Disusun Oleh:
Nova Heradianti- 1514621066
Zahrah Salindri Prasvita - 1514621047
Marsha Shakilla Maida- 1514621044
Dosen Pengampu:
Dr. Sujarwo, S.Pd., M.Pd.
2021
1
KATA PENGATAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila Bapak Dr.Sujarwo, S.Pd., M.Pd.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
bermanfaat bagi pembaca.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada umumnya di dunia ini terdapat berbagai macam dasar negara yang menyokong
negara itu sendiri agar tetap berdiri kokoh, teguh, serta agar tidak terombang ambing oleh
persoalan yang muncul pada masa kini. Pada hakikatnya ideologi merupakan hasil refleksi
manusia berkat kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Maka
terdapat sesuatu yang bersifat dialektis antara ideologi dengan masyarat negara. Di suatu pihak
membuat ideologi semakin realistis dan pihak yang lain mendorong masyarakat mendekati
bentuk yang ideal. Idologi mencerminkan cara berpikir masyarakat, bangsa maupun negara,
namun juga membentuk masyarakat menuju cita-citanya. Indonesia pun tak terlepas dari hal
itu, dimana Indonesia memiliki dasar negara yang sering kita sebut Pancasila.
Pancasila sebagai ideologi menguraikan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara dan
karakteristik Pancasila sebagai ideologi negara. Sejarah indonesia menunjukan bahwa
Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa
Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan yang layak dan lebih baik, untuk
mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Pancasila merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, karena dalam masingmasing
sila tidak bisa di tukar tempat atau dipindah. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila merupakan
pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia. Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan
ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan UndangUndang Dasar
1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran,
kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang v mampu
memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia. Mempelajari Pancasila lebih dalam
menjadikan kita sadar sebagai bangsa Indonesia yang memiliki jati diri dan harus diwijudkan
dalam pergaulan hidup sehari-hari untuk menunjukkan identitas bangsa yang lebih bermatabat
dan berbudaya tinggi. Melalui makalah ini diharapkan dapat membantu kita dalam berpikir
lebih kritis mengenai arti Pancasila
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Pancasila dan Filsafat.
2. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari Pancasila sebagai suatu filsafat.
4
3. Untuk mengetahui objek dari filsafat Pancasila
4. Untuk mengetahui dan memahami Pancasila melalui pendekatan dasar Ontologis,
Epistemologis, serta Aksikologis.
5. Untuk mengetahui hakekat dari Pancasila.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Filsafat merupakan padanan kata falsafah (Arab) dan philosophy (Inggris) yang berasal
dari bahasa Yunani (philosophia). Filsafat juga bisa diartikan sebagai suatu proses kritik atau
pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat dijunjung tinggi.
Pancasila adalah sistem dasar dan fundamental yang melandasi semua kebijakan
pemerintah, Ketika suatu sistem bersifat mendasar dan fundamental, maka sistem tersebut
dapat dinamakan sebagai sistem filsafat.
Noor Bakri menjelaskan bahwa Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan hasil
pemikiran mendalam para pemimpin bangsa Indonesia. Hasil musyawarah itu semula untuk
merumuskan dasar negara merdeka. Selain itu, hasil refleksi ini adalah sistem filsafat karena
memenuhi karakteristik pemikiran filsafat. Beberapa ciri pemikiran filsafat adalah: (Satu).
Sebuah sistem filsafat harus konsisten. Artinya, mereka harus konsisten satu sama lain dan
tidak mengandung pernyataan yang bertentangan. Pancasila merupakan sistem filsafat yang
bagian-bagiannya berbeda-beda, tetapi tidak saling bertentangan bahkan saling melengkapi
satu sama lain dan antar bagian memiliki fungsi dan tempatnya sendiri. (2). Suatu sistem
filsafat harus bersifat komprehensif, artinya harus mencakup semua objek dan gejala yang
terlibat dalam kehidupan manusia. Pancasila merupakan model yang dapat beradaptasi dengan
dinamika seluruh kehidupan dan masyarakat Indonesia sebagai falsafah hidup nasional. (3).
Sebuah sistem filsafat harus fundamental. Dengan kata lain, untuk menemukan aspek yang
sangat mendasar, harus ada bentuk refleksi mendalam yang menembus esensi absolut masalah.
Pancasila sebagai sistem filsafat dirumuskan atas dasar inti mutlak kehidupan manusia dalam
kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, dalam hubungannya dengan diri sendiri, dengan
sesama dan dengan Tuhan. (4). Sistem filsafat bersifat spekulatif, artinya buah pikiran
merupakan hasil perenungan sebagai asumsi, yang memikirkan tentang apa saja, serta titik
tolak yang menjadi pola dasar berdasarkan penalaran yang logis. ... Pancasila adalah dasar dari
negara dan merupakan hasil refleksi oleh politisi sebagai model dasar,di antaranya divalidasi
6
melalui diskusi dan dialog panjang di BPUPKI sesi sebelum pengesahan PPKI (Bakry, 1994)
: 1315).
Urgensi Pancasila sebagai sistem filsafat, atau disebut Filsafat Pancasila, mengacu pada
refleksi filosofis Pancasila sebagai dasar negara. Sastrapratija menjelaskan makna filosofi
Pancasila sebagai berikut: Revisi filosofis Pancasila sebagai dasar negara menyangkut
beberapa aspek. Pertama, untuk memastikan bahwa tanggung jawab yang wajar dan mendasar
diberikan kepada Sila dari Pancasila sebagai prinsip politik. Kedua, harus disempurnakan agar
dapat dioperasikan bidang yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat bernegara. Ketiga,
agar dapat membuka dialog dengan berbagai perspektif baru dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Keempat, agar dapat menjadi kerangka evaluasi terhadap segala kegiatan yang
bersangkut paut dengan kehidupan bernegara,berbangsa, dan bermasyarakat, serta memberikan
perspektif pemecahan terhadap permasalahan nasional (Sastrapratedja, 2001: 3).
Pertanggungjawaban rasional, penjabaran operasional, ruang dialog, dan kerangka evaluasi
7
merupakan beberapa aspek yang diperlukan bagi pengolahan filosofis Pancasila, meskipun
masih ada beberapa aspek lagi yang masih dapat dipertimbangkan.
Landasan ontologis Pancasila artinya sebuah pemikiran filosofis atas hakikat dan raison
d’etre sila-sila Pancasila sebagai dasar filosofis negara Indonesia. Oleh karena itu, pemahaman
atas hakikat sila-sila Pancasila itu diperlukan sebagai bentuk pengakuan atas modus eksistensi
bangsa Indonesia.
Landasan aksiologis Pancasila artinya nilai atau kualitas yang terkandung dalam sila-
sila Pancasila. Sila pertama mengandung kualitas monoteis, spiritual, kekudusan, dan sakral.
Sila kemanusiaan mengandung nilai martabat, harga diri, kebebasan, dan tanggung jawab. Sila
persatuan mengandung nilai solidaritas dan kesetiakawanan. Sila keempat mengandung nilai
demokrasi, musyawarah, mufakat, dan berjiwa besar. Sila keadilan mengandung nilai
kepedulian dan gotong royong.
8
2.3 Sumber Historis, Sosiologis, Politis Tentang Pancasila Sebagai Sistem
Filsafat
1. Sumber historis Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pada tanggal 12 Agustus 1928, Soekarno menulis, Indonesia menganut Nasionalisme yang
menggunakan manusia sebagai alat Tuhan dan manusia hidup sebagai roh.
Dalam perkembangannya, bangsa Indonesia sendiri telah dipengaruhi oleh berbagai agama
selama ribuan tahun terakhir. Dengan kata lain, abad ke-14 dipengaruhi oleh agama Hindu-
Budha, abad ke-7 dipengaruhi oleh Islam, dan abad ke-4 dipengaruhi oleh agama Kristen. Hal
ini dapat dibuktikan dengan berlanjutnya sistem peribadatan dari berbagai keyakinan dalam
agama yang berbeda. Dalam kehidupan Indonesia, agama memainkan peran sentral dalam
mendefinisikan pranata sosial.
Karakter bangsa Indonesia dikatakan oleh Sukarno Dalam hal internasionalism atau
kemanusiaan. Menurut historis warga negara Indonesia, sila kemanusiaan yang adil dan
beradab memiliki akar yang kuat dan dalam dalam sejarah nasional Indonesia, Indonesia
merdeka menghadirkan negara yang berwawasan global dengan kearifan lokal.
Kebangsaan Indonesia merefleksikan suatu kesatuan dalam keragaman serta kebaruan dan
kesilaman. Indonesia adalah bangsa majemuk paripurna yang menakjubkan karena
kemajemukan sosial, kultural, dan teritorial dapat menyatu dalam suatu komunitas politik
kebangsaan Indonesia.
Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat
memang merupakan fenomena baru di Indonesia, yang muncul sebagai formasi negara
republik Indonesia merdeka.
9
Masyarakat adil dan makmur adalah impian kebahagian yang telah berkobar ratusan tahun
lamanya dalam dada keyakinan bangsa Indonesia. Impian kebahagian itu terpahat dalam
ungkapan “Gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja”. Demi impian masyarakat yang
adil dan makmur itu, para pejuang bangsa telah mengorbankan dirinya untuk mewujudkan cita-
cita tersebut.
10
2.4 Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Sistem
Filsafat
Dinamika Pancasila sebagai Sistem Filsafat Pancasila sebagai sistem filsafat
mengalami dinamika sebagai berikut. Pada era pemerintahan Soekarno, Pancasila sebagai
sistem filsafat dikenal dengan istilah “Philosofische Grondslag”. Gagasan tersebut merupakan
perenungan filosofis Soekarno atas rencananya berdirinya negara Indonesia merdeka. Ide
tersebut dimaksudkan sebagai dasar kerohanian bagi penyelenggaraan kehidupan bernegara.
Ide tersebut ternyata mendapat sambutan yang positif dari berbagai kalangan, terutama dalam
sidang BPUPKI pertama, persisnya pada 1 Juni 1945. Namun, ide tentang Philosofische
Grondslag belum diuraikan secara rinci, lebih merupakan adagium politik untuk menarik
perhatian anggota sidang, dan bersifat teoritis. Pada masa itu, Soekarno lebih menekankan
bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diangkat dari akulturasi budaya bangsa
Indonesia. Pada era Soeharto, kedudukan Pancasila sebagai sistem filsafat berkembang ke arah
yang lebih praktis (dalam hal ini istilah yang lebih tepat adalah weltanschauung). Artinya,
filsafat Pancasila tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tetapi juga
digunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari. Atas dasar inilah, Soeharto mengembangkan
sistem filsafat Pancasila menjadi penataran P-4. Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem
filsafat kurang terdengar resonansinya. Namun, Pancasila sebagai sistem filsafat bergema
dalam wacana akademik, termasuk kritik dan renungan yang dilontarkan oleh Habibie dalam
pidato 1 Juni 2011. Habibie menyatakan bahwa: “Pancasila seolah-olah tenggelam dalam
pusaran sejarah masa lalu yang tidak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika
reformasi. Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa Indonesia. Pancasila semakin
jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan,
kebangsaan maupun kemasyarakatan. Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi
justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan
demokrasi dan kebebasan berpolitik”(Habibie, 2011: 1--2)
11
berlebihan sehingga dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti monopoli, gaya
hidup konsumerisme, dan lain-lain.
Hakikat (esensi) Pancasila sebagai sistem filsafat terdiri dari pernyataan-pernyataan berikut :
Pertama: Hakikat perintah Tuhan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa
Tuhan adalah prinsip dasar kehidupan seluruh makhluk hidup. Di satu sisi, berarti
bahwa semua makhluk hidup, termasuk warga negara, harus menyadari
(kebebasan,kemandirian) bahwa mereka adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang
bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Dengan kata lain, kebebasan selalu
dikaitkan dengan tanggung jawab, dan tanggung jawab tertinggi terletak di hadapan
Sang Pencipta.
Kedua: hakikat sila kemanusiaan adalah manusia monopluralis, yang terdiri atas 3
monodualis, yaitu susunan (jiwa, raga), sifat (makhluk individu, makhluk sosial),
kedudukan kodrat (makhluk pribadi yang otonom dan makhluk Tuhan) (Notonagoro).
Ketiga, esensi asas unifikasi berkaitan dengan semangat nasionalisme. Cinta tanah air
diwujudkan dalam bentuk cinta tanah air, dan terbagi menjadi 3 jenis: negara asal,
negara formal, dan Negara mental. Negara asal di mana orang secara fisik mengalami,
dilahirkan, tumbuh, bersukacita dan berduka. Tanah air resmi adalah negara bangsa
yang berundang-undang dasar, yang membuat undang-undang, menggariskan hukum
dan peraturan, menata, mengatur dan memberikan hak serta kewajiban, mengesahkan
atau membatalkan, memberikan perlindungan, dan menghukum, memberikan paspor
atau surat pengenal lainnya. Tanah air mental bukan bersifat territorial melainkan
Imajinasi yang dibentuk dan didukung oleh ideologi atau gagasan penting, bukan
wilayah, karena mental tanah air tidak dibatasi oleh ruang dan waktu (Daoed Joesoef,
1987: 1820).
Keempat, esensi sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah. itu berarti,
keputusan yang diambil lebih didasarkan atas semangat musyawarah untuk mufakat,
bukan membenarkan begitu saja pendapat mayoritas tanpa peduli pendapat minoritas.
Kelima, esensi asas keadilan tampak dalam tiga aspek: keadilan distributif, keadilan
hukum, dan keadilan komutatif. Keadilan distributif adalah keadilan yang dibagi oleh
12
negara kepada warganya. Keadilan hukum disebut sebagai definisi kewajiban atau
ketaatan warga negara kepada negara. Pengertian komutatif adalah pengertian antara
sesama warga negara (Notonagoro pada Kaelan, 2013: 402).
Poin-poin yang sangat penting bagi Pancasila untuk dikembangkan menjadi sistem
filsafat adalah: Pertama, meletakkan Pancasila sebagai sistem filsafat dapat memulihkan harga
diri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dalam politik, yuridis, dan juga merdeka
dalam mengemukakan ide-ide pemikirannya untuk kemajuan bangsa, baik secara materiil
maupun spiritual. Kedua, Pancasila sebagai sistem filsafat dapat mengatasi berbagai ideologi
dunia dengan membangun ranah pemikiran berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia
sendiri. Ketiga, sebagai sistem filsafat, Pancasila dapat dijadikan landasan untuk menghadapi
tantangan globalisasi yang dapat menggerogoti semangat nasionalisme dan menggerogoti
landasan ekonomi yang fokus pada kesejahteraan rakyat banyak. Keempat, Pancasila sebagai
sistem filsafat dapat menjadi pedoman hidup dan cara berpikir masyarakat Indonesia untuk
menjaga keseimbangan dan konsistensi antara tindakan dan pikiran. Bahaya yang dihadapi
masyarakat modern saat ini terletak pada ketidakseimbangan perilaku dan pemikiran, yang
menyebabkan kerusakan lingkungan dan psikologis negara.
13
Bab III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pancasila sebagai sistem filosofis dengan makna yang lebih ilmiah membutuhkan
pembahasan yang lebih dalam. Filsafat Pancasila adalah istilah yang muncul di dunia
akademis. Ada dua pendekatan yang berkembang sejalan dengan filsafat Pancasila. Artinya,
genetivus objectivus dan Pancasila sebagai genetivus subjectivus. Kedua pendekatan tersebut
saling melengkapi, karena pendekatan pertama mengklasifikasikan Pancasila sebagai aliran
atau objek yang dikaji oleh aliran-aliran filsafat lainnya, sedangkan yang kedua meletakkan
Pancasila sebagai subjek yang mengkaji aliran-aliran filsafat lainnya. Pentingnya Pancasila
sebagai sistem filsafat adalah dapat memberikan akuntabilitas yang rasional dan mendasar
dalam kaitannya dengan Pancasila sebagai prinsip politik. Hal ini dapat dijelaskan lebih rinci
untuk digunakan dalam administrasi negara. Mampu membuka dialog dengan perspektif baru
yang berbeda dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Dan dapat menjadi kerangka
untuk menilai semua kegiatan yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa, berbangsa dan
bermasyarakat.
3.2. Saran
Pembaca dapat mempelajari pancasila sebagai sistem filsasat lebih lanjut, supaya dapat
mengetahui pentingnya pancasila, selain itu supaya kita dapat menumbuhkan rasa cinta
terhadap pancasila sebagai dasar Negara dan sistem filsafat.
14
Daftar Pustaka
Direktorat Jenderal Pembelajaran Dan Kemahasiswaan. (2016). Buku Ajar Kuliah Wajib
Umum Pendidikan Pancasila. Indonesia (Vol. 1). jakarta . 140-171
15