar 0,15% dari jumlah total kebutaan nasional yang berkisar 1,5%. Trauma okuli juga
bukan merupakan 10 besar penyakit mata yang menyebabkan kebutaan.
Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering dijumpai adalah
persentuhan mata dengan benda tumpul, misalnya traumatic hyfema. Walaupun rudapaksa
yang mengenai mata tidak selalu merupakan penyebab utama dari kebutaan, namun
merupakan faktor yang cukup sering mengakibatkan hilangnya  penglihatan unilateral. Maka
dari itu, masalah rudapaksa pada mata masih menjadi salah satu masalah yang perlu
mendapat perhatianmenganggapnya sebagai salah satu ocular emergencies. Hal ini
disebabkan oleh karena masih seringnya timbul komplikasi-komplikasi yang tidak diinginkan
disamping cara perawatan yang terbaik masih diperdebatkan.

Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli perforans dan
trauma okuli non perforans. Sedangkan klasifikasi trauma okuli berdasarkan mekanisme
trauma terbagi atas trauma mekanik (trauma tumpul dan trauma tajam), trauma radiasi (sinar
inframerah, sinar ultraviolet, dan sinar X) dan trauma kimia (bahan asam dan basa).
Sebagai seorang dokter harus memikirkan apakah kasus yang dihadapi merupakan
true emergency yang merupakan kasus sangat gawat dan harus ditangani dalam hitungan
menit atau jam, ataukah urgent case yang harus ditangani dalam hitungan jam atau hari.
Sehingga membutuhkan diagnosa dan pertolongan cepat dan tepat. Trauma okuli merupakan
kedaruratan mutlak di bidang ocular emergency. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi
akibat trauma okuli adalah erosi kornea, iridoplegia, hifema, iridosiklitis, subluksasi lensa,
luksasi lensa anterior, luksasi lensa posterior, edema retina dan koroid, ablasi retina, ruptur
koroid, serta avulsi papil saraf optik.
Hifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada bilik mata depan dapat
terjadi akibat trauma tumpul pada mata. Darah ini berasal dari iris atau badan siliar yang
robek. Menurut Duke Elder (1954), hifema disebabkan oleh robekan pada segmen anterior
bola mata yang kemudian dengan cepat akan berhenti dan darah akan diabsorbsi dengan
cepat. Hal ini disebut dengan hifema primer. Bila oleh karena sesuatu sebab misalnya adanya
gerakan badan yang berlebihan, maka timbul perdarahan sekunder atau hifema sekunder
yang pengaruhnya akan lebih hebat karena perdarahan lebih sukar hilang.
Adanya hifema memiliki beberapa konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan
intraokuler, kornea terkena darah, pembentukan sinekia posterior atau anterior, dan katarak.
Oleh karena hifema dapat menyebabkan penurunan penglihatan yang signifikan, maka setiap
dokter harus memperhatikan diagnosis, evaluasi, dan tata laksana hifema.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Anatomi Mata
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari
luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan
siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan
kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata.

