Yang lebih mengejutkan lagi, kalau kita perhatikan bumi yang kita tempati ini,
ternyata komponen yang terbanyak adalah air, bukankah lautan luasnya 3 kali lipat
dari daratan? Sungguh Maha Benar Allah, jauh sebelumnya Allah telah menyatakan
hal ini di dalam salah satu firman-Nya:
“Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup, apakah mereka beriman?.”
(Qs Al Anbiya:30)
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa kalau kita ingin hidup yang lebih sempurna dan
lebih sehat hendaknya kita mengkomsumsi air dalam jumlah yang cukup, baik untuk
diminum, atau untuk membersihkan diri dan lingkungan, maupun untuk bersuci.
Para ahli menjelaskan bahwa air merupakan komponen utama sel, jaringan,
dan organ manusia. Penurunan total cairan tubuh bisa menyebabkan penurunan
volume cairan, baik intrasel maupun ekstrasel, yang dapat berimbas pada kegagalan
organ, bahkan kematian.
Salah satu ajaran Islam adalah anjuran untuk hidup bersih dan sehat. Islam
menganjurkan agar manusia memperhatikan kebersihan diri sebagai salah satu cara
untuk menjaga kesehatan. Dalam masalah kebersihan diri, Islam memiliki sikap yang
tidak dapat ditandingi oleh agama apapun. Islam memandang kebersihan diri sebagai
ibadah dan sekaligus cara untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Islam
mengkategorikan kebersihan diri sebagai salah satu kewajiban setiap muslim, seperti
wudhu, mandi junub, tayamum, dan lain-lain (Muzalifah, 2013). Sebagaimana firman
Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air,
maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan
tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat- Nya bagimu, supaya kamu
bersyukur.(Q.S Al Maidah (5): 6)
“Maukah ku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang dapat menjadi sebab Allah
menghapuskan dosa-dosa dan meninggikan derajat.” Mereka -para sahabat-
menjawab, “Tentu saja mau, wahai Rasulullah.” Maka beliau menjawab, “Yaitu
menyempurnakan wudhu dalam kondisi yang tidak menyenangkan, memperbanyak
langkah menuju masjid, dan menunggu sholat berikutnya sesudah mengerjakan
sholat, maka itulah ribath.” (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah)
Dalam Islam kebersihan meliputi lahir dan batin. Perintah kebersihan dalam Islam
memiliki kedudukan yang kokoh dan tidak bisa terdapat dalam agama ilahi maupun
bumi lainnya. Islam memperhatikan masalah kesehatan, menjaga kebersihan dan
menyerukan untuk bersikap seimbang dalam konsumsi sebagai tindakan prinsip
dalam menjaga kesehatan. Dengan demikian, kotoran termasuk najis dan perlu
dibersihkan dengan cara khusus dan sarana tertentu. Sebagai sarana yang dijadikan
sebagai penyuci antara lain air, hujan, cahaya matahari dan tanah. Islam menyebut
kotor sebagai faktor penyebab kemiskinan dan sakit dalam beberapa hal, kotoran
sering juga disebut sebagai setan. Pada masa itu, manusia tidak mengetahui tentang
mikroba dan bakteri.
Dalam kehidupan muslim sendiri menguasai pengetahuan mikrobiologi
sangat penting, bahkan bisa menjadi fardhu kifayah. Di antara muslim sendiri harus
ada yang memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang mikrobiologi sebagai
sumber pengetahuan tentang makhluk Allah (Al-Jazairi & Jabir, 2006). Kesimpulan
para ulama tidak keluar dari kaidah fikih, bahwa apabila Allah mewajibkan sesuatu
pekerjaan, berarti Dia mewajibkan pula segala sesuatu yang diperlukan untuk
melaksanakan pekerjaan itu. Jika sesuatu diperintahkan, maka berarti perintah itu
ditunjukan pula pada sarana dan prasarananya sebagaimana disebutkan dalam kaidah
fikih:
\
Pada penelitian yang dilakukan di Lab Mikrobiologi Universitas YARSI, untuk
mengidentifikasi bakteri patogen penyebab diare yaitu Escherichia coli , Salmonella
typhimerium dan Shigella flexneri.
Bakteri terasa interaksinya dengan manusia ketika terasa pengaruhnya. Efek interaksi
tersebut ada yang menyebabkan efek baik atau positif (membantu membusukkan
bahan organik) ada juga yang negatif (menyebabkan sakit atau kerusakan).
Mikrobiologi menjadi kajian yang cukup penting sejak zaman sebelum masehi (SM).
Pada zaman Aristoteles (300 tahun SM), keberadaan dan munculnya makhluk hidup
menjadi bahan pemikiran (Syamsul, 2005).
Bakteri sama saja dengan(hewan) dijelaskan melalui firman Allah SWT :
”Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, Maka sebagian dari
hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki
sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa
yang dikehendaki-Nya, Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
(Q.S.An-Nur (24) : 45)
Bakteri baru terasa interaksinya dengan manusia ketika terasa pengaruhnya.
Efek interaksi tersebut ada yang menyebabkan efek baik atau positif (membantu
membusukkan bahan organik) ada juga yang negatif (menyebabkan sakit atau
kerusakan). Salah satunya bakteri yang dapat menyebabkan diare menganggu sistem
pencernaan sehingga kotoran manusia menjadi cair (Mustafa, 2007).
\
Dalam ajaran Islam apabila seorang muslim tertimpa suatu penyakit dianjurkan untuk
berusaha dalam berobat untuk mencapai kesembuhan. Menurut fatwa yang
dikeluarkan oleh Majma’al Fiqh al-Islami, hukum berobat tergantung pada keadaan
dan kondis pasien :
• Berobat menjadi wajib jika tidak dilakukan akan mengancam jiwa, atau kehilangan
anggota tubuhnya, atau akan menjadi lemah, atau penyakitnya akan dapat
menulari orang lain
• Berobat hukumnya sunnah jika tidak dilakukan akan menjadikan tubuhnya lemah
namun tidak separah kondisi pertama di atas.
• Berobat hukumnya mubah jika tidak sampai pada dua kondisi di atas.
• Berobat hukumnya makruh jika dengan berobat ditakutkan akan mengalami
keadaan lebih buruk daripada dibiarkan saja (Zuhroni, 2010).
Anjuran belajar ilmu kedokteran secara khusus, juga tercakup dalam perintah Nabi
(berobatlah) misalnya Hadis Nabi:
Allah swt juga sudah memberitahukan umat nya bahwasannya suatu penyakit ada
penawarnya. Allah swt mengisyaratkan bahwa al-quran diturunkan sebagai penawar
dan Rahmat bagi orang-orang yang mukmin. Firman Allah SWT antara lain:
” Dan kami menurunkan Al Qur’an sebagai penawar dan Rahmat untuk orang-orang
yang mu’min, sedangkan bagi orang yang dzalim hanya akan menambah kerugian “
( Q.S Al-Isra (17): 82 ).
Menurut para ahli tafsir bahwa nama lain dari Al Qur’an yaitu ” Asysyifa ” yang
artinya secara Terminologi adalah Obat Penyembuh.
” Hai manusia , telah datang kepadamu kitab yang berisi pelajaran dari tuhanmu dan
sebagai obat penyembuh jiwa, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman ” ( Q.S Yunus (10) : 57 ).
Di dalam al-quran juga dijelaskan bahwa Allah swt telah menjadikan alam semesta ini
sebagai suatu sumber bahwasannya segala macam yang ada di alam semesta bisa
digunakan untuk pengobatan. Contohnya seperti kurma, anggur, zaitun, dan
madu(Mustafa, 1994). Firman Allah swt :
Hal ini seiring dengan pengobatan diare, dari hadits diatas bahwa setiap orang
dianjurkan memilih antibiotik yang tepat dalam pengobatan diare (Natsir&Sartini,
2006).
Ada tiga metode pengobatan yang diajarkan oleh Rasulullah saw, yaitu:
Hasil uji sensitivitas bakteri patogen penyebab diare dari sampel alat makan terhadap
antibiotika yang dicobakan menunjukkan Bakteri Pseudomonas aeruginosa sensitif
terhadap antibiotik CIP (62%(30)), SXT (22%(26)), C (%(10)), DO (%(22)) VA
(%(18)). Proteus vulgaris sensitif terhadap antibiotik CIP (88%(22)), SXT (50%(43)),
C (%(26)), DO (%(20)) dan resiten terhadap VA (100%(0)). Escheria colli resisten
terhadap antibiotik CIP (100%(0)), SXT (100%(0)), dan sensitif C (%(40)), DO
(%(38)) dan terhadap VA (%(18)). Staphylococcus aureus sensitif terhadap antibiotik
CIP (100%), SXT (100%), C (100%), DO (100%), VA (100%). Staphylococcus
epidermidis sensitif terhadap antibiotik CIP (100%), SXT (100%), C (100%), DO
(100%), VA (100%).
Penggunaan antibiotika yang tidak rasional pada penyakit diare cenderung akan
meningkatkan resistensi kuman yang semula sensitif. Perkembangan resistensi kuman
terhadap antibiotika perlu dipantau agar dalam pengobatan penyakit diare dengan
antibiotika dapat dilakukan pemilihan obat yang tepat. (Jurnalis et. al, 2009)
Dalam ajaran Islam apabila seorang muslim tertimpa suatu penyakit dianjurkan untuk
berusaha dalam berobat untuk mencapai kesembuhan. Menurut fatwa yang
dikeluarkan oleh Majma’al Fiqh al-Islami, hukum berobat tergantung pada keadaan
dan kondis pasien : (Zuhroni, 2010)
Berobat pada dasarnya dianjurkan dalam agama islam sebab berobat termasuk upaya
memelihara jiwa dan raga, dan ini termasuk salah satu tujuan syari’at islam
ditegakkan, terdapat hadits dalam hal ini, diantaranya;
Dari Usamah bin Syarik berkata, ada seorang arab baduwi berkata kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“berobatlah kalian hai hamba Allah, sesungguhnya Allah tidak menjadikan penyakit
melainkan Dia menjadikan pula obat baginya, kecuali penyakit yang satu:
tua”(H.R.Tarmidzi 2038, dan di shahihkan oleh al-Albani dalam sunan Ibnu Majah
3436).
Hadits di atas memberikan pengertian kepada manusia bahwa semua penyakit yang
menimpa manusia maka Allah turunkan obatnya. Kadang ada orang yang
menemukan obatnya, ada juga orang yang belum bisa menemukannya. Oleh
karenanya seseorang harus bersabar untuk selalu berobat dan terus berusaha untuk
mencari obat ketika sakit sedang menimpanya.
Penerapan Kaidah
“Menghilangkan
Kemudharatan itu Lebih
Didahulukan daripada
Mengambil Sebuah
Kemaslahatan” – Kaidah
Praktis Memahami Fiqih
Islami (Ustadz Kurnaedi, Lc.)
Beranda Download Kajian Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi Kaidah-Kaidah
Praktis Memahami Fiqih Islami Penerapan Kaidah “Menghilangkan
Kemudharatan itu Lebih Didahulukan daripada Mengambil
Sebuah Kemaslahatan” – Kaidah Praktis Memahami Fiqih Islami
(Ustadz Kurnaedi, Lc.)
By Radio Rodja | Kamis, 12 Sya'ban 1437 / 19 Mei 2016 pukul 10:40 am
Tautan: https://www.radiorodja.com/?p=21003
SHARE
TWEET
SHARE
SHARE
3 COMMENTS
Maksud dari kaidah ini adalah kalau berbenturan antara menghilangkan sebuah
kemudharatan dengan sesuatu yang membawa kemaslahatan maka didahulukan
menghilangkan kemudharatan. Kecuali kalau madharat itu lebih kecil dibandingkan
dengan maslahat yang akan ditimbulkan.