JANIN INTRAUTERIN
TMA Chalik
PENDAHULUAN
Janin yang tumbuh dan berkembang di dalam rahim ibunya pada suatu waktu
akan lahir, tetapi tidak semua janin yang dilahirkan itu mempunyai kondisi yang sama.
Hal ini amat bergantung kepada berbagai faktor yang berperan selama janin masih hidup
didalam kandungan ibunya antara lain lama umur kehamilan dan kemampuan
pertumbuhan yang dapat dicapai saat dia dilahirkan. Dari dahulu diperhatikan ada janin
yang lahir sebelum aterm, ada yang aterm dan ada yang post-term. Ada janin yang besar
dan ada yang kecil baik yang lahir sebelum aterm maupun yang lahir aterm atau post-
term. Bayi aterm normal mempunyai berat badan ketika lahir biasanya bervariasi sekitar
3000 sampai 3500 gram, dan sesuai ketentuan ditetapkan minimal berat badannya waktu
lahir 2500 gram. Janin yang lahir sebelum mencapai usia kehamilan genap 37 minggu
ditetapkan dan disebut preterm, dan janin yang lahir dengan berat badan dibawah 10
persentil dari rata-rata berat yang semestinya dari bayi normal diklasifikasikan sebagai
bayi small for gestational age (Battaglia dan Lubchenco 1967) atau disebut juga bayi
dismatur. Menurut Battaglia & Lubchenco bayi-bayi yang lahir terbagi kedalam tiga
kategori menurut berat badan lahir sesuai umur kehamilan yaitu bayi-bayi dengan berat
badan lahir wajar menurut umur kehamilan atau appropriate for gestational age (AGA)
jika beratnya berada antara 10 persentil dengan 90 persentil, bayi besar atau large for
gestational age (LGA) jika beratnya diatas 90 persentil, dan bayi kecil atau small for
gestational age (SGA) jika beratnya dibawah 10 persentil. Berdasarkan ketentuan ini
senantiasa terdapat 10% populasi yang menderita hambatan pertumbuhan intrauterin
(HPI). Hal ini sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan karena tidak semua bayi dengan
berat badan lahir dibawah 10 persentil mengalami hambatan pertumbuhan intrauterin
karena ada kira-kira 25% dari bayi-bayi tersebut memang kecil badannya karena
dipengaruhi resam tubuh (faktor konstitusi). Adapaun faktor konstitusi yang
mempengaruhi berat badan janin adalah ras/suku bangsa, paritas, berat tubuh ibu, tinggi
badan ibu, dan ketinggian tempat tinggal diatas permukaan laut. Mereka yang hidup
didataran tinggi atau pergunungan melahirkan bayi-bayi yang lebih kecil oleh karena
pada tempat-tempat yang tinggi itu kadar oksigen didalam udara lebih rendah dari pada
didataran rendah. Oleh sebab itu terdapat ketentuan lain tentang bayi yang mengalami
hambatan pertumbuhan intrauterin yaitu jika pada waktu lahir berat badannya dibawah
−2 SD dari berat rata-rata bayi normal (Usher dan McLean 1969). Dengan demikian
menurut ketentuan ini hanya 3% populasi yang benar-benar mengalami hambatan
pertumbuhan intrauterin. Bayi-bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan dalam rahim
(intrauterine growth retardation atau disingkat IUGR) tak lain adalah juga bayi dismatur.
Nama lain yang diberikan kepada bayi yang demikian sesuai patofisiologi kejadian
adalah bayi yang mengalami malnutrisi kronik intrauterin (chronic intrauterine
malnutrition) sebagai akibat dari plasenta yang terganggu fungsinya (insufisiensi fungsi
plasenta). Sering juga disebut bayi small for date (SFD). Sehubungan dengan ini istilah
lain yang perlu diketahui adalah apa yang disebut dengan bayi berat lahir rendah (low
birth weight baby) yang secara definisi ditetapkan berat badan pada waktu lahir dibawah
2500 gram. Bayi yang BBLR ini perlu klarifikasi apakah bayi tersebut preterm atau
dismatur karena etiologi, penanganan dan prognosis keduanya berbeda sebagaimana juga
mortalitas dan morbiditasnya berbeda. Tapi perlu juga diketahui tidak semua bayi yang
berat lahirnya dibawah 10 persentil mengalami hambatan pertumbuhan intrauterin
karena ada sebagiannya memang berbadan kecil oleh faktor konstitusi/resam1. Namun
ada juga bayi yang walau berat lahirnya diatas 10 persentil tetapi mengalami hambatan
pertumbuhan intrauterin misalnya pada postmaturitas. Hambatan pertumbuhan lebih
menekankan kepada adanya proses patologis yang melatar belakangi fungsi
pertumbuhan, sementara prematuritas menekankan kepada proses patologis yang melatar
belakangi fungsi umur kehamilan. Kedua faktor ini yaitu pertumbuhan yang dinilai pada
berat badan dan umur kehamilan tidak selalu mudah dapat ditetapkan bahkan kadang-
kadang sulit ditetapkan dengan tepat dalam masa kehamilan.