Gambar 1: anatomi mata

Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah darinya oleh
selubung fascia bola mata. Bola mata terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam, yaitu :
1.Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan bagian
anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat fibrosa dan
tampak putih. Daerah ini relatif lemah dan dapat menonjol ke dalam bola mata oleh
perbesaran cavum subarachnoidea yang mengelilingi nervus opticus. Jika tekanan
intraokular meningkat, lamina fibrosa akan menonjol ke luar yang menyebabkan discus
menjadi cekung bila dilihat melalui oftalmoskop.
Sklera juga ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu
vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya pada batas
limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama merefraksikan cahaya yang
masuk ke mata. Tersusun atas lapisan-lapisan berikut ini dari luar ke dalam sama
dengan: (1) epitel kornea (epithelium anterius) yang bersambung dengan epitel
konjungtiva. (2) substansia propria, terdiri atas jaringan ikat transparan. (3) lamina
limitans posterior dan (4) endothel (epithelium posterius) yang berhubungan dengan
aqueous humour.
2.Lamina vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea (terdiri atas lapis
luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular) (2) corpus ciliare (ke belakang
bersambung dengan choroidea dan ke anterior terletak di belakang tepi perifer iris) terdiri
atas corona ciliaris, procesus ciliaris dan musculus ciliaris (3) iris (adalah diafragma
berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang di pusatnya yaitu pupil) iris membagi
ruang diantara lensa dan kornea menjadi bilik mata depan dan bilik mata belakang, serat-
serat otot iris bersifat involunter dan terdiri atas serat-serat sirkuler dan radier.
Bilik mata depan terletak antara persambungan kornea perifer dengan iris. Pada
bagian ini, terdapat jalinan trabekula yang dasarnya mengarah ke badan siliar. Bagian dalam
jalinan ini yang menghadap ke bilik mata depan dikenal sebagai jalinan uvea. Bagian luar
jalinan ini yang terletak dekat kanalis schlemm dikenal sebagai jalinan korneoskleral. Serat-
serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam jalinan trabekula tersebut.Kanal schlemn
merupakan kapiler yang dimodifikasi yang mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari satu
lapisan sel. Pada dinding sebelah dalam terdapat lubang – lubang sebesar 2 U, sehingga
terdapat hubungan langsung antara trabekula dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar
saluran kolektor, 20 – 30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sclera dan
episkelera dan vena siliaris anterior di badan siliar.
Gamabar 2: Anatomi Bilik Mata Depan dan Jaringan Sekitar
3.Tunica sensoria (retina)
Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya. Permukaan
luarnya melekat pada choroidea dan permukaan dalamnya berkontak dengan corpus vitreum.
Tiga perempat posterior retina merupakan organ reseptornya. Ujung anterior membentuk
cincin berombak, yaitu ora serrata, di tempat inilah jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior
retina bersifat non-reseptif dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel
silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi procesus ciliaris dan bagian
belakang iris.

Vaskularisasi Bola Mata


Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri ophtalmica, yaitu cabang
besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini berjalan di bawah nervus
optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama
adalah arteri sentralis retina, yang memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola
mata. Cabang-cabang lain arteri oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang memvaskularisasi
glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang muskularis ke berbagai otot orbita,
arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan
arteri supra orbitalis serta supra troklearis.
Gambar 3: Vaskularisasi pada Bola Mata
Arteri siliaris posterior brevis memvaskularisasi koroid dan bagian nervus optikus. Kedua
arteri siliaris longus memvaskularisasi badan siliar, beranastomosis satu dengan yang lain, dan
bersama arteri siliaris anterior membentuk sirkulus arteriosus major iris. Arteri siliaris anterior
berasal dari cabang-cabang muskularis dan menuju ke muskuli rekti. Arteri ini memvaskularisasi
sklera, episklera, limbus, konjungtiva, serta ikut membentuk sirkulus arteriosus major iris.
Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior dan inferior, yang
juga menampung darah dari vena verticoasae, vena siliaris anterior, dan vena sentralis retina.
Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui fisura orbitalis superior dan
dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fisura orbitalis inferior.
Gambar 4: Vaskularisasi pada Segmen Anterior
Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media
refraksi targetnya di retina sentral (macula). Gangguan media refraksi menyebabkan visus turun
(baik mendadak aupun perlahan).

Bagian berpigmen pada mata: uvea bagian iris, warna yang tampak tergantung pada
pigmen melanin di lapisan anterior iris (banyak pigmen = coklat, sedikit pigmen = biru, tidak
ada pigmen = merah / pada albino).

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas
kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola
mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata
sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan
tepat di daerah makula lutea.

Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan
benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat
jauh.

Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput
mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata
sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:

1) Epitel
Tebalnya 50 µm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel
basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng,
sel basal berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan
sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan
ini menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
2) Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3) Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan
dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak
di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4) Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat
sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
µm.
5) Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40
µm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom
dan zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Boeman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi samapai kepada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di
daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan.

Trauma atau panyakkit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem


pompa endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea.
Endotel tidak mempunya daya regenerasi.

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola
mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.

Aqueous humor

Aqueous humor adalah cairan jernih yang dibentuk oleh korpus siliaris dan
mengisi bilik mata anterior dan posterior. Aqueous humor mengalir dari korpus siliaris
melewati bilik mata posterior dan anterior menuju sudut kamera okuli anterior. Aqueous
humor diekskresikan oleh trabecular meshwork. Prosesus siliaris, terletak pada pars
plicata adalah struktur utama korpus siliaris yang membentuk aqueous humor.

Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak
memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu
lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari
oleh jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah
anterior. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke
darah. Jika aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya
(sebagai contoh, karena sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun
di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (“di dalam mata”).
Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma.

Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous


humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini
menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika
tidak diatasi.

Produksi aqueous humor melibatkan beberapa proses, yaitu transport aktif,


ultrafiltrasi dan difusi sederhana. Transport aktif di sel epitel yang tidak berpigmen
memegang peranan penting dalam produksi aqueous humor dan melibatkan
Na+/K+ATPase. Proses ultrafiltrasi adalah proses perpindahan air dan zat larut air ke
dalam membran sel akibat perbedaan tekanan osmotik. Proses ini berkaitan dengan
pembentukan gradien tekanan di prosesus siliaris. Sedangkan proses difusi adalah proses
yang menyebabkan pertukaran ion melewati membran melalui perbedaan gradien
elektron.

Sistem pengaliran aqueous humor terdiri dari dua jenis sistem pengaliran utama,
yaitu aliran konvensional/ trabecular outflow dan aliran nonkonvensional/ uveoscleral
outflow. Trabecular outflow merupakan aliran utama dari aqueous humor, sekitar 90%
dari total. Aqueous humor mengalir dari bilik anterior ke kanalis Schlemm di trabecular
meshwork dan menuju ke vena episklera, yang selanjutnya bermuara pada sinus
kavernosus. Sistem pengaliran ini memerlukan perbedaan tekanan, terutama di jaringan
trabekular .
Uveoscleral outflow, merupakan sistem pengaliran utama yang kedua, sekitar 5-
10% dari total. Aqueous humor mengalir dari bilik anterior ke muskulus siliaris dan
rongga suprakoroidal lalu ke vena-vena di korpus siliaris, koroid dan sklera. Sistem aliran
ini relatif tidak bergantung kepada perbedaan tekanan.

Gambar 5: Aliran Aqueous Humor

Prosesus siliaris

Prosesus siliaris memiliki dua lapis epitelium, yaitu lapisan berpigmen dan tidak
berpigmen. Lapisan dalam epitel yang tidak berpigmen diduga berfungsi sebagai tempat
produksi aqueous humor .

Sudut kamera okuli anterior

Dibentuk oleh pertautan antara kornea perifer dan pangkal iris, merupakan
komponen penting dalam proses pengaliran aqueous humor. Struktur ini terdiri dari
Schwalbe’s line, trabecular meshwork dan scleral spur .

Trabecular meshwork

Merupakan jaringan anyaman yang tersusun atas lembar-lembar berlubang


jaringan kolagen dan elastik. Trabecular meshwork disusun atas tiga bagian, yaitu uvea
meshwork (bagian paling dalam), corneoscleral meshwork (lapisan terbesar) dan
juxtacanalicular/endothelial meshwork (lapisan paling atas). Juxtacanalicular meshwork
adalah struktur yang berhubungan dengan bagian dalam kanalis Schlemm.

Gambar 6. Struktur trabecular meshwork.

Iris

Tirai berwarna didepan lensa yang bersambung dengan selaput khoroid. Iris berisi
dua kelompok serabut otot tak sadar (otot polos). Kelompok yang satu mengecilkan
ukuran pupil, sementara kelompok yang lain melebarkan ukuran pupil itu sendiri.

Pupil

Bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah dalam iris, dimana
cahaya dapat masuk untuk mencapai retina.

Lensa

Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola
mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan
terdiridari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal
dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.

Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata
belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam
kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga
mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk
nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk
atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan
nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang
lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan
nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks
posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang
lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan
lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar.

Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:

• Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi


untuk menjadi cembung
• Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
• Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous
body dan berada di sumbu mata. (H. Sidarta Ilyas, 2004).

Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:

• Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,


• Keruh atau apa yang disebut katarak,
• Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi (H. Sidarta Ilyas,
2004).

Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar
dan berat.

