Anda di halaman 1dari 15

A.

Konsep Teori
1. Pengertian
Chepalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di

belakang mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang.

Chepalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama

manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan

dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau penyakit lain), respon

stress, vasodilatasi (migrain), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau

kombinasi respon tersebut (Weiner & Levitt, 2005).

2. Etiologi
Menurut Papdi (2012) Sakit kepala sering berkembang dari sejumlah

faktor resiko yang umum yaitu:

1. Penggunaan obat yang berlebihan

Menggunakan terlalu banyak obat dapat menyebabkan otak dalam

keadaan tereksasi, yang dapat memicu sakit kepala. Penggunaan obat

yang berlebihan dapat menyebabkan rebound sakit kepala (tambah

parah setiap diobati).

2. Stress

Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala,

termasuk sakit kepala kronis. Stress menyebabkan pembuluh darah di

otak mengalami penegangan sehingga menyebabkan sakit kepala.

3. Masalah tidur
Kesulitan tidur merupakan faktor resiko umum untuk sakit kepala.

Karena hanya sewaktu tidur kerja seluruh tubuh termasuk otak dapat

beristirahat pula.

4. Kegiatan berlebihan

Kegiatan atau pekerjaan yang berlebihan dapat memicu datangnya

sakit kepala, termasuk hubungan seks. Kegiatan yang berlebihan dapat

membuat pembuluh darah di kepala dan leher mengalami

pembengkakan.

5. Kafein

Sementara kafein telah ditujukan untuk meningkatkan efektifitas

ketika ditambahkan kebeberapa obat sakit kepala. Sama seperti obat

sakit kepala berlebihan dapat memperburuk gejala sakit kepala, kafein

yang berlebihan juga dapat menciptakan efek rebound (tambah parah

setiap kali diobati).

6. Rokok

Rokok merupakan faktor resiko pemicu sakit kepala. Kandungan

nikotin dalam rokok dapat membuat pembuluh darah menyempit.

7. Alkohol

Alkohol menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak. Sama

seperti rokok, alkohol juga merupakan faktor resiko umum penyebab

sakit kepala.

8. Penyakit atau infeksi


Misalnya seperti meningitis (infeksi selaput otak), saraf terjepit di

leher atau bahkan tumor.

3. Tanda dan Gejala

1. Nyeri kepala unilateral atau bilateral.

2. Nyeri terasa dibagian dalam mata atau pada sudut mata bagian dalam,

lebih sering didaerah fronto temporal .

3. Nyeri dapat menjalar di oksiput dan leher bagian atas atau bahkan leher

bagian bawah.

4. Ada sebagian kasus dimulai dengan nyeri yang terasa tumpul mulai di

leher bagian atas menjalar ke depan.Kadang pada seluruh kepala dan

menjalar ke bawah sampai muka.

5. Nyeri tumpul dapat menjadi berdenyut-denyut yang semakin bertambah

sesuai dengan pulsasi dan selanjutnya konstan.

6. Penderita pucat, wajah lebih gelap dan bengkak di bawah mata.

7. Kaki atau tangan berkeringat dan dingin.

8. Biasanya oliguria sebelum serangan dan poliuria setelah serangan.

9. Gangguan gastrointestinal berupa mual, muntah, dan lain-lain.

10. Kadang-kadang terdapat kelainan neurologik yang menyertai,

timbul kemudian atau mendahului serangan.

4. Patofisiologi

Menurut Sidharta (2008), sakit kepala timbul sebagai hasil

perangsangan terhadap bagian-bagian di wilayah kepala dan leher yang

peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri


ialah otot-otot oksipital, temporal dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri

subkutis dan periostium.

Tulang tengkorak sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan

intracranial yang peka nyeri terdiri dari meninges, terutama dura basalis dan

meninges yang mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis

otak.

Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri. Peransangan

terhadap bagian-bagian itu dapat berupa :

a) Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis

b) Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural

atau setelah dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.

c) Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial,

penyumbatan jalan lintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema

serebri atau tekanan intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat

sekali.

d) Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada

infeksi umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik),

gangguan metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan

hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi, keadaan paska contusio

serebri, insufisiensi serebrovasculer akut).

e) Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi

( migren dan clusterheadache) dan radang (arteritis temporalis)


f) Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan

kepala, seperti pada spondiloartrosis deformans servikalis.

Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma,

iritis), sinus (sinusitis),baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi

(pulpitis dan molar III yang mendesak gigi) dan daerah leher

(spondiloartritis deforman servikalis

5. Penatalaksanaan

1. Migren

a. Terapi Profilaksis

1. Menghindari pemicu

2. Menggunakan obat profilaksis secara teratur

3. Profilaksis: bukan analgesik, memperbaiki pengaturan proses

fisiologis yang mengontrol aliran darah dan aktivitas system syaraf

b. Terapi abortif menggunakan obat-obat penghilang nyeri dan/atau

vasokonstriktor. Obat-obat untuk terapi abortif

1. Analgesik ringan : aspirin (drug of choice)

2. NSAIDS : Menghambat sintesis prostaglandin, agragasi platelet, dan

pelepasan 5-HT. Naproksen terbukti lebih baik dari ergotamine.

Pilihan lain : ibuprofen, ketorolak

3. Golongan triptan

a. Agonis reseptor 5-HT1D menyebabkan vasokonstriksi

Menghambat pelepasan takikinin, memblok inflamasi neurogenik


Efikasinya setara dengan dihidroergotamin, tetapi onsetnya lebih

cepat

b. Sumatriptan oral lebih efektif dibandingkan ergotamin per oral

c. Ergotamin : Memblokade inflamasi neurogenik dengan

menstimulasi reseptor 5-HT1 presinapti.  Pemberian IV dpt

dilakukan untuk serangan yang berat

d. Metoklopramid : Digunakan untuk mencegah mual muntah.

Diberikan 15-30 min sebelum terapi antimigrain, dapat diulang

setelah 4-6 jam

e. Kortikosteroid : Dapat mengurangi inflamasi. Analgesik opiate.

Contoh : butorphanol

c. Obat untuk terapi profilaksis

1. Beta bloker. Merupakan drug of choice untuk prevensi migraine.

Contoh: atenolol, metoprolol, propanolol, nadolol. Antidepresan

trisiklik  Pilihan: amitriptilin, bisa juga: imipramin, doksepin,

nortriptilin Punya efek antikolinergik, tidak boleh digunakan

untuk pasien glaukoma atau hiperplasia prostat

2. Metisergid. Merupakan senyawa ergot semisintetik, antagonis 5-

HT2.  Asam/Na Valproat dapat menurunkan keparahan, frekuensi

dan durasi pada 80% penderita migraine

3. NSAID. Aspirin dan naproksen terbukti cukup efektif. Tidak

disarankan penggunaan jangka panjang karena dapat

menyebabkan gangguan GI
4. Verapamil. Merupakan terapi lini kedua atau ketiga

5. Topiramat. Sudah diuji klinis, terbukti mengurangi kejadian

migrain

d. Sakit kepala tegang otot

a. Terapi Non-farmakologi

1) Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu

sedikitnya 20 sampai 30 menit.

2) Perubahan posisi tidur.

3) Pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang

lain.

4) Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah

5) Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja,

menggunakan komputer, atau saat menonton televisi

6) Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising

7) Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari

8) Terapi farmakologi

9) enggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai

tingkat nyeri Contoh : Obat-obat OTC seperti aspirin,

acetaminophen, ibuprofen atau naproxen sodium. Produk

kombinasi dengan kafein dapat meningkatkan efek analgesic.

Untuk sakit kepala kronis, perlu assesment yang lebih teliti

mengenai penyebabnya, misalnya karena anxietas atau

depresi. Pilihan obatnya adalah antidepresan, seperti


amitriptilin atau antidepresan lainnya. Hindari penggunaan

analgesik secara kronis memicu rebound headache

e. Cluster headache

a. Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah

serangan (profilaksis)

b. Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor

cerebral

c. Obat-obat terapi abortif:

- Oksigen

- Ergotamin. Dosis sama dengan dosis untuk migrain

- Sumatriptan. Obat-obat untuk terapi profilaksis : Verapamil,

Litium,  Ergotamin, Metisergid, Kortikosteroid, Topiramat

6. Pemeriksaan Penunjang

Rontgen kepala : mendeteksi fraktur dan penyimpangan struktur.

