PROPOSAL
OLEH :
DAME RIO MARPAUNG
NPM 174301073
PROPOSAL
OLEH :
DAME RIO MARPAUNG
NPM 174301073
i
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL
OLEH:
DAME RIO MARPAUNG
NPM 174301073
Disahkan Oleh :
Dekan,
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
diajukan sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan tugas akhir Sarjana Farmasi
Farmasi Universitas Tjut Nyak Dhien Apt. Yessi Febriani S.Farm., M.Si. , yang
telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Bapak Prof. Dr.
tulus dan ikhlas selama penulisan proposal ini berlangsung. Ibu Dra. Hj. Juwairiah,
M. Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan arahan
kepada penulis dalam menyelesaikan proposal ini. Bapak dan Ibu staf pengajar
Fakultas Farmasi Universitas Tjut Nyak Dhien yang telah mendidik selama
perkuliahan dan Ibu Dr. Nilsya Febrika Zebua, S.Farm., M.Si., Apt., selaku
kepada Ibunda tersayang, keluarga tercinta dan teman-teman seperjuangan atas doa,
iii
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan proposal ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis
menerima kritik dan saran demi kesempurnaan proposal ini. Akhir kata penulis
berharap semoga proposal ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang
farmasi.
iv
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini menyatakan bahwa proposal yang saya buat adalah asli karya sendiri
dan bukan plagiat. Apabila di kemudia hari diketahui proposal saya tersebut
terbukti plagiat karena kesalahan sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun
oleh Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Tjut Nyak
Dhien. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
v
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI DI APOTEK
KIMIA FARMA 27 MEDAN
ABSTRAK
Latar Belakang : Hipertensi adalah masalah kesehatan utama dan masih menjadi
ancaman bagi masyarakat dunia. Pada tahun 2018, riset kesehatan dasar
menyatakan prevalensi di Indonesia telah mencapai 34,1% dari total penduduk
dewasa. Penggunaan obat yang beragam pada penderita hipertensi rentan terhadap
masalah terkait obat.
Tujuan : Untuk mengetahui pola penggunaan obat dan adanya potensi interaksi
obat pada penggunaan obat antihipertensi di Apotek Kimia Farma 27 Medan
Metode : Metode yang digunakan adalah deskriptif observasinal pendekatan cross
sectional dengan rancangan retrospektif. Data retrospektif diambil dari resep obat
antihipertensi di Apotek Kimia Farma 27 Medan periode Januari – Juni 2019 (n =
57). Analisis data merujuk pada Drug Interaction Checker, dan Stockley Drug
Interactions.
vi
EVALUATION OF ANTIHYPERTENSIVE DRUGS UTILIZATION AT
KIMIA FARMA 27 MEDAN
ABSTRACT
vii
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi adalah salah satu kontributor paling penting yang dapat dicegah
infark miokard, stroke, dan gagal ginjal jika tidak terdeteksi dini dan diobati dengan
tepat. Hipertensi adalah masalah kesehatan utama di seluruh dunia karena tingginya
dan primer. Hipertensi primer adalah merupakan jenis hipertensi yang tidak
oleh penyakit ginjal kronis (PGK) atau penyakit renovaskular, sindrom Cushing,
terjadinya interaksi obat makin besar. Interaksi obat perlu diperhatikan karena dapat
1
Menurut PMK No. 73 tahun 2016, apotek adalah sarana pelayanan
ketepatan indikasi dan dosis obat, serta interaksi yang mungkin terjadi pada
peresepan.
masalah terkait obat pada pengobatan pasien hipertensi, terkhusus potensi interaksi
Medan?
2
b. Terdapat potensi terjadinya interaksi obat pada penggunaan obat
antihipertensi.
Farma 27 Medan.
Medan.
b. Dapat sebagai bahan pertimbangan bagi apoteker dan praktisi kesehatan lain
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
dan primer. Hipertensi primer adalah merupakan jenis hipertensi yang tidak
primer dan menyebabkan infark miokard, stroke, gagal ginjal, dan kematian jika
tidak terdeteksi dini dan diobati dengan tepat. Pasien ingin diyakinkan bahwa
terbaik. Laporan ini menggunakan pendekatan berbasis bukti yang ketat untuk
pengelolaan hipertensi pada orang dewasa. Bukti diambil dari uji coba terkontrol
secara acak, yang mewakili standar emas untuk menentukan kemanjuran dan
target seperti jantung, otak, ginjal, mata dan arteri perifer. Kerusakan organ-organ
tersebut bergantung pada seberapa tinggi tekanan darah dan seberapa lama tekanan
darah tinggi tersebut tidak terkontrol dan tidak diobati. Studi menunjukkan bahwa
penurunan rerata tekanan darah sistolik dapat menurunkan risiko mortalitas akibat
4
2.1.1 Klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan darah
Tabel 2.1 tidak mengelompokkan hipertensi dengan ada atau tidak adanya faktor
risiko atau kerusakan organ target untuk membuat rekomendasi pengobatan yang
tahun atau lebih dengan tujuan tekanan darah kurang dari 150/90 mm Hg dan orang
tidak ada bukti yang cukup pada orang hipertensi yang lebih muda dari 60 tahun
untuk tujuan sistolik, atau pada mereka yang lebih muda dari 30 tahun untuk tujuan
5
dewasa hipertensi dengan diabetes atau penyakit ginjal kronis nondiabetes (PGK)
seperti untuk populasi hipertensi umum yang lebih muda dari 60 tahun (James dkk.,
2014).
atau dari penyebab yang tidak diketahui (hipertensi primer atau esensial).
Hipertensi sekunder (<10% kasus) biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal kronis
tinggi yaitu usia lanjut, adanya riwayat tekanan darah tinggi dalam keluarga,
kelebihan berat badan yang diikuti dengan kurangnya berolahraga. Fenomena ini
disebabkan karena perubahan gaya hidup masyarakat secara global, seperti semakin
mudahnya mendapatkan makanan siap saji membuat konsumsi sayuran segar dan
serat berkurang, kemudian konsumsi garam, lemak, gula, dan kalori yang terus
meliputi:
6
− Ketidaknormalan humoral meliputi sistem renin-angiotensin-aldosteron,
− Masalah patologi pada sistem saraf pusat, serabut saraf otonom, volume
dan endotelin I,
fungsi otot halus dan peningkatan resistensi vaskular perifer (Sukandar dkk.,
2009).
jantung. Penimbunan itu membentuk plak yang kemudian terjadi penyempitan dan
penurunan elastisitas arteri sehingga tekanan darah tidak dapat diatur yang artinya
beban jantung bertambah berat dan terjadi gangguan diastolik yang mengakibatkan
pada pemeriksaan fisik. Diagnosis harus didasarkan pada rata-rata dua atau lebih
bacaan yang diambil pada masing-masing dua atau lebih pertemuan klinis. Tes
7
laboratorium untuk mendiagnosis hipertensi sekunder adalah pemeriksaan kadar
plasma dan urin untuk aldosteronisme primer, aktivitas renin plasma, dan lain-lain
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines, antara
lain :
− Mengurangi asupan garam. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat
− Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/ hari,
− Berhenti merokok. Merokok merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit
(PERKI, 2015).
8
Gambar 2.1 Algoritma tata laksana hipertensi berdasarkan JNC 8
9
Obat antihipertensi terdiri dari beberapa jenis, sehingga memerlukan
identifikasi faktor risiko, komorbid, dan adanya kerusakan organ target memegang
peranan yang sangat penting dalam menentukan pemilihan obat anti hipertensi.
Modifikasi gaya hidup selama periode observasi (TD belum mencapai ambang
batas hipertensi) harus tetap dilanjutkan meskipun pasien sudah diberikan obat anti
hipertensi. Perubahan gaya hidup juga penting untuk memperbaiki profil risiko
a. Diuretik
ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan
ekstraseluler, akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah; (2)
(penurunan natrium di ruang interstisial dan di dalam sel otot polos pembuluh
b. Beta-blocker
Mekanisme kerja : Hambatan reseptor β1, antara lain: (1) penurunan frekuensi
penurunan produksi angiotensin II; (3) efek sentral yang mempengaruhi aktivitas
10
c. Angiotensin Converting Enzymes Inhibitor (ACEi)
angiotensin II terdiri dari dua kelompok besar yaitu reseptor AT1 dan AT2.
Reseptor AT1 terdapat terutama di otot polos pembuluh darah dan di otot
jantung, serta di ginjal, otak dan kelenjar adrenal. Obat ARB ini bekerja selektif
Mekanisme kerja : menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh
11
Pengobatan Dosis harian Dosis target, Jumlah dosis per
antihipertensi awal, mg mg hari
Irbesartan 75 300 1
β- blocker
Atenolol 25-20 100 1
Metoprolol 50 100-200 1-2
Calcium channel blocker (CCB)
Amlodipine 2-5 10 1
Diltiazem ER 120-180 360 1
Nitrendipine 10 20 1-2
Diuretik
Bendroflumethiazide 5 10 1
Chlorthatidone 12,5 12,5-25 1
Hydrochlorthiazide 12,5-25 25-100 1-2
Indapamide 1,25 1,25-2,5 1
(James dkk., 2014).
12
Kelas Terapi Agen pilihan Komentar
Obat
100mg dua kali sehari, Jantung Kongestif (GJK)
nebivolol 5-10mg, Menyebabkan kelelahan dan
propranolol 40-120mg penurunan denyut jantung
dua kali sehari, Mempengaruhi glukosa; menutupi
carvedilol 6.25-25mg dua kesadaran hipoglikemik
kali sehari, bisoprolol 5-
10mg, labetalol 100-
300mg dua kali sehari,
CCB Dihydropyridines: Menyebabkan edema; dihidropiridin
amlodipine 5-10 mg, dapat dikombinasikan dengan aman
nifedipine ER 30-90mg, dengan beta-blocker
Non-dihydropyridines: Non-dihidropiridin mengurangi
diltiazem ER 180-360 detak jantung dan proteinuria
mg, verapamil 80-120mg
3 kali sehari atau ER
240-480mg
Vasodilator hydralazine 25-100mg Hydralazine dan minoxidil dapat
dua kali sehari, minoxidil menyebabkan refleks takikardia dan
5-10mg terazosin 1-5mg, retensi cairan - biasanya
doxazosin 1-4mg memerlukan diuretik + beta-blocker
diberikan sebelum tidur Alpha-blocker dapat menyebabkan
hipotensi ortostatik
Agen pada clonidine 0.1-0.2mg dua Clonidine tersedia dalam formulasi
SSP (Sistem kali sehari, methyldopa patch mingguan untuk
Saraf Pusat) 250-500mg dua kali hipertensi resisten.
sehari, guanfacine 1-3mg
(James dkk., 2014).
lain:
a. Penyakit Renovaskular
kidney disease, analgesic nephropathy, renal tumor as Wilms’ tumor, dan penyakit
13
darah ke ginjal; dan 2) penurunan fungsi kapiler glomerulus. Hal ini menyebabkan
b. Sindrom Cushing
pada arteriol atau akibat kerja glukokortikoid yang mirip dengan mineralokortikoid
sehingga menyebabkan peningkatan retensi air dan natrium, serta sekresi kalium.
c. Koarktasio Aorta
koartasio aorta dengan pembuluh darah proksimal dan distal dari obstruksi.
dari letak obstruksi. Aktivitas renin plasma meningkat dan reflek baroreseptor
diatur pada tekanan darah yang lebih tinggi. Kondisi ini akan menetap cukup lama
setelah dilakukan operasi dan berkontribusi pada hipertensi sistemik, dan kematian
14
hipertensi akan memperberat risiko kejadian penyakit kardiovaskuler. Mekanisme
hubungan antara OSA dan hipertensi bisa akur ataupun kronik (Rasyid dan Zatalia,
2016).
darah saat tidur. Sampai saat ini stimulus utama pada mekanisme tersebut masih
sangat reaktif; OSA yang tidak tertangani juga akan meningkatkan risiko
15
pembentukan radikal bebas. Stres oksidatif dapat menyebabkan vasokonstriksi
tromboksan, blokade sintesis nitric oxide (NO) dan peningkatan pembentukan ET-
e. Hiperparatiroidisme
f. Feokromositoma
ektodermik. Tumor ini terkenal dengan efek hipertensi malignan yang tidak dapat
diprediksi. Gejala utama berupa hipertensi disertai nyeri kepala, keringat berlebih,
16
takikardia dengan palpitasi, hipotensi postural, penurunan berat badan, cemas dan
sekresi aldosteron yang berlebihan dan tidak terkendali yang umumnya berasal dari
dengan triad yang terdiri dari hipokalemia, hipertensi, dan alkalosis metabolik
h. Hipertiroidisme
sekresi hormon oleh kelenjar tiroid. Hormon tiroid sangat mempengaruhi sistem
oksigen yang secara tidak langsung meningkatkan beban kerja jantung. Mekanisme
secara pasti belum diketahui namun diketahui bahwa hormon tiroid menyebabkan
efek inotropik, kronotropik, dan dromotropik yang mirip dengan efek stimulasi
Keterkaitan kadar gula darah dengan tekanan darah akibat adanya kesamaan
17
sistem Renin- Angiotensin-Aldosteron. Kondisi hiperglikemia pada penderita DM
juga menginduksi over ekspresi fibronektin dan kolagen IV yang memicu disfungsi
endotel serta penebalan membran basal glomerulus yang berdampak pada penyakit
j. Dislipidemia
yang tidak normal. Profil lipid yang tidak normal adalah kenaikan kolesterol total,
toksisitas atau justru menurunkan efek terapi farmakologi dari obat tersebut.
serta memastikan tujuan terapi pasien dapat tercapai sehingga terwujudnya terapi
yang optimal. Peningkatan jumlah obat yang di berikan bersama ini diperkirakan
akibat terjadinya interaksi obat yang juga makin meningkat (Ana dkk., 2014;
Setiawati, 2003).
- Minor adalah interaksi yang mungkin terjadi dengan kondisi interaksi ringan yang
18
- Moderate adalah keparahan interaksi yang mungkin terjadi pada individu
- Major adalah interaksi yang memiliki kemungkinan tinggi untuk terjadi dan
1. Interaksi farmasetik
Interaksi ini terjadi diluar tubuh (sebelum obat di berikan) antara obat yang
terjadinya interaksi langsung secara fisika atau kimiawi, yang hasilnya mungkin
mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi obat
(Setiawati, 2003).
2. Interaksi farmakokinetik
absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma
obat kedua meningkat atau menurun (Setiawati, 2003). Berikut adalah interaksi
melalui beberapa cara: (1) secara langsung, sebelum absorpsi; (2) terjadi
gastrointestinal; (4) adanya perubahan flora usus dan (5) efek makanan.
19
− Interaksi proses distribusi
Mekanisme interaksi obat dapat terjadi pada proses ekskresi melalui empedu
dan pada sirkulasi enterohepatik, sekresi tubuli ginjal, dan karena terjadinya
kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem transport yang sama.
3. Interaksi Farmakodinamik
sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek
yang aditif, sinergistik, atau antagonistik, tanpa ada perubahan kadar plasma
Jika resiko interaksi pemakaian obat lebih besar daripada manfaatnya maka
yang berkaitan dengan kelas obat tersebut atau merupakan efek obat yang
spesifik.
20
− Penyesuaian dosis obat
Jika interaksi obat meningkatkan atau menurunkan efek obat maka perlu
dilakukan modifikasi dosis salah satu atau kedua obat untuk mengimbangi
kenaikan atau penurunan efek obat tersebut. Penyesuaian dosis diperlukan pada
− Pemantauan pasien
berbagai faktor, seperti karaktteristik pasien, penyakit lain yang diderita pasien,
Jika interaksi obat tidak bermakna klinis atau jika kombinasi obat yang
21
BAB III
METODE PENELITIAN
penelitian dengan mengkaji informasi atau mengambil data–data yang telah lalu
(Notoatmodjo, 2010). Data diperoleh dari resep periode Desember 2019 – Mei
2020.
Populasi target dalam penelitian ini yaitu semua resep obat yang mengandung
obat antihipertensi di Apotek Kimia Farma 27 Medan pada periode bulan Desember
3.3.2 Sampel
b. Resep pasien terapi obat antihipertensi laki-laki dan perempuan dari semua
usia.
22
c. Resep pasien terapi obat antihipertensi dengan atau tanpa komplikasi.
3.4 Rancangan Penelitian
antihipertensi.
Data yang diperoleh di input ke dalam sebuah tabel yang memuat jenis
kelamin, umur, obat, jumlah obat, durasi pengobatan, frekuensi penggunaan obat,
3.1 berikut.
23
3.6 Langkah Penelitian
nyak dhien.
merkuri (mmHg).
2. Evaluasi penggunaan obat adalah proses jaminan mutu resmi dan terstruktur
4. Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau
dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi
jika suatu obat mengubah efek obat lainnya. Kerja obat yang diubah dapat
24
3.8 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
berdasarkan jenis kelamin, umur, bentuk sediaan obat, zat berkhasiat, jenis
pemberian obat, dosis obat, frekuensi obat, dan durasi obat, kemudian dibuat
25
DAFTAR PUSTAKA
Abdaly. MS., Juliyanti., dan Marbun MB. 2017. Diagnosis dan Tata Laksana
Sindrom Conn/Hiperaldosteronisme Primer: Sebuah Studi Kasus. Jurnal
Penyakit Dalam Indonesia 4 (3) : 151-156.
Abdulkadir, W., dan Azri R. 2016. Interaksi Obat Antidiabetika Oral dengan
Antihipertensi pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. SAINSTEK 8(4).
Amir. 2007. Gangguan Tidur pada Lanjut Usia Diagnosis dan Penatalaksanaan/
Cermin Dunia Kedokteran No. 157. Psikiatri Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Ana Y, Arie S, Catur DS, Gesnita N, Gusti NV, Mufarrihah, dkk. 2014. Profil
praktek pengelolaan obat pada lansia di Surabaya. Jurnal Farmasi
Komunitas 1(1):24–9.
Anggraini. 2012. Jenis Kelamin Penderita Hipertensi. Bandung: PT Remaja
Rosida Karya.
Arianti, N. 2017. Evaluasi Drug Related Problems (Drps) pada Pasien Hipertensi
Rawat Jalan di Rumah Sakit “X” Palembang Januari –Maret 2017. Proposal.
Fakultas Farmasi. Universitas Kader Bangsa Palembang.
Avner, ED., Barrat TM., dan Harmon WE. 2009. Pediatric Nephorology. Edisi Ke-
6. Baltimore: Williams&Willkins.
Baharuddin. 2013. Perbandingan Efektivitas dan Efek Samping Obat Antihipertensi
terhadap Penurunan Tekanan Darah Pasien Hipertensi di Puskesmas Baranti
Kabupaten Sidenreng Rappang. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Balitbang Kemenkes RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:
Balitbang Kemenkes RI.
Batubara J.R.L, Tridjaja B, dan Pulungan A.B. 2010. Buku Ajar Endokrinologi
Anak. Edisi Pertama. Jakarta: IDAI. Halaman 162-3, 195.
Ceci, A. 2009. The Task-force in Europe for Drug Development for the Young
(TEDDY) Network of Excellence. Paediatric Drugs 11 (1) : 18-21.
Chobanian, A. V. 2003. Classification of Blood Pressure dalam The Seventh Report
of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. National Heart, Lung, and Blood
Institute.
Departemen Kesehatan RI. 2011. Kebijakan Obat Nasional. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Destiani, D.P., Rina S., Eli H., Ellin F., Syahrul N., dkk. 2016. Evaluasi
Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Rawat Jalan di Fasilitas
Kesehatan Rawat Jalan pada Tahun 2015 dengan Metode ATC/DDD.
Farmaka 14 (2): 19-28.
Dbarmawan, BS. 2012. Tatalaksana Hipertensi pada Anak. Fatmawati Hospital
Journal. Divisi Nefrologi KSM Kesehatan Anak RSUP Fatmawati.
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V. 2015.
Pharmacotherapy Handbook. Ninth Ed. McGraw-Hill Education
Companies, Inggris.
Drug Interaction Checker. 2019. Drug Interaction Checker. [online]
http://www.drugs.com/drug_interactions.html [diakses: 26 Oktober 2019].
26
Ernest, F.R. and A.J. Grizzle. 2001. Drug-Related Morbidity and Mortality:
Updating the Cost-of-Illness Model. J Am Pharm Assoc. Vol.41.
Fikriana, R. 2018. Sistem Kardiovaskular. Yogyakarta: Penerbit Deepublish. Flynn
JT, Kaelber DC, Baker-Smith CM, et al., and AAP Subcommittee on
Screening and Management of High Blood Pressure in Children. Clinical
practice guideline for screening and management of high blood pressure in
children and adolescents. Pediatrics. 2017;140(3):e20171904.
Fradgley, S. 2003. Interaksi Obat dalam Aslam. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo Gramedia.
Gitawati, R. 2008. Interaksi Obat dan Beberapa Implikasinya. Media Litbang
Kesehatan. Volume XVII Nomor IV. Halaman 175-184.
Hamdan, MA. 2006. Koarktasio Aortarctation of the Aorta: A Comprehensive
Review. J Arab Neonatal Forum 3. Halaman 5-13.
Herdaningsih, S., Muhtadi, A., Lestari. K., Annisa, N. 2016. Potensi Interaksi
Obat-Obat pada Resep Polifarmasi: Studi Retrospektif pada Salah Satu Apotek di
Kota Bandung. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia. 5 (4) : 288-292. Ichsantiarini,
AP., dan Nugroho, P. 2013. Hubungan Diabetes Melitus Tipe 2 dengan
Kendali Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Rumah Sakit Dr.
Cipto Mangunkusumo. Proposal. Fakultas Kedokteran. Universitas
Indonesia. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2011. Kumpulan Tips
Pediatrik. Jakarta:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Irianto, Koes. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular.
Bandung: CV. Alfabeta.
James PA, Oparil S, Carter BL, et al. 2014. Evidence-based guideline for the
management of high blood pressure in adults. report from the panel
members appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA
. 2014; 311 (5) : 507-520.
Kadir, A. 2016. Hubungan Patofisiologi Hipertensi dan Hipertensi Renal. Jurnal
“Ilmiah Kedokteran” 5 (1) : 15-25.
Kandarini, Y. 2015. Tatalaksana Farmakologi Terapi Hipertensi. Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FK Unud / RSUP Sanglah Denpasar.
Kemenkes, RI. 2014. INFODATIN. Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI.Kondisi Pencapaian Program Kesehatan Anak. Jakarta.
Khattib, Oussama M.N. 2005. Clinical guidelines for the management of
hypertension. EMRO Techincal Publication Series 29. WHO.
Medidata. 2018. MIMS Petunjuk Konsultasi Edisi 18 Tahun 2018/2019. Edisi 18.
Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Muhadi. 2016. JNC 8: Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi
Dewasa. CDK-236/43 (1) : 54-59.
Nadeak, B. 2012. Hipertensi Sekunder akibat Perubahan Histologi Ginjal. Sari
Pediatri. 13 (5) : 311-315.
Nafrialdi. 2008. Antihipertensi dalam Farmakologi dan Terapi (editor Sulistia G.
Ganiswara). Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Nurwahyu, Eli. 2012. Hubungan Profil Lipid Darah dengan Obesitas Sentral pada
Pasien Penyakit Jantung Koroner di Poli Jantung RSUD Dr. Hardjono
Ponorogo Jawa Timur. Tugas Akhir. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas
Muhammadiyah Ponorogo.
27
PERKI, 2015, Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, Jakarta.
Rahayu, NS., dan Fitrani DY. 2015. Hubungan Kalsium Urin dengan Tekanan Darah pada Wanita
Usia 18-24 Tahun. Journal of Nutrition College 4 (2)
: 607-613.
Rasyid, H., dan Zatalia R. 2016. Hubungan Obstructive Sleep Apnea dengan Hipertensi. CDK-
244 Vol. 43 (9) : 670-673.
Rizaldi, F., dan Tarmono. 2009. Feokromositoma dengan Trombus di Vena Cava Inferior.
Laporan Kasus. Surabaya: FK Unair.
Rubenstein, D., Wayne, D., dan Bradley J. 2005. Kedokteran Klinis. Edisi Keenam. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Saputri, Kurnia Apryani. 2016. Perbedaan Efektifitas Jus Mentimun Dan Jus Tomat Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Desa Sokawera Kecamatan
Patikraja Banyumas. Bachelor Thesis, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Setiawati, A. 2003. Farmakologi dan Terapi: Interaksi Obat. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Fakultas
Kedokteran UI.
Setiawati, A. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran UI.
Situmorang, P.R. 2015. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Penderita Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan Tahun 2014. Jurnal
Ilmiah Keperawatan. Vol. 1: 67-72.
Stockley, I.H. 2008. Stockley’s Drug Interaction. Eighth Edition. London: Pharmaceutical Press.
Suhadi, R. 2011. Evaluasi Ketaatan Penggunaan Antihipertensi di Apotek X Yogyakarta Periode
Tahun 2009 berdasarkan Parameter Medication Possession Ratio. Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia 9 (1): 53-59.
Sukandar, E.Y., Andrajati, R. Sigit, J.I, dkk. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI
Penerbitan.
Surilena. 2014. Ketergantungam Alprazolam pada Lanjut Usia dengan Insomnia dan Depresi.
Damianus: Journal of Medicine. 13 (3) : 224 232.
Sustrani, L. 2004. Hipertensi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Tandaililing, S., Alwiyah M., Ingrid F. 2017. Profil Penggunaan Obat Pasien Hipertensi Esensial
di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah I Lagaligo Kabupaten Luwu Timur
Periode Januari – Desember Tahun 2014. GALENIKA Journal of Pharmacy Vol. 3 (1) :
49-65.
Tatro, D.S. 2009. Drug Interaction Facts. San Carlos, California: A Wolters Kluwer Health Inc.
Wantania, FE. 2014. Penatalaksanaan Penyakit Jantung Tiroid. Jurnal Biomedik (JBM) 6 (1) : 14-
28