Badan Vitreous (Badan Kaca)


Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan
gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul
asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel
yang menyintesis kolagen dan asam hialuronat. Peranannya mengisi ruang untuk
meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak
terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya
kekeruhanbadan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan
oftalmoskopi.

Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis .

Sklera

Pembungkus yang kuat dan fibrus. Sklera membentuk putih mata dan tersambung
pada bagian depan dengan sebuah jendela membran yang bening, yaitu kornea. Sklera
melindungi struktur mata yang sangat halus serta membantu mempertahankan bentuk biji
mata.

Khoroid

Lapisan tengah yang berisi pembuluh darah. Merupakan rantingranting arteria


oftalmika, cabang dari arteria karotis interna. Lapisan vaskuler ini membentuk iris yang
berlubang ditengahnya, atau yang disebut pupil (manik) mata. Selaput berpigmen
sebelah belakang iris memancarkan warnanya dan dengan demikian menentukan apakah
sebuah mata itu berwarna biru, coklat, kelabu, dan seterusnya. Khoroid bersambung pada
bagian depannya dengan iris, dan tepat dibelakang iris. Selaput ini menebal guna
membentuk korpus siliare sehingga terletak antara khoroid dan iris. Korpus siliare itu
berisi serabut otot sirkulerndan serabut-serabut yang letaknya seperti jari-jari sebuah
lingkaran. Kontraksi otot sirkuler menyebabkan pupil mata juga berkontraksi. Semuanya
ini bersama-sama membentuk traktus uvea yang terdiri dari iris, korpus siliare, dan
khoroid. Peradangan pada masing-masing bagian berturut-turut disebut iritis, siklitis, dan
khoroiditis, atau pun yang secara bersama-sama disebut uveitis. Bila salah satu bagian
dari traktus ini mengalami peradangan, maka penyakitnya akan segera menjalar kebagian
traktus lain disekitarnya.
Retina

Lapisan saraf pada mata yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut, yaitu sel-sel saraf batang dan
kerucut. Semuanya termasuk dalam konstruksi retina yang merupakan jaringan saraf halus yang
menghantarkan impuls saraf dari luar menuju jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls
saraf dari luar menuju diskus optikus, yang merupakan titik dimana saraf optik meninggalkan biji
mata. Titik ini disebut titik buta, oleh karena tidak mempunyai retina. Bagian yang paling peka
pada retina adalah makula, yang terletak tepat eksternal terhadap diskus optikus, persis berhad
apan dengan pusat pupil.

2.2 Definisi Hifema


Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu
daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata) yang
jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang.
Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul
dibawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan
iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme.
Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh darah di iris dan merusak sudut bilik mata
depan. Darah di dalam aqueous dapat membentuk suatu lapisan yang dapat terlihat (hifema).
Glaukoma akut terjadi bila anyaman trabekular tersumbat oleh fibrin dan sel atau bila
pembentukan bekuan darah menimbulkan bokade pupil.

2.3 Etiologi Hifema


Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu, peluru
senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan prosedur
operasi mata. Trauma tumpul pada mata: banyak terjadi karena cedera olah raga, jatuh, atupun
perkelahian
Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata
(contohnya retinoblastoma),prosedur pembedahan yang salah (trabekuloplasty dan iridectomy),
penyakit sickle cell, neovaskularisasi iris yang disebabkan oleh iskemi pada segmen posterior
yang sering dikaitkan dengan penyakit neovaskular pada diabetes. Terjadi akibat proliferasi sel
endotel pembuluh darah. Pembuluh darah yang baru ini mudah sekali untuk pecah dan kelainan
pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma).
Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh
kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-robekan jaringan
iris, korpus siliaris dan koroid. Jaringan tersebut mengandung banyak pembuluh darah,
sehingga akan menimbulkan perdarahan. Pendarahan yang timbul dapat berasal dari
kumpulan arteri utama dan cabang dari badan ciliar, arteri koroid, vena badan siliar,
pembuluh darah iris pada sisi pupil.Perdarahan di dalam bola mata yang berada di kamera
anterior akan tampak dari luar. Timbunan darah ini karena gaya berat akan berada di 
bagian terendah.