1. Rontgen sinus : Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan

mengidentifikasi masalah-masalah struktur, malformasi rahang.

2. Pemeriksaan visual : Ketajaman, lapang pandang, refraksi, membantu

dalam menentukan diagnosa banding.

3. CT scan Otak : Mendeteksi masa intracranial, perpindahan ventrikuler

atau hemoragi Intracranial.

4. Sinus : Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoldal dan etmoidal

5. MRI : Mendeteksi lesi/abnormalitas jaringan, memberikan informasi

tentang biokimia, fisiologis dan struktur anatomi.


6. Ekoensefalografi : Mencatat perpindahan struktur otak akibat trauma,

CSV atau space occupaying lesion.

7. Elektroensefalografi : Mencatat aktivitas otak selama berbagai aktivitas

saat episode sakit kepala.

8. Angeografi serebral : Mengidentifikasi lesivaskuler.

9. HSD : Leukositosis menunjukkan infeksi, anemia dapat menstimulasi

migren.

10. Laju sedimentasi : Mungkin normal, menetapkan ateritis temporal,

meningkat pada inflamasi.

11. Elektrolit : Tidak seimbang, hiperkalsemia dapat menstimulasi migren.

12. Pungsi lumbal : Untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan

CSS, adanya sel-sel abnormal dan infeksi.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian meliputi :

a) Aktivitas / Istirahat Lelah, letih, malaise, ketegangan mata, kesulitan

membaca, insomnia

b) Sirkulasi Denyutan vaskuler misalnya daerah temporal pucat, wajah

tampak kemerahan

c) Integritas ego  Ansietas, peka rangsang selama sakit kepala

d) Makanan / Cairan Mual / muntah , anoreksia selama nyeri

e) Neuro sensori Pening, Disorientasi (selama sakit kepala)

f) Kenyamanan Respon emosional/perilaku tak terarah seperti menangis,

gelisah
g) Interaksi sosial Perubahan dalam tanggung jawab peran

h) Pengkajian kegawat daruratan

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut b.d stess agen cedera (fisiologis, zat kimia, fisik, psikologis)

b. Resiko Jatuh b.d kerusakan saraf motorik

c. Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual,

muntah, anoreksia dan intake inadekuat

e. Ketidakseimbangan perfusi jaringan otak b.d hipoksia

3. Intervensi

a. Nyeri akut b.d stress agen cedera (fisiologis, zat kimia, fisik,

psikologis)

Tujuan : Rasa nyeri terkontrol atau dapat dikurangi

Kriteria Hasil :

- Mampu mengontrol nyeri dengan teknik non-farmakologi

- Nyeri berkurang ditandai dengan klien melaporkan nyeri berkurang

dengan skala nyeri ringan (1-3)

- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,frekuensi dan tanda nyeri)

- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Intervensi :

1. Lakukan pengkajian karakteristik nyeri klien(lokasi,durasi,frekuensi)

R : Sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya

2. Lakukan pengukuran TTV


R : Mengetahui kondisi klien

3. Ajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam/ distraksi/guiding imagery

R : Mengalihkan perhatian klien dari nyeri yang dirasakan

4. Berikan posisi yang nyaman sesuai kebutuhan pasien

R : Mengurangi penekanan otot pada area nyeri

5. Kolaborasi pemberian obat analgetik.

R : Untuk mengontrol nyeri

6. Kontrol lingkungan yang mempengaruhi timbulnya nyeri

R : Klien merasa nyaman

b. Resiko jatuh b.d kerusakan syaraf motorik

Tujuan : Resiko jatuh dapat terkontrol

Kriteria Hasil :

