Anda di halaman 1dari 11

MATERI

SOSIOLOGI POLITIK
MAKALAH
“Civil Society dalam Tiga Pilar Kekuasaan”

Dosen Mata Kuliah Sosiologi Politik : H. Agus Sutisna, S.IP., M.Si

Disusun Oleh :
Dhea Agustina (19121024)
4A Akuntansi Pagi

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI LA-TANSA MASHIRO


Jl. Soekarno Hatta No.1, Cibadak, Kec. Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten

2021
PENDAHULUAN

Masyarakat madani (Civil Society) adalah sebuah konsep dalam bentuk masyarakat
yang sering di perbincangkan hingga saat ini. Makna dan arti dari civil society sendiri
bermacam-macam dan bervariasi. Civil society dalam bahasa Indonesia mengandung banyak
istilah dimana istilah yang satu dengan lainnya hampir sama. Istilah-istilah tersebut
dicetuskan oleh orang-orang yang berbeda seperti Masyarakat Sipil (Mansour Fakih),
Masyarakat Kewargaan (Franz Magnis Suseno dan M. Ryaas Rasyid), Masyarakat Madani
(Anwar Ibrahim, Nurcholis Madjid, dan M. Dawam Rahardjo)1 . Sedangkan dalam bahasa
asing, civil society disebutkan ke dalam beberapa istilah seperti Koinonia Politike
(Aristoteles), Societas Civilis (Cicero), Comonitas Politica, dan Societe Civile (Tocquivile),
Civitas Etat (Adam Ferguson). Konsep civil society ini merupakan wacana yang telah
mengalami proses yang panjang. Konsep masyarakat madani atau civil society ini merupakan
bangunan yang lahir dari sejarah pergulatan bangsa Eropa Barat2 . Yakni muncul bersamaan
dengan proses modernisasi, terutama pada saat adanya transformasi dari masyarakat feodal
menuju masyarakat modern.
Masyarakat Sipil merupakan terjemahan dari istilah Inggris Civil Society yang
mengambil dari bahasa Latin civilas societas. Secara historis karya Adam Ferguson
merupakan salah satu titik asal penggunaan ungkapan masyarakat sipil (civil society), yang
kemudian diterjemahkan sebagai Masyarakat Madani3 . Masyarakat sipil, memiliki dua
bidang yang berlainan yaitu bidang politik (juga moral) dan bidang sosial ekonomi yang
secara bersamaan diperjuangkan untuk kepentingan masyarakat4 . Masyarakat madani dapat
didefinisikan sebagai sebuah wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi, yang bercirikan
kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self generating), keswadayaan (self supporting),
kemandirian tinggi dalam berhadapan dengan negara, dan berkaitan dengan norma atau nilai-
nilai hukum yang diikuti warganya. Makna lain bagi istilah civil society yaitu adanya
penekanan pada ruang (space) yang dimana individu dan kelompok masyarakat saling
berinteraksi dalam semangat toleransi di suatu wilayah atau negara. Di dalam ruang tersebut
masyarakat berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan publik. Selain itu ada juga yang
memahami civil society sebagai sebuah asosiasi masyarakat yang beradab dan sukarela hidup
dalam suatu tatanan sosial dimana terjadi mobilitas yang tinggi dan kerja sama antar seluruh
elemen masyarakat .

1
IDENTITAS BUKU

Judul Buku : Pengantar Sosiologi Politik; Edisi Revisi

Penulis : Prof. Dr. Damsar

Penerbit : Kencana Prenada Media Group


Penata Letak : Jeffry

Desain Cover : Irfan Fahmi

Percetakan : Kharisma Putra Utama

Cetakan : Cet ke-1 Maret 2010

Warna : Coklat HItam Biru Tulisan Putih

Ukuran : xviii + 284 hlm 13,5 x 20,5 cm

ISBN : 978-602-9413-16-8

2
RINGKASAN ISI BUKU

Pengembangan civil society yang aktif merupakan bagian yang mendasar dari politik jalan
ketiga, yang memiliki ciri antara lain: kemitraan dengan pemerintah, pembaruan komunitas
dengan meningkatkan prakarsa local, keterlibatan sector ketiga, perlindungan ruang public
local, pencegahan kejahatan berbasis local, dan keluarga demokratis.

Nama perjalanan yang ditempuh dalam sinergisitas anatara negara, pasar, dan civil society
tidak begitu penting. Apakah ia dinamakan jalan ketiga, ekonomi pasar social baru (Neue
Soziale Marktwirtschaft ), ekonomi islam, atau ekonomi syariah tidaklah perlu diperdebatkan
yang terpenting adalah bagaimana adanya kesadaran negara, pasar dan civil society dalam
meraih kesejahteraan, demokrasi, pembangunan ekonomi, hak asasi manusia dan lingkungan
hidup sehat dan berkelanjutan secara optimal melalui sinergisitas atau kemitraan.

