Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada Pembukaan UUD Tahun 1945 yang berbunyi "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan
itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan" dan alinea
keempat". Dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.". Menjadi landasan konstitusional dalam pelaksanaan
politik luar negeri Indonesia yang membawa Indonesia ke panggung dunia.

Pada masa awal berdirinya negara Indonesia sedang berkecamukanya Perang Dingin
antara Blok Amerika (Barat) dengan Blok Uni Soviet (Timur). Kala itu, Indonesia memilish
sikat untuk tidak memihak salah satu blok yang ada. Dalam pidato Syahrir yang pada waktu
itu menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia di Inter Asian Relations Conference di New
Delhi, India tahun 1947, ia mengajak seluruh bangsa Asia untuk bersatu atas dasar
kepentingan bersama demi terciptanya perdamaian dunia. Perdamaian dunia hanya bisa
dicapai dengan cara hidup berdampungan secara damai antar bangsa dan menguatkan tali
persaudaraan antara bangsa ataupun ras yang ada di dunia. Sikap tidak memihak inilah yang
paling tepat untuk menciptakan perdamaian dunia atau paling tidak Perang Dingin antar Blok
Barat dengan Blok Timur mereda.

Selain keinginan Indonesia yang tidak memihak kepada salah satu blok untuk meredakan
ketegangan yang ada juga dilatarbelakangi oleh kepentingan nasional saat itu, yaitu untuk
mencari dukungan negara lain terhadap perjuangan kemerdekaannya. Memihak salah satu
kubu (blok) yang ada juga belum tentu akan mendapatkan keuntungan bagi Indonesia, karena
pada waktu itu negara-negara dari Blok Barat (Amerika) masih ragu untuk mendukun
perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan Belanda yang juga termasuk salah satu negara
dari Blok Barat ( Amerika). Di lain pihak, Indonesia juga saat itu masih ragu dan belum
dapat memastikan apa tujuan sebenarnya dari dukungan-dukungan yang diberikan dari
negara-negara Blok Timur (Uni Soviet) terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia di
forum PBB. Selain itu, Indonesia juga sedang disibukkan dengan usaha mendapatkan
pengakuan dan kedaulatannya, sehingga Indonesia harus tetap berkonsentrasi pada masalah
tersebut.

Politik Indonesia dibentuk secara resmi pada tahun 1948 ketika Wakil Presiden
Mohammad Hatta memberikan keterangannya kepada BP KNIP (Badan Pekerja Komite
Nasional Indonesia Pusat) tentang kedudukan politik Indonesia.

". .tetapi mestikah kita bangsa Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan
negara kita, harus memilih antara pro-Rusia atau pro-Amerika. Apakah tidak ada pendirian

1
yang lain yang harus kita ambil dalam mengejar cita-cita kita?Pemerintahan berpendapat
bahwa pendirian yang harus kita ambil ialah supaya kita jangan menjadi objek dalam
pertarungan politik Internasional, melainkan kita harus menjadi subyek yang berhak
menentukan sikap kita sendiri, berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yaitu Indonesia
merdeka seluruhnya." (Sumber: Sejarah Diplomasi RI dari Masa ke Masa, Deplu, 2004).

Terlihat jelas dari pernyataan Mohammad Hatta bahwa Indonesia tidak memihak salah
satu blok yang ada pada saat itu. Bahkan bercita-cita untuk mewujudkan perdamaian dunia
yang abadi atau minimal meredakan Perang Dingin dengan cara meningkatkan kerja sama
yang baik dengan semua negara baik itu di Blok Barat (Amerika) maupun di Blok Timur
(Uni Soviet), karean hanya dengan cara itulah cita-cita perjuangan kemerdekaan bansa
Indonesia dapat tercapai. Walaupun Indonesia memilih untuk tidak memihak kepada salah
satu blok, tetapi hal itu Politik luar negeri Indonesia yang bersifat bebas dan aktif. Bebas
artinya bangsa Indonesia tidak mendukung atau ikut serta dalam kekuatan-kekuatan yang
menimbulkan perseteruan dan tidak sejalan dengan nilai-nilai luhur negara. Sedangkan aktif
berarti Indonesia tidak sendiri, tetapi aktif dalam hubungan internasional dalam rangka
mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan
bangsa Indonesia yang tercantum pada Pembukaan UUD Tahun 1945 alinea keempat yang
menyatakan: "Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.."