- Tidak akan menopang jatuh

- Pasien akan menghubungkan niat untuk menggunakan tindakan

keamanan untuk mencegah jatuh

- Pasien akan menunjukan langkah-langkah pencegahan selektif

Intervensi  :

1. Kognitif : berikan pengetahuan / cara pencegahan terjadinya resiko

cidera / jatuh

R : Supaya klien dapat menjelaskan kembali tentang macam –

macam pencegahan terjadinya resiko cidera / jatuh

2. Identifikasi faktor resiko, Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan


R : pasien bisa mengetahui penyebab faktor resiko jatuh dan

meningkatkan kemampuan beraktivitas

3. Berikan lingkungan tenang dan istirahat

R : Memindahkan pasien dari stress luar, meningkatkan relaksasi,

membantu mengeruangi resiko jatuh

c. Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur

Tujuan : Kebutuhan tidur terpenuhi

Kriteria hasil :

- Jumlah jam tidur dalam batas normal (6-8 jam/hari)

- Pola tidur dan kualitas tidur dalam batas normal

- Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat

- Mampu mengidentifikasi hal yang dapat meningkatkan tidur

Intervensi :

1. Lakukan pengkajian masalah gangguan tidur pasien, karakteristik

dan penyebab kurang tidur

R : Memberikan informasi dasar dalam menentukan rencana

keperawatan

2. Anjurkan klien  untuk relaksasi pada waktu akan tidur atau dengan

kegiatan membaca

R : Memudahkan klien untuk bisa tidur

3. Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman

R : Lingkungan dan suasana yang nyaman akan mempermudah

penderita untuk tidur


4. Kolaborasi pemberian obat tidur

R : Mengurangi gangguan tidur

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual,

muntah, anoreksia dan intake inadekuat

Tujuan : tidak terjadi perubahan nutrisi kurang dari

kebutuhan

Kriteria Hasil :

- Kebutuhan nutrisi adekuat ditandai dengan peningkatan berat badan

- Berat Badan ideal sesuai dengan tinggi badan

- Tidak ada tanda malnutrisi

- Menunjukkan peningkatan selera makan, klien menghabiskan porsi

makanan yang diberikan.

Intervensi :

1. Kaji adanya alergi makanan

R : Menghindari respon alergi bagi tubuh setelah mengonsumsi

makanan

2. Kolaborasi dengan ahli gizi

R : Menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan

3. Kaji intake makanan

R : Sebagai dasar untuk menetukan intervensi selanjutnya

4. Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan

menyenangkan, dengan situasi tidak terburu-buru, temani pasien

ketika makan
R : Lingkungan yang menyenangkan menurunkan stres dan lebih

kondusif untuk makan

5. Monitor BB pasien

R : Mengontrol BB dalam batas normal

e. Ketidakseimbangan perfusi jaringan otak b.d hipoksia


Tujuan : duharapkan perfudi jaringan otak optimal

Kriteria Hasil :

- Tekanan darah dalam batas normal,Nadi dalam batas

normal ,RR dalam batas normal

- Tidak ada tandatanda peningkatan intracranial

- Tingkat kesedaran membaik

Intervensi :

1. Pantau TTV tiap jam

R : mengetahui keadaan umum pasien

2. kaji adanya tanda-tanda tekanan intracranial

R : mengetahui tanda-tanda untuk menentukan perawatan tindakan

pembedahan

3. kaji tingkat kesedaran

R : mengetahui tingkat kesadaran pasien


DAFTAR PUSTAKA

Cynthia. M.T, Sheila. S.R. 2016. Diagnosis keperawatan dengan rencana

asuhan. EGC: Jakarta.

Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2016. EGC: Jakarta.Papdi,

Eimed. 2016. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in internal

medicine).Interna Publishing: Jakarta.

Ginsberg, Lionel. 2015. Lecture Notes Mourologi. Erlangga: Jakarta.

Markam, soemarmo. 2016. Penuntun Neurlogi. Binarupa Aksara.Jakarta.

Priguna Sidharta. 2016. Neurogi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat :

Jakarta.

Weiner. H.L, Levitt. L.P. 2015. NEUROLOGI. Edisi 5. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai