Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Manajemen Operasional I

“Six Sigma”

Dosen Pengantar : AMDANI, SE.,MM

Disusun oleh : Verda Mutiah (1914290052)

UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA Y.A.I

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

Jl. Pangeran Diponegoro No.74, RT.2/RW.6, Kenari, Kec. Senen, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus
Ibukota Jakarta 10430
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu model sistem penjaminan mutu yang ada dalam literatur manajemen adalah Six Sigma. Six
sigma merupakan alat pengendalian mutu dengan menggunakan prinsip-prinsip statistik[1]. Hal ini
berarti dapat dimaknai bahwa statistik dapat dipergunakan dalam melakukan penjaminan mutu, karena
dapat memberikan deskripsi kuantitatif tentang kualitas, misalnya berapa terjadi ketidaksesuaian hasil
dengan standar, ini berarti bahwa statistik dapat menjadi alat penting dalam pengendalian proses. Six
sigma dilambangkan dengan angka enam (6) dan sigma (σ) yaitu simbol dari standar deviasi.[2]

Penulis berpandangan bahwa untuk mendesain sistem kualitas dalam pendidikan, maka perlu
melibatkan sejumlah langkah-langkah penting, di antaranya : 1) mengetahui apa yang akan dikerjakan,
2) memahami prosedur dan metode yang digunakan, 3) mendokumentasikan apa yang dimaksudkan, 4)
memberikan evaluasi hal-hal yang telah dikerjakan. Dari langkah-langkah tersebut, maka organisasi
memerlukan metode yang digunakan dalam mendesain sistem kualitas dalam pendidikan. Terdapat
berbagai model sistem manajemen penjaminan mutu, beberapa di antaranya yakni : TQM (Total Quality
Manajemen), ISO ( International Standarization Organization), Malcolm Baldrige dan Six Sigma (6σ).

Saat ini, model sistem manajemen six sigma populer diimplementasikan dalam dunia bisnis dalam
mengukur proses yang tujuannya mendekati sempurna. Sistem manajemen dalam perusahaan selama
ini banyak diadopsi dalam dunia pendidikan, meskipun demikian, namun penulis berpandangan bahwa
bukan berarti sistem manajemen perusahaan atau bisnis lebih unggul, melainkan bisa juga sebaliknya
yakni dunia perusahaan atau bisnis dapat mengadopsi sistem manajemen yang dianut dalam dunia
pendidikan.

Di dalam dunia pendidikan masa kini, memang secara umum belum terlalu mengenal istilah manajemen
sig sigma yang erat kaitannya dengan manajemen kualitas. Model sistem manajemen

penjaminan mutu yang populer dikenal dalam dunia pendidikan saat ini di Indonesia adalah model
sistem manajemen kualitas total atau TQM (Total Quality Manajemen). Dengan semakin meningkatnya
kepedulian akan stakeholder pendidikan terhadap mutu pendidikan yang akan menciptakan kepuasan
pelanggan, maka ada keniscayaan bagi lembaga pendidikan untuk terus melakukan perbaikan
berkelanjutan dalam sistem manajemen kualitas, khususnya demi memenuhi kebutuhan stakeholder
tersebut.

Dari fenomena yang dideskripsikan tersebut, maka penulis merasa perlu untuk mengkaji salah satu
model sistem penjaminan mutu yang belum populer di dunia pendidikan saat ini yakni manajemen six
sigma dan mendeskripsikan bagaimana implementasinya dalam dunia pendidikan.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dari makalah ini adalah :

1. Apa yang dimaksud dengan six sigma ?

2. Bagaimana metodologi yang digunakan dalam manajemen six sigma ?

3. Bagaimana konsep six sigma diimplementasikan dalam dunia pendidikan ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :

1. Mengetahui secara utuh konsep dari model sistem penjaminan mutu six sigma.

2. Mengetahui metodologi yang digunakan dalam konsep six sigma.

3. Mengetahui implementasi six sigma dalam dunia pendidikan.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Six Sigma

Six sigma dianggap konsep yang akan menggantikan atau memperbaiki model sistem penjaminan mutu.
Transformasi model sistem penjaminan mutu terjadi akibat keniscayaan perusahaan dalam menjaga
kualitas untuk meraih kepuasan pelanggan atas produk atau jasa yang dihasilkannya.