Dalam menyelenggarakan Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas dan aktif, di mulai
pada masa Demokrasi Parlementer tahun 1950 sampai pada masa Reformasi saat ini.
Indonesia menjadi negara yang berperan penting dalam mewujudkan perdamaian dunia.
Contohnya menjadi pelaksana Konferensi Asia Afrika di Bandung, salah satu negara
pemrakarsa Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non Align Movement (NAM). berpartisipasi
dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB, salah satu negara pemrakarsa oganisasi
internasional Perhimpunan Bangsa-Bangsa di kawasan Asia Tenggara atau ASEAN
(Association of Southeast Asian Nation), berpartisipasi dalam Organisasi Konferensi Islam
(OKI), Deklarasi Djuanda, dan ikut serta menyelesaikan permasalahan Vietnam dengan
Kamboja di Jakarta Informal Meeting (JIM).

Pada makalah ini, kami akan berusaha memberikan penjelasan tentang peran Indonesia
untuk mewujudkan perdamaian dunia dalam Jakarta Informal Meeting (JIM). Bagaimana
peran Indonesia dan upaya apa saja yang dilakukan Indonesia dalam penyelenggaraan Politik
Luar Negeri Indonesia yang bebas dan aktif. tidak berarti Indonesia berniat untuk
menciptakan blok baru. Karena itu menurut Hatta, Indonesia juga tidak ingin mengadakan
atau ikut campur dengan suatu blok ketiga yang dimaksud untuk menjadi penyeimbang
kedua blok besar itu. Sikap yang demikian inilah yang menjadi dasar politik luar negeri
Indonesia yang biasa disebut dengan istilah Bebas Aktif.

2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, terdapat beberapa
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Rumusan masalah dilakukan agar
permasalahan tetap berada pada lingkup yang sesuai serta terarah. Adapun rumusan masalah
akan dituangkan dalam beberapa pertanyaan, sebagai berikut.

1. Bagaimana latar belakang kronologis peristiwa Jakarta Informal Meeting (JIM)?

2. Apa tujuan dibentuknya Jakarta Informal Meeting (JIM)?

3. Bagaimana proses dan hasil perundingan Jakarta Informal Meeting (JIM) pertama dan
kedua?

4. Apa peran Indonesia setelah perundingan Jakarta Informal Meeting (JIM)?

2.1 Tujuan

1. Menjelaskan latar belakang kronoligis peristiwa Jakarta Informal Meeting (JIM).

2. Menjelaskan tujuan dibentuknya Jakarta Informal Meeting (JIM).

3. Menjelaskan proses dan hasil perundingan Jakarta Informal Meeting (JIM) pertama dan
kedua.

4. Menjelaskan peran Indonesia setelah perundingan Jakarta Informal Meeting (JIM).

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.2 Latar Belakang Kronologis