2.4 Klasifikasi
a) Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:
1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan
pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen
anterior bola mata.
2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata).
3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh
darah pecah.
4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya juvenile
xanthogranuloma).
5. Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).
b) Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:
1. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.
2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
c) Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade (Sheppard) :
1. Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)
2. Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)
3. Grade III : darah mengisi hampir total COA (14%)
4. Grade IV : darah memenuhi seluruh COA (8%)
Tabel 1: Grading Hifema

2.5 Patofisologi Hifema


Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus,
dan perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraokuler
secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata. Perdarahan
biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain arteri-arteri utama
dan cabang-cabang dari badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar.
Gambar 7: Mekanisme Perdarahan akibat Trauma Tumpul Mata

Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker mungkin juga
bisa menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapat merobek pembuluh
darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan
merusak sudut COA. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler
okuler. Darah ini dapat bergerak dalam ruang COA, mengotori permukaan dalam kornea.
Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya mekanisme
hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular, spasme pembuluh darah,
dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme pembekuan darah yang akan
menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas dari bilik mata depan ke bilik
mata belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsung hingga 4-7 hari. Setelah itu,
fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah pada bilik mata depan, maka
plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator kaskade koagulasi. Plasmin
akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang sudah terjadi mengalami disolusi.
Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama dengan sel darah merah dan debris
peradangan, keluar dari bilik mata depan menuju jalinan trabekular dan aliran
uveaskleral.
Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan primer.
Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder biasanya timbul
pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat daripada yang primer.
Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus dirawat sedikitnya 5 hari. Dikatakan
perdarahan sekunder ini terjadi karena resorpsi daribekuan darah terjadi terlalu cepat
sehingga pembuluh darah tak mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali.
Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah
merah melalui sudut COA menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan diabsorbsi
melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik
di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila
terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea,
menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisi
kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat
terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma.
Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis yang
berhubungan. Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul mata. Hal ini
menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot siliar. Resesi sudut
mata dapat terjadi pada 85 % pasien hifema dan berkaitan dengan timbulnya glaukoma
sekunder di kemudian hari. Iritis traumatik, dengan sel-sel radang pada bilik mata depan,
dapat ditemukan pada pasien hifema. Pada keadaan ini, terjadi perubahan pigmen iris
walaupun darah sudah dikeluarkan. Perubahan pada kornea dapat dijumpai mulai dari
abrasi endotel kornea hingga ruptur limbus. Kelainan pupil seperti miosis dan midriasis
dapat ditemukan pada 10 % kasus. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah siklodialisis,
iridodialisis, robekan pupil, subluksasi lensa, dan ruptur zonula zinn. Kelainan pada
segmen posterior dapat meliputi perdarahan vitreus, jejas retina (edema, perdarahan, dan
robekan), dan ruptur koroid. Atrofi papil dapat terjadi akibat peninggian tekanan
intraokular.

2.6 Diagnosis Hifema


Adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan adanya
hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA (dapat diperiksa
dengan flashlight), kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya tanda-
tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia (tidak tahan terhadap sinar),
penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat,
kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau somnolen.
Gambar 8: Hifema pada 1/3 bilik mata depan dan Hifema pada ½ bilik mata depan

Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang terlihat
dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan
terlihat terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang
COA. Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan, pupil tetap dilatasi (midriasis), dapat
terjadi pewarnaan darah (blood staining) pada kornea, anisokor pupil.
Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah
mengganggu media refraksi. Darah  yang mengisi kamera okuli  ini secara  langsung
dapat  mengakibatkan tekanan intraokuler meningkat akibat bertambahnya isi kamera
anterior oleh darah. Kenaikan tekanan intraokuler ini disebut glaukoma sekunder.
Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat massa darah yang menyumbat jaringan
trabekulum yang berfungsi membuang humor aqueous yang berada di kamera anterior.
Selain itu akibat darah yang lama berada di kamera anterior akan mengakibatkan
pewarnaan darah pada dinding kornea dan kerusakan jaringan kornea.
Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata Snellen; visus dapat
menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina.
b) Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler okuler,
glaukoma.
c) Pengukuran tonografi: mengkaji tekanan intra okuler.
d) Slit Lamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal
contact, aqueous flare, dan synechia posterior.
e) Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler.
f) Tes provokatif: digunakan untuk menentukan adanya glaukoma bila TIO normal atau
meningkat ringan.