Six sigma merupakan sebuah sistem yang terstruktur untuk memperbaiki proses (process variances)
sekaligus mengurangi cacat (produk/jasa yang di luar spesifikasi) dengan menggunakan statistik dan
problem solving tools secara intensif.[3] Six sigma dikembangkan oleh Motorola sebagai hasil dari
pengalaman manufakturnya. Program six-sigma bertujuan untuk mengurangi variabilitas dalam
karakteristik utama mutu produk pada tingkat yang sangat rendah. Keberhasilannya dalam manajemen
mutu melalui pengembangan konsep six-sigma, membuat Motorola mendapat penghargaan Malcolm
Baldrige pada tahun 1988. Konsep ini kemudian diadopsi oleh berbagai perusahaan besar lainnya di
dunia. Six sigma dimotori oleh engineer bernama Bill Smith. Motorola mengunakan statistic tools diramu
dengan ilmu manajemen menggunakan financial metrics (yaitu Return of Investment, ROI) sebagai salah
satu alat ukur dari quality improvement process. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh
Dr. Mikel Harry dan Richard Schroeder yang lebih lanjut membuat metode ini. [4]

Six sigma disebut juga sebagai sebuah pendekatan mengubah budaya organisasi, agar posisi perusahaan
pada kepuasan pelanggan, profitabilitas dan daya saing yang besar. [5] Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Peter Pande dkk. dalam bukunya The Six Sigma Way : Team Fieldbook bahwa ada 6
konsep six sigma sebagai strategi bisnis, yaitu : (1) benar-benar mengutamakan pelanggan, (2)
Manajemen yang berdasarkan data dan fakta, (3) fokus pada proses, manajemen dan perbaikan, (4)
manajemen yang proaktif, (5) kolaborasi tanpa batas, (6) selalu mengejar kesempurnaan. [6]

B. Metodologi Six Sigma

Seperti telah dijelaskan dalam konsep six sigma bahwa six sigma merupakan sebuah metode yang
terstruktur, maka struktur tersebut terdiri dari 5 tahapan yang disingkat menjadi DMAIC (Define,
Measure, Analyze, Improve, Control). Berikut penjelasan dari masing-masing tahap dari metodologi six
sigma :

1. DEFINE

Pada tahap ini tim pelaksana mengidentifikasikan permasalahan, mendefinisikan spesifikasi pelanggan
dan menentukan tujuan (pengurangan cacat/biaya dan target waktu).

Pendekatan yang paling tepat untuk menemukan permasalahan yang akan dijadikan proyek six sigma
adalah top-down. Jadi, Steering Committee dan Champion mengidentifikasi dan memprioritaskan area
untuk proyek perbaikannya. Lalu, memperjelas ruang lingkup dan tujuan proyek dan mengidentifikasi
pelanggan dan persyaratan pelanggan, kemudian melakukan validasi atas ruang lingkup, asumsi, dan
manfaat (benefit). Terdapat identifikasi upaya perbaikan dengan keuntungan biaya (financial benefit),
selanjutnya yaitu finalisasi fokus dari proyek, [7]memvalidasi masalah adalah kegiatan inti dari tahap
define pada metode six sigma.

2. MEASURE

Tahap untuk memvalidasi permasalahan, mengukur/menganalisis permasalahan dari data yang ada. Dua
tools (alat) yang sering dipakai untuk pengumpulan data adalah stratifikasi dan check sheet. Berikut
merupakan deskripsi dari 2 alat tersebut:

· STRATIFIKASI

Stratifikasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk menguraikan dan mengklasifikasikan data menjadi
beberapa kelompok sejenis yang lebih kecil sehingga menjadi jelas dan dapat dianalisa lebih lanjut. Kita
mendapatkan data yang melimpah tetapi tidak tahu harus diolah seperti apa yang dibutuhkan. Dengan
stratifikasi, data akan kita urai dan klasifikasikan sehingga pola data akan terlihat dan informasi menjadi
jelas untuk analisa selanjutnya. Contoh: data kita stratifikasi menurut jenis masalah, penyebab masalah,
dan sebagainya. Penentuan jenis pengelompokkan disesuaikan dengan tujuan analisa yang akan
disimpulkan atau data yang akan diambil.[8]

Kegiatan inti dari tahap ini (measure) adalah mengukur masalah, dengan teknik pengumpulan data.
Contoh kegiatan measure dalam dunia perusahaan untuk stratifikasi menurut jenis masalah dan jumlah
kejadian.

No Jenis Komplain Jumlah kejadian


1 Bungkus koyak 50
2 Jumlah kurang 39
3 Terdapat benda asing 30
4 Produk rusak 22

· CHECK SHEET

Checksheet atau lembar pengumpul data merupakan alat bantu untuk memudahkan pengumpulan data
secara sistematis. Tidak ada format yang standar dengan pembuatan checksheet. Setiap checksheet
dibuat khusus untuk mengumpulkan data yang akan diambil. Desain checksheet yang baik adalah dasar
untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan sehingga memudahkan analisa data secara efektif. Ada
beberapa model checksheet yang diklasifikasikan menurut fungsinya:

- Checking/ Confirmation checklist


Untuk memastikan pengecekan dilakukan dan hasilnya tercatat dalam sebuah tabel dan disimpulkan
dengan memperhatikan item dalam kolom yang berhubungan.

- Counting checksheet

Untuk mencatat jumlah barang atau aktivitas sesuai dengan permintaan.

- Evaluation checksheet

Untuk mengevaluasi semua tugas / kegiatan sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.

- Location checksheet

Untuk mengetahui dimana cacat terbanyak terjadi dalam proses.

Lembar pengumpul data ini penting untuk kemudahan tim dalam mendefinisikan

3. ANALYZE

Menentukan faktor-faktor yang paling mempengaruhi proses, artinya mencari satu atau dua faktor yang
kalau itu diperbaiki akan memperbaiki proses kita secara dramatis.

Pada intinya tahap analisis ini adalah mencari sumber atau akar permasalahan. Adapun langkah-langkah
utama dari fase analisis adalah seperti berikut:

1. Identifikasi akar masalah. Langkah ini untuk mencari kemungkinan penyebab masalah. Pada
langkah ini, brainstorming adalah alat yang paling efektif. Adapun untuk mempermudah brainstorming
yaitu fishbone, 5 Why

2. Menganalisa proses dan menganalisa data.

4. IMPROVE

Pada tahap ini, tim mendiskusikan ide-ide untuk memperbaiki sistem kita berdasarkan hasil analisa
terdahulu, melakukan percobaan untuk melihat hasilnya, jika bagus lalu dibuatkan prosedur bakunya
(Standar operating procedure-SOP).

Kegiatan inti dari tahap ini yakni menentukan, memprioritaskan, dan mengimplementasi solusi dari tiap
masalah yang sudah tervalidasi. Langkah-langkah utama dari fase ini yakni :

1. Generate solution, dari sumber penyebab yang signifikan dan divalidasi, para anggota tim mencari
solusi permasalahan. Cara mencari solusi permasalahan bisa dari banyak sumber, brainstorming, studi
literatur, benchmark atau meminta pendapat ahli pada proses tersebut.
2. Selected solution, dari berbagai usulan solusi yang ditampung, maka tim memilih mana solusi yang
akan diimplementasikan terlebih dahulu. Cara termudah untuk memprioritaskannya adalah
menggunakan benefit-effort matriks yang membandingkan antara dampak perbaikan dengan usaha
yang diperlukan. Usaha yang paling minimal namun memberi dampak yang paling maksimal adalah
solusi yang terbaik untuk diimplementasikan.

3. To be map, tim menggambar ulang proses yang menjadi tujuan perbaikan. Tujuan dari
dipetakannya proses yang baru ini untuk mendapatkan gambaran ke semua tim alur proses yang baru,
daerah yang diperbaiki dan untuk menganalisa apakah terdapat ketegangan/masalah setelah
implementasi solusi.

4. Work plan, setelah mendapatkan solusi yang akan diimplementasikan, langkah selanjutnya adalah
membuat rencana kerja. Rencana kerja dibuat secara spesifik yang menjelaskan tentang waktu dan
biaya yang dibutuhkan untuk implementasi.

5. Piloting, sebelum menerapkan solusi lebih luas, tim perlu melakukan pengetesan apakah usulan
solusi yang akan diimplementasikan bernar-benar berpengaruh terhadap perubahan yang diinginkan.
Maka dari itu diperlukan pilotin. Piloting juga bertujuan untuk mempelajari bagaimana cara yang efektif
dan efisien apabila solusi ini diimplementasikan dalam skala yang lebih luas.

6. Evaluasi, proses evaluasi dilakukan pada dua hal. Evaluasi terhadap rencana kerja (terhadap jadwal
dan biaya) juga evaluasi terhadap hasil yaitu membandingkan data sebelum dan sesudah implementasi
solusi. [9]

5. CONTROL

Pada tahap ini tim harus membuat rencana dan desain pengukuran agar hasil yang sudah bagus dari
perbaikan tim kita bisa berkesinambungan. Dalam tahap ini tim membuat semacam metrics untuk selalu
dimonitor dan dikoreksi bila sudah mulai menurun ataupun untuk melakukan perbaikan lagi.

Tahap control ini menjaga agar solusi yang sudah diterapkan tetap berjalan agar permasalahan tidak
muncul kembali. Hal ini dikarenakan yang terpenting dalam menerapkan six sigma terletak pada fase ini.
Tujuan dari fase adalah menyeluruh dapat berjalan baik dan berkesinambungan. Langkah-langkah dari
fase ini adalah :

1. Memastikan sustainability (keberlanjutan) dari perbaikan. untuk bisa membuat proses perbaikan
proses berjalan sesuai dengan yang diharapkan dalam jangka panjang, maka penting bagi kita untuk
membuat sistem yang bisa meminimasi terjadinya kesalahan, atau dengan menciptakan mistake-
proofing agar permasalahan yang sama tidak muncul.

2. Mengukur dan mengkomunikasikan hasil. Setelah implementasi berjalan baik, hasil perbaikan terus
diukur dan dipantau. Untuk lebih memudahkan proses pemantauan perlu kita buat sebuah dashboard
monitoring hasil perbaikan yang berfungsi sebagai alat komunikasi tim kepada Steering Committee
maupun kepada anggota organisasi lain terhadap profil dari output utama dari proyek perbaikan yang
sudah selesai dijalankan.

3. SOP dan Control Plan. Langkah ini membahas bagaimana cara menyusun Process Control Plan
(reaction plan), menciptakan alat mistake proofing, hingga menyusun SOP untuk sustainability dari
perbaikan yang telah dilakukan.

4. Serah Terima kepada Process Owner (pemilik proses). Langkah ini termasuk mengkomunikasikan
SOP dan Control Plan.

5. Control Gate Review. Langkah ini meliputi pertemuan dengan Project Sponsor, Business
Leadership, dan pihak terkait lainnya untuk memastikan alignment dari fokus proyek dan ekspektasi
manajemen dan penyampaian progres akhir dan serah terima proyek.