Konflik ini pertama kali dipicu oleh bangkitnya pergolakan dan besarnya friksi
ketegangan politik dalam negeri. Sihanouk yang diangkat sebagai Pangeran Kamboja sejak
tahun 1951 mendeklarasikan untuk pertama kalinya politik luar negeri Kamboja sebagai
negara yang netral sehingga ia berusaha untuk tidak terlibat dalam perang Vietnam yang
tengah berkecamuk. Namun keputusan tersebut ternyata malah memancing reaksi negatif
dari para petinggi militer Pangeran Sihanouk yaitu Jenderal Lon Nol yang merupakan aliansi
pro-Amerika.
Pada bulan Maret 1970, saat Sihanouk tengah melakukan kunjungan ke Moskow, Lon
Nol berhasil mengambil kesempatan untuk menggulingkan Sihanouk dari tampuk
kepemimpinan. Sihanouk kemudian memilih untuk mengasingkan diri di Beijing dan
memutuskan untuk beraliansi dengan Khmer Merah, yang bertujuan untuk menentang
pemerintahan Lon Nol dan akhirnya untuk dapat merebut kembali tahtanya. Pada tahun 1975
Khmer Merah di bawah pimpinan Pol Pot berhasil menggulingkan Lon Nol dan mengubah
format kerajaan menjadi sebuah Republik Demokratik Kamboja (Democratic Kampuchea/
DK) yang dipimpin oleh Pol Pot. Namun sayangnya, semasa Pol Pot berkuasa, Kamboja
terperosok dalam tragedi yang mengenaskan di mana Khmer Merah menjalankan program
Cambodia the Year Zero, yaitu dengan menjadikan Kamboja sebagai negara agraris. Namun
program ini justru berakhir dengan tewasnya sekitar tiga juta orang rakyat Kamboja akibat
kelaparan, wabah penyakit, dan pembantaian
Pada akhir 1978, terjadi bentrokan di perbatasan antara rezim Khmer Merah
dengan Vietnam. Dalam kurun waktu itu juga terjadi pembantaian orang-orang
keturunan Vietnam di Kamboja, sehingga Vietnam menyerbu Kamboja dengan tujuan
untuk menghentikan genosida besar-besaran tersebut. Invasi Vietnam berhasil
menggulingkan rezim Khmer Merah dan pada bulan Januari 1979, Vietnam mendirikan
rezim baru di Kamboja dengan Heng Samrin bertindak sebagai kepala negaranya.
Pembentukan pemerintahan baru ini ditentang keras oleh Kaum Nasionalis Kamboja,
termasuk Sihanouk sendiri, yang kemudian membentuk kelompok perlawanan yang
dikenal sebagai Coalition Government of Democratic Kampuchea (CGDK) yang terdiri
dari kelompok Khmer Merah yang baru saja ditumbangkan Vietnam, Front Uni
National pour un Cambodge Independent, NeutrePacifique et Cooperatif (FUNCINPEC) di
Bawah pimpinan Sihanouk dan Khmer People Liberation Front (KPNLF) di bawah pimpinan
Son Sann.
Perang saudara yang menyebabkan kesengsaraan sangat memprihatinkan bagi
rakyat Kamboja inilah yang kemudian mendorong Indonesia bersama negara-negara
anggota ASEAN lainnya memulai upaya mediasi guna mencari penyelesaian yang
damai dan adil.Dalam kerangka penyelesaian konflik Kamboja, berbagai upaya telah
dilaksanakan untuk mencapai sebuah perdamaian. Salah satu negara yang memainkan
peran signifikan dalam penyelesaian konflik Kamboja, adalah Indonesia. Hal tersebut
bermula dari awal tahun 1980-an di mana konflik internal tengah mengalami kenaikan
yang memprihatinkan, Indonesia semakin meningkatkan perhatiannya terhadap masalah
yang terjadi di Kamboja. Hal ini tentunya sejalan dengan politik luar negeri Indonesia

4
yang turut aktif dalam menghadapi permasalahan-permasalahan dunia.
Reputasi Indonesia sebagai mediator yang disegani di kawasan ASEAN telah
memperoleh pengakuan oleh negara-negara ASEAN. Hal ini dibuktikan dengan
dipilihnya Indonesia sebagai ‘Interlocutor’ antara ASEAN dan Vietnam yang
menunjukkan peranan Indonesia dalam penyelesaian konflik ataupun rekonsiliasi di
Kamboja. Tercatat pada bulan Mei 1984 berlangsung pertemuan tahunan ASEAN
tingkat menteri di Jakarta, yang tujuan pokoknya adalah rekonsiliasi nasional dan
pembahasan upaya penyelesaian konflik Kamboja melalui jalan damai.
Perjuangan diplomasi Indonesia tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Menteri
Luar Negeri Mochtar Kusumaatmaja yang secara aktif mulai menyusun berbagai
strategi sebagai Interlocutor guna mengupayakan penyelesaian konflik secara damai di
Kamboja. Beliau merintis perjuangan awal diplomasi Indonesia untuk mengundang para
pihak terkait yang terlibat dalam pertikaian untuk duduk bersama di meja perundingan,
dan mengusulkan agar pertemuan yang dimaksud harus diadakan di tempat yang netral
seperti Indonesia, agar pihak-pihak bertikai merasa bebas dalam membicarakan masalah
Kamboja dan masa depannya.
Perjuangan selanjutnya dalam upaya membawa perdamaian atas konflik internal
yang berkecamuk di Kamboja kemudian diperankan oleh Menteri Luar Negeri Ali
Alatas yang bertindak sebagai tokoh kunci terhadap jalannya berbagai proses mediasi,
hingga tercapai suatu babak baru dalam lembaran sejarah perdamaian di Kamboja. Pada
tahun 1988, beliau membuat gebrakan awal dengan melakukan kunjungan perkenalan
ke ibukota negara-negara ASEAN, yaitu dalam rangka menindaklanjuti usulan Mochtar
untuk mengadakan pertemuan informal di Jakarta.Interlocutor, Indonesia mampu
menjelaskan fungsi tersebut dengan baik.