2.7 Penatalaksanaan Hifema


Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan
demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan penderita hifema
traumatik ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya adalah :
• Menghentikan perdarahan.
• Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
• Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat
absorbsi.
• Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
• Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan
traumatik hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan dengan
cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan tindakan operasi.
Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi
1. Tirah baring (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat
(diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45o (posisi semi fowler). Hal ini akan
mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita
mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak pendapat dari banyak ahli mengenai
tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui
kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah
baring kesempurnaan absorbsi dari hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya
komplikasi perdarahan sekunder. Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari
mengingat kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini sering sukar dilakukan, terlebih-
lebih pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus diikat tangan dan kakinya ke tempat
tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar.
2. Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara
para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu untuk
mengurangi pergerakan bola mata yang sakit.
3. Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah mutlak,
tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan
menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan seperti :
 Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteral,
berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya : Anaroxil, Adona AC,
Coagulen, Transamin, vit K dan vit C. Pada hifema yang baru dan terisi darah segar
diberi obat anti fibrinolitik (di pasaran obat ini dikenal sebagai transamine/ transamic
acid) sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat diserap dan pembuluh darah diberi
kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu sampai sembuh. Dengan demikian
diharapkan terjadinya perdarahan sekunder dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali
250 mg dan hanya kira-kira 5 hari jangan melewati satu minggu oleh karena dapat
timbulkan gangguan transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma juga imbibisio
kornea. Selama pemberiannya jangan lupa pengukuran tekanan intra okular.
 Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan
midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan
kerugian sendiri-sendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi
meningkatkan kongesti dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan. Pemberian
midriatika dianjurkan bila didapatkan komplikasi iridiocyclitis. Akhirnya beberapa
penelitian membuktikan bahwa pemberian midriatika dan miotika bersama-sama
dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan mengurangi perdarahan
sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja.
 Ocular Hypotensive Drug
Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara
oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler.
Bahkan Gombos dan Yasuna menganjurkan juga pemakaian intravena urea, manitol
dan gliserin untuk menurunkan tekanan intraokuler, walaupun ditegaskan bahwa cara
ini tidak rutin. Pada hifema yang penuh dengan kenaikan tekanan intra okular, berilah
diamox, glyserin, nilai selama 24 jam. Bila tekanan intra okular tetap tinggi atau
turun, tetapi tetap diatas normal, lakukan parasentesa yaitu pengeluaran drah melalui
sayatan di kornea Bila tekanan intra okular turun sampai normal, diamox terus
diberikan dan dievaluasi setiap hari. Bila tetap normal tekanan intra okularnya dan
darahnya masih ada sampai hari ke 5-9 lakukan juga parasentesa.
 Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi
iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.
Perawatan Operasi
Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma sekunder,
tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada pengurangan dari
tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama 3 - 5 hari. Untuk mencegah atrofi
papil saraf optik dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg
selama 5 hari atau tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari. Untuk
mencegah imbibisi kornea dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25
mmHg selama 6 hari atau bila ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea.
Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior perifer
bila hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9 hari.
Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari keseluruhan
indikasinya adalah sebagai berikut :
1. Empat hari setelah onset hifema total
2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu)
3. Total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama 4 hari
(untuk mencegah atrofi optic)
4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari ¾ COA selama 6 hari dengan
tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining)
5. Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk
mencegah peripheral anterior synechiae)
6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya dengan
tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika Tekanan Inta
Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari, pembedahan tidak boleh
ditunda. Suatu studi mencatat atrofi optic pada 50 persen pasien dengan total
hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal bloodstaining terjadi pada 43%
pasien. Pasien dengan sickle cell hemoglobinopathi diperlukan operasi jika
tekanan intra ocular tidak terkontrol dalam 24 jam.
Tindakan operasi yang dikerjakan adalah :
1. Parasentesis
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan cairan/darah
dari bilik depan bola mata dengan teknik sebagai berikut : dibuat insisi kornea 2
mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila
dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan akan
keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan
garam fisiologis. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahut.
Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun dengan diamox atau jika darah masih
tetap terdapat dalam COA pada hari 5-9.
2. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik.
3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka
korneoscleranya sebesar 1200

