PADA ANAK
Novita Donnawati Damanik
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
populasi masyarakat yang menderita alergi. Suatu survei yang dilakukan oleh World
kejadian alergi di dunia berkisar antara 7,5 % sampai 40 %, dengan rata-rata 22 % dari
populasi survei. Negara-negara yang angka prevalensi alerginya tertinggi adalah Jepang,
berupa alergi makanan, dermatitis atopi, asma bronkial dan rhinitis alergi. Dermatitis
atopi merupakan manifestasi dini dari penyakit alergi yang dapat berkembang menjadi
asma di kemudian hari (Sugiyama et al, 2007; Wahn, 2004). Penyakit alergi memiliki
pola perjalanan penyakit tersendiri, yang muncul sebagai dermatitis atopi pada masa bayi
dan akan berlanjut menjadi rhinitis alergi, alergi makanan dan asma. Sebesar 50 %
penderita dermatitis atopi akan menjadi asma dan 75 % menjadi rhinitis alergi (Spergel
Selama beberapa dekade terakhir angka insiden penyakit atopi seperti asma,
dermatitis atopi, dan alergi makanan cenderung meningkat secara dramatis. Di antara
anak-anak yang berumur 0-4 tahun, angka insiden asma meningkat 160 % dan insiden
1
HUBUNGAN ANTARA SKOR DETEKSI DINI RISIKO ALERGI DENGAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPI
PADA ANAK
Novita Donnawati Damanik 2
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
dermatitis atopi meningkat 2-3 kali, sehingga peningkatan insiden penyakit atopi
merupakan salah satu masalah bagi para klinisi yang memberikan pelayanan kesehatan
pada anak-anak (Eichenfield et al., 2003). Menurut Sinagra et al. (2007), dermatitis atopi
diderita oleh sekitar 10-12 % anak. Hill et al. (2007) menyebutkan bahwa dermatitis atopi
pada bayi telah mencapai angka 28 % di Australia, Inggris dan negara-negara di Eropa.
Sedang Cantani (2008) menemukan bahwa telah terjadi peningkatan prevalensi dermatitis
biaya pengobatan yang tinggi. Dampak penyakit alergi berupa peningkatan biaya
pengeluaran untuk berobat, stress pada anak dan orangtua, terjadinya kekambuhan
berulang dan menahun, serta dapat menimbulkan kematian, oleh karena itu perlu
dilakukan pencegahan (Sicherer dan Leung, 2004). Penyakit alergi yang timbul pada masa
anak-anak terutama saat bayi, harus sedini mungkin dicegah karena anak memerlukan
proses tumbuh kembang optimal. Pencegahan tersebut terdiri dari pencegahan primer,
pencegahan sekunder dan pencegahan tersier (Host et al., 2004). Dermatitis atopi ini lebih
sering terjadi pada masa-masa awal kehidupan, sehingga sering menimbulkan stress
terutama pada orang tua, gangguan makan dan tidur pada bayi, lebih sering mengunjungi
dokter dan lebih banyak biaya yang dihabiskan untuk pelayanan kesehatan (Moore et al.,
2004). Manifestasi penyakit alergi dapat dicegah dengan melakukan deteksi dan
intervensi dini, salah satunya dengan identifikasi kelompok risiko tinggi atopi melalui
terkena alergi atau tidak. Untuk itu dilakukan deteksi dini. Menurut Shafi dan Bapat
(2009), deteksi dini terdiri dari: 1) marker genetik, 2) kadar total Ig E tali pusat, 3)
riwayat atopi keluarga. Riwayat atopi pada keluarga dapat digunakan untuk menentukan
kemungkinan bayi atau anak terkena alergi. Risiko alergi pada bayi jika kedua orangtua
tidak memiliki alergi adalah 5 % - 15 %. Risiko alergi akan meningkat bila kedua orang
tua memiliki riwayat atopi dan semakin meningkat menjadi 60 % - 80 % jika memiliki
manifestasi yang sama. Penelitian menunjukkan riwayat keluarga yang positif alergi,
signifikan sebagai faktor risiko terjadinya dermatitis atopi pada anak (Harsono, 2005).
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah melakukan sosialisasi Kartu Deteksi
Dini Risiko Alergi sejak tahun 2005, yang kemudian divalidasi pada Juli 2009 di workshop
Alergi Imunologi di Bali (IDAI, 2009). Kartu tersebut dapat digunakan untuk menilai
apakah ada riwayat alergi pada ayah, ibu atau saudara kandung sebagai prediksi untuk
menilai kemungkinan kejadian peyakit alergi termasuk dermatitis atopi pada seorang anak
dengan sensitifitas 86% dan spesitifitas 85%. Kelebihan kartu ini adalah praktis, murah
dan dapat dikerjakan oleh tenaga kesehatan atau orangtua anak dan belum banyak
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan
1. Kejadian penyakit alergi dan dermatitis atopi pada anak makin meningkat dan
2. Dermatitis atopi merupakan bentuk atopi pertama yang merupakan faktor risiko
timbulnya asma bronkial atau rinitis alergi di kemudian hari dan sudah ada usaha -
3. Kartu Deteksi Dini Risiko Alergi dikembangkan untuk menilai riwayat alergi pada
keluarga
4. Bagaimana hubungan antara skor deteksi dini risiko alergi dengan kejadian dermatitis
C. Pertanyaan Penelitian
Apakah skor deteksi dini risiko alergi berhubungan dengan kejadian dermatitis
D. Tujuan Penelitian
Mengetahui hubungan antara skor deteksi dini risiko alergi dengan kejadian
E. Manfaat Penelitian
1. Dalam bidang akademik dan ilmiah: manfaat penelitian ini adalah untuk meninjau
kembali skor deteksi dini risiko alergi sebagai faktor risiko dermatitis atopi pada
anak.