2.3 Tujuan Pembentukan Jakarta Informal Meeting (JIM)

Tujuan dibentuknya Jakarta Informal Meeting adalah agar Indonesia berupaya untuk
berkontribusi dalam hal perdamaian duni, yaitu dengan menyelenggarakan diplomasi atau
negosiasi untuk konflik yang terjadi di Kamboja. Penyelesaian konflik ini dilakukan dengan
cara mediasi. yaitu sebuah tindakan yang berkenaan untuk memunculkan interventsi untuk
membantu menyeleksaikan konflik dan pertikaian diantara pihak yang terlibat. Indonesia
sebagai salah satu mediator yang bertindak menjembatani masing-masing pihak yang
bersengketa. Sementara itu, demi mencapainya penyelasaian konflik, dibutuhkan
independensi dari masing-masing negara yang menjadi mediator. yaitu dituntut untuk tidak
memihak kepada salah satu pihak yang bersengketa.

2.4 Proses dan hasil perundingan Jakarta Informal Meeting (JIM)

Mengemban tugas sebagai "penghubung", Indonesia mampu menjalankan fungsi tersebut


dengan baik. Tercatat pada bulan November 1985, Indonesia menyatakan kesediaannya
untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan Cocktail Party sehingga berhasil mendapatkan
kesepakatan Ho Chi Minh City Understanding antara Menlu RI- Menlu Vietnam dan ditindak
lanjuti dengan Jakarta Informal Meeting I (JIM 1). Pertemuan yang merupakan babak baru
dalam upaya mewujudkan perdamaian ini untuk pertama kalinya berhasil mempertemukan

5
masing-masing faksi yang bertikai di Kamboja. Dengan demikian, Indonesia memainkan
peran sentral dalam upaya mediasi penyelesaian konflik internal di Kamboja ini.
Perkembangan dari pembicaraan tersebut kemudian dilanjutkan melalui Jakarta Informal
Meeting II (JIM II).

Terhitung sejak wacana Cocktail Party direncanakan, hingga penentuan tanggal


pelaksanaan acara, tercatat serangkaian kendala yang berpotensi untuk menggagalkan
penyelenggaraan acara ini. Munculnya berbagai kendala ini disebabkan oleh perbedaan
pendapat dan agenda kepentingan masing-masing pihak yang bertikai. Kendati jalan panjang
dan melelahkan harus dilewati untuk merealisasikan rencana gagasan pertemuan tersebut,
akhirnya rencana pertemuan resmi pertama tersebut berhasil diadakan pada tanggal 25-28
Juli 1988 di Bogor, Indonesia.

Pertemuan yang dikenal dengan Jakarta Informal Meeting I (JIM I) ini menampilkan
terobosan untuk pertama kalinya, di mana pihak-pihak yang secara langsung terlibat di dalam
konflik, yaitu keempat faksi, kedua tetangga Indochina dan enam negara ASEAN bertemu
untuk mendiskusikan elemen-elemen mekanisme penyelesaian awal. Sekalipun pembicaraan
antar faksi berjalan cukup alot karena masing-masing bersikeras mempertahankan posisinya,
namun hasil dari pertemuan ini dinilai cukup efektif untuk menyepakati persepsi dan
kesepahaman bersama sehingga beberapa rekomendasi dapat dilahirkan dengan penekanan
pada pemisahan dua isu yaitu berkaitan dengan invasi Vietnam, Vietnam untuk menarik
mundur pasukannya dari Kamboja sebagai itikad baik penyelesaian konflik, kesepahaman
mengenai pentingnya pencegahan berkuasanya kembali rezim Pol Pot yang telah
mengakibatkan penderitaan bagi rakyat Kamboja, pembentukan kelompok kerja guna
membahas elemen-elemen dasar dari konflik itu sendiri dan menyusun usulan-usulan sebegai
bahan masukan bagi pertemuan selanjutnya .

