Anda di halaman 1dari 86

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN SEMINAR KELOMPOK

PRAKTEK PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PROFESI DI RUANGAN TERATAI RSUD UNDATA PALU

Disusun Oleh :

Kelompok 2

Telah diperiksa dan disetujui oleh Perceptor Klinik dan Perceptor Institusi pada
Hari, Tanggal, Tahun 2021

Perceptor Institusi Perceptor Klinik

(………………………………) (…………………………….)

Mengetahui
Program Studi Pendidikan Profesi Ners
Ketua

Dr. Jurana, S.Kep., Ns., M.Kes


NIP : 197112151991012001
LAPORAN SEMINAR KELOMPOK
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. A DENGAN KASUS BPH
DIRUANGAN TERATAI KELAS III LAKI-LAKI RSUD UNDATA PALU

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 2 :

AYU LESTARI
HANY OKTAVIANI PAKAYA
NILUH NILA SAVITRI
NUR IZLAH S.MAKKULAU

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2021

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat-Nya penyusun
dapat menyelesaikan laporan seminar kasus kelolaan di Ruangan Teratai RSUD
Undata Palu guna menyelesaikan tugas praktek profesi keperawatan medikal bedah.
Laporan ini merupakan wujud nyata dari hasil observasi kami tentang
“Asuhan keperawatan pada Tn.A dengan masalah keperawatan retensi urine, nyeri
akut, dan ansietas” pada kasus “BPH”, dalam penyusunan laporan seminar ini
tentunya tidak lepas dari kesulitan-kesulitan dan masalah, namun berkat bantuan dan
bimbingan dari preceptor institusi dan preceptor clinic (Teratai) kami dapat
menyelesaikan laporan ini. Kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Irsanty Collein,M.kep,Ns.Sp.Kep.,MB selaku koordinator praktek profesi
keperawatan medikal bedah
2. Bapak I Putu Alit,S.kep.,Ns selaku preceptor clinic ruangan Teratai RSUD
Undata Palu
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan seminar ini masih terdapat
kekurangan karena keterbatasan pengetahuan,pengalaman dan waktu penyusunan,
sehingga kritik dan saran sangat dibutuhkan dalam dalam laporan seminar ini,demi
kesempurnaan karya tulis ini. Akhir kata semoga laporan seminar ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Palu,31 Desember 2021

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan.......................................................................................................i

Halaman Judul..............................................................................................................ii

Kata pengantar.............................................................................................................iii

Daftar Isi......................................................................................................................iv

BAB I Pendahuluan......................................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.............................................................................................1

C. Tujuan...............................................................................................................2

D. Waktu................................................................................................................2

E. Tempat..............................................................................................................2

BAB II Konsep Teori....................................................................................................3

A. Pengertian.........................................................................................................3

B. Anatomi Fisiologi.............................................................................................4

C. Etiologi..............................................................................................................6

D. Patofisiologi......................................................................................................8

E. Pathway...........................................................................................................11

F. Pemeriksaan Diagnostik..................................................................................13

G. Penatalaksanaan..............................................................................................14

H. Tanda dan Gejala............................................................................................20

I. Pengkajian Data Fokus...................................................................................20

iv
BAB III Asuhan Keperawatan Pada Tn. A Dengan BPH...........................................35

BAB IV Pembahasan..................................................................................................66

BAB V Penutup..........................................................................................................74

A. Kesimpulan.....................................................................................................74

B. Saran...............................................................................................................74

Daftar Pustaka.............................................................................................................75

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Benign prostatic hyperplasia / hiperplasia prostat jinak adalah penyakit

yang disebabkan oleh penuaan yang biasanya muncul pada lebih dari 50%

laki-laki yang berusia 50 tahun ke atas (Wilson dan Price, 2011).

Benign prostatic hyperplasia adalah penyakit yang disebabkan karena

penuaan (Price dan Wilson, 2011). BPH dapat didefenisikan sebagai

pembesaran kelenjar prostat yang memanjang ke atas ke dalam kandung

kemih yang menghambat aliran urin, serta menutupi orifisium uretra

(Smeltzer dan Bare, 2011).

Secara patologis BPH dikarakteristikkan dengan meningkatnya jumlah

sel stoma dan epitella pada bagian perluretra prostat disebabkan adanya

proliferasi atau gangguan pemrogaman kematian sel yang menyebabkan

terjadinya akumulasi sel (Roehrborn, 2011)

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa BPH adalah

suatu penyakit yang disebabkan oleh faktor penuaan dimana prostat

mengalami pembesaran memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan

menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Tn.A yang mengalami BPH

dengan diagnosa keperawatan retensi urine di RSUD Undata Palu?

1
2. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Tn.A yang mengalami BPH

dengan diagnosa keperawatan nyeri akut di RSUD Undata Palu?

3. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Tn.A yang mengalami BPH

dengan diagnosa keperawatan ansietas di RSUD Undata Palu?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengkajian terfokus pada kasus retensi urine

2. Untuk mengetahui pengkajian terfokus pada kasus ansietas

D. Waktu

Pengambila data dan pengkajian asuhan perawatan pada Tn.A dilakukan pada

tanggal 14 Desember 2021

E. Tempat

Kelas III Laki-laki ruangan Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu

2
BAB II

KONSEP TEORI

A. Pengertian

Benign prostatic hyperplasia / hiperplasia prostat jinak adalah penyakit yang

disebabkan oleh penuaan yang biasanya muncul pada lebih dari 50% laki-laki

yang berusia 50 tahun ke atas (Wilson dan Price, 2005).

Benign prostatic hyperplasia adalah penyakit yang disebabkan karena

penuaan (Price dan Wilson, 2005). BPH dapat didefenisikan sebagai pembesaran

kelenjar prostat yang memanjang ke atas ke dalam kandung kemih yang

menghambat aliran urin, serta menutupi orifisium uretra (Smeltzer dan Bare,

2003).

Secara patologis BPH dikarakteristikkan dengan meningkatnya jumlah sel

stoma dan epitella pada bagian perluretra prostat disebabkan adanya proliferasi

atau gangguan pemrogaman kematian sel yang menyebabkan terjadinya

akumulasi sel (Roehrborn, 2011)

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa BPH adalah suatu

penyakit yang disebabkan oleh faktor penuaan dimana prostat mengalami

pembesaran memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran

urin dengan cara menutupi orifisium uretra.

3
B. Tanda dan Gejala

1. Peningkatan frekuensi urin penuh

2. Nokturia

3. Dorongan ingin berkemih

4. Abdomen tegang

5. Aliran urine tidak lancer

6. Nyeri saat BAK

7. Retensi Urine

C. Anatomi Fisiologi

1. Anatomi

Kelenjar prostat merupakan bangunan yang pipih, kerucut dan

berorientasi di bidang koronal. Apeknya menuju ke bawah dan terletak tepat

di atas fasia profanda dari diafragma urogenital. Permukaan anterior

mengarah pada simfisis dan dipisahkan jaringan lemak serta vena

preprostatika. Pita fibromuskular anterior memisahkan jaringan prostat dari

4
ujung prepostatika dan permukaan posteriornya dipisahkan dari rektum oleh

lapisan ganda fasia denonvillers. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa

kira-kira 20-25 gram dengan ukuran rata-rata panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm,

tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri 5 : lobus medius 1 buah, lobus

anterior 1 buah, lobus posterior 1 buah, lobus lateral 2 buah. Prostat

dikelilingi kapsul yang kurang lebih berdiameter 1 mm terdiri dari serabut

fibromuskular yang merupakan tempat perlekatan ligamentum puboresikalis.

Beberapa ahli membagi prostat menjadi 5 lobus: lobus anterior, medial,

posterior, dan 2 lobus lateral yang mengelilingi uretra.

Kelenjar prosmerupakan organ yang kompleks yang terdiri dari jaringan

glandural dan non glandular, glandular terbagi menjadi 3 zona besar. Sentral

(menempati 25%), perifeal (menempati 70%), dan transisional (menempati

5%). Perbedaan zona-zona penting secara klinis karena zona perifeal sangat

sering sebagai tempat asal keganasan dan zona trasisionalsebagai tempat

asal benigna prostat hiperplasia (K. OH William, 2000).

Mc. Neal melakukan analisa komparatif tentang zona prostat melalui

potongan sagital, koronal dan koronal oblig yaitu:

a. Stroma fibromuskular anterior

Merupakan lembaran total yang menutupi seluruh permukaan anterior

prostat. Lembaran ini merupakan kelanjutan dari lembaran otot polos

disekitar uretra proksial pada leher buli dimana lembaran ini bergabung

dengan spinkter interna dan otot detrusordari tempat dimana dia berasal.

5
b. Zona sentral – perifer

Merupakan bagian terbesar dari prostat.

c. Zona sentral

Mengelilingi duktus ejakularis secara penuh di atas dan dibelakang

verumontanium.

d. Zona transisional

Merupakan sekelompok kecil duktus yang berasal dari suatu titik

pertemuan uretra proksimal dan distal.

2. Fisiologi

Kelenjar prostat secara relatif tetap kecil sepanjang kanak-kanakdan

mulai tumbuh pada masa pubertas di bawah stimulus testosteron. Kelenjar

ini mencapai ukuran maksimal pada usia 20 tahun dan mencapai dan tetap

dalam ukuran ini sampai usia mendekati 50 tahun. Pada waktu tersebut, pada

beberapa pria kelenjar tersebut mulai berdegenerasi bersamaan dengan

penurunan pembentukan testosteron oleh testis (K. OH. William, 2000).

Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu dan

bersifat alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam fosfatase, kalsium

dan koagulasi serta fibrinolin. Selama pengeluaran pengeluaran cairan

prostat, kapsul kelenjar prostat akan berkontraksi bersama dengan vas

deferens dan cairan dari prostat keluar bercampur dengan segmen yang

lainnya.

6
D. Etiologi

Dari berbagai penelitian dan survey disimpulkan bahwa etiologi dan faktor

resiko kanker prostat adalah sebagai berikut:

1. Usia

Resiko menderita kanker prostat dimulai saat usia 50 tahun pada pria

kulit putih dengan tidak ada riwayat keluarga menderita kanker prostat. Data

yang diperoleh melalui autopsi diberbagai negara menunjukkan sekitar 15-

30% pria berusia 50 tahun menderita kanker prostat secara samar. Pada usia

80 tahun sebanyak 60-70% pria memiliki gambaran histologi kanker prostat

(K. OH. William, 2000).

2. Ras dan tempat tinggal

Penderita prostat tertinggi ditemukan pada pria dengan ras Afrika-

Amerika. Pria berkulit hitam memiliki resiko 1,6 lebih besar untuk menderita

kanker prostat dibandingkan dengan pria berkulit putih (Moul, J. W, et al,

2005).