2.8 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah perdarahan
sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis di samping komplikasi dari traumanya sendiri
berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan iridodialysis. Besarnya komplikasi juga
sangat tergantung pada tingginya hifema.
1. Perdarahan sekunder
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan insidensinya sangat
bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini timbul karena iritasi pada iris akibat
traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan primernya. Perdarahan sekunder biasanya
lebih hebat daripada yang primer. Terjadi pada 1/3 pasien, biasanya antara 2-5 hari setelah
trauma inisial dan selalu bervariasi sebelum 7 hari post-trauma.

2. Glaukoma sekunder
Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh tersumbatnya
trabecular meshwork oleh butirbutir/gumpalan darah. Insidensinya 20% , sedang di RS: Dr:
Soetomo sebesar17,5%. Adanya darah dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata
oleh karena unsur-unsur darah menutupi sudut COA dan trabekula sehingga terjadinya
glaukoma.Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses
sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.
3. Hemosiderosis kornea
Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah
merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui
permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah
ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat
penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea
menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat
ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang
penuh disertai glaukoma. Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan
sekunder disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karenahemosiderosis tidak
selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (2 tahun).
Insidensinya ± 10%.3 Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila
didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.
4. Sinekia Posterior
Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema.Komplikasi ini akibat dari
iritis atau iridocyclitis.Komplikasi ini jarang pada pasien yang mendapat terapi medikamentosa
dan lebih sering terjadi pada pada pasien dengan evakuasi bedah pada hifema.Peripheral anterior
synechiae anterior synechiae terjadi pada pasien dengan hifema pada COA dalam waktu yang
lama, biasanya 9 hari atau lebih.Patogenesis dari sinekia anterior perifer berhubungan dengan
iritis yang lama akibat trauma atau dari darah pada COA. Bekuan darah pada sudut COA
kemudian bisa menyebabkan trabecular meshwork fibrosis yang menyebabkan sudut bilik mata
tertutup.
5. Atrofi optik
Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular.
6. Uveitis
Penyulit yang harus diperhatikan adalah glaukoma, imbibisio kornea, uveitis. Selain dari
iris, darah pada hifema juga datang dari badan siliar yang mungkin juga masuk ke dalam badan
kaca (corpus vitreum) sehingga pada funduskopi gambaran fundus tak tampak dan ketajaman
penglihatan menurunnya lebih banyak.Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit
ketajaman penglihatan mungkin masih baik dan tekanan intraokular masih normal. Perdarahan
yang mengisi setengah COA dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intra
okular sehingga mata terasa sakit oleh karena glaukoma. Jika hifemanya mengisi seluruh COA,
rasa sakit bertambah karena tekanan intra okular lebih meninggi dan penglihatan lebih menurun
lagi.

2.9 Prognosis
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli anterior.
Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan  tanpa disertai glaukoma, prognosisnya baik
(bonam) karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari.
Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa
besar glaukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan
telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam) karena
dapat menyebabkan kebutaan.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama: IDMB
Lahir: 10-07-1978
Usia: 39 Tahun
Pekerjaan: Swasta
Alamat: Banjar Selat Nyuhan
Tanggal Periksa: 23-10-2017
No RM: 263837
3.2 Anamnesis
 Keluhan Utama: nyeri pada mata kanan
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli mata RSU Bangli dengan keluhan nyeri pada mata kanan
setelah terkena bola bulutangkis 1 hari yang lalu. Tampak merah pada mata kanan
dan sedikit bengkak. Pasien juga mengeluhkan tampak adanya bayangan merah yang
bergerak pada matanya saat baru bangun tidur, terasa silau dan penglihatannya
menurun. Pasien sebelumnya pernah ke UGD RSU Bangli dan diberikan obat As
tranexamat, metal prednisolone, dan cendo xitrol dan dikatakan keluhan nyeri pada
mata kanan sudah menurun namun bayangan merah pada mata masih tetap terlihat.

 Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang mengalami keluhan seperti ini
 Riwayat Pengobatan
Pasien tidak pernah menggunakan obat tetes mata sebelumnya.
 Riwayat Sosial
Pasien seorang pekerja swasta.
3.1 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Status Oftalmologi
23 Oktober 2017
OD (Mata Kanan) Penilaian OS (Mata Kiri)
Visus 6/6
Ortoforia Kedudukan Bola Mata Ortoforia

Gerakan Bola Mata

Normal Normal
Hiperemis (-), edema (-) Palpebra Superior Hiperemis (-), edema (-)
Hiperemis (-), edema (-) Palpebra Inferior Hiperemis (-), edema, (-)
Conjungtiva Tarsal
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Superior
Conjungtiva Tarsal
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Inferior
Hiperemis (+), jaringan
fibrovaskular (-),hematom Conjungtiva Bulbi Normal
sub konjngtiva (-)
Jernih Kornea Jernih
Bekuan darah mengisi 1/5
COA Cukup
COA
RCL (+), RCTL (+), Bulat, RCL (+), RCTL (+), Bulat,
Pupil
Isokor Isokor
Jelas Iris Jelas
Jernih Lensa Jernih
Gambar 9: hasil pemeriksaan mata sebelah kanan dengan slit lamp

3.4 Diagnosis Banding


 Erosi kornea
3.5 Diagnosis
OD hifema traumatic ec trauma tumpul
3.6 Tatalaksana
Bed rest
Cendo xitrol 6x1 tete OD
Metil prednisolone 3x8mg
Asam tranexamat 3x500mg
3.7 Prognosis
- Quo ad vitam : dubia adbonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
3.8 Pembahasan
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu
daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata)
yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata
telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat
menurunkan penglihatan.
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu, peluru
senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan prosedur
operasi mata. Trauma tumpul pada mata: banyak terjadi karena cedera olah raga, jatuh, atupun
perkelahian
Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh kerusakan
jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-robekan jaringan iris, korpus
siliaris dan koroid. Jaringan tersebut mengandung banyak pembuluh darah, sehingga akan
menimbulkan perdarahan.
Pasien dengan visus OD dan OS 6/6 dengan keluhan nyeri pada mata kanan. Pasien
mengeluhkan tampak adanya bayangan merah yang bergerak pada matanya saat baru
bangun tidur. Penglihatan menurun (+), riwayat trauma (+) terkena bola bulutangkis.
Pada pemeriksaan fisik konjungtiva bulbi tampak hiperemis dan edema. Mata merah
(+), photopobia (+),Tampak darah pada 1/5 anterior COA.
. Riwayat pengobatan (+) obat As tranexamat 3x500mg, metal prednisolone 3x8mg,
dan cendo xitrol 6x1 tetes dan dikatakan keluhan nyeri pada mata kanan sudah
menurun namun bayangan merah pada mata masih tetap terlihat.
Berdasarkan hasil anamnesis dan hasil pemeriksaan oftalmologi tersebut dapat disimpulkan
bahwa pasien menderita OD hifema traumatic ec trauma tumpul.
Penanganan pada pasien hifema terdiri dari penanganan medikamentosa dan pembedahan.
Pengobatan medikamentosa bisa berupa asam tranexamat, metal prednisolon, dan cendo cytrol.
Sedangkan pembedahan diindikasikan bila darah menetap lebih dari 1 minggu dengan volume yang
sama, darah memenuhi COA, darah menjadi menghitam dan gejala yang makin memberat.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu daerah di
antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah
iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus yang jernih.
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu,
peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan
prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun jarang terjadi
adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (contohnya
juvenile xanthogranuloma).
Penegakan diagnosis hifema berdsarkan adanya riwayat trauma, terutama mengenai
matanya dapat memastikan adanya hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan
pada COA, kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi
dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia, penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra,
midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargic,
disorientasi atau somnolen.
Penatalaksanaan hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan
dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan tindakan operasi.
Tindakan ini bertujuan untuk : menghentikan perdarahan, menghindarkan timbulnya perdarahan
sekunder, mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi,
mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain, dan berusaha mengobati
kelainan yang menyertainya.

Anda mungkin juga menyukai