Insufisiensi plasenta
Homeostasis fetus
Normal Terganggu
Gawat janin
Skema memperlihatkan hubungan antara fungsi plasenta, homeostasis fetus dan nasib
fetus/neonatus (Disadur dari kepustakaan 7)
mencapai perkembangannya yang penuh, pengaruhnya kepada pertumbuhan janin sangat
minim. Sebuah contoh klasik tentang hubungan luas permukaan fungsional dari plasenta
dengan berat badan janin terlihat pada kasus kembar dizigotik yang satu neonatus
beratnya 1824 gram dan yang lain beratnya 3150 gram. Plasenta dari bayi yang kecil
mempunyai luas permukaan hanya 1/4 dari total luas permukaan seluruh plasenta.
Pelepasan plasenta pada pinggir-pinggirnya dalam kehamilan muda disertai perdarahan
dan pembentukan parut disana (placenta circumvallata) bisa membatasi pertumbuhan
janin dan menyebabkan hambatan pertumbuhan interuterin. Implantasi plasenta pada
daerah serviks bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta terbatas. Plasenta yang
mempunyai banyak infark kecil-kecil kehilangan luas permukaan untuk pertukaran dan
merusak pengangkutan substrat yang mencukupi kepada janin. Solusio plasenta yang
kronik mengurangi luas permukaaan fungsionalnya dan dengan demikian juga dapat
menyebabkan hambatan pertumbuhan interuterin pada janin.
Uji biokimiawi
Beberapa macam pemeriksaan biokimiawi darah ibu mempunyai korelasi yang
baik dengan berat janin dan plasenta seperti estradiol bebas, hPL (human placental
lactogen), dan SP1. Pemeriksaan ini tak lain adalah pemeriksaan fungsi plasenta yang
terutama bermanfaat untuk mengetahui kesehatan janin pada keadaan maternal yang
patologik yang telah disertai oleh insufisiensi fungsi plasenta dimana produksi bahan-
bahan tersebut oleh plasenta semuanya semakin berkurang.2,3 Pemeriksaan kadar AFP
(alfa-feto protein) serum ibu dalam kehamilan berusia sekitar 16 minggu memperlihatkan
bahwa nilai tinggi sampai lebih dari pada dua kali lipat nilai rata-rata sering kali akan
disertai oleh kelahiran preterm atau kemudian berkembang menjadi hambatan
pertumbuhan intrauterin. Ini misalnya terjadi pada kasus dengan solusio plasenta dini (±
pada kehamilan 16 minggu) yang menyebabkan perembesan AFP janin kedalam darah
maternal sehingga kadarnya dalam darah ibu menjadi tinggi. Kerusakan plasenta
kemudiannya dapat menyebabkan hambatan pada pertumbuhannya yang pada ujungnya
berakibat kepada pertumbuhan janin.2
PENANGANAN
Berhubung berbagai komplikasi bisa terjadi pada fetus atau neonatus yang
menderita hambatan pertumbuhan intrauterin perlulah kehamilan/persalinan yang
berisiko tinggi untuk itu ditangani oleh satu tim perinatologi yang berpengalaman
dirumah sakit/pusat rujukan tertier. Penanganan kehamilan berisiko tinggi yang demikian
menghendaki dilakukannya beberapa prinsip dasar berikut.