Dalam rangka menindaklanjuti Jakarta Informal Meeting I (IIM I), pada tanggal 16-18
Februari 1989 digelar Jakarta Informal Meeting II (JIM II) yang turut dihadiri oleh negara-
negara peserta Jakarta Informal Meeting I (JIM I). Pada pertemuan ini dapat disepakati
berbagai kemajuan yang bersifat teknis sebagai tindak lanjut dan penyeragaman persepsi dari
hasil pertemuan pertama. Beberapa hasil yang menonjol diantaranya adalah penarikan
seluruh pasukan Vietnam yang harus segera dilakukan dengan batas waktu 30 September
1989 sebagai bagian dari kerangka penyelesaian politik yang menyeluruh. Kemudian dibahas
pula mengenai himbauan penghentian keterlibatan pihak asing termasuk dukungan militer
dan persenjataan terhadap masing- masing pihak yang bertikai di Kamboja.

Demi lancarnya rencana maka perlu dibentuk suatu mekanisme pengawasan internasional
yang memiliki tanggung jawab untuk memantau jalannya prosesperdamaian ini. Selanjutnya
adalah penentuan langkah-langkah tepat yang harus diambil guna mengantisipasi munculnya
kembali kebijakan rezim kekerasan dan kekejaman yang dapat mengakibatkan kesengsaraan
masyarakat Kamboja, dan yang tidak ketinggalan adalah kesepakatan dari setiap pihak untuk

6
dimulainya program internasional dalam rangka pemulihan dan pembangunan ekonomi di
Kamboja serta negara- negara di kawasan dan pengumpulan dana dalam rangka pelaksanaan
proses perdamaian di Kamboja. Pertemu an ASEAN di Brunei pada tanggal 3 4 Juli 1989
telah memformulasikan suatu pijakan bersama atas konflik Kamboja sebagai hasil dari
pertemuan Jakarta Informal Meeting I (JIM I) dan Jakarta Informal Meeting II (JIM II).
Selanjutnya, pertemuan-pertemuan pasca Jakarta Informal Meeting I (JIM I) dan Jakarta
Informal Meeting II (JIM II) mulai melibatkan negara-negara di luar ASEAN yang
menunjukan bahwa upaya untuk mencapai perdamaian di Kamboja telah mencapai tingkat
internasional. Bahkan memasuki tahun 1980 terobosan untuk mencapai resolusi atas konflik
Kamboja yang diperankan oleh Indonesia selaku mediator memasuki tahapan yang lebih
progresif lagi dengan adanya partisipasi aktif PBB melalui Dewan Keamanan dalam berbagai
tahapan mediasi. Melalui kesepakatan yang dicapai pada Konferensi Internasional Paris/Paris
International Conference (PIC), dihasilkan suatu kerangka kerja PBB yaitu dengan
dibentuknya Supreme National Council of Cambodia (SNC). Kemudian dalam rangka
mematangkan kerangka kerja tersebut guna meneapai suatu dokumen akhir tentang
penyelesaian damai yang menyeluruh terhadap konflik Kamboja, digelarlah Informal
Meeting on Cambodia (IMC) I dan II di Jakarta. Akhirnya, setelah melalui proses
perundingan yang panjang dan melelahkan seperti yang telah dijelaskan secara singkat di
atas, maka pada tanggal 23 Oktober 1991, digelarlah Paris International Conference on
Cambodia (PICC) di bawah pimpinan Ketua bersama (Co- Chairmen) Indonesia dan Perancis
yang memberi hasil ditandatanganinya dokumen perjanjian Paris. Kesepakatan ini telah
menandai perjuangan akhir dari upaya perdamaian di Kamboja dan memulai babak baru
dalam pemerintahan yang demokratis.

a. Perundingan Jakarta Informal Meeting I (25-28 Juli 1988)

Pemerintahan Koalisi Demokratis Kamboja atau Coalition Government of


Democratic Kampuchea (CGDK) mengusulkan tiga tahap rencana penyelesaian Perang
Indochina 3, yaitu:

1. Gencatan senjata antara kedua belah pihak;

2. Diturunkannya pasukan penjaga perdamaian PBB untuk mengawasi penarikan


pasukan Vietnam dari Kamboja;

3. Penggabungan semua kelompok bersenjata Kamboja ke dalam satu kesatuan.

Usulan tersebut disetujui dan akan kembali dibahas dalam Jakarta Informal
Meeting II.

7
b. Perundingan Jakarta Informal Meeting II (16-18 Februari 1989)

Keikutsertaan Australia melalui perdana menterinya, Gareth Evans, mengusulkan


rancangan Cambodia Peace Plan yang berisi:

1. Mendorong upaya gencatan senjata;

2. Menurunkan pasukan penjaga perdamaian PBB di wilayah yang konflik;

3. Mendorong pembentukan pemerintah persatuan nasional untuk menjaga


kedaulatan Kamboja sampai pemilihan umum diadakan.

Berakhimya Jakarta Informal Meeting II ditindak lanjuti dengan kesepakatan Paris


yang menjadi akhir dari rangkaian proses perdamaian Kamboja.

a) Paris International Conference on Cambodia (PICC) mengenai Kamboja.


Kesepakatan ini telah menandai perjuangan akhir dari upaya perdamaian di
Kamboja dan memulai babak baru: dalam pemerintahan yang demokratis.

b) Persetujuan tentang penyelesaian masalah politik secara menyeluruh konflik


Kamboja berikut juga lampiran-lampirannya berupa mandat UNTAC, masalah
militer, pemilihan umum, repatriasi para pengungsi Kamboja, dan prinsip prinsip
konstitusi baru Kamboja.

c) Kesepakatan tentang kedaulatan,kemerdekaan, integrasi wilayah, netralitas, dan


keutuhan nasional Kamboja

d) Deklarasi mengenai rehabilitasi dan pembangunan Kamboja.

2.5 Peran Indonesia setelah Jakarta Informal Meeting (JIM)

Keberhasilan Indonesia menyelenggarakan Jakarta Informal Meeting ternyata mendapat


apresiasi dari Dewan Keamanan PBB. Seluruh anggota Dewan keamanan PBB menyetujui
upaya pembentukan pemerintahan transisi di Kamboja dengan membentuk United Nation
Transitional Authority in Cambodia (UNTAC) tanggal 28 Februari 1992 berdasarkan
Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 745.
Pasca pembentukan UNTAC, Indonesia mengambil peran dengan mengirimkan pasukan
Kontingen Garuda XII A – XII D yang terdiri 2.000 personil militer ataupun polisi untuk
menjaga transisi pemerintahan di Kamboja.

2.6 Pertanyaan dan Jawaban

1. Apa tujuan penyelenggaraan Jakarta Informal Meeting?

jawab :

8
Jakarta Informal Meeting (JIM) dibentuk oleh pemerintah Indonesia guna menyelesaikan
konflik gencatan senjata yang terjadi di Kamboja.Selain itu, penyelenggaran Jakarta Informal
Meeting ini bertujuan untuk mewujudkan perdamaian dunia, khususnya pada wilayah Asia
Tenggara.

2. Apa peran Indonesia dalam Jakarta Informal Meeting?

jawab:

Dalam pelaksanaannya Indonesia sangat berperan aktif dalam pembentukan JIM ini.
Indonesia menjadi pelopor berdirinya JIM. Indonesia berusaha untuk memfasilitasi negara
negara yang berkonflik untuk menyelesaikan permasalahannya melalui jalur diplomasi.
Selain itu,Indonesia juga telah berpartisipasi secara aktif dalam melaksanakan perdamaian
dunia yang sangat dijunjung tinggi oleh negara negara di Asia tenggara khususnya.

3. Kapan pelaksanaan Jakarta Informal Meeting?

jawab :

Jakarta Informal Meeting dilaksanakan sebanyak dua kali. Jakarta Informal Meeting
pertama berlangsung di Istana Bogor pada 25-28 Juli 1988. Sekitar tujuh bulan kemudian
tepatnya 19-21 Februari 1989 di Jakarta digelar Jakarta Informal Meeting kedua.

