Anda di halaman 1dari 7

PERLAWANAN RAKYAT TONANDO DAN NILAI-NILAI KEJUANGANNYA

A. PERLAWANAN TONANDO

Perang tondano yang terjadi pada 1808-1809 adalah perang yang melibatkan orang Minahasa di
Sulawesi Utara dan pemerintah kolonial Belanda pada permulaan abad XIX. Perang pada permulaan
abad XIX ini terjadi akibat dari implementasi politik pemerintah Kolonial Hindia Belanda oleh para
pejabatnya di Minahasa,terutama upaya mobilisasi pemuda untuk dilatih menjadi tentara.

Tondano merupakan salah satu kawasan di Minahasa, Sulawesi Utara. Rakyat Tondano pernah
melakukan perlawanan terhadap kolonialisme Belanda dibawah bendera VOC maupun pemerintah
Kolonial Hinda Belanda.

Kontak awal Belanda dengan rakyat Minahasa dilakukan dengan damai. Dalam buku Sejarah
Perlawanan terhadap Kolonialisme Imperialisme di Sulawesi Utara (1984) karya Drs J.P Tooy dkk,
disebutkan bahwa VOC menyatakan perjanjian persahabatan dengan rakyat Minahasa pada awal
kedatangannya di tahun 1967. Namun, perjanjian persahabatan pada akhirnya hanyalah sebuah siasat
dari VOC agar mereka diterima dan bisa mengambil langkah untuk menguasai kawasan Sulawesi Utara.

nilai-nilai perjuangan dan pengorbanan dari peristiwa bersejarah itu mempunyai nilai yang tak terhingga
untuk kita refleksikan bagi pembangunan Minahasa pada umumnya, dan Tondano pada khususnya, pada
era (post)modern ini.
1. Sejarah dan Latar Belakang Perang Tonando 1 dan 2

• Perang Tondano 1

Perang Tondano 1 Latar belakangnya karena monopoli perdagangan beras VOC. Perang Tondano I
terjadi pada masa kekuasaan VOC. Pada saat datangnya bangsa barat orang-orang Spanyol sudah
sampai di Tondano (Minahasa, Sulawesi Utara).Orang Spanyol di samping berdagang juga menyebarkan
agama Kristen dengan tokohnya Franciscus Xaverius.

Pada waktu itu VOC berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate. Bahkan Guberbur Ternate Simon
Cos mendapatkan kepercayaan dari Batavia untuk membebaskan Minahasa dari pengaruh Spanyol. Pada
waktu itu VOC berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate. Bahkan Guberbur Ternate Simon Cos
mendapatkan kepercayaan dari Batavia untuk membebaskan Minahasa dari pengaruh Spanyol.
• Perang Tondano 2

Perang Tondano 2 Latar belakangnya karena adanya Kebijakan Dandels yang ingin menambahkan
tentara yang 3000 menjadi 20.000. Perang Tondano II terjadi ketika memasuki abad ke-19, yakni pada
abad ke-19, yakni pada masa kolonial Belanda. Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan Gubernur
Jenderal Daendels. Atas perintah Deandels melalui Kapten Hartingh, Residen Manado Prediger segera
mengumpulkan para ukung (pemimpin walak atau daerah setingkat distrik). Dari Minahasa ditarget
untuk mengumpulkan pasukan sejumlah 2.000 orang yang akan di kirim ke jawa.