Sedangkan hal-hal yang perlu diselesaikan ketika masuk dalam fase ini dan menjadi perhatian untuk
tidak melewatkannya sedikitpun adalah:

· Control Plan, Rencana Implementasi, SOP, Rencana Pelatihan, dsb. telah dikembangkan dan
diimplementasikan.

· Statistical Process Control, atau mekanisme penelusuran lainnya disediakan yang bertujuan untuk
memastikan perbaikan terpelihara.

· Solusi Perbaikan telah menjadi bagian dari sistem di organisasi. Atau terintegrasi dalam
pemantauan sehari-hari operator.

· Perhitungan ulang Financial Impact telah dilakukan dan telah tervalidasi oleh Financial
Departemen.

· Rencana Serah Terima diimplementasikan dan dijalankan. Dan ini sebagai penutup dari proyek.
Sebagian organisasi membuat selebrasi atas keberhasilan tim dalam proyek. Penghargaan yang bersifat
moneter dan recognition diberikan dalam acara formal yang diserahkan langsung oleh manajemen akan
mampu meningkatkan rasa kebangaan karyawan dan memotivasi yang lainnya untuk ikut berkontribusi
terhadap aktivitas perbaikan ini. [10]

C. Implementasi Six Sigma dalam Pendidikan

Six sigma bukan selalu tentang statistik, statistik hanyalah alat bantu untuk mencapai perbaikan yang
diinginkan; inti utama dalam six sigma adalah manajemen untuk memperbaiki proses dalam mencapai
hasil yang jauh lebih baik. Banyak sekali orang mengukur suatu proyek six sigma berdasarkan seberapa
banyak kita menggunakan tools statistik ataupun seberapa canggih software yang digunakan dalam
menganalisis data, padahal, inti utamanya tetaplah kemampuan mengelola proyek dan organisasi. Six
sigma merupakan model sistem penjaminan mutu yang berkaitan dengan manajemen kuliatas dalam
dunia yang menawarkan produk barang atau layanan jasa.
Sejalan dengan hal tersebut, Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada bab IV pasal II ayat 2 menyatakan bahwa ”pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan
layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga
negara tanpa diskriminasi.” Upaya untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dilakukan secara
masiv agar setiap warga negara dapat menikmati proses pendidikan yang sama-sama bermutu. Salah
satunya adalah dengan menerapkan model sistem penjaminan mutu yang dikenal dengan six sigma.

Maka, ada 2 hal penting dalam six sigma :

1. Menentukan proyek yang tepat. Memilih proyek atau proses yang tepat untuk diperbaiki di sini
maksudnya adalah bagaimana kita memilih proses/proyek yang benar-benar akan memberikan hasil
yang sangat penting buat keseluruhan kinerja organisasi.

2. Mengelola tim lintas fungsi (cross functional team) suatu usaha memperbaiki proses biasanya
memerlukan tim yang terdiri dari wakil beberapa departemen/bagian yang berkaitan untuk bersama-
sama menyelesaikan permasalahan dan membawa perubahan kearah yang lebih baik.

Adapun Implementasi six sigma dalam suatu lembaga akademis adalah suatu tantangan. Ada
keterbatasan penerapan six sigma dalam sebuah organisasi akademik. Metodologi Six sigma telah lebih
teliti dikembangkan dan disempurnakan dalam lingkungan manufaktur daripada sistem pelayanan
seperti dalam Pendidikan. Implikasi praktisnya, six sigma yang dipelajari dalam dunia perusahaan
membantu untuk merangsang pemikiran tentang penerapan metodologi manajemen mutu pengaturan
akademik di mana program peningkatan terstruktur formal seperti six sigma tidak umum ditemukan.
Dengan mengkaji manajemen six sigma ini, maka bisa jadi suatu saat penerapan metodologi mutu
pengaturan akademik ini dapat menjadi prioritas program peningkatan mutu, khususnya secara
mikro/satuan program pendidikan.

Pelaksanan Six Sigma dalam bidang pendidikan berkaitan dengan program perbaikan dan peningkatan
mutu pendidikan. Pihak-pihak yang terkait dengan peningkatan mutu pendidikan adalah mulai dari
Kementerian Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Provinsi, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
(LPMP), Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Pengawas Pendidikan, Kepala Sekolah, Guru, dan Orang tua.
Komponen atau unsur yang berhubungan langsung dengan proses pendidikan di sekolah adalah
pengawas, kepala sekolah, dan guru. Ketiga komponen ini dapat menggunakan Six Sigma dalam proses
peningkatan mutu pendidikan, mengatasi atau mengurangi masalah.

Beberapa contoh penerapan sederhana Six Sigma dalam bidang pendidikan adalah sebagai berikut:

1) Pengawas dapat menggunakan Six Sigma dalam pelaksanaan supervisi baik supervisi akademik
maupun supervisi manajerial, (2) Kepala sekolah dengan tim guru dapat menggunakan Six Sigma dalam
penyelesaian masalah di sekolah, misalnya : a) Mengatasi masalah siswa yang terlambat, b) Mengatasi
masalah siswa yang tidak menjaga kebersihan, (3) Guru dapat menggunakan Six Sigma dalam
menyelesaikan masalah dalam proses pembelajaran di kelas, misalnya : a) Mengatasi masalah siswa
yang menyontek, b) Mengatasi masalah prestasi siswa yang rendah, c) Mengatasi masalah ketidak-
aktifan siswa dalam proses pembelajaran.
Seperti disebut sebelumnya, Six Sigma adalah suatu metode yang sangat terstruktur yang terdiri dari
paling sedikit lima tahapan yaitu : Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control yang disingkat
DMAIC. Lima tahapan dalam Six Sigma ini harus dilaksanakan oleh setiap komponen yang berperan
dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah.

Adapun penerapan langkah-langkah Six Sigma oleh pengawas sekolah adalah sebagai berikut:

1. Define, pada tahap ini pengawas mengidentifikasikan permasalahan, mendefinisikan spesifikasi


pelanggan, dan menentukan tujuan (pengurangan cacat/biaya dan target waktu). Inti tahapan ini adalah
menentukan masalah. Dalam hal supervisi, pengawas dapat melakukan langkah-langkah seperti berikut
ini :

a. Mengidentifikasikan permasalahan dengan menggunakan instrumen, observasi, wawancara dan


dokumentasi.

b. Mengdefinisikan spesifikasi guru berdasarkan hasil pengamatan.

c. Menentukan tujuan (pengurangan cacat/biaya dan target waktu) yaoti untuk memperbaiki kinerja
guru dalam pembelajaran.

2. Measure, pada tahap ini pengawas menvalidasi permasalahan, pengukur/menganalisis


permasalahan dari data yang ada di mana pengawas mengidentifikasi permasalahan yang paling
dominan yang dihadapi oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran. Melalui tahap ini pengawas dapat
membandingkan antara kenyataan yang digambarkan/ditunjukkan oleh hasil observasi dengan perilaku
ideal yang seharusnya. Seorang pengawas dapat menentukan apakah seorang guru sudah “sempurna”
atau masih memiliki kekurangan dan dilakukan pembinaan lebih lanjut. Data-data hasil instrumen
kemudian disusun dalam bentuk tabel untuk mendapatkan gambaran umum permasalahan. Dari tabel
tersebut dapat dibuat diagram pareto untuk melihat persentasi faktor penyebab suatu masalah.

3. Analyze, pada tahap ini pengawas menentukan faktor-faktor yang paling mempengaruhi proses;
artinya mencari satu atau yang kalau itu diperbaiki akan memperbaiki proses secara dramatis. Pada
tahap ini pengawas menentukan faktor-faktor yang paling dominan yang dialami guru dan akan menjadi
fokus pembinaan pengawas.

4. Improve, pada tahap ini pengawas dan guru yang dibina mendiskusikan ide-ide untuk memperbaiki
sistem pembelajaran berdasarkan hasil analisa terdahulu. Melalui diskusi ini pengawas dan guru
mengidentifikasi tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki proses. Selanjutnya
menyepakati dan merumuskan jenis tindakan yang akan dilakukan, dan melakukan percobaan untuk
melihat hasilnya. Jika hasilnya bagus kemudian dibuatkan prosedur bakunya atau SOP (Standard
Operating Procedure).

5. Control, pada tahap ini pengawas harus membuat rencana dan desain pengukuran agar hasil yang
sudah bagus dari perbaikan bisa berkesinambungan. Dalam tahap ini pengawas membuat semacam
metrics untuk selalu dimonitor dan dikoreksi bila sudah mulai menurun ataupun untuk melakukan
perbaikan lagi. Pada tahap ini, pengawas menentukan alat ukur melihat apakah program kegiatan
perbaikan yang telah disepakati sudah atau belum dilaksanakan sesuai dengan SOP.
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan yang telah dilakukan oleh penulis, maka terdapat
beberapa kesimpulan penting yang dapat dirumuskan yang memiliki implikasi bagi manajemen
pendidikan di era ini. Berikut merupakan rumusan simpulannya :

1. Six Sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki proses yang difokuskan
pada usaha mengurangi variasi proses (process variances) sekaliguas mengurangi cacat (produk/jasa
yang diluar spesidikasi) dengan menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif. Fokus
utama Six Sigma sebagai sebuah sistem manajemen adalah pada tiga hal, yaitu fokus pada konsumen,
manajemen proses serta dan data. Dalam Six Sigma, kepuasan konsumen menjadi fokus utama.

2. Metodologi six sigma telah berhasil diterapkan di banyak organisasi yang mengarah ke
peningkatan kualitas luar biasa dalam produk yang diproduksi dan jasa yang diberikan. Metodologi six
sigma terdiri dari Define, Measure, Analyze, Improve, Control. Keberhasilan penerapan metodologi
dalam sebuah organisasi memerlukan komitmen dari manajemen puncak dan karyawan. Manajemen
puncak menjadi pemeran utama untuk metodologi melakukan sumber daya yang diperlukan yang
diperlukan untuk melembagakan metodologi. Karyawan pada bagian mereka memastikan bahwa
mereka mempelajari, menggunakan dan menghargai metodologi untuk memastikan keberhasilan
pelaksanaannya.

Penerapan six sigma di institusi akademik berbeda dengan penerapan di industri manufaktur
sehingga perlu beberapa penyesuaian. Komponen atau unsur yang berhubungan langsung dengan
proses pendidikan di sekolah adalah pengawas, kepala sekolah, dan guru. Ketiga komponen ini dapat
menggunakan Six Sigma dalam proses peningkatan mutu pendidikan, mengatasi atau mengurangi
masalah.
DAFTAR PUSTAKA

D. Manggala, Mengenal Six sigma secara sederhana. (2005). Tersedia. [Online]


:http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/36145542/Six_Sigma_Sederhana.pdf?
AWSAccessKeyId=AKIAJ56TQJRTWSMTNPEA&Expires=1479215355&Signature=3gFy7NFJPFzZ7Bjz6WD4
4xSD6A8%3D&response-content disposition=inline%3B%20filename%3DMengenal_Six_Sigma.pdf

Kurnia, Ahmad. (2014). Quality Manajemen dalam Dunia Pendidikan. Tersedia. [Online] :
http://guruidaman.blogspot.co.id/2014/06/total-quality-management-dalam.html

Machali, Imam dan Ara Hidayat. (2015). The Hand Book of Education Management. Yogyakarta: Tidak
diterbitkan

Pande, Peter S., Neuman Robert P dan Roland R. Cavanah, The Six Sigma Way: Team Fieldbook, An
Implementation Guide for Process Improvement Teams. (McGraw-Hill, 2002), hlm. 8

Anda mungkin juga menyukai