3. Riwayat keluarga

Carter, dkk menunjukkan bahwa kanker prostat didiagnosa pada 15%

pria yang memiliki ayah atau saudara laki-laki yang menderita kanker

prostat, bila dibandingkan dengan 8% populasi kontrol yang tidak memiliki

kerabat yang terkena kanker prostat (Haas. E. P dan Weel A. S, 1997).

4. Faktor hormonal

Testosteron adalah hormon pada pria yang dihasilkan oleh sel Leydig

7
pada testis yang akan ditukar menjadi bentuk metabolit berupa

dihidritestosteron (DHT) di organ prostat oleh enzim 5-a reduktase.Beberapa

teori menyimpulkan bahwa kanker prostat terjadi karena adanya peningkatan

kadar kadar testosteron pada pria, tetapi hal ini belum dapat dibuktikan

secara ilmiah. Beberapa penelitian menemukan terjadinya kadar penurunan

testosteron pada penderita kanker prostat, selain itu juga ditemukan

peningkatan kadar DHT pada penderita prostat tanpa diikuti dengan

meningkatnya kadar testosteron (Haas.

E. P dan Weel A. S, 1997).

5. Pola makan

Pola makan diduga memiliki pengaruh dalam perkembangan berbagai

jenis kanker atau keganasan. Pengaruh makanan dalam terjadinya kanker

prostat belum dapat dijelaskan secara rinci karena adanya perbedaan

konsumsi makanan pada ras atau suku yang berbeda, bangsa, tempat tinggal,

status ekonomi dan lain sebagainya (Roehrborn, 2011).

E. Patofisiologi

Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dari bukunya Purnomo (2000)

membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona antara lain zona perifer, zona

sentral, zona transisional, zona fibrimuskular anterior dan priuretra.

Sjamsuhidajat (2005) menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi

perubahan keseimbangan testosteron-estrogen karena produksi testosteron

menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose

8
di perifer. Purnomo (2000), menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat

tergantung pada hormon testosteron yang di dalam sel-sel kelenjar prostat

hormon ini akan diubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan

enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu

m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga

terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.

Oleh karena itu pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya

perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan

patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh

kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan

kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem

parasimpatis, sedang trigonum leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis.

Pada tahap awal terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang

bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan

mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat detrusor

menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan

sitoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok)

(Purnomo, 2000).

Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan yang kecil

dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan ini

detrusor ini disebut fase kompensasi otot kandung kemih. Apabila keadaan ini

berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi

9
dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Pada

hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu:obstruksi dan iritasi. Gejala

obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat

sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi

terputus, menetas pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah

miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau

pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering

berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersensitivitas otot

detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan / urgency,

disuria)).

Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesika urinaria tidak

mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari

tekanan sfingterdan obstruksi, sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow

incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluk vesika ureter dan dilatasi

ureter dan ginjal maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan

traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik, mengakibatkan

penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan

intrabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Statis urin dalam

vesika urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal keluhan iritasi

dan hematuria. Selain itu, statis urin dalam vesika urinaria menjadikan media

pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menyebabkan sistisis dan bila terjadi

refluks menyebabkan pylonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).

10
Pathway

Perubahan usia (usia lanjut)

Ketidakseimbangan produksi hormon estrogen dan progesteron

Kadar testosteron menurun Kadar estrogen meningkat

Mempengaruhi RNA dalam inti sel

Poliferasi sel prostat Hiperplasi sel stoma pada jaringan

BPH

Pre operasi Pasien kurang informasi Ketakutan akibat Resiko Post operasi
Kurang impotensi
kesehatan dan pembedahan
pengetahuan
pengobatan
Obstruksi saluran kemih
yang bermuara ke Perubahan disfungsi seksual
vesika urinaria Ancaman perubahan
status kesehatan
Insisi prostatektomi Pemasangan kateter Kerusakan jaringan
Penebalan otot destrusor threeway periuretral
Krisis situasi
Terputusnya kontinuitas
Dekompensasi otot jaringan Nyeri
Bekuan darah Kerusakan integritas
destrusor Ansietas akut
jaringan
Penurunan pertahanan tubuh Spasme urin
Akumulasi urin di vesika Resiko perdarahan
11 Retensi urin
Resiko infeksi
Sukar berkemih, Peregangan vesika Refluks urin ke Penumpukan urin
berkemih tidak urinaria melebihi ginjal yang lama di vesika
lancar kapasitas urinaria
Hidroureter,
Retensi urin hidronefrosis Pertumbuhan
Spasme otot mikroorganisme
sfingter Gagal ginjal
Resiko infeksi

Nyeri akut

Carpenito (2006),Tucker dan Canobbic (2008), Sjamsuhidajat dan Dejong (2005)

12
F. Pemeriksaan diagnostik

1. Urinalisa

Analisis urin dan mikrokopi urin penting untuk melihat adanya sel

leukosit, sedimen, bakteri dan infeksi. Bia terdapat hematuria harus

diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih,

batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan

hematuria.

Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar

dari fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan prostat spesifik antigen

(PSA) dilakukan sebagai penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi

dini keganasan. Bila nilai PSA <4 ng/ml tidakperlu biopsy sedangkan bia

nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung protate spesifik antigen density (PSAD) yaitu

PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD >0,15, sebaiknya

dilakukan biopsy prostat, demikian pula bila nilai PSA > 0ng/ml.

2. Pemeriksaan darah lengkap

Karena perdarahan merupakan kompikasi utama pasca operatif maka

semua defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan

bisanya menyertai [enderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka

fungsi jantung dan penafasan harus dikaji.pemeriksaan darah mencakup hb,

leukosit, hitung jenis leukosit, ct, bt, golongan darah, hmt, trombosit, BUN,

kreatinin serum.

3. Pemeriksaan radiologi

13
Biasanya dilakuan foto polos abdomen, prelegrafi intravena, USG, dan

sitoskopi.Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat

disungsi buli dan volume residu urin.dari foto polos dapat dilihat adanya

batu paa traktus urinarus, pembesaran ginjal atau buli-buli.Dapat juga dilihat

lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta

osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari pielografi intravena dapat dilihat

suprei komplit dari fungsi ranal, hidronefrosis dan hidroureter gambaran

ureter berbelok- belok di visika urinaria, dari USG dapat diperkirakan

besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urine dan batu

ginjal, BNO/IVP untuk menilai apakah ada pembearan dari ginjal, apakah

terlihat bayangan radioopak daerah traktus urinarius.IVP untuk melihat atau

mengetahui fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis.Dengan IVP buli-buli

dapat dilihat sebelum, sementara, dan sesudah isinya dikencingkan.Sebelum

kencing adalah untuk melihat adanya tumor, divertikel.Selagi kencing

(viding cystografi) adalah untuk melihat adanya reflex urine.Sesudah

kencing adalah untuk menilai residual urin.

G. Penatalaksanaan

1. Medis

Menurut sjamsuhidayat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH,

tergantung pada stdium-stadium dari gambaran klinis

a. Stadium 1

Pada stadium ini biasanya belum memerluksn tindakan bedah, diberikan

14
pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoreseptor alfa

seperti alfasozin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif

segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi

prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan

untuk pemakaian lama.

b. Stadium II

Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan

biasanya dianjurkan reseki endoskopi melalui uretra (trans uretra)

c. Stadium III

Pada stadium III reaksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila

diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehingga reseksi tidak akan

selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.

Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropublik

dan perineal.

d. Stadium IV

Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita

dari retensi urine total dengan memasang kateter atau sitostomi. Selain

itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis,

kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka

Menurut Mansjoer (2000) dan Urnomo(2000) penatalaksanaan pada

BPH dapat dilakukan dengan :

a. Observasi

15
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongstan, kurangi

kopi, hindari alcohol, tiap 3 bulan control keluhan, sisa kencing dan

colok dubur.

b. Medikamentosa (Baradero dkk 2007)

1) Menghambat adrenoreseptor a

2) Obat anti androgen

3) Penghambat enzim a-2 reduktase

4) Fisioterapi

c. Terapi Badah

Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan

fungsi ginjal, infeksi saluran kemih, hidroureter, hidronrfrosis, jenis

pembedahan :

1) TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)

Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat

melalui sitoskopi atau resektoskop yang di masukan melalui uretra

2) Prostatektomi retropubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen

begian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki

kandung kemih.

3) Prostatektomi suprapubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen

begian bawah melalui fosa prostat radikal melalui sebuah insisi

16
dibuat pada kandung kemih

4) Prostat peritoneal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi

diantara skrotum dan rektum

5) Prostat retropubis radikal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula

seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada

abdomen bagian bawah, uretra diasnastomosiskan ke leher kandung

kemih pada kanker prostat.

d. Terapi invasif minimal

1) Trans uretral microwave the motheraphy (TUMT)

Yaitu pemasangan prostat dengn gelombang mikro yang disalurkan

ke kelenjar prostat melalui antenna yang dipasang melalui atau pada

ujung kateter.

2) Trans uretral ultrasound guided laser induced proststectomy (TULIP)

3) Trans uretral ballon dilatation (TUBD)

2. Keperawatan

a. Pra operasi

1) Pemeriksaan darah lengkap (hb minimal 10g/dl, golongan darah, CT,

BT, AL)

2) Pemeriksaan EGK, GDS mengingat penderita BPH kebanyakan

lansia

17
3) Pemeriksaan radiologi : BNO, IVP, Rongen totax

4) Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum

pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap hari, lavemen

puasa minimal 8 jam dan mengurangi bicara untuk meminimalkan

masuknya udara.

b. Post operasi

1) Irigasi/spoling dengan Nacl

a) Post operasi hari 0 : 80 tetes/m

b) Hari pertama post operasi : 60 tetes/m

c) Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/m

d) Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/m

e) Hari ke 4 post operasi : di klem

f) Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada

masalah (urine dalam kateter bening)

2) Hari ke enam post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah

(cairan serohemoragis < 50cc

3) Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi

selama hari, bila pasien sudah mmpu makan dan minum obat dengan

baik obat injeksi bias diganti dengan obat oral

4) Tirah baring selama 24 jam pertama mobilisasi setelah 24 jam post

op

5) Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke 3 post op

18
dengan betadin

6) Anjurkan banyak minum (2-3L/hari)

7) DC bisa dilepas hari ke 10 post op

8) Cek hb post op bila kurang dari 10 berikan transfuse

9) Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan

untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih

dan perdarahan dari uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat

melemaskan otot polos dapat membantu menghilangkan spasme-

spasme hangat pada pubis dapat membantu menghilangkan spasme

10) Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-

jalan tapi tidak duduk terlalu lama karena dapat meningkatakan

tekanan abdomen/perdarahan

11) Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai control

berkemih

12) Drainase dibawah sebagai urin berwarna marah mudah kemerahan

kemudian jernih hingga sedikit merah merah mudah dalam 24 jam

setelah pembedahan

13) Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan

sejumlah bekuan biasanya menandakan perdarahan vena dengan

memasang traksi pada kateter sehingga balon yang menahan kateter

pada tempatnya memberikan tekanan pada fossa prostatic.

19
H. Pengkajian Data Fokus

A. Pengkajian

1. Anamnesa

a. Identitas : Umur biasa 50 tahun keatas , Jenis Kelamin laki-laki, Ras

(tertinggi di afrika dan amerika ) dan pria berkulit hitam memiliki

resiko 1,6 kali lebih besar untuk menderita kanker prostat di

bandingkan pria berkulit putih

b. Riwayat Penyakit

1) Keluhan Utama

Pre operasi : Susah buang air besar Post operasi : nyeri

2) Riwayat Penyakit Sekarang

Pada Pasien BPH, keluhan yang biasanya adalah frekuensi,

nokturia, urgensi, dysuria, pancaran melemah, rasa tidak puas

sehabis miksi, hesistensi (sulit memulai miksi) intermiten

(kencing terputus-putus), waktu miksi memanjang dan akhirnya

menjadi retensi urine dan nyeri saat BAK.

3) Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji Apakah memiliki riwayat penyakit infeksi saluran kemih

(ISL), adakah riwayat mengalami kanker prostat, apakah pasien

pernah mengalami pembedahan prostat/hernia sebelumnya.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

20
Kaji adanya keturunan dari salah satu anggota keluarga yang

menderita penyakit BPH.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum : Compos Mentis

b. Kesadaran GCS : 15

c. TTV : Batas normal

d. Pemeriksaan Fisik

1) Abdomen

Pre Operasi

Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis menunjukan renal

insufisiensi dari obstruksi yang lama, distensi kandung kemih,

inspeksi penonjolan pada daerah supra pubis, retensi urine.

Palpasi akan terasa adanya ballotement dan ini akan

menimbulkan pasien ingin buang air kecil. Perkusi redup

residual urine.

Post Operasi

Inspeksi : bentuk perut, apakah ada lesi atau luka Palpasi :

apakah ada nyeri tekan, hati teraba Auskultasi: Bising usus.

Perkusi: abdomen keselurahan timpani, hati pekak.

2) Genetalia Pre operasi

Uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose

meatus, striktur uretra, batu uretra/femosis.

21
e. Pemeriksaan rectal toucher ( colok dubur ) posisi knee chest syarat :

buli-buli kosong/dikosongkan. Tujuan menentukan konsistensi

prostat dan menentukan besar prostat.

Post operasi

Inspeksi : Terpadang kateter, terdapat benjolan pada bagian skrotum,

kemerahan atau eritema, urin keluar sedikit, terdapat gumpalan darah

pada selang kateter, Palapasi : Nyeri tekan pada bagian benjolan.

3. Data Dasar Pengkajian Pasien

a. Sirkulasi

Peningkatan Tekanan Darah Efek pembesaran ginjal

b. Eliminasi

Tanda : Merasa padat dibagian abdomen bawah (distensi kandung

kemih), nyeri tekan kandung Kemih, Hernia Inguinalis : Hemoroid

(mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan

pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan.

Gejala: penurunan kekuatan/ dorong aliran urin : tetesan, keragu-

raguan pada berkemih awal, ketidakmampuan untuk mengosongkan

kandung kemih dengan lengkap, nokturia, dysuria, hematuria, duduk

untuk berkemih, ISK berulang, riwayat batuk / stasis urinaria,

konstipasi.

c. Makanan / Cairan

Anorkesia, mual-muntah, penurunan BB.

22
B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang sering muncul pada pasien dengan Benigna Prostat

Hiperplasia menurut buku SDKI 2016:

1. Pre Operasi

a. Retensi Urin berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik

c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

d. Resiko infeksi

2. Post Operasi

a. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur operasi

b. Resiko Perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan

c. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive

d. Retensi urine

e. Disfungsi seksual

23
C. Intervensi Berdasarkan Buku SIKI

Diagnosa Perencanaan Keperawatan


Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
D.0077 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 Observasi:
jam diharapkan tingkat nyeri menurun  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Pengertian : Kriteria Hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Pengalaman sensorik Memburu Cukup Sedang Cukup Membai  Identifikasi skala nyeri
atau emosional yang k Membur Membai k  Identifikasi respons nyeri non verbal
berkaitan dengan uk k  Identifikasi faktor yang memperberat dan
kerusakan jaringan 1 Frekuensi nadi memperingan nyeri
aktual atau 1 2 3 4 5  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
fungsional, dengan 2 Pola nafas tentang nyeri
onset mendadak atau 1 2 3 4 5  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
lambat dan Meningka Cukup Sedan Cukup Menurun hidup
berintensitas ringan t Meningk g Menuru  Monitor efek samping penggunaan analgetik
hingga berat yang at n Terapeutik:
berlangsung kurang 3 Keluhan nyeri  Berikan teknik nonfarmakologi untuk
dari 3 bulan. 1 2 3 4 5 mengurangi rasa nyeri
4 Meringis  Kontrol lingkungan yang memperberat
1 2 3 4 5 rasa nyeri
5 Gelisah  Fasilitasi istirahat dan tidur
1 2 3 4 5  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
6 Kesulitan tidur dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
1 2 3 4 5 Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri

24
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

25
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Retensi Urin Eliminasi Urin Katerisasi Urin
D.0050 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 Observasi:
jam pengosongan kandung kemih yang lengkap membaik  Periksa kondisi pasien (mis. Kesadaran,
Pengertian : Kriteria Hasil:
Pengosongan Menurun Cukup Sedang Cukup Meningk tanda-tanda vital, daerah perineal, distensi
Kandung Kemih Menurun Meningk at kandung kemih, inkontenensia urine, reflek
Yang Tidak Lengkap at
1 Sensasi berkemih berkemih)
1 2 3 4 5 Terapeutik:
Meningka Cukup Sedan Cukup Menurun
 Siapkan peralatan, nahan-bahan dan
t Meningk g Menuru
at n ruangan tindakan
3 Desakan berkemih
 Siapkan pasien : bebaskan pakaian bawah
1 2 3 4 5
4 Distensi kandung kemih dan posisikan dorsal rekumben (untuk
1 2 3 4 5 wanita) dan supine (untuk laki-laki)
5 Disuris
1 2 3 4 5  Pasang sarung tangan
 Bersihkan daerah perineal atau preposium
dengan cairan NaCL atau aquades
 Lakukan insersi kateter urine dengan
menerapkan prinsip aseptic
 Sambungkan kateter urin dengan urine
bag
 Isi balon dengan NaCl 0,9 % sesuai
anjuran pabrik
 Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau
dipaha
 Pastikan kantung urine ditempatkan lebih
rendah dari kandung kemih
26
 Berikan label waktu pemasangan
Edukasi
27
28
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Ansietas Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas
D.0080 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 Observasi:
jam diharapkan tingkat ansietas menurun  Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
Pengertian : Kriteria Hasil:  Identifikasi kemampuan mengambil
Kondisi emosi dan Memburu Cukup Sedang Cukup Menuru keputusan
pengalaman subjektif k Membur Menuru n  Monitor tanda-tanda ansietas
individu terhadap objek uk n Terapeutik:
yang tidak jelas dan 1 Konsentrasi  Ciptakan suasana teraupetik untuk
spesifik akibat antisipasi 1 2 3 4 5 menumbuhkan kepercayaan
bahaya yang 2 Pola tidur  Temani pasien untuk mengurangi
memungkinkan individu 1 2 3 4 5 kecemasan, jika memungkinkan
melakukan tindakan untuk Meningka Cukup Sedan Cukup Menurun  Pahami situasi yang membuat ansietas
t Meningk g Menuru  Dengarkan dengan penuh perhatian
menghadapi ancaman
at n  Gunakan pendekatan yang tenang dan
3 Perilaku gelisah meyakinkan
1 2 3 4 5  Motivasi mengidentifikasi situasi yang
4 Verbalisasi kebingungan memicu kecemasan
Edukasi
1 2 3 4 5
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi ya
5 Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi
mungkin dialami
1 2 3 4 5
 Informasikan secara faktual mengenai
6 Perilaku tegang
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
1 2 3 4 5

29
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
pasien
 Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
 Latih teknik relaksasi

30
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Risiko Perdarahan Tingkat Perdarahan Pencegahan Perdarahan
D.0012 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 Observasi:
kehilangan darah baik internal maupun eksternal menurun  Monitor tanda dan gejala perdarahan
Pengertian : Kriteria Hasil:  Monitor nilai hemoglobin/hematokrit
Berisiko Memburu Cukup Sedang Cukup Membaik sebelum dan setelah kehilangan darah
mengalami k Membur Membai  Monitor tanda-tanda vita ortostatik
kehilangan darah uk k  Monitor koagulasi
baik internal 1 Hemoglobin Terapeutik
(tejadi di dalam 1 2 3 4 5  Batasi tindakan invasif, jika perlu
tubuh) maupun 2 Hematokrit  Pertahankan bedrest selama perdarahan
eksternal (terjadi 1 2 3 4 5  Gunakan kasur pencegah dekubitus
hingga keluar 3 Tekanan Darah
 Hindari pengukuran suhu rektal
tubuh) 1 2 3 4 5
4 Suhu Tubuh Edukasi
1 2 3 4 5  Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
untuk menghindari konstipasi
Meningka Cukup Sedan Cukup Menurun
 Anjurkan menghindari aspirin atau
t meningk g menurun
at antikoagulan
1 Perdarahan Vagima  Anjurkan meningkatkan asupan makan
1 2 3 4 5 dan vitamin K
 Anjurkan segera melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
 Anjurkan pemberian produk darah, jika
perlu
 Anjurkan pemberian pelunak tinja, jika
perlu

31
RISIKO INFEKSI
D. 0142

DEFINISI OUTCOME INTERVENSI KEPERAWATAN


Berisiko mengalami Tingkat infeksi PENCEGAHAN INFEKSI (I.14539)
peningkatan terserang menurun (l. 14137) 1. Observasi
organisme patogenik  Identifikasi riwayat kesehatan dan
riwayat alergi
FAKTOR RISIKO  Identifikasi kontraindikasi
1. Penyakit Kronis pemberian imunisasi
2. Efek prosedur Infasif  Identifikasi status imunisasi setiap
3. Malnutrisi kunjungan ke pelayanan kesehatan
4. Peningkatan paparan
organisme patogen 2. Terapeutik
lingkungn  Berikan suntikan pada pada bayi
5. Ketidakadekuatan dibagian paha anterolateral
pertahanan tubuh  Dokumentasikan informasi
perifer : vaksinasi
  Jadwalkan imunisasi pada interval
 Gangguan waktu yang tepat
peristltik
 Kerusakan 3. Edukasi
integritas kulit  Jelaskan tujuan, manfaat, resiko
 Perubahan sekresi yang terjadi, jadwal dan efek
PH samping
 Penurunan kerja  Informasikan imunisasi yang
siliaris diwajibkan pemerintah
 Ketuban pecah  Informasikan imunisasi yang
lama melindungiterhadap penyakit
 Ketuban pecah namun saat ini tidak diwajibkan
sebelum waktunya pemerintah
 Merokok  Informasikan vaksinasi untuk
 Statis cairan tubuh kejadian khusus
6. Ketidakadekuatan  Informasikan penundaan
pertahan tubuh pemberian imunisasi tidak berarti
sekunder mengulang jadwal imunisasi
 kembali
 Penuruna  Informasikan penyedia layanan
Hemoglobin pekan imunisasi nasional yang
 Imunosupresi menyediakan vaksin gratis
 Leukopenia 32
 Supresi Respon MANAJEMEN IMUNISASI/ VAKSIN (I.
Inflamasi 14508)
 Faksinasi tidak 1. Observasi
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Disfungsi Seksual Fungsi Seksual Edukasi Seksualitas
D.0069 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
diharapkan fungsi seksual membaik  Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
Pengertian : Kriteria Hasil: informasi
perubahan fungsi Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat Terapeutik:
seksual selama fase menurun Meningkat  Sediakan materi dan media pendidikan
respon seksual berupa 1 Kepuasan hubungan seksual kesehatan
hasrat, terangsang, 1 2 3 4 5  Jadwal pendidikan kesehatan sesuai
orgasme, dan/atau Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun kesepakatan
relaksasi yang dirasa Meningkat Menurun  Baerikan kesempatan untuk bertanya
tidak memuaskan, 2 Verbalisai aktivitas seksual berubah  Fasilitasi kesadaran keluarga terhadap anak
tidak bermakna atau 1 2 3 4 5 dan remaja serta pengaruh media
tidak adekuat. 3 Verbalisasi peran seksual berubah Edukasi
1 2 3 4 5  Jelaskan anatomi dan fisiologi system reproduksi
4 Verbalisasi fungsi seksual berubah laki-laki dan perempuan
1 2 3 4 5  Jelaskan perkembangan seksualitas sepanjang
5 Keluhan nyeri saat berhubungan seksual (dispareunia) siklus kehidupan
1 2 3 4 5  Jelaskan perkembangan emosi masa anak dan
Memburuk Cukup sedang Cukup Membaik remaja
memburuk membaik  Jelaskan pengaruh tekana kelompok dan social
6 Hasrat seksual terhadap aktivitas seksual
1 2 3 4 5  Jelaskan konsekuensi negative mengasuh anak
7 Orientasi seksual pada usia dini (mis.kemiskinan, kehilangan karis
1 2 3 4 5 dan pendidikan)
 Jelaskan risiko tertular penyakit menular seksual
dan AIDS akibat seks bebas
 Anjurkan orang tua menjadi educator seksualitas
bagi anak-anaknya
 Anjurkan anak/remaja tidak melakukan aktivitas
seksual diluar nikah
 Ajarkan keterampilan komunikasi asertif untuk
menolak tekanan teamn sebaya dan social dalam
aktivitas seksual

33
34
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. A DENGAN BPH

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Tanggal Masuk : 9 Desember 2021

Jam Masuk : WITA

Ruang : Teratai

No.Register : 01042200

Dx.Medis : BPH

Tanggal Pengkajian : 14 Desember 2021

A. Identitas Pasien

1. Identitas Klien

Nama : Ny. A

Umur : 62 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Petani

Agama : Islam

Suku : Bugis

Alamat : Desa Kendek Banggai Utara

2. Identitas Penanggungjawab

Nama : Ny. R

Umur : 58 tahun

Kelompok 2 PROFESI NERS


RSUD Undata Palu POLTEKKES KEMENKES PALU
Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : URT

Agama : Islam

Suku : Banggai

Alamat : Desa Kendek Banggai Utara

Hubungan dengan klien : Istri

B. Riwayat Penyakit

1. Keluhan utama saat masuk RS :

Klien masuk tanggal 9 Desember 2021 dengan keluhan nyeri karena tidak

bisa buang air kecil

2. Riwayat keluhan utama

Klien datang kerumah sakit dengan keluhan nyeri karena tidak bisa BAK

dan sulit saat BAK bila tidak menggunakan kateter urine, klien dan

keluarga tahu bahwa klien akan dioperasi terkait masalah prostat yang

membesar. Klien mengatakan nyeri dengan skala 5.

3. Keluhan utama saat pengkajian

Klien mengatakan sulit buang air kecil bila tidak menggunakan kateter ,

nyeri pada area kelamin, klien merasa sensasi penuh pada kandung kemih.

Klien gelisah, klien merasa cemas dengan tindakan operasi yang akan

dilakukan,

4. Keluhan lain yang menyertai

Kelompok 2 PROFESI NERS


RSUD Undata Palu POLTEKKES KEMENKES PALU
Klien mengeluh pergerakannya terbatas karena tubuh bagian kiri terkena

stroke, klien bertanya apakah saat operasi nanti dirinya akan merasa sakit

atau tidak dan apakah istri boleh menemani di ruang operasi.

5. Riwayat kesehatan masa lalu

Klien terpasang kateter urine sejak ± 2 bulan, klien mengatakan dirinya

menderita stroke pada tubuh bagian kiri akibat kelelahan saat bekerja

6. Riwayat kesehatan keluarga

Keluarga tidak memiliki penyakit serupa dengan klien

7. Riwayat alergi (obat dan makanan)

Klien tidak memiliki alergi terhadap obat dan makanan

C. Genogram

A B
x X x X

C D
x X x X
E F

X x

Keterangan :

A : Kakek dan nenek klien : garis keturunan


B : Kakek dan nenek istri klien
C : Orang tua klien : Klien

Kelompok 2 PROFESI NERS


RSUD Undata Palu POLTEKKES KEMENKES PALU
D : Orang tua istri klien
E : Klien dan saudara-saudaranya
F : Istri klien dan saudara-saudaranya
G : Anak-anak klien
X : Meninggal dunia

: Laki-laki

: Perempuan

D. Pengkajian Pola Fungsional Kesehatan

NO KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT


1. Persepsi Kesehatan Klien Klien memeriksakan
mempercayakan diri ke rumah sakit
kesehatan pada
pelayanan kesehatan
2. Pola metabolic
Nutrisi
 Frekuensi makan 3 kali sehari 3 kali sehari
 Nafsu makan Baik kurang
 Porsi makan 1 porsi dihabiskan ½ porsi dihabiskan
 Pantangan makan Tidak ada Tidak ada
Pola minum
1500 ml 1200 ml
 Jumlah cairan/hari
3. Pola istirahat/tidur
 Siang 2 jam 1 jam
 Malam 08.00-04.00 wita ±4 jam
 Gangguan tidur Tidak ada Saat pre op klien
nampak terjaga pada
malam hari sebelum
dioperasi esok hari
pasca op. pasien
tidak bisa tidur dan
selalu berteriak dan
meronta kesakitan
pada area kelamin
dan kandung kemih
4. Pola kebersihan diri
 Mandi 2 kali sehari 1 kali sehari
 Sikat gigi Sekali sehari 2 hari sekali
 Cuci rambut 2 kali seminggu Belum ada

Kelompok 2 PROFESI NERS


RSUD Undata Palu POLTEKKES KEMENKES PALU
 Kebersihan kuku Bersih Kotor
5. Pola eliminasi
BAB
 Frekuensi 1 kali sehari 1 kali sehari
 Warna Coklat Coklat
Konsistensi BAK
Kuning Kuning
 Warna
1 botol air besar 1100 ml
 Jumlah urine
(1500ml) Klien mengeluh
nyeri karena tidak
bisa BAK dan sulit
BAK bila tidak
menggunakan
kateter urine
6. Pola aktivitas Aktivitas dilakukan Aktivitas dibantu
secara mandiri keluarga, sebelum
op. bila bosan
berbaring klien
nampak
menggunakan kursi
roda untuk
beraktivitas
7. Pola persepsi diri (konsep Klien selalu percaya Klien merasa cemas
diri) diri dengan kondisinya
sekarang.
8. Pola hubungan peran Klien memiliki Klien memiliki
hubungan yang baik hubungan yang baik
dalam keluarga dalam keluarga
9. Pola koping-toleransi stress Klien selalu Klien selalu
melibatkan keluarga melibatkan keluarga
dalam mengambil dalam mengambil
keputusan bila ada keputusan bila ada
masalah masalah
10. Pola nilai kepercayaan Klien beragama Klien berdoa
spiritual islam dan ditempat tidur dan
menjalankan sholat tidak dapat
5 waktu menjalankan sholat
seperti sebelumnya

Kelompok 2 PROFESI NERS


RSUD Undata Palu POLTEKKES KEMENKES PALU
E. Pemeriksaan Fisik

BB sebelum sakit : klien tidak mengetahui BB nya sebelum sakit

BB saat ini : ± 60 kg

TB : 165 cm

Kesadaran : compos mentis

GCS : 15 ; E=4, V=5, M=6

Tanda tanda vital

TD : 120/ 70 mmHg

N : 84 x/m

S : 36,6oC

R : 22 x/m

1. Kepala dan rambut

 Inspeksi : kepala simetris, tidak nampak benjolan, tidak ada luka,

rambut sedikit beruban, kepala bersih

 Palpasi : tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan

2. Telinga

 Inspeksi : telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada luka, tidak nampak

benjolan, tidak ada perdarahan, tidak ada pengeluaran serumen berlebih,

telinga kotor, pendengaran baik

 Palpasi : tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan

3. Mata

Kelompok 2 PROFESI NERS


RSUD Undata Palu POLTEKKES KEMENKES PALU
 Inspeksi : mata bersih, pupil isokor, konjungtiva tidak anemis, sclera

tidak ikterik

 Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada palpebra

4. Hidung

 Inspeksi : tidak menggunakan pernapasan cuping hidung, lubang hitung

paten, tidak ada luka, tidak nampak benjolan, tidak ada perdarahan

 Palpasi : tidak ada nyeri tekan

5. Mulut

 Inspeksi : mukosa bibir lembap, lidah bersih, tidak ada luka, tidak ada

sariawan, tidak ada perdarahan, tidak ada pembengkakan tonsil

 Palpasi : tidak ada nyeri tekan

6. Leher

 Inspeksi : tidak nampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada luka

 Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba pembesaran tiroid

7. Dada (jantung)

 Inspeksi : ictus cordis tidak nampak

 Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikula sinistra

 Perkusi : batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis dekstra, batas

jantung kiri : ICS V linea midclavikula sinistra, pinggang jantung :