4. Apa hasil dari Jakarta Informal Meeting?

jawab :

1. Gencatan senjata di seluruh wilayah Kamboja

2. Segera setelah gencatan senjata diikuti penarikan pasukan dan persenjataan Vietnam dari
Kamboja paling lambat tanggal 30 September 1989.

3. Akan dibentuk pemerintahan yang mengikutsertakan keempat kelompok yang bertikai di


Kamboja

4. Pengawasan internasional atas penarikan pasukan tersebut serta aspek yang berkaitan.

9
5. Siapakah tokoh yang memprakarsai Jakrta Informal Meeting?

jawab :

Jakarta Informal Meeting diprakarsai oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Alatas.

6. Pada JIM 2, Australia melalui perdana menterinya Gareth Evans mengusulkan


suatu rencana,apakah isi rencana tersebut?

Jawab :

Cambodia Peace Plan merupakan terobosan yang diusulkan Australia sebagai salah satu
peserta JIM II. Gagasan ini antara lain, meliputi: mendorong upaya gencatan senjata,
menurunkan pasukan penjaga perdamaian PBB di wilayah yang terdampak konflik, dan
mendorong pembentukan pemerintah persatuan nasional untuk menjaga kedaulatan Kamboja
sampai pemilihan umum diadakan.

7. Latar belakang Jakarta Informa Meeting adalah

jawab :

Jakarta Informal Meeting dilatarbelakangi oleh Perang Indocina III. Perang Indocina III
merupakan perang antara Republik Sosialis Vietnam melawan Pemerintah Demokratik
Kamboja yang berlangsung sejak tahun 1975. Puncak dari perang tersebut terjadi ketika
Republik Sosialis Vietnam melakukan serangan total kepada Pemerintah Demokratik
Kamboja pada tanggal 25 Desember 1978. Serangan tersebut berhasil menjatuhkan
Pemerintahan Demokratik Kamboja pimpinan Pol Pot.

8. Pasca pembentukan UNTAC,apakah peran Indonesia ?

Jawab:

Indonesia ikut ambil bagian dalam pasukan perday United Nations Transitional Authority
on Cambodia(UNTAC) melalui pengiriman pasukan kontingen Garuda ke Kamboja
sebanyak 3.957 personil pada tahun 1992-1993.

10
9. Apakah Jakarta Informal Meeting (JIM) memiliki keterkaitan erat dengan ASEAN?

jawab :

iya, karena negara-negara ASEAN turut serta menyelesaikan konflik Vietnam dan
Kamboja dengan mengadakan Jakarta Informal Meeting (JIM).

10. Apa dampak penyelenggaraan Jakarta Informal Meeting

jawab:

Penyelenggaraan Jakarta Informal Meeting sangat berdampak postif dalam penyelesaian


konflik internal antara Kamboja dengan Vietnam. Indonesia membantu penyelesaian
permasalahan tersebut dengan jalur diplomasi. Hal itu dilakukan untuk mencegah adanya
konflik secara fisik antara kedua negara tersebut. Selain itu, dengan penyelenggaraan Jakarta
Informal Meeting mampu berdampak pada peningkatan citra Indonesia dimata dunia. Hal itu
disebabkan karena ini adalah diplomasi pertama yang dapat secara sukses diselenggarakan
oleh Indonesia. Dan upaya ini juga dilakukan demi menjaga perdamaian dunia. Sesuai
dengan prinsip Indonesia yang teracantum dalam pembukaan UUD 1945.