2. Dalam bidang pelayanan masyarakat: hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
salah satu bahan informasi tentang skor deteksi dini risiko alergi sebagai faktor
3. Dalam bidang pengembangan penelitian: manfaat penelitian ini adalah sebagai salah
satu pertimbangan dalam pengembangan penelitian tentang deteksi dini risiko alergi
pada keluarga dan hubungannya dengan kejadian dermatitis atopi pada anak.
F. Keaslian Penelitian
Dari penelusuran secara manual di perpustakaan pusat Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta tidak ditemukan artikel mengenai skor deteksi dini sebagai faktor risiko
dermatitis atopi. Dari penelusuran kepustakaan tahun 1990 – 2013 melalui elektronik
(internet) melalui Medline (Pubmed) dengan kata kunci atopic dermatitis, allergy history
of family, risk factor, didapatkan 5 artikel berupa penelitian yang kesemuanya dilakukan
di luar Indonesia, yang meneliti tentang riwayat atopi keluarga sebagai faktor risiko
dermatitis atopi.
HUBUNGAN ANTARA SKOR DETEKSI DINI RISIKO ALERGI DENGAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPI
PADA ANAK
Novita Donnawati Damanik
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Tabel 1.1 Penelitian tentang riwayat atopi keluarga sebagai faktor risiko
No Peneliti, Judul Desain Besar Hasil penelitian
tahun sampel
1 Peroni Prevalence Cross 1402 Prevalensi dermatitis atopi pada populasi adalah 18,1% (254 kasus).
dkk, and Risk sectional Anak usia Sensitisasi paling sering pada anak dengan dermatitis atopi adalah
2007 Factors for 3-5 tahun. mites dan grass pollen. Gejala rinitis dan wheezing tampak pada 32,2%
Atopic dan 24,2% anak dengan dermatitis atopi. Faktor risiko untuk dermatitis
Dermatitis in atopi adalah sensitisasi terhadap telur{OR 9,53(95% CI; 2,40-37,82)},
Preschool kucing{OR 4.48(95% CI;1.83-10,93)}, grass pollen{OR 2,50(95% CI;
Children 1,35-4,61)}, mites{OR 2,13(95% CI; 1,16-3,91)} dan juga riwayat
atopi keluarga yang positif {OR 2,08(95% CI; 1,57-2,76)} .
2 Lee dkk, Familial Risk Cross 257 keluarga Ditemukan kecenderungan peningkatan dermatitis atopi pada anak
2004 of Allergic sectional dengan{PRR 1,9 (95% CI; 0,3-11,8)} dan {1,5 (95% CI; 0,4-5,5)}
Rhinitis and untuk ayah saja atau ibu saja dengan riwayat atopi positif dan {PRR 2,3
Atopic (95% CI; 0,4-3,7)} untuk kedua orangtua dengan riwayat atopi positif.
Dermatitis
among
Chinese
Families in
singapore
6
HUBUNGAN ANTARA SKOR DETEKSI DINI RISIKO ALERGI DENGAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPI
PADA ANAK
Novita Donnawati Damanik
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 7
3 Purvis Risk Factors Cohort 550 anak usia Dermatitis atopi terdiagnosis pada 87 (15,8%) anak pada usia 3,5 tahun
dkk, for Atopic study 0sampai usia yang berhubungan dengan peningkatan serum Ig E>200 kU. Dermatitis
2005 Dermatitis in 3,5 tahun atopi berhubungan dengan penyakit atopi orangtua: hanya atopi ibu,
New Zealand OR 3,83 (95% CI;1,2-12,23), hanya atopi ayah, OR 3,59 (95% CI;1,09-
Children at 11,75), kedua orangtua atopi, OR 6,12 (95% CI; 2,02-18,50).
3,5 years age Dermatitis atopi pada usia 3,5 tahun tidak berhubungan dengan jenis
kelamin, status sosioekonomi, ibu yang merokok, paritas, kelembaban,
jamur, atau penggunaan antibiotik pada usia 1 tahun kehidupan.
4 Moore Perinatal Cohort 1005 Ibu dan Insiden kumulatif dermatitif atopi pada usia 6 bulan pertama kehidupan
dkk, Predictors of Study Anak adalah 17,1 %. Faktor prediktor perinatal untuk dermatitis atopi pada
2004 Atopic penelitian ini:
Dermatitis - ibu kulit hitam OR 2,41 (95% CI; 1,47-3,04)
Occuring in - ibu ras Asia OR 2,58 (95% CI; 1,02-1,27)
the First Six - tiap peningkatan usia kehamilan 1 minggu OR 1,14 (95% CI; 1,02-
Months of Life 1,27)
- riwayat eksema pada ibu OR 2,67 (95% CI; 1,74-4,1)
Faktor-faktor sosial, makanan dan variabel lingkungan tidak
berhubungan dengan risiko terjadinya dermatitis atopi.
5 Ngamph Atopic Risk Retrospe 3502 anak Ada hubungan yang bermakna antara skor risiko atopi dengan
aiboon Score for ktif perkembangan penyakit alergi pada skor 1 atau lebih(OR 2,64, p<
et al, allergy 0,001, 95 % CI; 1,30-1,72 ) skor untuk mendeteksi bayi risiko tinggi
2009 prevention adalah >2.