ICS III linea parasternalis sinistra, kesan : jantung tidak membesar

 Auskultasi : bunyi jantung I-II murni reguler

Kelompok 2 PROFESI NERS


RSUD Undata Palu POLTEKKES KEMENKES PALU
Paru-paru

 Inspeksi : tidak ada retraksi dinding dada, klien tidak terpasang oksigen

 Palpasi : pergerakan dinding dada bersamaan saat inspirasi dan

ekspirasi

 Perkusi : suara paru sonor

 Auskultasi : bunyi paru vesikuler

8. Abdomen

 Inspeksi : abdomen simetris, tidak ada luka, tidak nampak benjolan,

distensi kandung kemih tidak nampak karena pasien telah dikeluarkan

urine nya melalui kateter urine

 Auskultasi : bising usus 8 x/m

 Perkusi : terdengar bunyi timpani

 Palpasi : tidak teraba benjolan, tidak teraba pembesaran hati dan limfa

9. Genetalia

 Inspeksi : terpasang kateter urine, pasca op. terdapat banyak gumpalan

darah di selang kateter klien, pasca op. klien mengeluh nyeri karena

terpasang kateter pada daerah genitalia

 Palpasi : pasca op. nyeri tekan pada area penis

10. Ekstremitas atas

 Inspeksi : terpasang infus Nacl 0,9% 20 tpm pada tangan kanan, tidak

ada luka, tonus otot baik, kekuatan otot 5

Kelompok 2 PROFESI NERS


RSUD Undata Palu POLTEKKES KEMENKES PALU
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan

11. Ektremitas bawah

 Inspeksi : tidak ada luka, tidak ada benjolan, tonus otot baik, kekuatan

otot 5

 Palpasi : tidak ada nyeri tekan

12. Kulit

 Inspeksi : tidak ada iritasi, tidak ada luka, tidak ada bintik-bintik merah

 Palpasi : turgor kulit tidak elastis

F. Pemeriksaan Penunjang

Nama : Tn. A

Jenis kelamin : Laki-laki

Pemeriksaan : Darah

Tanggal cek : 16 Desember 2021

Test Hasil Satuan Nilai Rujukan

Darah Lengkap
HGB 11,1 g/dl 14-18
WBC 26,2 ribu/uL 4,0-11,0
RBC 3,66 juta/uL 4,1-5,1
HCT 34,0 % 36-47
PLT 269 ribu/uL 150-450
MCV 92,9 fL 81-99
MCH 30,3 Pg 27-31
MCHC 32,6 g/dl 31-37
HDW-CV 17,5 % 11,5-14,5
MPV 6,4 fL 6,5-9,5
Hitung Jenis Lekosit
Basophil 1,1 % 0,1
Eosinophil 0,1 % 1-3

Kelompok 2 PROFESI NERS


RSUD Undata Palu POLTEKKES KEMENKES PALU
Neutrophil 83,4 % 50-70
Limfosit 4,9 % 20-40
Monosit 10,5 % 2-8
NLR 17,02 Cutoff <3,13
ALC 1284 Juta/L >1500

Berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi daerah Luwuk tangga l 3 Desember 2021

diperoleh hasil prostat membesar dengan volume 62,4 cc dengan indentasi ke

caudal buli 2.

G. Penatalaksanaan Terapi Medis

1. Nacl 0,9% 20 tpm

2. Ciprofloxacin 2x1 oral

3. Ceftriaxone 2x1

4. Paracetamol tab oral 2x1, drips

5. Terpasang spuling kateter Nacl 0,9% guyur

6. Omeprazole 2x1

7. Asam tranexamat 3x1

Kelompok 2 PROFESI NERS


RSUD Undata Palu POLTEKKES KEMENKES PALU
H. Klasifikasi Data

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF

1. Klien mengeluh nyeri karena tidak 1. Pada post op klien selalu


bisa BAK berteriak dan meronta kesakitan
2. Klien mengatakan sulit BAK bila pada area kelamin dan kandung
tidak menggunakan kateter kemih
3. Klien dan keluarga tahu bahwa akan 2. Saat pre op pasien tidak
dioperasi terkait masalah prostat memiliki gangguan tidur namun
membesar pasca op. pasien tidak bisa tidur
4. Klien mengeluh nyeri pada area karena nyeri
kelamin 3. Berdasarkan hasil pemeriksaan
5. Klien merasa sensasi penuh pada radiologi daerah Luwuk tanggal
kandung kemih 3 Desember 2021 diperoleh
6. Klien mengeluh pergerakannya hasil prostat membesar dengan
terbatas karena tubuh bagian kiri volume 62,4 cc dengan indentasi
terkena stroke ke caudal buli 2
7. Klien terpasang kateter urine sejak ± 4. Aktivitas dibantu keluarga,
2 bulan sebelum op. bila bosan
8. Klien mengatakan dirinya sudah berbaring klien nampak
mau meninggal. menggunakan kursi roda untuk
9. Klien mengeluh nyeri karena beraktivitas
terpasang kateter pada daerah 5. Volume urine pre-op. ±
genitalia 1100ml/hari
10. Klien merasa cemas dengan tindakan 6. Pasca op. nyeri tekan pada area
operasi yang akan dilakukan penis
11. Klien mengatakan nyeri dengan 7. Terdapat banyak gumpalan
skala 6. darah di selang kateter klien
12. Klien bertanya apakah saat operasi 8. Klien gelisah
nanti dirinya akan merasa sakit atau 9. Klien nampak terjaga pada
tidak malam hari sebelum dioperasi
13. Klien bertanya apakah istri boleh esok hari
menemaninya diruang operasi atau 10. Pasien sulit tidur karena
tidak kesakitan pada area kelamin
11. Klien datang kerumah sakit
dengan keluhan nyeri tidak bisa
BAK dan sulit saat BAK bila
tidak menggunakan kateter
urine
12. Tanda tanda vital
TD : 120/ 70 mmHg

Kelompok 2 PROFESI NERS


RSUD Undata Palu POLTEKKES KEMENKES PALU
N : 84 x/m
S : 36,6oC
R : 22 x/m

Kelompok 2 PROFESI NERS


RSUD Undata Palu POLTEKKES KEMENKES PALU
I. Analisa Data

NO. DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DS : Peningkata Retensi Urine


a. Klien mengeluh nyeri karena n tekanan
tidak bisa BAK uretra
b. Klien mengatakan sulit BAK bila
tidak menggunakan kateter
c. Klien terpasang kateter urine
sejak ± 2 bulan
d. Klien merasa sensasi penuh pada
kandung kemih
DO :
a. Volume urine pre-op. ±
1100ml/hari
b. Klien nampak terpasang kateter
urine
c. Berdasarkan hasil pemeriksaan
radiologi daerah Luwuk tanggal
3 Desember 2021 diperoleh hasil
prostat membesar dengan
volume 62,4 cc dengan indentasi
ke caudal buli 2

2. DS : Agen Nyeri akut


a. Klien mengeluh nyeri karena pencedera
terpasang kateter pada daerah fisik
genitalia
b. Klien mengeluh nyeri pada area
kelamin
DO :
a. Pada post op klien selalu
berteriak dan meronta kesakitan
pada area kelamin dan kandung
kemih
b. pasien sulit tidur karena nyeri
pada area kelamin
c. Pasca op. nyeri tekan pada area
penis
d. Klien gelisah

Kelompok 2 PROFESI NERS


RSUD Undata Palu POLTEKKES KEMENKES PALU
e. Skala nyeri 7
f. Terdapat banyak gumpalan darah
di selang kateter klien
g. Tanda tanda vital
TD : 120/ 70 mmHg
N : 84 x/m
S : 36,6oC
R : 22 x/m
3. DS : Kurang Ansietas
a. Klien bertanya apakah saat terpapar
operasi nanti dirinya akan informasi
merasa sakit atau tidak
b. Klien bertanya apakah istri boleh
menemaninya diruang operasi
atau tidak
c. Klien merasa cemas dengan
tindakan operasi yang akan
dilakukan
DO :
a. Klien gelisah
b. Klien nampak terjaga pada
malam hari sebelum dioperasi
esok hari

Diagnosa keperawatan berdasarkan priotitas :

1. Retensi urine berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra

2. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik

3. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

Kelompok 2 PROFESI NERS


RSUD Undata Palu POLTEKKES KEMENKES PALU
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

TUJUAN DAN
NO. DATA INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
1. Retensi urine berhubungan dengan Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Mengetahui
peningkatan tekanan uretra ditandai tindakan keperawatan penyebab retensi penyebab dari
dengan : 3 x 24 jam diharapkan urine retensi urine
DS : masalah teratasi 2. Monitor intake 2. Mengetahui jumlah
a. Klien mengeluh nyeri karena dengan kriteria hasil : dan output cairan cairan yang masuk
tidak bisa BAK 3. Pasang kateter dan keluar klien
b. Klien mengatakan sulit BAK bila  Klien dapat BAK urine bila perlu 3. Membantu
tidak menggunakan kateter  Kateter terlepas 4. Jelaskan penyebab mengeluarkan
c. Klien terpasang kateter urine  Urgensi menurun retensi urine urine pada pasien
sejak ± 2 bulan  Dysuria menurun 5. Anjurkan keluarga yang tidak mampu
a. Klien merasa sensasi penuh pada  Distensi kandung mencatat output berkemih
kandung kemih kemih menururn urine 4. Retensi urine yang
DO : terjadi dapat
a. Volume urine pre-op. ± diakibatkan oleh
1100ml/hari penekanan uretra
a. Klien nampak terpasang kateter sedangkan urine
urine tidak dapat
b. Berdasarkan hasil pemeriksaan dikeluarkan
radiologi daerah Luwuk tanggal 3 melalui saluran
Desember 2021 diperoleh hasil kencing yang
prostat membesar dengan volume terjadi pada pasien
62,4 cc dengan indentasi ke BPH
caudal buli 2 5. Dapat mengukur
keseimbangan
cairan

49
NO. DATA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
2. Nyeri berhubungan dengan agen cedera Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi, 1. Lokasi,
fisik ditandai dengan : tindakan keperawatan karakteristik, karakteristik,
DS : 3 x 24 jam diharapkan durasi, frekuensi, durasi, frekuensi,
a. Klien mengeluh nyeri karena masalah teratasi kualitas, intensitas kualitas, intensitas
terpasang kateter pada daerah dengan kriteria hasil : nyeri nyeri dapat
genitalia  Mampu 2. Identifikasi diketahui
b. Klien mengeluh nyeri pada area mengontrol nyeri respons nyeri non 2. Menilai nyeri
kelamin  Mampu mengenali verbal dengan reaksi non
DO : 3. Berikan teknik verbal klien seperti
a. Pada post op klien selalu berteriak nyeri nonfarmakologis meringis dan
dan meronta kesakitan pada area  Menyatakan rasa untuk mengurangi bersikap protektif
kelamin dan kandung kemih nyaman setelah rasa nyeri 3. Teknik
b. pasien tidak bisa tidur karena nyeri berkurang 4. Ajarkan teknik nonfarmakologis
nyeri nonfarmakologis mudah dilakukan
c. Pasca op. nyeri tekan pada area untuk mengurangi oleh klien dan
penis rasa nyeri dapat dilakukan
d. Klien gelisah 5. Kolaborasi kapan saja nyeri
e. Klien meronta dan berteriak pemberian timbul
f. Skala nyeri 7 therapy analgetik 4. Teknik
g. Terdapat banyak gumpalan darah Paracetamol tablet nonfarmakologis
di selang kateter klien 2x1 dapat dilakukan
h. Tanda tanda vital Paracetamol klien secara
TD : 120/ 70 mmHg drips/ 24 jam/iv mandiri
N : 84 x/m 5. Mengurangi nyeri
S : 36,6oC secara
R : 22 x/m farmakologis

50
NO. DATA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
3. Ansietas berhubungan dengan kurang Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Mengetahui
terpapar informasi ditandai dengan : tindakan keperawatan kemampuan kemampuan klien
DS : 3 x 24 jam diharapkan mengambil dalam mengambil
a. Klien bertanya apakah saat masalah teratasi
keputusan keputusan bagi
operasi nanti dirinya akan merasa dengan kriteria hasil :
sakit atau tidak 2. Temani pasien dirinya
 Mampu
b. Klien bertanya apakah istri boleh untuk mengurangi 2. Salah satu teknik
mengindentifikasi
menemaninya diruang operasi kecemasan, jika distraksi adalah
dan
atau tidak memungkinkan mengajak klien
mangungkapkan
c. Klien merasa cemas dengan 3. Jelaskan prosedur berbincang-
tindakan operasi yang dilakukan gejala cemas
termasuk sensasi bincang untuk
DO :  Mampu
yang mungkin mengalihkan rasa
a. Klien gelisah menunjukkan
b. Klien nampak terjaga pada dialami cemas
teknik mengontrol
malam hari sebelum dioperasi 4. Anjurkan keluarga 3. Klien memiliki
cemas
esok hari untuk tetap gambaran ketika
 Postur tubuh, berada diruang
bersama pasien
ekspresi, bahasa operasi dan tahu
5. Latih teknik
tubuh dan tingkat tindakan apa yang
relaksasi akan klien alami
aktivitas
menunjukkan 4. Keluarga adalah
sistem dukungan
cemas berkurang.
yang sangat
berpengaruh bagi
klien
5. Mengurangi
kecemasan secara
non farmakologis

51
CATATAN PERKEMBANGAN

HARI/
NO. DIAGNOSA JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
TANGGAL
1. Selasa, 14 Retensi urine 09.35 1. Mengidentifikasi penyebab S:
Desember berhubungan dengan retensi urine dengan hasil  Klien mengatakan
2021 peningkatan tekanan retensi urine disebabkan oleh sulit BAK jika tidak
Shift pagi uretra peningkatan tekanan uretra terpasang kateter
akibat urine yang sulit urine
dikeluarkan dan tidak lancar  Klien mengatakan
2. Memonitor intake dan output merasa nyeri pada
cairan dengan hasil kandung kemih
 Intake normal : 30 ml x 60
kg BB = 1800 ml/kg BB O:
Intake saat sakit 1200ml air +  Distensi kandung
500 cc cairan nacl = 1700 ml kemih tidak
Pasien memerlukan 100 ml nampak karena
intake cairan bila disesuaikan urine telah
dengan BB dikeluarkan
 Output normal : 25 ml x 60 melalui kateter
kg BB =1500ml/kg BB urine
09.45 Output saat sakit 1100 ml  Kateter belum
urine terlepas
Pasien perlu mengeluarkan  Klien belum dapat
09.48 400ml BAK tanpa kateter
 Balance cairan : intake = A:
output Masalah retensi urine
Saat sakit pengeluaran urine belum teratasi
kurang sebanyak 600 ml

52
09.50 3. Memasang kateter urine bila P : Lanjutkan intervensi
perlu dengan hasil klien telah 1. Monitor intake dan
terpasang kateter urine output cairan
4. Menjelaskan penyebab retensi 2. Anjurkan keluarga
urine dengan hasil keluarga mencatat output
dan klien paham bahwa urine
keluhannya diakibatkan oleh Klien dijadwalkan
pembesaran prostat operasi esok hari
5. Menganjurkan keluarga
mencatat output urine dengan
hasil keluarga bersedia
mencatat output urine

53
NO. HARI/ DIAGNOSA JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
TANGGAL
2. Rabu, 15 Nyeri akut berhubungan 14.35 1. Melakukan pengkajian nyeri S :
Desember dengan agen pencedera secara komphrehensif  Klien mengatakan
2021 fisik termasuk lokasi, merasa nyeri pada
Shift sore kandung kemih
karakteristik, dan durasi.
 Klien sulit tidur
Dengan hasil :
karena nyeri
Klien merasa nyeri di area
 Terasa nyeri pada
genetalia, klien meringis area kelamin
nyeri hilang timbul, skala  Klien mengatakan
14. 50 nyeri dirasakan 6. ingin mati saja
2. Mengidentifikasi respon karena tidak bisa
nyeri nonverbal dengan hasil: menahan nyeri
Klien meringis, gelisah, dan  Klien mengatakan
menyesal operasi
mengganti posisi dari tidur ke
O:
15.00 bangun.
 Klien meronta
3. Memberikan teknik  Klien berteriak
nonfarmakologis untuk kesakitan
mengurangi rasa nyeri  Skala nyeri 7
dengan hasil :  Keluarga
Klien diberi pengaturan menenangkan klien
15.45  Infus tercabut
posisi semi fowler
4. Mengajarkan teknik karena klien
nonfarmakologis untuk meronta
mengurangi rasa nyeri  TTV :
dengan hasil : TD : 140/90 mmHg
N : 90x/menit

54
Klien diajar teknik relaksasi S : 37°c
napas dalam dan distraksi R : 24x/menit
19.00 seperti mengobrol bersama A:
keluarga Masalah nyeri akut belum
5. Mengolaborasi pemberian teratasi
terapi analgetik dengan hasil:
Telah diberikan P : Lanjutkan intervensi
 Identifikasi lokasi,
Paracetamol drips/ 24 jam
karakteristik,
Spolling kateter urine manual durasi, frekuensi,
kulitas, intensitas
nyeri
 Identifikasi respons
nyeri non verbal
 Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Kolaborasi
pemberian therapy
analgetik

55
NO. HARI/ DIAGNOSA JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
TANGGAL
2. Rabu, 15 Nyeri akut berhubungan 21.35 1. Mengidentifikasi lokasi, S:
Desember dengan agen pencedera karakteristik, dan durasi nyeri  Klien mengatakan
2021 fisik Dengan hasil : merasa nyeri pada
Shift kandung kemih
Klien merasa nyeri di area
malam  Klien masih sulit
genetalia, klien meringis
tidur karena nyeri
nyeri hilang timbul, skala
 Masih terasa nyeri
nyeri dirasakan 7. pada area kelamin
21. 50
2. Mengidentifikasi respon O:
nyeri nonverbal dengan hasil:  Klien masih
Klien meringis, gelisah, dan meronta
mengganti posisi dari tidur ke  Klien masih
bangun. sesekali berteriak
22.00
3. Memberikan teknik  Skala nyeri 7
 Infus telah dipasang
nonfarmakologis untuk
kembali
mengurangi rasa nyeri  Keluarga
dengan hasil : menenangkan klien
Klien diberi pengaturan  Klien gelisah
22.45 posisi semi fowler  TTV :
4. Mengajarkan teknik TD : 130/80 mmHg
nonfarmakologis untuk N : 92x/menit
mengurangi rasa nyeri S : 36,6°c
dengan hasil : R : 22x/menit
Klien diajar teknik relaksasi A:
napas dalam dan distraksi Masalah nyeri akut belum
24.00 seperti mengobrol bersama teratasi

56
keluarga P : Lanjutkan intervensi
5. Mengolaborasi pemberian  Identifikasi lokasi,
terapi analgetik dengan hasil: karakteristik,
Telah diberikan durasi, frekuensi,
Paracetamol drips/ 24 jam kulitas, intensitas
nyeri
 Identifikasi respons
nyeri non verbal
 Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Kolaborasi
pemberian therapy
analgetik

57
NO. HARI/ DIAGNOSA JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
TANGGAL
2. Kamis, 16 Nyeri akut berhubungan 08.35 1. mengidentifikasi lokasi, S:
Desember dengan agen pencedera karakteristik, dan durasi nyeri  Klien mengatakan
2021 fisik Dengan hasil : merasa nyeri pada
Shift pagi kandung kemih
Klien merasa nyeri di area
 Klien masih sulit
genetalia, klien meringis
tidur karena nyeri
nyeri hilang timbul, skala
 Masih terasa nyeri
nyeri dirasakan 5 pada area kelamin
08. 50
2. Mengidentifikasi respon O:
nyeri nonverbal dengan hasil:  Klien tidak meronta
Klien meringis, gelisah, dan  Skala nyeri 4
mengganti posisi dari tidur ke  Klien Nampak
09.00 bangun. meringis
3. Memberikan teknik  Keluarga mengajak
klien mengobrol
nonfarmakologis untuk
 Klien gelisah
mengurangi rasa nyeri
 TTV :
dengan hasil : TD : 120/80 mmHg
Klien diberi pengaturan N : 93x/menit
09.45 posisi semi fowler S : 36°c
4. Mengajarkan teknik R : 22x/menit
nonfarmakologis untuk A:
mengurangi rasa nyeri Masalah nyeri akut belum
dengan hasil : teratasi
Klien diajar teknik relaksasi
napas dalam dan distraksi P : Lanjutkan intervensi
12.00 seperti mengobrol bersama  Identifikasi respons

58
keluarga nyeri non verbal
5. Mengolaborasi pemberian  Berikan teknik
terapi analgetik dengan hasil: nonfarmakologis
Telah diberikan untuk mengurangi
Paracetamol drips/ 24 jam rasa nyeri
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Kolaborasi
pemberian therapy
analgetik

59
NO. HARI/ DIAGNOSA JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
TANGGAL
2. Kamis, 16 Nyeri akut berhubungan 14.35 1. Mengidentifikasi respon S:
Desember dengan agen pencedera nyeri nonverbal dengan hasil:  Klien mengatakan
2021 fisik Klien meringis, gelisah, dan merasa nyeri pada
Shift siang kandung kemih
mengganti posisi dari tidur ke
 Klien masih sulit
bangun.
14. 50 tidur karena nyeri
2. Memberikan teknik
 Masih terasa nyeri
nonfarmakologis untuk pada area kelamin
mengurangi rasa nyeri O:
dengan hasil :  Klien tidak meronta
Klien diberi pengaturan  Skala nyeri 4
15.00 posisi semi fowler  Klien Nampak
3. Mengajarkan teknik meringis
nonfarmakologis untuk  Keluarga mengajak
mengurangi rasa nyeri klien mengobrol
dengan hasil :  Klien gelisah
Klien diajar teknik relaksasi  TTV :
napas dalam dan distraksi TD : 130/80 mmHg
seperti mengobrol bersama N : 85x/menit
19.00 keluarga S : 36,5°c
4. Mengolaborasi pemberian R : 24x/menit
terapi analgetik dengan hasil: A:
Telah diberikan Masalah nyeri akut belum
teratasi
Paracetamol drips/ 24 jam
P : Lanjutkan intervensi
 Identifikasi respons

60
nyeri non verbal
 Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Kolaborasi
pemberian therapy
analgetik

61
NO. HARI/ DIAGNOSA JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
TANGGAL
2. Kamis, 16 Nyeri akut berhubungan 21.35 1. Mengidentifikasi respon S:
Desember dengan agen pencedera nyeri nonverbal dengan hasil:  Klien mengatakan
2021 fisik Klien meringis, gelisah, dan merasa nyeri pada
Shift kandung kemih
mengganti posisi dari tidur ke
malam  Klien masih sulit
bangun.
21. 50 tidur karena nyeri
2. Memberikan teknik
 Masih terasa nyeri
nonfarmakologis untuk pada area kelamin
mengurangi rasa nyeri O:
dengan hasil :  Klien tidak meronta
Klien diberi pengaturan  Skala nyeri 4
22.00 posisi semi fowler  Klien Nampak
3. Mengajarkan teknik meringis
nonfarmakologis untuk  Keluarga mengajak
mengurangi rasa nyeri klien mengobrol
dengan hasil :  Klien gelisah
Klien diajar teknik relaksasi  TTV :
napas dalam dan distraksi TD : 120/80 mmHg
seperti mengobrol bersama N : 88x/menit
24.00 keluarga S : 36°c
4. Mengolaborasi pemberian R : 22x/menit
terapi analgetik dengan hasil: A:
Telah diberikan Masalah nyeri akut belum
teratasi
Paracetamol drips/ 24 jam
P : Lanjutkan intervensi
 Identifikasi respons

62
nyeri non verbal
 Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Kolaborasi
pemberian therapy
analgetik

63
NO. HARI/ DIAGNOSA JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
TANGGAL
2. Jumat, 17 Nyeri akut berhubungan 14.20 1. Mengidentifikasi respon S :
Desember dengan agen pencedera nyeri nonverbal dengan hasil:  Klien mengatakan
2021 fisik Meringis berkurang, gelisah nyeri mulai
Shift siang berkurang
berkurang, dan mengganti
 Klien masih sulit
posisi dari tidur ke bangun.
14.25 tidur karena nyeri
2. Memberikan teknik
 Klien mengatakan
nonfarmakologis untuk sudah lebih baik
mengurangi rasa nyeri dari kemarin
dengan hasil :  Nyeri masih hilang
Klien diberi pengaturan timbul
posisi semi fowler O:
15.00
3. Mengajarkan teknik  Klien tidak meronta
nonfarmakologis untuk  Skala nyeri 3
mengurangi rasa nyeri  Meringis berkurang
dengan hasil :  Gelisah berkurang
Klien diajar teknik relaksasi  Keluarga selalu
napas dalam dan distraksi mengajak klien
seperti mengobrol bersama mengobrol
19.00 keluarga  TTV :
4. Mengolaborasi pemberian TD : 120/80 mmHg
terapi analgetik dengan hasil: N : 90x/menit
Telah diberikan S : 36°c
Paracetamol drips/ 24 jam R : 22x/menit
A:
Masalah nyeri akut belum
teratasi

64
P : Lanjutkan intervensi
 Identifikasi respons
nyeri non verbal
 Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Kolaborasi
pemberian therapy
analgetik

65
NO. HARI/ DIAGNOSA JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
TANGGAL
2. Jumat, 17 Nyeri akut berhubungan 21.35 1. Mengidentifikasi respon S :
Desember dengan agen pencedera nyeri nonverbal dengan hasil:  Klien mengatakan
2021 fisik Meringis berkurang, gelisah nyeri mulai
Shift berkurang
berkurang, dan mengganti
malam  Klien masih sulit
posisi dari tidur ke bangun.
21. 50 tidur karena nyeri
2. Memberikan teknik
 Klien mengatakan
nonfarmakologis untuk sudah lebih baik
mengurangi rasa nyeri dari kemarin
dengan hasil :  Nyeri masih hilang
Klien diberi pengaturan timbul
posisi semi fowler O:
22.00
3. Mengajarkan teknik  Klien tidak meronta
nonfarmakologis untuk  Skala nyeri 3
mengurangi rasa nyeri  Meringis berkurang
dengan hasil :  Gelisah berkurang
Klien diajar teknik relaksasi  Keluarga selalu
napas dalam dan distraksi mengajak klien
seperti mengobrol bersama mengobrol
24.00 keluarga  TTV :
4. Mengolaborasi pemberian TD : 130/80 mmHg
terapi analgetik dengan hasil: N : 90x/menit
Telah diberikan S : 36°c
Paracetamol drips/ 24 jam R : 24x/menit
A:
Masalah nyeri akut belum
teratasi

66
P : Lanjutkan intervensi
 Identifikasi respons
nyeri non verbal
 Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Kolaborasi
pemberian therapy
analgetik

67
NO. HARI/ DIAGNOSA JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
TANGGAL
3. Selasa, 14 Ansietas berhubungan 08.00 1. Mengidentifikasi kemampuan S:
Desember dengan kurang terpapar mengambil keputusan dengan  Klien mengatakan
2021 informasi hasil keputusan selalu klien ingin istrinya ikut
Shift pagi dalam ruang
diskusikan bersama keluarga
08.10 2. Menemani pasien untuk operasi.
mengurangi kecemasan, jika O:
memungkinkan dengan hasil  Klien nampak
klien lebih nyaman ditemani selalu memegangi
tangan istri
istrinya
08.15  Klien melakukan
3. Menjelaskan prosedur
teknik napas dalam
termasuk sensasi yang
mungkin dialami dengan hasil
klien dijelaskan bahwa A:
nantinya klien akan menjalani Masalah ansietas belum
teratasi
tindakan pembiusan sehingga
tidak merasakan sakit selama P : Lanjutkan intervensi
prosedur operasi dan keluarga 1. Anjurkan keluarga
diperkenankan menunggu di untuk tetap bersama
luar ruang operasi hingga pasien
08.17
operasi selesai 2. Latih teknik
4. Menganjurkan keluarga untuk relaksasi
tetap bersama pasien dengan
08.20 hasil keluarga secara
bergantian menemani klien

68
5. Melatih teknik relaksasi
dengan hasil klien dilatih
teknik relaksasi napas dalam

69
BAB IV

PEMBAHASAN

Masalah Keperawatan yang pertama adalah retensi urin. Pada kasus Tn.A

diperoleh hasil Tn. A merasakan nyeri pada area kandung kemih dikarenakan tidak

bisa buang air kecil, Tn.A datang kerumah sakit dengan keluhan nyeri karena tidak

bisa BAK dan sulit saat BAK bila tidak menggunakan kateter urine, klien dan

keluarga tahu bahwa klien akan dioperasi terkait masalah prostat yang membesar.

Tn. A menyadari bahwa ia mengalami pembesaran kandung kemih, atau prostat.

Membuat Tn. A harus memsang kateter sendiri sejak ±2 bulan yang lalu. Klien

berobat jalan, hingga dokter memutuskan untuk melakukan operasi untuk pembesaran

prostat Tn. A dikarenakan keadaanya yang mulai memburuk. tn.a memiliki riwayat

stroke, yang membuat tubuh bagian kirinya lumpuh dan sulit untuk digerakkan.

Benign prostatic hyperplasia (BPH) atau hiperplasia prostat jinak didefinisikan

sebagai proliferasi sel stroma prostat yang menyebabkan kelenjar prostat membesar.

Prostat yang membesar menyebabkan penekanan pada uretra pars prostat dan

mengganggu aliran urin dari kandung kemih. Resistensi aliran urin dapat

menyebabkan gejala-gejala seperti sering berkemih, urgensi, berkemih pada malam

hari, berkemih terputus-putus, pancaran urin melemah, dan menunggu lama untuk

berkemih. Prevalensi BPH dan LUTS meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

Androgen, estrogen, interaksi stroma-epitelial, faktor pertumbuhan (GF) dan

neurotransmitter kemungkinan memiliki peranan pada BPH baik secara terpisah

maupun kombinasi. Diagnosis BPH diperoleh bardasarkan riwayat medis pasien,

70
antara lain dengan menggunakan International prostate symptom score (IPPS) dan

pemeriksaan prostat yaitu dengan digital rectal examination (DRE). Pemeriksaan

PSA dapat digunakan sebagai penanda BPH di mana kadar PSA dalam darah

meningkat apabila terjadi pembesaran prostat. Pemeriksaan tambahan untuk BPH

antara lain uroflowmetri, PVR urin, sistouretroskopi, pemeriksaan radiologi dan

biopsi prostat. Penatalaksanaan untuk BPH terdiri dari menunggu dan memperhatikan

untuk pasien dengan gejala LUTS ringan, pengobatan farmakologi dan pembedahan.

(Harun Haerani, 2019).

Gambar 1.1 Perbedaan prostat normal dan pembesaran prostat

71
Prostat merupakan kelenjar asesorius seksual pria yang secara anatomis

berlokasi pada dasar pelvis, mengelilingi leher kandung kemih dan uretra. Parenkim

prostat terbagi menjadi beberapa bagian yaitu zona perifer (PZ) membentuk 70%

prostat, zona sentral (CZ) membentuk 25% prostat, zona transisional (TZ) dan zona

fibromuskular anterior (AFS). Zona transisional berkembang seiring waktu, zona ini

merupakan tempat bermulanya pembesaran prostat jinak. Fungsi utama kelenjar

prostat adalah tempat penyimpanan cairan seminal dan membantu proses ejakulasi.

Otot polos prostat membantu pengeluaran semen pada saat ejakulasi. Kandungan

sekresi prostat yaitu prostate spesific antigen (PSA), sitrat, seng, spermine dan

kolesterol. Dua puluh lima persen cairan seminal merupakan cairan alkalis yang

diproduksi oleh prostat sehingga sperma menjadi motil dan dapat bertahan hidup pada

kondisi vagina yang asam (Harun Haerani, 2019).

Usia pasien dan faktor genetik memainkan peranan penting pada etiologi BPH

dan LUTS tetapi penelitian terhadap populasi menunjukkan adanya faktor risiko lain

yang kemungkinan berperan pada patogenesis BPH dan LUTS. Faktor risiko tersebut

antara lain kadar dihydrotestosteron (DHT), obesitas, diet, aktivitas fisik dan

inflamasi (Harun Haerani, 2019).

Etiologi molekuler BPH secara pasti masih belum jelas. Benign prostatic

hyperplasia secara histologis ditandai dengan peningkatan jumlah sel epitelial dan

stroma pada daerah periuretral. Peningkatan jumlah sel mungkin disebabkan oleh

proliferasi sel epitelial dan stroma atau terganggunya program kematian sel. Jumlah

72
sel dan volume pada suatu organ bergantung pada keseimbangan proliferasi sel dan

kematian sel. Peran androgen dan GF pada BPH masih dipertanyakan meskipun

keduanya menstimulasi proliferasi sel pada model. Androgen, estrogen, interaksi

stromaepitelial, faktor pertumbuhan (GF) dan neurotransmitter kemungkinan

memiliki peranan pada BPH baik secara terpisah maupun kombinasi (Harun Haerani,

2019).

Hiperplasia prostat menyebabkan resistensi uretra sehingga terjadi kompensasi

pada fungsi kandung kemih. Obstruksi tersebut mengganggu fungsi otot detrusor,

ditambah dengan pengaruh usia terhadap fungsi kandung kemih dan sistem saraf

menyebabkan gejala BPH yaitu sering berkemih, tidak dapat menahan berkemih, dan

berkemih pada malam hari (Harun Haerani, 2019).

Berdasarkan penilitian melvia ivanka tahun 2020, Dapat disimpulkan bahwa

setiap pasien pre operasi dengan bengna prostat hyperplasia memiliki respon yang

berbeda terhadap masalah. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi kesehatan dan

kemampuan pasien dalam menghadapi suatu masalah. Sehingga diharapkan perawat

harus melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif untuk menangani masalah

keperawatan pada setiap pasien dan meningkatkan keterampilan dalam melaksanakan

asuhan keperawatan khususnya pada pasien pre operasi beniga prostat hiperplasia.

Masalah keperawatan kedua adalah nyeri akut berhubungan dengan agen

pencedera fisik. Tn.A yang menderita BPH merasakan nyeri pada area genetalia

karena prostat yang diderita, pasca operasi Tn. A masih merasakan nyeri karena

pengaruh obat bius telah hilang, pengaruh obat bius yang telah hilang menyebabkan

73
nyeri dengan skala 7 yang dirasakan oleh Tn. A. membuat Tn. A gelisah dan merasa

cemas dengan keadaanya, membuat Tn. A lebih banyak bergerak yang membuat

infusnya beberapa kali terlepas, dan membuat kateternya harus beberapa kali

dilakukan spooling manual.

Nyeri adalah pengalaman sensor dan emosional yang tidak menyenangkani yang

berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan

dalam ragam yang menyangkut kerusakan Atau sesuatu yang digambarkan dengan

terjadinya kerusakan Zakiyah (2015). Dalam buku SDKI Edisi 1 diagnosa nyeri akut

adalah diagnosa yang salah satu penyebab nya adalah agen pencederaan fisik

misalnya abses, amputasi,terbakar, terpotong,mengangkat berat, prosedur operasi,

trauma, latihan fisik berlebihan. Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional

yang tidak menyenangkan, nyeri ini timbul secara mendadak dan cepat menghilang

umumnya nyeri ini berlangsung tidak lebih dari 6 bulan, nyeri akut ditandai dengan

peningkatan tegangan otot dan kecemasan (Lyndon, 2013).

Penatalaksanaan nyeri dilaksanakan dengan dua cara yaitu secara farmakologis

dan non farmakologis. Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis dilakukan secara

berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam pemberian analgetik. Sedangkan

tindakan non farmakologis yaitu salah satunya adalah dengan memberikan terapi

relaksasi dan distraksi.

Menurut penelitian Aini,L dan Reskita,R (2018) Pengaruh Teknik Relaksasi

Nafas Dalam terhadap Penurunan Nyeri pada Pasien Fraktur diperoleh hasil tindakan

teknik relaksasi nafas dalam yang dilakukan sesuai dengan aturan dapat menurunkan

74
intensitas nyeri pada pasien fraktur.

Menurut Sehono (2010) terapi nyeri non farmakologi seperti teknik relaksasi

nafas dalam mempunyai resiko yang sangat rendah. Penanganan nyeri dengan

melakukan teknik relaksasi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk

mengurangi nyeri. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi nafas

dalam sangat efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi.

Masalah keperawatan ketiga adalah Ansietas berhubungan dengan kurang

terpapar informsi. Pada kasus Tn.A ansietas muncul saat Tn. A akan menjalani

prosedur operasi, ansietas muncul dikarenakan Tn. A khawatir dan gelisah sebelum

memasuki ruang operasi, Tn. A bertanya apakah nantinya dirinya akan merasakan

sakit saat prosedur operasi dilakukan dan telah dijelaskan bahwa Tn. A akan

menjalani tindakan pembiusan sehingga tidak merasakan sakit saat prosedur operasi

dilakukan. Tn. A bertanya apakah istrinya boleh ikut dalam ruamg operasi dan telah

dijelaskan bahwa keluarga diperkenankan menunggu diluar ruang operasi hingga

prosedur operasi selesai dilakukan.

Kecemasan preoperatif umum terjadi dan prevalensi kecemasan preoperatif yang

dilaporkan di antara pasien yang menjalani berbagai jenis operasi dan tindakan

anastesinya. Kecemasan sendiri dapat diartikan sebagai perasaan tidak nyaman, yang

dapat menimbulkan gejala perilaku, emosional, kognitif, dan fisik. Masa preoperatif

merupakan salah satu peristiwa yang mengkhawatirkan bagi kebanyakan pasien yang

akan menjalani prosedur bedah. Atas dasar berikut maka peneliti tertarik untuk

melihat bagaimana kejadian tingkat kecemasan preoperatif pada pasien yang akan

75
menjalani tindakan anastesi pada operasi elektif atau emergensi (Vallen tamara,

2020).

Kecemasan sendiri dapat diartikan sebagai perasaan tidak nyaman, khawatir,

takut dan tegang. Hal ini adalah respons fisiologis terhadap rangsangan eksternal atau

internal yang dapat menimbulkan gejala perilaku, emosional, kognitif, dan fisik.

Masa preoperatif merupakan salah satu peristiwa yang mengkhawatirkan bagi

kebanyakan pasien yang akan menjalani prosedur bedah. Hal ini sering memicu

respons emosional, kognitif, dan fisiologis. Tujuan utama penanganan pasien

preoperatif adalah untuk menciptakan lingkungan dan kualitas hidup yang lebih baik

dari pasien sebelum, selama dan setelah operasi (vallen tamara, 2020).

Sebagian besar pasien dalam fase preoperatif mengalami kecemasan dan

biasanya dianggap sebagai respons pasien yang biasa. Kecemasan preoperatif

memiliki sejumlah konsekuensi paska operasi pada pasien, dan salah satu komplikasi

tersebut adalah nyeri.9 Nyeri merupakan keluhan umum pasien pasca operasi yang

sebagian besar terjadi karena kecemasan preoperatif yang muncul sebagai faktor yang

umum. Kecemasan preoperatif diketahui menyebabkan sejumlah masalah seperti

mual, muntah, gangguan kardiovaskular seperti takikardia dan hipertensi, dan

meningkatkan risiko infeksi (Almon, P, 2018).

Menurut Leslie et al. 2012 pasien yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi

bisa mengurangi tingkat kecemasan preoperatif. Tingkat kecemasan cenderung tinggi

pada saat pertemuan pertama pada saat pasien di beritahukan diagnosanya dan

kebutuhan untuk operasi. pasien yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi

76
cenderung untuk bertanya ke pada teman, mencari di buku atau mencari di internet

pada setelah pertemuan pertama, sedangkan untuk Pendidikan menengah mereka

mengandalkan internet dan edukasi dari pertemuan ke dua. Terlepas dari informasi

yang di cari oleh pasien secara indifidu, edukasi dan konsultasi memiliki peran yang

sangat besar terhadap tingkat kecemasan pasien. Kemampuan komunikasi dokter

untuk berkomunikasi dan menjawab pertanyaan dari pasien sangat berpengaruh.

77
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan diatas tentang asuhan keperawatan pada

Tn. A dengan Kasus BPH Di Ruangan Teratai Kelas III Laki – Laki RSUD

UNDATA Palu dapat disimpulkan setelah dilakukan asuhan keperawatan :

a. Masalah Keperawatan yang pertama adalah retensi urine. Pada kasus Tn.

A diperoleh hasil Tn. A mengatakan nyeri karena tidak bisa BAK, Tn.A

sulit BAK bila tidak menggunakan kateter, Tn.A terpasang kateter urine

sejak ± 2 bulan,, Tn. A merasa sensasi penuh pada kandung kemih.

b. Masalah keperawatan kedua adalah nyeri akut. Tn.A mengeluh karena

terpasang kateter pada daerah genitalia, Tn.A mengeluh nyeri pada area

kelamin, Tn.A pasca operasi selalu berteriak dan meronta kesakitan pada

area kelamin dan kandung kemih.

c. Masalah keperawatan ketiga adalah ansietas. Tn.A Tn. A bertanya apakah

nantinya dirinya akan merasakan sakit saat prosedur operasi dilakukan

dan telah dijelaskan bahwa Tn. A akan menjalani tindakan pembiusan

sehingga tidak merasakan sakit saat prosedur operasi dilakukan. Tn. A

bertanya apakah istrinya boleh ikut dalam ruamg operasi dan telah

dijelaskan bahwa keluarga diperkenankan menunggu diluar ruang operasi

hingga prosedur operasi selesai dilakukan.

78
B. SARAN

Tindakan perawatan intake dan output cairan pada pasien BPH sangatlah

penting dilakukan secara rutin sebagai langkah pencegahan retensi urine

terhadap pembesaran kelenjar prostat serta tidak menghambat aliran urine.

Terus memberikan motivasi yang positif dapat meningkatkan rasa percaya diri

pasien sehingga pasien menerima kondisi sakitnya.

79
DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Keperawatan BPH: style sheet: https: //askepnursing.wordpress.com/2012


Doengoes E. Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta: EGC

Aini, L.,Reskita,R. (2018). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap


Penurunan Nyeri pada Pasien Fraktur. Jurnal Kesehatan. Volume 9, Nomor 2,
Agustus 2018. ISSN 2086-7751 (Print), ISSN 2548-5695 (Online)
http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK

Haerani, Harun. 2019. Aspek Laboratorium Benign Prostatic Hyperplasia. : Jurnal


Ilmiah Kedokteran Universitas Tadulako.

IAUI (Ikatan Ahli Urologi Indonesia). 2003. Pedoman Penatalaksanaan BPH di


Indonesia. Style sheet: www. Iaui.or.id/ast/file/bph.pdf

Lyndon. (2013). Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang: Binapura Aksara.

Sehono, Endrayani. 2010. Pengaruh Teknik Relaksasi Guided Imagery terhadap


Penurunan Nyeri pada Pasien Pasca Operasi Fraktur di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. [Skripsi]. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu

Taylor. M. C dan Ralph, S. S. 2010. Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana


Asuhan Edisi 10. Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI

80
Universitas Indonesia. 2009. Laporan Pendahuluan BPH, style sheet:
www.academia.edo/12903496

Zakiyah, Ana. (2015). Nyeri: Konsep dan Penatalaksanaan dalam Praktik


Keperawatan berbasis Bukti. Jakarta: EGC.

81

Anda mungkin juga menyukai