Anda di halaman 1dari 9

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karunia-
Nya lah, Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Sejarah Indonesia di tahun ajaran 2014, dengan judul “
MANUSIA PURBA DI INDONESIA ”. Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu untuk lebih
mengenal tentang Manusia Purba di Indonesia. Kami sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam
proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan karya ilmiah yang lebih baik
lagi di masa yang akan datang. Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberi
manfaat tersendiri bagi teman-teman sekalian. Bulukumba, 16 Oktober 2014 Tim Penyusun

3. DAFTAR ISI Kata Pengantar……………………………………………………………………...

i Daftar Isi……………………………………………………………………………

ii BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………………

1 1.1 Latar Belakang………………………………………………………….

1 1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………

1 1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………..

1. BAB 2 PEMBAHASAN…………………………………………………………...

2 .2.1 Pengertian Manusia Purba……………………………………………..

. 2. 2.2 Para Peneliti Manusia Purba di Indonesia……………………………...

2. 2.3 Kondisi Alam dan Jenis Manusia Purba di Indonesia………………….

2.2.4.peta temuan manusia purba...........................................

3.BAB 3 PENUTUP………………………………………………………………….

3.1.1 Kesimpulan……………………………………………………………..
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.1 LATAR BELAKANG

Latar Belakang Manusia yang hidup pada zaman Praaksara sekarang sudah berubah menjadi fosil.
Fosil manusia yang ditemukan di Indonesia dalam perkembangan terdiri dari beberapa jenis. Penemuan-
penemuan fosil ini banyak disumbang oleh Indonesia.

1.1.2.RUMUS MASALAH

Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan wilayah tropis dan mempunyai iklim yang cocok dihuni
manusia kala itu. Penemuan-penemuan fosil sangat berguna bagi perkembangan ilmu sejarah sekarang
ini. Baik dalam hal menjelaskan kehidupan manusia kala itu. Hewan yang pernah hidup dan bagaimana
evolusi manusia hingga menjadi sekarang ini. Indonesia banyak menyumbang fosil manusia-manusia
purba. Dilihat dari hasil penemuan di Indonesia maka dapat dipastikan Indonesia mempunyai banyak
sejarah peradapan manusia mulai saat manusia hidup. Dengan begitu ilmu sejarah akan terus
berkembang sejalan dengan fosil- fosil yang ditemukan. Hal ini diketahui dari kedatangan para ahli dari
Eropa pada abad ke-19, dimana mereka tertarik untuk mengadakan penelitian tentang fosil manusia di
Indonesia. Itu sebabnya makalah ini dibuat untuk mengetahui lebih jelas dan terperinci mengenai
pengertian manusia purba yang ditemukan di Indonesia dan homo sapiens serta kehidupannya pada
masa itu.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut

: 1.2.1 Apa yang dimaksud dengan manusia purba?

1.2.2 Siapa sajakah para ahli yang meneliti keberadaan manusia purba di Indonesia?

1.2.3 Bagaimana kondisi alam dan jenis manusia purba di Indonesia?

1. 1.2.TUJUAN PENULISA

Berdasarkan rumusan masalah di atas, makalah ini bertujuan sebagai berikut:

1.3.1 Untuk mengetahui pengertian manusia purba

1.3.2 Untuk mengetahui para ahli yang meneliti keberadaan manusia purba di Indonesia.

1.3.3 Untuk mengetahui kondisi alam dan jenis-jenis manusia purba di Indonesia.
BAB 2

.PENGERITIAN MANUSIA PURBA

Pengertian Manusia Purba Manusia purba diyakini sudah tinggal di bumi ini sekitar 4 juta tahun yang
lalu. Tetapi para ahli meyakini bahwa manusia ini sudah ada di bumi sejak 2 juta tahun yang lalu.
Manusia purba adalah manusia penghuni bumi pada zaman praaksara atau prasejarah yaitu zaman
ketika manusia belum mengenal tulisan. Secara fisik, cirri-ciri manusia purba mempunyai kemiripan
dengan manusia modern sekarang (homo sapiens) namun hal kecerdasannya masih rendah (volume
otak < 1200 cc) dibandingkan manusia modern. Mereka biasanya hidup secara berkelompok dan
mengandalkan bahan makanan dari alam sekitar, baik beerupa tumubuh-tumbuhan maupun binatang,
karena belum mengenal cara bercocok tanam. Kehidupannyapun mereka menggunakan alat-alat yang
masih sangat sederhana pula. Alat-alat yang mereka gunakan biasanya dari tulang-tulang binatang dan
batu. Para ahli dapat mendeskripsikan kehidupan manusia purba setelah menemukan fosil atau artefak
peninggalan manusia purba. Fosil adalah tulang-belulang manusia maupun hewan dan tumbuhan yang
telah membatu dalam waktu yang sangat lama. Sedang Artefak adalah peralatan dan perlengkapan
kehidupan manusia untuk membantu memenuhi kehidupannya yang terbuat dari batu, tulang, kayu,
dan logam. Dengan ditemukannya fosil dan artefak tersebut dapat disusun dan dirangkai perkiraan
kehidupan manusia pada zaman lampau. Fosil- fosil manusia hampir ditemukan di seluruh permukaan
bumi. Melalui fosil dan artefak itu para ahli dapat meneliti manusia purba untuk mengetahui dan
menentukan usia dan keberadaannya.

1.PARA PENELITI MANUSIA PURBA DIINDONESIA

Para Peneliti Manusia Purba di Indonesia Fosil- fosil manusia purba banyak ditemukan di bumi
Indonesia. Namun penemuan itu belum dapat memastikan secara keseluruhan kehidupan dan
keberadaan manusia purba di wilayah Indonesia. Para ahli hanya dapat membuat berbagai macam
perkiraan atau penafsiran sebagian kecil kehidupan manusia purba.Berikut ini yang pernah meneliti
keberadaan manusia purba di Indonesia.

A.Eugene Dubois dan BD. Van Reitschotten

Ia mempunyai nama lengkap Marie Francois Thomas Dubois, lahir pada 28 Januari 1858. Eugene
Dubois adalah seorang dokter yang berkebangsaan Belanda yang pertama kali datang ke Indonesia.
Kedatangannya ke Indonesia bertujuan untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang manusia
purba di indonesia setelah mendapat kiriman sebuah tengkorak manusia dari salah seorang teman yang
bernama BD. Van Reitchotten pada tahun 1889. BD. Van Reitchotten menemukan tengkorak di daerah
Wajak, pada saat ia melakukan penggalian marmer. Eugene Dubois berhasil menemukan fosil tengkorak
pada tahun 1890 di dekat Desa Trinil, Jawa Timur. Fosil itu diberi nama Pithecanthropus Erectus
(manusia kera yang berjalan tegak). Fosil tersebut diduga berusia kurang lebih satu juta tahun.
Penemuan ini ternyata telah menggemparkan dunia ilmu pengetahuan di bidang paleontologi dan
biologi. b. Ter Haar, Oppenoorth, dan GRH. Von Koenigswald Ketiga peneliti mengadakan penelitian di
daerah Ngandong (Kabupaten Blora). Mereka berhasil menemukan empat belas fosil manusia purba.
Fosil-fosil tersebut lebih dikenal dengan Homo Soloensis, karena ditemukan di sepanjang aliran sungai
Bengawan Solo. Sekitar tahun 1936-1941, Von Koenigswald menemukan fosil rahang bawah yang
berukuran sangat besar, sehingga para ahli member nama Meganthropus Paleojavanicus (artinya
manusia besar yang berasal dari pulau Jawa) yang diduga sama dengan Homo Mojokertensis. c.
Tjokrohandoyo dan Duifjes Kedua tokoh ini berhasil menemukan dua fosil di Desa Perning dekat
Mojokerto dan Desa Sangiran di daerah Sragen-Surakarta. Penemuan itu menjadi sangat penting karena
diperkirakan berasal dari lapisan tanah yang sangat tua (lebih kurang diperkirakan dua juta tahun yang
lalu). Fosil yang ditemukan tersebut diberi nama Homo Mojokertensis.

B. d. Prof. Dr. Teuku Jacob

Ia lahir di Peurlak, Aceh Timur pada 6 Desember 1929. Setelah Indonesia merdeka, penelitian itu
dilakukan oleh Prof. Dr. Teuku Jacob, ia adalah ilmuwan yang terus memperjuangkan penemuannya
bahwa fosil di Flores bukan spesies baru, tetapi bagian dari salah satu subspecies Homo Sapiens dengan
ras Austromelanesid. Ia menolak anggapan para ahli Barat bahwa manusia purba di kawasan Sangiran,
Solo bertradisi mengayau (memenggal kepala lalu memakan otak sesamanya). Prof. Dr. Teuku Jacob
melakukan penelitian di Desa Sangiran dan meluas sampai di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo.
Penelitian ini berhasil menemukan 13 fosil, dan fosil terakhir ditemukan pada tahun 1973 di Desa
Sambung Macan dan Sragen.

2.2.3 Kondisi Alam dan Jenis Manusia Purba di Indonesia

Konon pada zaman es, wilayah kita terbagi menjadi dua bagian. Wilayah barat yang disebut Paparan
Sunda menjadi satu dengan Asia Tenggara kontinental. Paparan ini meliputi Jawa, Kalimantan, serta
Sumatra dan menjadi satu dengan daratan Asia Tenggara, sehingga merupakan wilayah yang luas.
Wilayah timur yang disebut Paparan Sahul menjadi satu dengan Benua Australia. Wilayah yang terletak
di antara Paparan Sunda dan Sahul itu meliputi Kepulauan Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku.
Kawasan ini kelak, oleh Wallacea disebut penyaring bagi fauna (bahkan manusia) di kedua daratan.
Karenanya, tipe fauna di kedua daratan cenderung berbeda satu dengan yang lainnya. Dengan dukungan
iklim serta suhu yang baik, evolusi tumbuhan dan hewan (termasuk Primates) bisa berlangsung. Pada
masa itu, manusia hidup dalam kelompok-kelompok kecil di berbagai daerah dengan mobilitas yang
cukup tinggi. Jalur Indonesia-kontinen Asia bisa mereka tempuh melalui rute darat, begitu pula dengan
Indonesia-Australia. Peralatan batu yang ditemukan di Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara serta di
Filipina, mungkin bisa digunakan untuk merunut kehidupan Pithecanthropus yang tinggal di kawasan ini.
Kemudahan komunikasi itu memungkinkan mereka untuk mengadakan migrasi ke dalam dua arah yang
berlawanan.

Perubahan mulai terjadi pada daratan dan kehidupan manusia, saat es mulai mencair. Karena air laut
menjadi lebih tinggi dan menutupi bagian-bagian rendah dari kedua paparan, maka membentuk pulau-
pulau baru yang saling terpisah. Dampaknya adalah kelompok-kelompok manusia itu menjadi tercerai-
berai dan hidup di dalam pulau-pulau yang saling berlainan. Fenomena alam itu tidak hanya sekali
terjadi, sehingga memungkinkan faktor-faktor evolusi seperti seleksi alam, arus gen, dan efek perintis
untuk bekerja. Hasilnya adalah populasi baru yang mungkin sekali berbeda dengan induknya. Mungkin
karena faktor hibridisasi yaitu pembauran gen atau perjodohan antara dua golongan makhluk hidup.
Mungkin pula karena pigminasi yaitu proses pengerdilan individu sebagai akibat adanya seleksi alam dan
terbatasnya bahan makanan untuk populasi yang semakin bertambah. Proses inilah yang antara lain
mengakibatkan mengapa manusia purba yang ditmukan di kawasan Sangiran berbeda dengan yang
ditemukan di Flores pada tahun 2004. Latar belakang sejarah di atas memunculkan kehidupan manusia
di bumi Indonesia. Berdasarkan penemuan para ahli dapat diketahui adanya beberapa jenis manusia
purba yang berhasil ditemukan di Indonesia, diantaranya:

1.. MEGANTHROPUS PALEOJAVANICUS

Meganthropus paleojavanicus berasal dari kata; Megan artinya besar, Anthropus artinya manusia,
Paleo berarti tua, Javanicus yang artinya dari Jawa. Jadi bisa disimpulkan bahwa Meganthropus
Paleojavanicus adalah manusia purba bertubuh besar tertua di Jawa. Fosil manusia purba ini ditemukan
di daerah Sangiran, Jawa Tengah antara tahun 1936-1941 oleh seorang peneliti Belanda bernama Von
Koeningswald. Hasil temuan tersebut berupa rahang bawah dan atas. Pada tahun 1952, Marks juga
menemukan fosil rahang bawah manusia Meganthropus yang lain pada lapisan Kabuh (Pleistosen
tengah) di Sangiran. Fosil yang ditemukan di Sangiran ini diperkirakan telah berumur 1-2 Juta tahun.

Ciri-cirinya sebagai berikut:

1) Memiliki tulang pipi yang tebal.

2) Memiliki otot kunyah yang kuat.

3) Memiliki perawakan yang tegap.

4) Memiliki tonjolan kening yang menyolok.

5) Memiliki tonjolan belakang yang tajam.

6) Tidak memiliki dagu.

7) Memakan jenis tumbuh-tumbuhan.

8) Mempunyai tempat perlekatan otot tengkuk yang besar dan kuat.

2.. Pithecanthropus Mojokertensis

Pithecanthropus Robustus Pithecanthropus Mojokertensis berarti manusia kera dari Mojokerto.


Fosil manusia purba ini ditemukan dan diteliti oleh Tjokrohandoyo yang bekerja di bawah pimpinan ahli
purbakala Duifjes pada tahun 1936 di daerah Kepuhlagen sebelah utara Perning, Mojokerto. Temuan
tersebut berupa fosil anak-anak berusia sekitar 5 tahun. Pithecanthropus Mojokertensis diperkirakan
hidup sekitar 2,5 sampai 2,25 juta tahun yang lalu. Jenis Phitecanthropus mempunyai
ciri-ciri antara lain sebagai berikut:

1) Badan tegap, tetapi tidak seperti Meganthropus.

2) Tinggi badannya 165-180 cm.

3) Tidak mepunyai dagu.

4) Tulang tahang dan geraham kuat serta bagian kening menonjol.

5) Volume otak belum sempurna seperti jenis Homo, yaitu hanya berkisar 750 - 1.300 cc.

. 6) Tulang atap tengkorak tebal dan berbentuk lonjong.

7) Alat pengunyah dan otot tengkuk sudah mengecil.

3.PITHECANTHROPUS ERECTUA

Pithecanthropus erectus ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1890 di sekitar lembah sungai
Bengawan Solo, Desa Trinil (Ngawi), Jawa Timur. Hasil temuan fosil tersebut setelah diteliti dan
direkonstruksi ternyata menunjukkan bentuk kerangka manusia yang menyerupai kera, sehingga
dinamakan Pithecanthropus Erectus yang berarti manusia kera yang berjalan tegak. Mereka hidup
sekitar satu juta sampai satu setengah juta tahun yang lalu. Berdasarkan penelitian pada temuan fosil
yang ada, dapat disimpulkan bahwa Pithecanthropus Erectus mempunyai

ciri-ciri antara lain:

1) Berjalan tegak.

2) Berbadan tegap dengan alat pengunyah yang kuat.

3) Tinggi badan sekitar 165-170 cm dengan berat badan ± 100 kg..

4) Makanannya masih kasar dengan sedikit pengolahan.

5) Volume otaknya berada di antara kera dan manusia.

4. HOMO WAJAKENSIS

Fosil manusia purba jenis Homo adalah jenis manusia purba yang mendekati ciri-ciri manusia
modern. Fosil ini ditemukan pada tahun 1889 oleh Eugene Dobois di desa Wajak (Tulung Agung) Jawa
Timur. Fosil yang ditemukan berupa tulang tengkorak, rahang bawah, dan beberapa ruas tulang leher.
Hidup antara 25.000-40.000 tahun yang lalu. Adapun jenis Homo Wajakensis mempunyai

ciri-ciri sebagai berikut:

1) Berbadan tegap.
2) Volume otak lebih besar daripada Pithecanthropus, yaitu berkisar 1.000-2.000 cc dengan rata-rata
1.350-1.450 cc.

3) Alat pengunyah, rahang, gigi dan otot tengkuk sudah mengecil.

4) Otak besar dan kecil sudah berkembang terutama kulit dan otaknya.

5) Berjalan lebih tegak.

6) Tinggi badan 130-210 cm dengan berat badan 30-150 kg.

7) Muka tidak terlalu menonjol ke depan.

8) Tulang tengkorak mulai membulat.

9) Berkemampuan membuat alat-alat dari batu dan tulang meskipun masih sangat sederhana. .

5.Homo Soloensis

Homo Soloensis merupakan jenis fosil manusia praaksara yang ditemukan di lembah sungai
Bengawan Solo, oleh Ter Haar dan Ir. Oppenoorth pada tahun 1931–1934 di Desa Ngandong kabupaten
Blora. Setelah diteliti oleh Von Koenigswald, fosil tersebut diketahui bahwa ternyata manusia purba jenis
Homo Soloensis lebih tinggi tingkatannya daripada Pithecanthropus Erectus. Jenis manusia purba
tersebut dinamakan Homo Soloensis atau manusia purba dari Solo. Fosil yang ditemukan berupa
tengkorak dan juga tulang kering. Homo Soloensis mempunyai

ciri-ciri sebagai berikut:

1) Otak kecilnya lebih kecil dari otak kecil Pithecanthropus Erectus.

2) Tengkoraknya lebih besar daripada Pithecanthropus Erectus.

3) Volume otaknya berkisar 1.000-1.300 cc.

4) Tonjolan kening agak terputus di tengah.

5) Berbadan tegap dan tingginya sekitar 180 cm.

6. Homo Sapiens

Homo sapiens artinya manusia cerdik berasal dari zaman Holosen (±40.000 tahun yang lalu), telah
mengalami pengecilan pada bagian kepala dan tubuh yang lain, sehingga fisiknya sudah hampir sama
dengan manusia zaman sekarang. Jenis Homo Sapiens yang sampai sekarang masih ada adalah ras
Mongoloid, ras Kaukasoid, dan ras Negroid. Ras Mongoloid memiliki ciri berkulit kuning dan menyebar di
Asia Tenggara. Ras Kaukasoid berkulit putih berhidung mancung dan tubuhnya jangkung, hidupnya
menyebar di Eropa dan Asia kecil (Timur Tengah). Ras Negroid berkulit hitam, bibir tebal, berambut
keriting, hidup menyebar di Papua, Australia dan Afrika. Selain ketiga ras tersebut, terdapat dua ras yang
penyebarannya terbatas yaitu ras Austromelanesoid dan ras Kaukasoid. Ras Austromelanesoid terdapat
di Kepulauan Pasifik dan pulau-pulau di antara Asia dan Australia, sedangkan ras Kaukasoid atau
mungkin yang dimaksud adalah ras Indian yang terdapat di Benua Amerika dan sekarang terdesak oleh
orang kulit putih. Pada zaman Mesolitikum (zaman Batu Madya atau zaman mengumpulkan makanan),
Homo Sapiens di Indonesia sudah mengenal tempat tinggal yang tetap dan bercocok tanam secara
sederhana. Mereka yang tinggal di tepi pantai membangun rumah-rumah panggung, sementara yang di
pedalaman tinggal di gua-gua

.2.2.4.Peta Temuan Manusia Purba

di Wilayah Indonesia, terutama di daerah lembah sungai Bengawan Solo dan sungai Brantas,
merupakan daerah temuan fosil manusia purba yang pernah hidup di Indonesia. Setelah ditemukannya
fosil Pithecantropus Erectus tersebut orang mulai mengadakan penyelidikan di sekitar Trinil. Pada tahun
1931 dan 1934 Dr. G.H.R. Von Koenigswald di daerah Ngandong, masih di wilayah lembah Bengawan
Solo menemukan dua tulang paha dan sebelas tengkorak. Sebagian dari tengkorak itu sudah rusak,
tetapi ada beberapa yang masih baik dan bisa digunakan untuk penelitian yang saksama. Penyelidikan
yang dilakukan Dr. G.H.R. Von Koenigswald dan Weidenriech menunjukkan bahwa mahluk ini
tingkatannya lebih tinggi daripada Pithecantropus Erectus, bahkan mungkin dapat digolongkan kepada
manusia (homo sapiens). Pada tahun 1936 Dr. G.H.R. Von Koenigswald menemukan fosil manusia purba
ketika mengadakan penelitian di lembah sungai Solo di dekat Mojokerto. Ia menemukan kerangka
manusia yang diperkirakan lebih tua daripada sisasisa yang ditemukan oleh Dr. Eugene Dubois. Fosil
manusia purba jenis tersebut ditemukan di daerah Wajak, dekat Tulung Agung, Jawa Timur. Makhluk
tersebut di sebut Homo Mojokertensis. Para ahli menyebutnya Homo Wajakensis, artinya manusia dari
Wajak. Fosil manusia purba dari Mojokerto itu merupakan fosil anak-anak. Menurut ahli purbakala Tn.
Van der Hoop, Homo Mojokertensis hidup kira-kira 600.000 tahun yang lalu, sedangkan mahluk
Pithecantropus Erectus 300.000 tahun yang lalu. Pada tahun 1939, Von Koenigswald menemukan fosil
manusia purba di lembah Bengawan Solo, desa Perning di dekat kota Mojokerto, Jawa Timur. Fosil ini
berupa tengkorak kanak-kanak yang tampak pada giginya yang diperkirakan berusia 5 tahun. Jenis
manusia purba ini disebut Pithecantropus Mojokertensis, artinya manusia kera dari Mojokerto. Pada
tahun yang sama Von Koenigswald menemukan lagi fosil manusia purba di lembah sungai Bengawan
Solo. Jenis manusia purbanya disebut Pithecantropus Robusta, artinya manusia kera yang kuat
tubuhnya. Disebut demikian karena bentuk tubuhnya lebih besar dan kuat daripada Pithecantropus
Erectus.
BAB 3

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Manusia yang hidup pada
zaman praaksara (prasejarah) disebut manusia purba. Manusia purba adalah manusia penghuni bumi
pada zaman prasejarah yaitu zaman ketika manusia belum mengenal tulisan. Ditemukannya manusia
purba karena adanya fosil dan artefak. Ada beberapa jenis manusia purba yang ditemukan di wilayah
Indonesia Meganthropus Paleojavanicus yaitu manusia purba bertubuh besar tertua di Jawa dan
Pithecanthrophus adalah manusia kera yang berjalan tegak. Homo Sapiens adalah jenis manusia purba
yang memiliki bentuk tubuh yang sama dengan manusia sekarang. Mereka telah memiliki sifat seperti
manusia sekarang. Kehidupan mereka sangat sederhana, dan hidupnya mengembara. Jenis kaum Homo
Sapiens yang ditemukan di Indonesia ada 2, yaitu Homo Soloensis yang berarti manusia purba dari Solo
dan Homo Wajakensis yang berarti manusia purba dari Wajak. 2.2 Saran Demikianlah makalah ini kami
susun dengan baik. Semoga dapat bermanfaat bagi teman-teman. Kami menyadari makalah ini masih
banyak kekurangan, maka kami mengharapkan saran dan kritik yang senantiasa bersifat membangun
demi menyempurnakan makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai