Anda di halaman 1dari 27

A.

Definisi

Lupus merupakan sistemik (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi

autoimun pada jaringan penyembuhan yang dapat mencukup ruam kulit, nyeri

sendi, dan keletihan. Penyakit ini lebih sering terjadi pada prempuan dari pada

pria dengan faktor 10:1. Androgen mengurangi gejala SLE dan estrogen

memperburuk keadaan tersebut. Gejala memburuk selama fase luteal siklus

menstruasi, namun tidak dipengaruhi pada derajat yang besar oleh kehamilan

( Elizabeth 2015).

SLE (systemic lupus erythematosus) adalah sejenis rema jaringan yang

bercirikan nyeri sendi (arthralgia),demam,malaise umum dan erythema dengan

pola berbentuk kupu-kupu khas dipipi muka. Darah mengandung antibody

beredar terhadap IgG dan imunokompleks,yakni kompleks antigen-antibodi-

komplemen yang dapat mengendap dan mengakibatkan radang pembuluh darah

(vaskulitis) dan radang ginjal. Sama dengan rematik,SLE juga merupakan

penyakit auroimun,tetapi jauh lebih jarang terjadi dan terutama timbul pada

prempuan. Sebabnya tidak diketahui,penanganannya dengan kortikosteroida atau

secara alternative dengan sediaan enzim (papain 200mg + pangkreatin 100mg +

vitamin E 10mg) 2 dd 1 kapsul (tan&kirana,2015).

B. Etiologi

Antibody anti RO dan anti LA dapat menyebabkan sindrom lupus neonates


dengan melinitasi plaseta. Sindrom ini dapat bermanifestasi sebagai lesi kulit atau

blok jatung congenital.

Faktor genetic mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan

ekspresi penyakit SLE. Sekitar 20-30% pada pasien SLE mempunyai

kerabatdekat yang menderita SLE. Penelitian terakhir menunjukan bahwa banyak

gen yang berperan antara lain haptolip MHC terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3,

komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi peningkatan

komplomen yaitu : Crg, Cir, Cis, C3, C4 dan C2 serta gen-gen yang mengode

reseptor drl T, immunoglobulin dan sitokin (Albar 2014).

Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV yang

mengubah struktur DNA didaerah yang terpapar sehingga menyebabkan

perubahan sistem imun didaerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel

keratonosit. SLE juga dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada asetilator

lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menyadi

lambat, obat banyak terakumulas ditubuh sehingga memberikan kesempatan obat

untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing

tersebut (Herfindal et al,2000). Makanan seperti wijen (alfafa sprouts) yang

mengandung asam aino L-cannavine dapat mengurangi respon dari sel limfosit T

dan B sehingga dapat menyebabkan SLE (Delafuente 2014). Selain intu infeksi

virus dan bakteri juga menyebabkan peningkatan antibody entiviral sehingga

mengaktivasi sel B limfosit yang akan memicu terjadinya SLE (Herfindal et

al,2015).
Observasi klinis menunjukan pernan hormone seks steroid sebagai penyebab

SLE. Observasi ini mencakup kejadian yang lebih tinggi pada wanita usia

produktif,peningkatan aktivitas SLE selama kehamilan, dan resiko yang sedikit

lebih tinggi padaa wanita pascamenoupause yang menggunakan suplementasi

estrogen. Walapun hormone seks steroid dipercaya sebagai penyebab SLE,namun

studi yang dilakukan oleh petri dkk menunjukan bahwa pemberian kontrasepsi

hormonal oral tidak meningkatkan risiko terjadinya peningkatan aktivitas

penyakit pada wanita penfderita SLE yang penyakitnya stabil

C. Manifestasi

Gambaran klinis SLE sangat bervariasi, baik dalam keterlibatan organ pada

suatu waktu maupun keparahan manifestasi penyakit pada organ tersebut. Sebagai

tambahan,perjalanan penyakit berbeda antarpasien. Keparahan dapat bervariasi

dari ringan ke sedang sehingga parah atau bahkan membahayakan hidup. Karena

perbedaan multisystem dari manifestasi kliniksnya,lupus telah menggantikan

sifilis sebagai great imitator.

1. Manifestasi Konstitusional

Demam muncul pada sebagian besar pasien dengan SLE aktif,namun

penyebab infeksius tetap harus dipikirkan,terutama pada pasien dengan terapi

imunosupresi. Penurunan berat badan dapat timbul awal penyakit,dimana

peningkatan berat badan, khusus pada pasien yang diterapi dengan

glukokortikoid, dapat menjadi lebih jelas lebih jelas pada tahap selanjutnya.

Kelelahan dan malaise merupakan salah satu gejala yang paling umum dan
seringkali merupakan gejala yang memperberat penyakit. Penyebab pasti

gejala-gejala ini belum jelas. Aktivitas penyakit, efek samping pengobatan,

gangguan neuroendokrinologis, dan faktor psikogenik terlibat dalam

timbulnya gejala konstitusional. Pada kasus ini dijumpai gejala demam namun

gejala ini mungkin juga disebabkan oleh infeksi pneumonia. Penurunan berat

badan juga ditemukan pada pasien. Sesuai dengan teori yang mengatakan

kelelahan dan malaise merupakan salah satu gejala yang paling umum yang

memperberat penyakit,gejala ini turut ditemukan kasus ini.

2. Manifestasi Mukokutan

Fotosensitivitas dapat dikenali dengan pembentukan ruam, eksaserbasi ruam

yang telah ada sbelumnya, reaksi terhadap sinar matahari yang berlebihan

(exaggerated sunburn), atau gejala sepereti gatal atau parastesisi setelah

terpajan sinar matahari atau sumber cahaya buatan. Zfotosensitivitas sering

ditemukan dan dapat terjadi pada semua kelompok ras dan etnis, walapun

belum ada studi mengenai prevalensinya dipopulasi umum. Ruam berbentuk

kupu-kupu yang khas, yaitu ruam kemerahan di area malar pipi dan

persambungan hidung yang membagi lipatan nasolabial, lebih dikenal sebagai

malar rash atau butterfly ras. Ruam ini dapat ditemukan pada 20-25% pasien.

Gejala ini dapat meningkat dan sangat meradang, bertahan selams berminggu-

minggu atau berbulan-bulan. Gejala ini hilang tanpa jaringan parut. Plak

eritematosa dengan adherent scale dan telangiektasis umumnya terdapat

diwajah,leher dan kulit kepala. Lupus kutis akut dalam bentuk eritema
inflamasi yang jelas dapat dipicu oleh pacaran sinar ultraviolet. Lesi lupus

subakut dan kronik lebih sering ditemukan di kulit yang terpapar sinar

matahari dalam waktu lama (lengan depan, daerah V dileher ) tanpa pacaran

sinar matahari dalam waktu dekat. Lesi kulit lainnya termasuk livedo

riticularis, eritema periungual, eritema palmaris, nodulpalmaris, vesikel atau

bula, urtikaria akut atau kronik, panniculitis, purpuravaskulitis, dan ulkus

vaskulitis. Alopesia dapat timbul akibatlesi pada kulit kepala, namun biasanya

muncul pada puncak SLE. Alopesia bersifat reversible, kecuali jika terdapat

lesi discoid kepala. Ulkus oral dan nasal cukup sering terjadi dan harus

dibedakab dari infers virus maupun jamur. Mata dan mulut kering (sindrom

Sicca) dapat disebabkan oleh inflamasi autoimun pada kelenjar lakrimal dan

saliva, yang mungkin tumpang tindih dengan sindrom sjogren. Umumnya

mata dan mulut kering merupakan efek samping pengobatan. Pada kasus ini

ditemukan manifestasi mukokutan. Sesuai dengan teori, pada pasien ini

ditemukan fotosensitivitas, yaitu eksaserbasi ruam dengan pajanan pada sinar

matahari. Pada kasus ini juga ditemukan ruam berbentuk kupu-kupu (malar

rash atau butterfly rash) pada bagian pipi dan hidung pasien. Alopesia juga

ditemukan pada pasien ini yang mengeluh rambutnya yang sering rontok

waktu menyikat rambut.