Ternyata orang-orang Minahasa tidak setuju dengan program Deandels untuk merekrut pemuda-
pemuda Minahasa sebagai pasukan kolonial. Kemudian para ukung bertekad untuk mengadakan
perlawanan terhadap kolonial Belanda. Mereka memusatkan aktivitas perjuangannya di Tondano
Minahasa. Dalam suasana Gubernur Prediger untuk meyerang pertahanan orang-orang Minahasa di
Tondano, Minawanua, dengan cara membendung Sungai Temberan dan membentuk dua pasukan
tangguh. Tanggal 23 Oktober 1808 Belanda berhasil menyerang orang-orang Minahasa. Tanggal 24
Oktober 1808 Belanda menguasai Tondano dan mengendorkan serangan tetapi kemudian orang-orang
Tondano muncul dengan melakukan serangan. Perang Tondano Ii berlasung lama sampai Agusttus 1809.
dalam suasana kepenatan banyak kelompok pejuang kemudian memihak Belanda. Namun dengan
kekuatan yang ada para pejuanga Tondano terus memberikan perlawanan. Akhirnya tanggal 4-5 Agustus
1809 benteng pertahanan Moraya hancur bersama para pejuang. Mereka memilih mati daripada
menyerah.

2. Tokoh Perang Tondano

Tokoh tokoh perang tondano 1 dan 2:

1.Tewu

2. Sarapung

3. Korengkeng

4. Lumingkewas Matulandi (Semua berasal dari tondano-minawanua),

5. Lonto kamasi Kepala Walak Tomohon

6. Ukung mamahit dari Walak Remboken.

3. Akhir Perang Tondano

Kisah perang Tondano yang berakhir pada awal abad ke XIX di saat berkuasanya VOC di bawah
pimpinan Gubernur Jenderal Daindels, telah mengundang perhatian yang cukup besar karena
perlawanan rakyat Minahasa di Sulawesi Utara terhadap penjajahan Belanda tidaklah tanggung-
tanggung.
Mereka berperang sampai tetes darah penghabisan di Benteng Moraya bersama para pemimpinnya
terdiri dari Lonto, Tewu, Matulandl, Mamahit, Korengkeng. Lumingkewas, Sarapung, Sepang, Kepel serta
lain-lainnya yang kisahnya tidak kalah dengan pahlawan nasional seperti Pattimura, Hasssanudin,
Diponegoro dan Imam Bonjol.

Pada tanggal 5 Agustus 1809, waktu sang surya menampakan cahayanya di ufuk timur, yang disinari
bukan lagi Minawanua di hari kemarin, tetapi tinggal puing-puing berserakan, ditaburi mayat-mayat, bau
amis darah dan tumpukan bara api. Tak ada lagi anak negeri yang bangun bersama sang surya berjaga-
jaga di Bentengi Moraya dan Benteng Paapal. Semuanya telah musnah bersama Wanua tercinta. Inilah
akhir dari suatu perjuangan panjang rakyat Minahasa dalam mempertahankan eksistensi martabat
kebangsaannya.

Hanya dengan satu kalimat dinyatakan oleh Dr. E.C. Molsborgen, yang menggambarkan semangat dan
jiwa perjuangan Minawanua: “de dappere tegenstand tegen een overmacht had de Tondaneers niet
gebaat” lihat (Supit 1991:84).

4. Dampak Perang Tondano

1. Jatuhnya korban dari kedua belah pihak

2. Kerugian materi maupun non materi dari kedua belah pihak

3. Jatuhnya daerah Tondano ke tangan Belanda

4. Penderitaan rakyat yang semakin memburuk

5. Terpengaruhnya orang-orang Minahasa (pejabat pribumi) oleh Belanda.

Proses Perlawanan Aceh terhadap Portugis

Pada Tahun 1523 melancarkan serangan dibawah pimpinan Henrigues dan diteruskan oleh de Sauza
pada tahun berikutnya. Namun perlawanan yang dilakukan selalu menemui kegagalan. Maka, untuk
melemahkan Aceh, Portugis melancarkan serangan dengan mengganggu kapal-kapal dagang Aceh.
Selain mengganggu pedagangan rakyat Aceh, Portugis juga ingin merampas kedaulatan Aceh. Hal itu
membuat rakyat Aceh marah dan akhirnya melakukan perlawanan.
Usaha-usaha Aceh Darussalam untuk mempertahankan diri dari ancaman Portugis, antara lain:

1. Aceh berhasil menjalin hubungan baik dengan Turki, Persia, dan Gujarat (India),

2. Aceh memperoleh bantuan berupa kapal, prajurit, dan makanan dari beberapa pedagang muslim di
Jawa,

3. Kapal-kapal dagang Aceh dilengkapi dengan persenjataan yang cukup baik dan prajurit yang tangguh,

4. Meningkatkan kerja sama dengan Kerajaan Demak dan Makassar.

Semangat rakyat Aceh untuk mengusir Portugis dari Aceh sangatlah besar. Puncaknya adalah pada
masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636).

Sultan Iskandar Muda mencoba menambah kekuatan dengan melipatgadakan kekuatan pasukannya,
angkatan laut diperkuat dengan kapal-kapal besar yang berisi 600-800 prajurit, pasukan kavaleri
dilengkapi dengan kuda Persia, menyiapkan pasukan gajah dan milisi infanteri. Perlawanan terus
dilakukan. Permusuhan antara Aceh dan Portugis berlangsung terus tetapi sama-sama tidak berhasil
mengalahkan, sampai akhirnya Malaka jatuh ke tangan VOC tahun 1641.VOC bermaksud membuat
Malaka menjadi pelabuhan yang ramai dan ingin menghidupkan kembali kegiatan perdagangan seperti
yang pernah dialami Malaka sebelum kedatangan Portugis dan VOC. Kemunduran Aceh mulai terlihat
setelah Iskandar Muda wafat dan penggantinya adalah Sultan Iskandar Thani (1636–1841).

Pada saat Iskandar Thani memimpin Aceh masih dapat mempertahankan kebesarannya. Tetapi setelah
Aceh dipimpin oleh Sultan Safiatuddin 91641–1675) Aceh tidak dapat berbuat banyak mempertahankan
kebesarannya

Di antara raja-raja Kerajaan Aceh yang melakukan perlawanan adalah:

- Sultan Ali Mughayat Syah (1514–1528). Berhasil membebaskan Aceh dari upaya penguasaan bangsa
Portugis

- Sultan Alaudin Riayat Syah (1537–1568). Berani menentang dan mengusir Portugis yang bersekutu
dengan Johor.

- Sultan Iskandar Muda (1607–1636). Raja Kerajaan Aceh yang terkenal sangat gigih melawan Portugis
adalah Iskandar Muda. Pada tahun 1615 dan 1629, Iskandar Muda melakukan serangan terhadap
Portugis di Malaka.

Setelah Aceh mengalami kekalahan perang yang berkali-kali membuat Aceh tidak mempunyai
pengaruh lagi diperdagangan dan pengaruh di kerajaan di tanah Melayu dan membuat Portugis semakin
besar, walaupun Aceh kalah perang dengan Portugis tapi Aceh tidak bisa dikuasai oleh Portugis.

5. Tujuan Berperang tondano


• Perang Tondano 1

Karena Belanda meminta rakyat minahasa untuk menyerahkan berasnya untuk dijadikan monopoli
perdagangan, rakyat minahasa menolak kegiatan monopili tersebut. jadi tujuan perang tondano 1
menolak monopoli perdagangan (beras) yg akan dilaksanakan Belanda.

• Perang Tondano 2

Daendels yang kekurangan koloninya untuk melawan Inggris yg ingin menguasai pulau Jawa, akhirnya
Daendels mengambil koloni-koloni tsb dari org pribumi. tetapi org minahasa tidak ingin menyerahkan
pemuda-pemudanya untuk dijadikan koloni Belanda. jadi tujuan perang Tondano 2 ini menolak
dijakannya orang pribumi(minahasa) utk dijadikan koloni Belanda.

PERLAWANAN PATTIMURA DAN NILAI-NILAI KEJUANGANNYA

Nilai-nilai Pancasila Dalam Perjuangan Kapten Pattimura, Pahlawan dari MalukuKapten Pattimura
menjadi salah satu pahlawan yang mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam perjuangannya. Ia adalah
seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang berasal dari Maluku. Ia lahir pada 8 Juni 1783 dari keluarga
keturunan bangsawan Pulau Seram di masa itu.
Pattimura adalah sosok pahlawan yang gigih berjuang melawan penjajahan Belanda yang berniat
menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku. Salah satu pertempuran terbesar yang dipimpinnya
merebut Benteng Duurstede bersama rakyat Maluku dari tangan penjajah Belanda.Pattimura wafat
pada tanggal 16 Desember 1817 di umur 34 tahun karena tertangkap Belanda dan dijatuhi hukuman
mati di tiang gantungan.
Kapten Pattimura adalah seorang pemimpin yang berwibawa dan penuh kharisma. Dalam
perlawanannya melawan penjajahan Belanda, Pattimura dikenal cerdik dan mampu menghimpun
kekuatan besar rakyat Maluku.
Bahkan, namanya disegani oleh para pemimpin VOC kala itu. Tidak heran jika Pattimura sangat piawai
dalam pertempuran dan menghimpun pasukan, menurut sejarah ia pernah menjadi tentara berpangkat
Sersan dalam kekuatan militer Inggris di tanah Ambon. Ada nilai-nilai pancasila yang terkandung dalam
perjuangan kapten pattimura. Nilai-nilai ini cerminan dari perjuangannya melawan Belanda untuk
mendapatkan kemerdekaan Indonesia.

Nilai-nilai Pancasila Dalam Perjuangan Kapten Pattimura


Kapten Pattimura bekerja keras dalam mengusir Belanda. Ia selalu mengupayakan keadilan sosial bagi
rakyat Indonesia. Sikap ini merupakan cerminan nilai sila kelima Pancasila.
Alasan Kapten Pattimura berjuang mengusir Belanda karena mereka ingin menguasai perdagangan
rempah-rempah di seluruh kepulauan Maluku. Rakyat diharuskan menjual hasil pertaniannya dengan
sangat murah dan bahkan harus menyerahkan beberapa bahan pangan kepada Belanda.
Hal ini menunjukkan sikap Pattimura yang ingin mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan
sosial untuk rakyat Maluku. Selain itu, Kapten Pattimura berusaha menolong rakyat Maluku yang dijajah
oleh Belanda. Menolong orang lain merupakan nilai dari sila kelima Pancasila.
Jasa dan perjuangan Pattimura sangat berdampak bagi kemerdekaan. Walaupun sudah ratusan tahun
berlalu, namun nama Pattimura tetap dikenal oleh Bangsa Indonesia hingga masa kini.
Pemerintah pun menganugerahi gelar Pahlawan Nasional pada Pattimura dengan harapan dapat
menjadi teladan positif bagi generasi penerus Bangsa Indonesia.
Kemudian pemerintah daerah kota Ambon pun mengapresiasi perjuangan mulia Pattimura dengan
membuat sebuah taman di tengah pusat Kota Ambon dengan patung Pattimura yang gagah berdiri di
tengahnya.
Rela berkorban,semangat persatuan,pantang menyerah dan berani atas kebenaran dalam melawan negara
negara yang menjajah di indonesia

PERLAWANAN PERANG PADRI DAN NILAI-NILAI KEJUANGAN NYA

3). Perang Padri dan nilai-nilai kejuangannya

Perang Padri Perang paderi atau padre memiliki penyebab ( latar belakang terjadinya perang padri ),

Perang Padri merupakan perang yang begitu panjang yaitu dari tahun 1821-1837 sekitar 26 tahun

lamanya.

perang paderi terjadi karena pihak agama adat dan pihak adat telah diadu domba oleh pihak belanda,,,,

perang ini berakhir ketika pihak adat dan pihak agama melakukan aksi damai di bukit yang bernama

bukit marapalam,,, sehingga terbentuklah piagam bukit marapalam....


nilai perjuangan:

-adat dan agama itu tidak saling menghancurkan, tapi berdampingan satu sama lain...

- tiap tiap golongan tidak boleh pecah karena telah diadu domba...

- tiap golongan harus bersatu

Anda mungkin juga menyukai