11. Apa latar belakang terbentuknya CGDK?

Jawab:

Karena invasi yang dilakukan Vietnam Selatan, menyebabkan pemerintahan Khmer


Merah di bawah pimpinan Pol Pot yang anti Vietnam Selatan pun jatuh. Pol Pot tersingkir
sampai ke perbatasan Thailand. Tapi Pol Pot tidak mau menyerah begitu saja. Ia tetap
memberikan perlawanan dengan melakukan perang gerilya. Ketika itu pimpinan Khmer
Merah digantikan oleh Khieu Samphar, tujuannya untuk menghilangkan citra buruk Khmer
Merah dan mendapatkan dukungan internasional. Vietnam pun kemudian membentuk
Republik Rakyat Kamboja atau People’s Republic of Kampuchea (PRK). Norodom Sihanouk
kemudian berkoalisi dengan dua faksi lainnya untuk membentuk pemerintahan tandingan
dari yang dibuat Vietnam yaitu PRK. Koalisi itu disebut Coalition Government of
Democratic Kampuchea (CGDK)

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam pemaparan diatas, memperlihatkan proses lahirnya kebijakan politik luar negeri
Indonesia bebas aktif dan dinamikanya sejak kemerdekaan hingga masa reformasi, serta
peran aktif Indonesia dalam memelihara perdamaian dunia baik di tingkat regional dan
global. Peran tersebut sesuai dengan komitmen bangsa sebagaimana tertuang dalam alinea
keempat UUD 1945, yang menekankan pentingnya peran Indonesia dalam ikut serta
mewujudkan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi.

Indonesia menjalankan politik luar negerinya pada salah satu perundingan yaitu Jakarta
Informal Meeting atau JIM yang bertujuan untuk menyudahi dan meredakan konflik
horizontal antara Kamboja dengan Vietnam. Bahkan setelah perundingan Jakarta Informal
Meeting atau JIM Indonesia mengambil peran mengirimkan pasukan Kontingen Garuda XII
A-XII D yang terdiri 2.000 personil militer ataupun polisi untuk menjaga transisi
pemerintahan di Kamboja.

Peristiwa ini membuat Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan Vietnam dan
Kamboja serta menjadi bukti sejarah bahwa Indonesia sangat berperan dalam menjaga
perdamaian di Asia dan bahkan sampai kancah dunia, hal itu patut perlu diperhitungkan oleh
negara lainnya, bahwa

3.2 Saran

Dengan dibuatnya karya ilmiah ini, kami berharap pembaca dapat termotivasi untuk
melanjutkan perjuangan para pejuang bangsa Indonesia dalam politik luar negeri Indonesia.
Mulai dari menanamkan pendidikan politik kepada para pelajar dengan cara mensosialisasikan
gedung-gedung yang sudah menjadi bukti sejarah bahwa indonesia telah lama mengikuti politik
luar negeri dengan begitu bangsa Indonesia jauh mendalami apa itu perjuangan negara Indonesia
dalam politik luar negeri yang bebas aktif. Terutama dalam peristiwa Jakarta Informal Meeting
yang ternyata terdapat tokoh-tokoh Indonesia yang sangat berperan dalam peristiwa tersebut.
Sifat gigih dan pantang menyerah dari para tokoh yang berusaha untuk mewujudkan cita-cita
bangsa Indonesia yakni untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia dapat kita teladani dalam
kehidupan sehari-hari.

Bagi guru yang menilai, diharapkan dapat mengoreksi makalah ini dan memberitahu mana
bagian yang perlu diperbaiki agar kami bisa lebih mengembangkan dan memperbaiki dalam
pembuatan makalah selanjutnya

12
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/522187579/7-Jakarta-Informal-Meeting-XII-IPA-7

https://pdfcoffee.com/makalah-sejarah-jakarta-informal-meeting-pdf-free.html

https://pdfcoffee.com/makalah-sejarah-jakarta-informal-meeting-pdf-free.html

https://haloedukasi.com/jakarta-informal-meeting/amp

Contents

13
BAB I............................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................3
2.1 Tujuan..........................................................................................................................................3
BAB II...........................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................4
2.2 Latar Belakang Kronologis............................................................................................................4
2.4 Proses dan hasil perundingan Jakarta Informal Meeting (JIM)....................................................5
a. Perundingan Jakarta Informal Meeting I (25-28 Juli 1988)..........................................................7
b. Perundingan Jakarta Informal Meeting II (16-18 Februari 1989).................................................8
2.5 Peran Indonesia setelah Jakarta Informal Meeting (JIM).............................................................8
2.6 Pertanyaan dan Jawaban.............................................................................................................8
BAB III........................................................................................................................................................12
PENUTUP...................................................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................12
3.2 Saran.........................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................13

14

Anda mungkin juga menyukai