3. Manifestasi Muskuloskeletal

Artritis SLE biasanya meradang dan mucul bersamaan dengan sinovitis dan

nyeri, bersifat nonerosif dan nondeforming. Manifestasi yang jarang adalah


deformitas jaccoud yang menyerupai artritis rheumatoid namun berkurang dan

tidak terbukti secara radiologis menyebabkan desttruksi kartilago dan tulang.

Kelemahan otot biasanya merupakan akibat terapi glukokortikoid atau

antimalaris, namun myositis dengan peningkatan enzim otot jarang ditemukan

dan biasannya merupakan gejala yang tumpah tindih. Tenosinovitis dan

bursitis jarang ditemukan. Ruput tendon dapat merupakan komplikasi terapi

glukokortikoid. Ostenekrosis (nekrosisavaskuler) dapat disebabkan oleh

penyakit maupun efek pengobatan gukokortikoid, biasanya terjadi pada kaput

femoralis, kaput hormonal, lempemg tibia dan talus. Artralgia dan myalgia

merupakan gejala lain yang sering ditemukan, dapat disebabakanoleh

penyakit, efek samping pengobatan, glucocorticoid withdrawal syndrome,

endokrinopati dan faktor psikogenik. Pada kasus ini, ditemukan nyeri pada

sendi yaitu nyeri pada sendi jari pada kedua tangan yang tidak disertai dengan

gangguan pergerakkan. Ini sesuai dengan manifetasi muskuloskletal yang

ditemukan pada pasien SLE yaitu non erosive dan non deforming arthritis.

4. Manifestasi Kardiovaskular

Perikarditis meruapakan gejala khas dengan nyeri substernal posisional dan

terkadang dapat ditemukan rub. Ekokardiografi dapat menunjukkan efusi atau

dalam kasus kronik penebalan dan fibrosis pericardium. Tamponade atau

hemodinamik konstriktif jarang ditemukan, namun dapat diinduksi oleh

karbamazepin. Miokarditis jarang terjadi, namun harus dicurigai pada pasien

dengan SLE aktif dan gejala dada tidak khas, perubahan ECG minimal,
aritmia atau perubahan hemodinamik. Miokarditis dapat mengakibatkan

kardiomiopati dilatasi dengan tanda gagal jantung kiri. Endokarditid

trombotik nonifeksi (Libman-sacks) jarang dan seringkali tidak menimbulkan

gejala, namun dapat menimbulkan disfungsi katup mitral atau katup aorta atau

embilisasi. Arterisklerosis premature dengan angina pektrois dan infark

miokardium merupakan sumber mortalitas dan morbilitas jangka panjang

yang paling serius. Penyakit sendiri, hiperkoagulasi, terapi glukokortikoid

kronik,menopause premature, serta faktor diet dan gaya hidup dapat

menyebabkan arterosklerosis. Fenomena Raynaud, vasospasme yang

diindikasi dingin pada jari.sering ditemukan pada SLE. Penyempitan arteri

ireversibel ditangan dan kaki sering tumpang tindih dengan scleroderma.

Gambaran patologis yang sama pada sirkulasi paru dapat menyebabkan

hipertensi pulmonal, komplikasi yang jarang namun seringkali fatal. Sebagian

besar cedera vascular trombotik pada pasien SLE dimediasi oleh antibody

antifosfolipid (aPL), ditemukan pada sekitar 30% pasien SLE. aPL dapat

menyebabkan thrombosis arteri dan vena spontan pada semua ukuran

pembuluh darah. Keadaan hiperkoagulasi lain, seperti defisiensi protein C dan

protein S, faktor V Leiden dan antitrombin III dapat menyebabkan terjadinya

trombisis, namun defisiensi faktor-faktor ini lebih dihubungkan dengan

terjadinya thrombosis vena dibandingkan trpmbosis arteri.

5. Manifestasi Paru
Pleurisy sering ditemukan pada SLE nyeri dada khas pleuritik, rub, dan efusi

dengan bukti radiografi dapat ditemukan pada sebagian pasien, namun

sebagian lain mungkin hanya berupa gejala tanpa temuan obyektif. Infeksi

parenkim paru pneumonitis atau alveolitis dan dibuktikan dengan batuk,

hemoptysis, serta infiltrate paru jarang terjadi namun dapat membahayakan

hidup. Perdarahan alveolus difus dapat timbul atau tanpa pneumonitis akut

dan memilik angka mortalitas yang sangat tinggi. Pneumonitas lupus kronik

dengan perubahan fibrotic dan paru mirip dengan fibrosis paru idiopatik,

dengan perjalanan yang progresif dan prognosis yang buruk. Penyakit paru

restriktif juga dapat diakibatkan oleh perubahan pleuritik jangka panjang,

miopati atau fibrosis otot pernapasan, termasuk diafragma dan bahkan

neuropati nervus frenikus. Emboli paru rekuren disebabkan oleh antibody

antifosfilipid harus disingkirkan pada pasien dengan gejala paru yang tidak

dapat dijelaskan.

6. Manifestasi Ginjal

Nefritis lupus muncul pada sebagian pasien dengan SLE. Spektrum

keterlibatan patologis dapat bervariasi dari proliferasi mesangial yang sama

sekali tidak menimbulkan gejala sampai glumerulonefritis

membranoproliferatif difus agresif yang menuju gagal ginjal. Gambaran klinis

ditandai dengan temuan minimalis, termasuk proteinuria ringan dan hematuria

mikroskopik, sindrom nefrotik, dengan proteinuria berat, hipoalbuminemia,

edema perifer, hipertrigliseridemia, dan hiperkoagulasi atau sindrom nefritik


dengan hipertensi, sedimen eritrosit atau Kristal eritrosit pada sediaan

sedimen urin dan penurunan laju filtrasi glomerulus progresif dengan

peningkatan kreatinin serum dan uremia. Pada kasus ini ditemukan kelainan

ginjal yang disuspek nefritis karena ditemukan kelainan ginjal yang disuspek

nefritis karena ditemukan proteinuria 25,00mg/dL dan leucocyte pada urin

25,00 leu/πL

7. Manifestasi Neurologis dan Psikiatrik

Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) terjadi pada 5-15% pasien dan terkadang

merujuk pada SLE neuropsikiartrik atau serebritis lupus. Pasien dapat

memiliki manifestasi obyektif seperti meningitis asepsis atau

meningoensefalitis, kejang, khorea, ataksia, stroke dan myelitis tramsversa.

Pada pasien seperti ini diagnosis dapat didukung oleh temuan abnormal pada

analisis cairan serebrospinal, seperti peningkatan kadar protein, pleiositosi,

dan /atau autoantibodi karakteristik, pada CT scan atau MRI, dapat ditemukan

lesi inflamasi pada substansia alba dan grisea atau bahkan pada biopsy

leptomeningeal dengan bukti inflamasi. Gambaran alternatis lupus SSP adalah

gangguan psikiatrik mayor yaitu psikosis. Pada kasus ini cairan serebrospinal

dan pencitraan menujukkan hasil normal dan diagnosis banding dari penysakit

psikogenik primer dan/atau reaksi obat sangat sulit untuk ditentukan. Masalah

ini adalah gangguan kognitif dan kepribadian ringan. Sakit kepala sering

ditemukan dengan intesitas yang beragam. Sakit kepala lupus yang berat dan

menyerupai migren yang hanya responsive terhadap glikokortikoid


merupakan kasus yang jarang. Neuropati kranial dan perifer dapat terjadi dan

dapat menggambarkan vaskulitis pembuluh darah kecil atau infark pada

pasien ini disuspek lupus serbri karena penurunankesadaran.