Deteksi dini
Deteksi dini kasus-kasus berisiko tinggi akan hambatan pertumbuhan intrauterin
perlu sekali dikerjakan karena akan memberi cukup waktu untuk merencanakan dan
melakukan sesuatu intervensi yang diperlukan atau membuat rencana kerja sebelum
terjadi kerusakan pada janin. Perlu perhatian yang serius dan kalau perlu membuat uji
yang diperlukan pada pasien hamil risiko tinggi seperti hipertensi, ibu perokok atau
peminat alkohol atau narkoba, keadaan gizi jelek karena malnutrisi, ibu dengan
penambahan berat tubuh yang minimal dalam kehamilan, pernah melahirkan bayi dengan
hambatan pertumbuhan intrauterin atau kelainan kongenita, diabetes, anemia, dsb.
Non-stress Test reaktiv > 2 episoda ekselerasi dari < 2 episoda akselerasi atau
>15 beat per menit yang akselerasi > 15 beat per
berlangsung > 15 detik pada menit dalam 20 atau 30
waktu janin bergerak dalam manit masa observasi
20 atau 30 menit masa
observasi
Volume cairan ketuban > 1 kantong cairan setebal 2 Kantong terbesar berukuran
cm pada pengukuran < 2cm dalam pengukuran
vertikal vertikal
Monitoring intrapartum
Dalam persalinan perlu dilakukan pemantauan terus menerus sebab fetus dengan
hambatan pertumbuhan intrauterin mudah menjadi hipoksia dalam masa ini.
Oligohidramnion bisa menyebabkan tali pusat terjepit sehingga rekaman jantung janin
menunjukkan deselerasi variabel. Keadaan ini diatasi dengan memberi infus kedalam
rongga amnion (amnioinfusion). Pemantauan dilakukan dengan kardiotokografi kalau
bisa dengan rekaman internal pada mana elektroda dipasang pada kulit kepala janin
setelah ketuban pecah/dipecahkan dan kalau perlu diperiksa pH janin dengan
pengambilan sampel darah pada kulit kepala. Bila pH darah janin < 7,2 segera lakukan
resusitasi intrauterin kemudian disusul terminasi kehamilan dengan bedah sesar.
Resusitasi intrauterin dilakukan dengan cara ibu diberi infus (hidrasi maternal),
merebahkan dirinya kesamping kiri, bokong ditinggikan sehingga bagian terdepan lebih
tinggi, berikan oksigen dengan kecepatan 6 l/menit, dan his dihilangkan dengan memberi
tokolitik misalnya terbutalin 0,25 mg subkutan.
Perawatan intensiv bayi baru lahir
Perawatan neonatus dengan hambatan pertumbuhan intrauterin tidak kalah
pentingnya. Segera setelah lahir tali pusatnya diklem dan dipotong untuk mencegah lebih
banyak darah masuk kedalam tubuh neonatus hal mana akan berakibat neonatus
menderita sindroma hiperviskositas polisitemik.
Bila ternyata telah terjadi pengeluaran mekonium selagi dalam rahim, segera
lakukan penyedotan cairan ketuban dengan intubasi trakhea untuk mencegah lebih
banyak mekonium masuk kedalam jalan napas. Tindakan ini akan mengurangi beratnya
sindroma aspirasi mekonium yang telah terjadi. Jika neonatus mengalami hipoksia dan
gawat, segera lakukan resusitasi dengan memasang intubasi, bantuan pernapasan buatan,
oksigen, masase jantung, infus, dan bila perlu diberikan epinefrin dan bikarbonas natrikus
untuk menetralisir asidosis. Kemudian perlu segera dicarikan faktor yang malatar
belakangi kegawatan janin, apakah ada kelainan kongenita, atau infeksi intrauterin, dsb;
semua ini perlu segera dilayani menurut semestinya. Kalau ada sindroma hiperviskositas,
lakukan phlebotomi atau tukar plasma. Kadar glukosa darah janin dalam beberapa jam
setelah lahir perlu dimonitor untuk mendeteksi adanya hipoglikemia dan mengatasinya.
Pada kadar glukosa dibawah 40 mg/100 ml darah perlu diberikan glukosa parentral. Suhu
badan perlu dipertahan jangan sampai turun dibawah 350 C untuk meminimalkan
metabolisme dan mencegah konsumsi oksigen yang berlebihan. Plasenta yang umumnya
juga kecil perlu diperiksa dengan teliti, kalau perlu kariotip plasenta juga diperiksa.
Pemantauan jangka panjang terhadap bayi ini perlu dilakukan untuk mengevaluasi
keberhasilan pelayanan dan kemajuan kesejahteran anak.