3
PEMBAHASAN
(ISI BUKU)

Pengertian Civil Society


Civil Society diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dalam tiga cara, yaitu
masyarakat sipil, masyarakat warga/kewargaan, dan masyarakat madani. Terjemahaan civil
society sebagai masyarakat sipil dirasakan oleh berbagai kalangan kurang pas. Karena dalam
dunia keseharian dan akademik Indonesia, konsep sipil sering dikaitkan dengan konsep
militer. Dengan kata lain, jika ada masyarakat sipil berarti juga ada masyarakat militer.
Masyarakat warga/kewargaan merupakan terjemahan yang merujuk pada kata civic.
Terjemahan seperti ini mengingatkan dengan pendidikan kewarga negaraan yang pernah
diajarkan sebelum 1970-an. Akibatnya terkesan masyarakat warga adalah masyarakat yang
menjadi warga Negara yang baik.
Masyarakat madai merupakan suatu terjemahaan dari civil society yang diusulkan oleh
Dato Anwar Ibrahim. Pertama kali diperkenalkan oleh beliau pada saat yang bersangkutan
menyampaikan ceramahnya pada Simposium Nasional dalam rangka Forum Ilmiah Festival
Istiqlal, 26 Desember 1995 ( Aswab Mahasim , 1995).
Civil Society merupakan konsep yang lahir dari pandangan yang melihat adanya
hubungan sedemikian rupa antara masyarkat dan Negara.pandangan tentang hubungan antara
masyarakat dan Negara mengalami evolusi dari masa ke masa. Terakhir berkembang
pemikiran bahwa ada tiga pilar kekuasaan yang mengatur kehidupan manusia, yaitu state
(negara), market (pasar), dan civil society.
Civil Society, dikonsepsikan secara teoretis dalam tulisan ini, merupaka masyarakat
yang bebas dari ketergantungan terhadap negara dan pasar, self-reliance (percaya diri), self-
supporting (swasembada), voluntary (sukarela), dan taat akan nilai dan norma yang berlaku.
Bebas dari ketergantungan negara dan pasar dimaksud sebagai suatu bentuk kebebasan dari
masyarakat untuk melakukan aktivitas kemasyarakatan ( social, budaya, politik dan agama )
tanpa adanya intervensi negara dan pasar.

4
Dalam civil society , individu dan/atau kelompok individu memiliki self-relaince
(percaya diri). Percsaya diri merupakan suatu keadaan di mana potens dan kapasitas yang
dimiliki dipandang mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi. Sedangkan
self-supportng (swasembada) adalah kemampuan melakukan sesuatu tanpa ada
ketergantungan. Aktivitas-aktivitas kemasyarakatan yang dilakukan civil society dilakukan
secara tidak terpaksa, tetapi sebaliknya secara voluntary (sukarela).

Asal Usul Civil Society


Adam Ferguson, seperti yang dijelaskan oleh Ernest Geller (1994: 68-90), merupakan
tokoh yang pertama kali menggunakan konsep civil society ketika ia menulis An Essay on the
History of Civil Society. Revolusi Industry dan perkembangan kapitalisme telah
menyebabkan terjadinya perbedaan mencolok antara yang public dan privat.
Asal usul covol society yang dipahami oleh Adam Ferguson tersebut diperkuat oleh
para penganut ekonomi klasik. Mereka melihat bahwa civil society sebagai suatu bentuk
perkembangan dari sistem pemenuhan kebutuhan pribadi. Menurut perspektif ekonomi klasik,
sistem pemenuhan kebutuhan pribadi yang pertama dimiliki oleh umat manusia adalah sistem
subsistensi, yaitu pemenuhan kebutuhan diproduksi dalam, dari, oleh, dan untuk keluarga atau
dalam, dari, oleh, dan untuk sebuah kelompok kerabat (kinship).
Ketika bidang ekonomi terlepas dari bida nonekonomi dan mulai berdiri sendiri, maka
kegiatan individu dalam bidang ekonomi juga terlepas dari ikatannya dengan bidang
nonekonomi. Individu melakukan kegiatan produksi bukan lagi didorong oleh alas an
nonekonomi, melainkan oleh motif meraih keuntungan pribadi. Dalam kondisi seperti ini,
ikatan individu dalam aktivitas eonomi bersifat kontraktual dan melihat kepentingan dirinya
sendirinsebagai focus. Mereka melihat dirinya sendiri terpisah dari individu lainnya,
independen , dan otonom. Pada kondisi inilah dipandang sebagai kemunculan masyarakat
baru yang bernama civil society, yaitu masyarakat di mana sistem kebutuhan pribadi tidak
lagi diatur oleh institusi keluarga atau Negara, namun diatur dan dipacu oleh kepentingan
pribadi, yaitu memperoleh keuntungan pribadi (profit seeking), maksimalisasi kegunaan
(utility maximization), atau stilah lainnya yang artinya serupa.

5
Bagaimana Fenomena Civil Society Di Indonesia
Pada awal Era Reformasi, ranah civil society ditandai dengan menjamurnya lembaga
swadaya masyarakat (LSM), bagaikan jamur yang tumbuh di musim hujan. Pada masa
pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid terlihat beberapa departenmen memiliki
kebijakan untuk mengikutsertakan LSM dalam proses pembangunan, misalnya Departemen
Pemukiman dan Prasarana Wilayah, yang memimpin oleh seorang penggiat LSM. Kebijakan
tersebut memotivasi banyak orang untuk mendirikan dan menjadi penggiat LSM, mulai dari
pusat sampai daerah. Sehingga berdirilah berbagai macam jenis LSM: pelat merah, pelat
kuning, dan plat hitam.
Setelah Presiden Abdurrahman Wahid lengser dari kursi kepresidenan, perlahan tapi pasti
kebijakan keikutsertaan LSM dalam proses pembangunan pudar dan pada beberapa bagian
hilang. Seiring dengan itu, kuantitas LSM juga mengalami pertumbuhan negative. Pada saat
sekarang, LSM masih terdapat di beberapa kota dan kabupaten, namun dengan kuantitas yang
jauh berkurang. Pada umumnya LSM yang bertahan adalah LSM yang memiliki jaringan
nasional dan internasional.

Gerakan Sosial: Kekuatan Civil Society


Apa yang dimiliki oleh tiga pilar kekuasaan sehingga mereka bisa menggerakan dan
memengaruhi kehidupan kita? Negara memiliki political power (kekuasaan politik) melalui
intervensi, pasar memiliki economic power (kekuatan ekonomi melalui tangan-tangan
tersembunyi, sedangkan civil society mempunyai social power (kekuatan social) melalui
social movement (gerakan social).

A. Pengertian Gerakan Sosial


1. James M. Henselin
Dalam bukunya, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi, Henselin (2008),
meremuskan gerakan social sebagai sejumlah besar orang yang berorganisasi untuk
memperomosikan atau menentang perubahan.

6
2. Paul B. Horton dan Chester L. Hunt
Horton dan Chester (1989), dalam bukunya sosiologi menjelaskan pengertian gerakan
sosial sebagai suatu usaha kolektif yang bertujuan untuk menunjang atau menolak
perubahan.
3. Kamanto Sunarto
Kamanto Sunarto (2004), dalam bukunya sosiologi menjelaskan pengertian gerakan
social sebagai perilaku kolektif yang memiliki tujuan jangka panjang untuk mengubah
atau mempertahankan masyarakat atau institusi yang ada di dalamnya.
Dari ketiga pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa gerakan sosial
merupakan suatu usaha bernama (kolektif) untuk meakukan atau menentang suatu
perubahan dalam masyarakat. Dari definisi ini, maka gerakan social mencakup spectrum
yang sangat luas dan melebar, seperti berbagai gerakan/aksi anti (rokok, narkoba,
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), pornografi, dan sebagainya) bermacam gerakan
/aksi pro ( hidup sehat, lingkungan bersih, demokrasi, kemerdekaan, penegakan HAM,
dan seterusnya), atau beragam gerakan pemberdayaan dan advokasi (petani, buruh,
nelayan, penganmen, gender, anak, penyandang cacat/dispabel, masyarakat miskin
perdesaan atau perkotaan, dan lainnya).

B. Tipologi Gerakan Sosial


1. Paul B. Horton dan Chester L. Hunt.
Horton dan Hunt (1998: 198-201), menemukan ada enam bentuk dari gerakan sosial
yaitu:
- Gerakan perpindahan (migratory movement), yaitu arus perpindahan penduduk ke
suatu tempat baru.
- Gerakan ekspresif ( expressive movement), merupakan gerakan yang merubah
ekspresi,sikap atau reaksi terhadap kenyataan, dan bukannya merubah kenyataan
(masyarakat) itu sendiri. Terdapat berbagai macam gerakan ekspresif, seperti
music, puisi, drama, lawakan, lelucon, aliran kepercayaan, keagamaan, dan lain
sebagainya.

7
- Gerakan utopia (utopian movement) adalah gerakan untuk menciptakan suatu
masyarakat sejahtera dalam skala terbatas. Model tersebut dapat dicontoh dan
dimungkinkan untuk diskontruksi dalam skala yang lebih besar.
- Gerakan reformasi (reform movement), yaitu gerakan yang berusaha untuk
memperbaiki beberapa kepincangan dalam masyarakat.
- Gerakan revolusioner (revolutionary movement), yaitu gerakan yang dibangun
untuk menggantikan sistem yang yang aada dengan sistem yang baru.
- Gerakan perlawanan (resistance movement), yaitu gerakan yang bertujuan untuk
menghambat atau menghalangi suatu perubahan social tertentu.
2. David F. Aberle
Kebanyak teks sosiologi cenderung membahas pandangan Aberle bila
mendiskusikan tipologi gerakan social. Berbeda dengan Horton dan Hunt, Aberle
dalam bukunya The Peyote Religion among the Nevaho menemukan empat tipe dari
gerakan social yaitu:
- Gerakan sosial alternatif (alternative social movement), yaitu gerakan yang
bertujuan mengubah perilaku tertentu dalam diri individu. Dalam tipe ini
mencakup berbagai kegiatan seperti kamoanye anti narkoba, anti miras ( minuman
keras), anti sejs bebas, dan sebagainya.
- Gerakan sosial redemptive (redemptive social movement), merupakan gerakan
yang bertujuan mengubah keseluruhan perilaku individu. Jadi, gerakan ini
memiliki sasaran yang sama dengan gerakan social alternative ( yaitu individu),
namun berbeda dalam cakupan. Gerakan social redemptive merubah perilaku lama
menjadi perilaku baru, yang berbeda sama sekali dengan yang lama. Contoh yang
diajukan fundamentalis keagamaan, seperti gerakan gerakan fundamentalis
Kristen, Islam, Yahudi dan Hindu.
- Gerakan sosial reformatif (reformative social movement), adalah gerakan
perubahan atau reformasi pada segi atau bagian tertentu dari masyarakat. Gerakan
ini jelas berbeda dengan dua gerakan yang disebut lebih awal yang menekankan
pada individu.

8
- Gerakan sosial transformatif (transformative social movement), menunjuk pada
gerakan untuk mentransformasikn tatanan social itu sendiri

C. Cara Gerakan Sosial


Berbagai gerakan sosial memiliki beragam cara untuk merealisasikan tujuan yang
dimilikinya. Berikut kita diskusikan beberapa cara yang dapat digunakan oleh para aktifis
pergerakan:
1. Kekerasan, meliputi demonstrasi anarkis, pembajakan, penyanderaan, penculikan,
pembunuhan, terror fisik, psikis, dan budaya serta perang.
2. Non-kekerasan, meliputi mogok, demontrasi damai, pemberdayaan, advokasi, dan
sebagainya.

D. Tahapan Gerakan Sosial


Berdasarkan studi Henselin (2008: 231 – 232 ), dari berbagai literature ditemukan
bahwa terdapat beberapa tahapan dari gerakan social:
1. Tahap kerusuhan dan agitatif. Bermula dari sekelompok orang yang merasa terganggu
oleh kondisi tertentu dan hendak mengubahnya. Munculnya pemimpin yang mampu
menerjemahkan perasaan orang – orang ke dalam bentuk wacana yang menyangkut
sejumlah isu yang berhubungan dengan sebab ketergantunggan tersebut. Kebanyakan
gerakan gagal pada tahap ini, sebab gagal mendapatkan cukup dukungan. Setelah
gejolak kegiatan yang singkat, gerakan mati secara perlahan .
2. Tahap mobilisasi sumber daya. Tahapan pertama gerakan bisa dilalui jika mampu
membolisasi sumber daya seperti waktu, dana, keterampilan orang, dan untuk
mendapatkan perhatian media masa. Dalam beberapa kasus, muncul kepemimpinan
setempat yang mampu memobilisasi sumber daya.
3. Tahap pengorganisasian. Tahapan ini ditandai adanya pembagian kerja. Pemimpin
memutuskan suatu kebijakan, sedangkan perangkat strtuktur yang ada melaksanakan
tugas sehari – hari yang diperlukan agara gerakan tetap berjalan. Dalam tahap ini
masih banyak ditemui kegairahan koletif terhadap isu yang menjadi pusat perhatian.

9
4. Tahap institusionalisasi. Pada tahap ini gerakan telah mengembangkan suatu birokrasi.
Kontrol berada ditangan para pejabat karier, yang mungkin lebih mementingkan
kepentingan atau posisi mereka sendiri ketimbang pencapaian tujuan gerakan itu
sendiri. Pada tahap ini kegairahan politik mulai berkurang.
5. Tahapan kemunduran dan kemungkinan kebangkitan kembali. Manajemen kegiatan
sehari –hari mendominasi kepemimpinan. Juga ditandai dengan perubahan sentiment
politik, tidak ada lagi kelompok orang yang mempunyai komitmen kuat dan berbagai
suatu tujuan bersama. Jika itu ditemukan, maka gerakan sosial berpeluang redup dan
terus menghilang. Pada saat redup dimungkinkan juga muncul pemimpin yang lebih
idealis dan berkomitmen tinggi untuk menyegarkan gerakan.

10

Anda mungkin juga menyukai