8. Manifestasi Gastrointestinal

Gejala gastrointestinal nonspesifik, termasuk nyeri perut difus dan mual, kas

untuk pasien SLE. Peritonitis steril dengan asites jarang namun merupakan

komplikasi abdomen yang serius. Banyak gejala gastrointestinal atas

berhubungan dengan terapi yaitu NSAID dan atau gastropati terkait

glukokortikoid. Duodenitis dapat menimbulkan gejala. Pada kasus jarang,

vaskulitis usus dapat menimbulkan kegawatan bedah akut. Terkadang

pankreatitis dapat merupakam gejala penyakit atau merupakan efek

pengobatan. Peningkatan enzim hati terkafdang dihubungkan dengan hepatiris

noninfeksi pada SLE, yang tidak dapat dibedakan dengan hepatitis autoimun

melalui gambar histologis. Peningkatan enzim hati juga dapat disebabkan oleh

penggunaan NSAID, azatrioprin atau metotreksat dan penggunaan jangka

panjang glukokortikoid yang dapst menyebablkan perlemakan hati dengan

peningkatan transaminase ringan.

9. Manifestasi Hematologi

Splenomegali dan limafadenopati difus sering merupakan temuan yang sering

namun nonspesifik pada SLE aktif. Anemia merupakan temuan khas, dapat

disebabkan oleh hemolysis dengan hasil tes coombs positif, kadar haptoglobin

rendah dan kadar laktat dehydrogenase tinggi atau dengan mielosupresi.


Mekanisme tidak langsung mencakup penurunan sintesis eritropoietin dan

mielosupresi uremikum pada pasien nefritis lupus. Hal ini dapat diperberat

dengan perdarahan ringan kronik dan ketidask cukupan asupan makanan.

Leukopenia dan limfopenia sangat sering terjadi namun jarang mencapai

kadar kritis. Studi oleh Ng dkk menghungkan limfopenia dengan peningkatan

risiko terjadinya infeksi pada pasien SLE. Leukositosis dapat sdisebabkan

oleh glukokortikoid. Trombisitopenia ringan (100000-150000/πL) dapat

disebabkan oleh antibody antifosfolipid. Trombositopenia autoimun berat

(kurang dari 50000/πL), disebabkan oleh antibody antiplatelet dapat

mempersulit diagnosis SLE dan awalnya mungkindidiagnosis sebagai purpura

trombositopenik idiopatik. Pada kasus ini ditemukan kelainan atau manifestasi

hematologi sesuai dengan gambaran yang sering ditemukan pada pasien SLE.

Pada kasus ini, ditemukan gejala anemia dengan nilai haemoglobin yang

rendah.

10. Manifestasi Mata

Eksudat dan infarks retina (baan sitoid) relative jarang dan merupakan temuan

nonspesifik. Konjungtivitas dan episkleritis terkadang dapat ditemukan pada

penyakit aktif. Mata kering dapat menunjukan tumpang tindih dengan

sindrom sjogren. Kebutaan singkat atau permanen dapat disebabkan oleh

neuritis optic atau oklusi arteri atau vena retina.


D. Patofisologi

Kerusakan organ pada SLE didasari oleh reaksi imunologi. Proses diawali

dengan faktor pencetus yang ada dilingkungan, dapat pula infeksi, sinar

ultraviolet atau bahan kimia. Cetusan ini menimbulkan abnormalitas respon imun

didalam tubuh yaitu :

1. Sel T dan B menjadi autoreaktif

2. Pembentukan silokin yang berlebihan

3. Hilangnya regulator control pada sistem imun anatara lain :

a. Hilangnya kemampuan membersihkan antigen dikompleks imun

maupun sitokin didalam tubuh

b. Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis

c. Hilangnya toleransi imun sel T mengenali molekul tubuh sebagai

antigen karena adanya mimikri molekul

Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibody didalam

tubuh yang disebut sebagai autoantibodi. Selanjutnya antibody 2 yang

membentuk kompleks imun tersebut terdeposisi pada jaringan / organ yang

akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan jaringan.

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunnya regulasi kekebalan yang

menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi

ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetika, hormonal

(sebagaimana terbukti oleh penyakit yang biasannya terjadi selama usia prodiktif)

dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obatan tertentu seperti
hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat

antikonvulsan disamping makanan seperti kecambah alfa-alfa turut terlihat dalam

penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan.


F. Pemeriksaan penunjang

SLE merupakan suatu penyakit autoimun pada jaringan ikat yang

menujukan berbagai manifestasi,paling sering berupa artitis. Dapat juga timbul

manifestasi dikulit, ginjal dan neorologis. Penyakit ini ditandai dengan adanya

periode aktivitas (ruam) dan remisi. SLE ditegakan atas dasar gambaran klinis

disertai dengan penanda serologis, khususnya beberapa autoantibodi yang paling

sering digunakan adalah antinukelar antibody ( ANA, terapi antibody ini juga

dapat ditemukan pada wanita yang tidak menderita SLE. Antibody yang kurang

spesifik adalah antibouble standed DNA antibody (anti DNA), pengukuran

bermanfaat untuk menilai ruam pada lupus. Anti-Ro, anti-La dan antibody

antifosfolipidpenting untuk diukur karena meningkatkan resiko pada kehamilan.

Penatalaksanaan SLE harus dilaksanakan secara multidisiplin. Priode aktifitas

penyakit dapat sulit untuk didiagnosa. Keterlibatan ginjal sering kali disalah

artikan dengan pre-eklamsia, tetapi temuan adanya peningkatan antibody anti

DNA serta penurunan tingkat komplemen membantu mengarahkan pada ruam.

Antibody fosfolipid dapat timbul tanpa SLE tetapi menandakan resiko

keguguran. Temuan pemeriksaan laboratorium :

1. Tes flulorensi untuk menentukan antinuclear antibody (ANA), positif dengan

titer

tinggi pada 98% penderita SLE.

2. Pemeriksaan DMA double standed tinggi,spesifik untuk menentukan SLE

3. Bila titel antibobel strandar tinggi, spesifik untuk diagnose SLE


4. Tes sifilis bias positif palsu pada pemeriksaan SLE.

5. Pemeriksaan zat antifosfolipid antigen (seperti antikardolipin antibody)

berhubungan dengan menentukan adanya thrombosis pada pembuluh arteri,

vena atau pada abortus spontan, bayi meninggal dalam kandungan dan

trombositopeni.

G. Pengkajian

1.   Anamnesis

a. Penyakit lupus eritematosus sistemik bisa terjadi pada wanita maupun

pria, namun penyakit ini sering diderita oleh wanita, dengan perbandingan

wanita dan pria 8:1

b. Biasanya ditemukan pada ras-ras tertentu seperti negro, cina dan filiphina

c. Lebih sering pada usia 20-4- tahun, yaitu usia produktif

d. Faktor ekonomi dan geografis tidak mempengaruhi distribusi penyakit ini

2. Keluhan Utama

Pada umumnya pasien mengeluh mudah lelah, lemah, nyeri, kaku,

demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta

citra dari pasien

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu dikaji tentang riwayat penyakit dahulu,apakah pernah menderita

penyakit ginjal atau manifestasi SLE yang serius, atau penyakit autoimun

yang lain.

4. Riwayat Penyakit Sekarang


a. Perlu dikaji yaitu gejala apa yang pernah dialami pasien (misalnya ruam

malar-fotosensitif, ruam discoid-bintik-bintik eritematosa menimbulkan :

artaralgia/arthritis, demam, kelelahan, nyeri dada pleuritik, pericarditis,

bengkak pada pergelangan kaki, kejang, ulkus dimulut.

b. Mulai kapan keluhan dirasakan.

c. Faktor yang memperberat atau memperingan serangan.

d. Keluhan-keluhan lain menyertai.

5. Riwayat Pengobatan

Kaji apakah pasien mendapat terapi dengan klorpromazin, metildopa,

hidralasin, prokainamid dan isoniazid, Dilantin, penisilamin dan kuinidin.

6. Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakityang

sama atau penyakit autoimun yang lain

7. Pemeriksaan Fisik

Dikaji secara sistematis :

a. B1 (Breath)

Irama dan kecepatan nafas, kesimetrisan pergerakan nafas, penggunaan otot

nafas tambahan, sesak, suara nafas tambahan (rales,ronchi), nyeri saat

inspirasi, produksi sputum, reaksi alergi. Patut dicurigai terjadi pleuritis atau

efusi pleura.

b. B2 (Blood)
Tanda-tanda vital, apakah ada nyeri dada,suara jantung (s1,s2,s3), bunyi

systolic click (ejeksi clik pulmonal dan aorta), bunyi mur-mur. Friction rup

pericardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura. Lesi eritematous

papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukan gangguan vaskuler

terjadi di ujung jari tangan,siku,jari kaki dan permukaan ekstensor lengan

dibawah atau sisi lateral tangan.

c. B3 (Brain)

Mengukur tingkat kesadaran (efek dari hipoksia) Glasgow Coma Scale

secara kuantitatif dan respon otak : compos mentis sampai coma

(kualitatif), orientasi pasien. Seiring terjadinya depresi dan psikosis juga

serangan kejang-kejang.

d. B4 (Bladder)

Pengukuran urine tamping (menilai fungsi ginjal), warna urine (menilai

filtrasi glomelorus)

e. B5 (Bowel)

Pola makan, nafsu makan, muntah, diare, berat badan dan tinggi badan,

turgor kulit, nyeri tekan, apakah ada hepatomegaly, pembesaran limpa

H. Diagnosa

1. Nyeri kronis berhubungan dengan ketidak mampuan fisik-psikososial kronis

(metastase kanker, injuri neurologis, arthritis).

2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan inflamasi


3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidak mampuan untuk memasukkan nutrisi karena gangguan pada mukosa

mulut

4. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang buruk karena suatu

penyakit

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan deficit imunologi


I. Perencanaan/Intervensi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan (NIC)

. ( NOC)

1. Nyeri kronis berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Pain management

dengan ketidak mampuan fisik- keperawatan selama 24 jam nyeri kronis 1. Monitor kepuasan pasien terhadap

psikososial kronis (metastase pasien berkurang dengan kriteria hasil: manajemen nyeri

kanker, injuri neurologis, 1. Tidak ada gangguan tidur 2. Tingkat istirahat dan tidur yang

arthritis). 2. Tidak ada gangguan konsetrasi adekuat

3. Tidak ada gangguan hubungan 3. Kelola antianalgesik

intrerpersonal 4. Jelaskan pada pasien penyebab nyeri

4. Tidak ada ekspresi menahan 5. Lakukan tehnik nonfarmakologis

nyeri dan ungkapan secara verbal ( relaksasi masase punggung)

5. Tidak ada tegangan otot


Peningkatan suhu tubuh Thermoregulasi 1. Monitor suhu sesering mungkin

berhubungan dengan inflasi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor TD, nadi dan RR

selama 24 jam pasien menunjukan 3. Monitor WBC,Hb dan Hct

kriteria hasil : 4. Monitor intake dan output


2
1. Suhu tubuh dalam batas normal 5. Berikan antipiretik sesuai advis dokter

2. Nadi dan RR dalam rentang 6. Selimuti pasien

normal 7. Berikan cairan intravena

3. Tidak ada perubahan warna kulit 8. Kompres pasien pada lipat paha dan

dan tidak ada pusing, aksila

Ketidak seimbangan nutrisi a. Nutritional status : adequacty of 1. Kaji adanya alergi makanan

kurang dari kebutuhan tubuh nutrient 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

3. berhubungan dengan ketidak b. Nutritional status : Food and menentukan jumlah kalori dan nutrisi

mampuan untuk memasukkan fluid intake yang dibutuhkan pasien

nutrisi karena gangguan pada c. Weght control 3. Ajarkan pasien bagaimana membuat

mukosa mulut Tujuan : Setelah dilakukan tindakan catatatan makanan harian

keperawatan Selama 2x24 jam nutrisi 4. Monitor adanya penurunan BB dan


kurang teratasi dengan indicator : gula darah

1. Albumin serum 5. Monitor lingkungan selama makan

2. Prealbumin serum 6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan

3. Hematokrit tidak selama jam makan

4. Hemoglobin 7. Monitor turgor kulit

5. Total iron binding capacity 8. Monitor kekeringa, rambut kusam,

6. Jumlah limfosit total protein, Hb dan kadar Hct

4 Kelelahan berhubungan dengan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor respon kardiorespirasi

kondisi fisik yang buruk karena keperawatan selama 2x24 jam kelelahan terhadap aktivitas (takikardi, disritmai,

suatu penyakit pasien teratasi dengan kriteria hasil : dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan

1. Kemampuan aktivitas adekuat hemodinamik dan jumlah respirasi)

2. Mempertahankan nutria adekuat 2. Monitor dan catat pola dan jumlah

3. Keseimbangan aktivitas dan tidur pasien

istirahat 3. Monitor lokasi ketidak nyamanan atau


4. Menggunakan teknik energy nyeri selama bergerak dan aktivitas

konservasi 4. Monitor intake nutrisi

5. Mempertahankan interaksi social 5. Monitor pemberian dan efek samping

6. Mengidentifikasi faktor fisik dan obat depresi

psikologis yang menyebabkan 6. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang

kelelahan cara meningkatkan intake makanan

7. Mempertahankan kemampuan tinggi energy

untuk konsentrasi 7. Monitor pemberian dan efek samping

obat depresi

1. Anjurkan pasien untuk menggunakan

Kerusakan integritas kulit Tujuan : Setelah dilakukan tindakan pakaian yang longgar
5
berhubungan dengan deficit keperawatan selama 2x 24 jam kerusakan 2. Hindari kerutan pada tempat tidur

imunologi integritaskulit berkurang dengan kriteria 3. Jaga kebersih dan kering

hasil : 4. Monitor kulit akan adanya kemerahan

1. Intergritas kulit yang baik bisa 5. Mobilasasi pasien ( ubah posisi pasien)
dipertahankan (sensai, elastisitas, setiap dua jam sekali

temperature, hidrasi, pigmentasi) 6. Oleskan lotion atau minyak pada

2. Tidak ada luka/lesi pada kulit daerah yang tertekan

3. Perfusi jaringan baik 7. Monitor status nutrisi pasien

4. Menujukkan pemahaman dalam 8. Monitor status nutrisi pasien

proses perbaikan kulit dan 9. Memandikan pasien dengan sabun dan

mencegah terjadinya cedera air hangat

berulang 10. Kaji lingkungan dan peralatan yang

5. Mampu melindungi kulit dan menyebabkan tekanan

mempertahankan kelembaban 11. Obsevasi luka : lokas, dimensi,

kulit dan perawatan alami kedalaman luka, karakteristik, warna

6. Menunjukkan terjadi proses cairan, granulasi, jaringan nekrotik,

penyembuhan luka tanda infeksi local, formasi traktus


DAFTAR PUSTAKA

Bulechek G.M., Howard B.K, Dochterman J.M. (2016). Nursing Interventions

Classifivation (NIC) fifth edition. St. Louis: Mosby Elseiver.

Burn, Catherine E, et all. (2015). Pediatric Primary Care : A Handbook for Nurse

Practitioner. USA : Saunders

Herdman, T. Heather. (2015). NANDA International Nursing Diagnoses:

Definitions & Classification 2012-2014. UK: Wiley‐Blacwell, A John Wiley

& Sons Ltd

Kasjmir, Yoga dkk. (2016). Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia

Untuk Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik.

Perhimpunan Reumatologi Indonesia

King, Jennifer K; Hahn, Bevra H. (2017). Systemic lupus erythematosus: modern

strategies for management – a moving target. Best Practice & Research

Clinical Rheumatology Vol. 21, No. 6, pp. 971–987, 2007

doi:10.1016/j.berh.2007.09.002 available online at

http://www.sciencedirect.com

Malleson, Pete; Tekano, Jenny. (2016). Diagnosis And Management Of Systemic

Lupus Erythematosus In Children. Paediatrics And Child Health 18:2.

Published By Elsevier Ltd. Symposium: Bone & Connective Tissue.


Moorhead, S., Johnson, M., Maas, ML., Swansosn, E. (2015). Nursing Outcomes

Classification (NOC) Fourth edition. St. Louis: Mosby Elseiver.

Sutarna, Agus, dkk. (2014). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong (Wong’s

Essentials of Pediatric Nursing). ED.6. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai