Anda di halaman 1dari 79

FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN

BAROTRAUMA MEMBRAN TIMPANI


PADA PENYELAM TRADISIONAL
(lierature Review)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah salah satu syarat dalam menyelesaikan program


Pendidikan Diploma IV Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan

Disusun Oleh :

Dzul Adhan Ghifari


NIM : P07120317012

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIV KEPERAWATAN PALU
TAHUN 2021
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas

Nama : Dzul Adhan Ghifari

NIM : P07120317012

Kelas : Reguler

Tempat dan tanggal lahir : Salumpaga, 1 April 2000

Agama : Islam

Alamat : BTN Madani Blok M No.10

B. Riwayat Pendidikan

1. Tamat SDN 1 Toli-Toli Utara Tahun 2011

2. Tamat MTS Hi. Hayyun Salumpaga Tahun 2014

3. Tamat SMAN 1 Toli-Toli Utara Tahun 2017

4. Mengikuti Pendudikan di Politeknik Kesehatan Kemenkes Palu

jurusan DIV Keperawatan Tahun 2017-2021

ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui untuk di uji oleh tim Penguji
Poltekkes Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan Program Studi DIV Keperawatan
Palu.

Nama : Dzul Adhan Ghifari

NIM : P07120317012

Palu, 6 September 2021

Pembimbing I

Dr. Jurana, S.Kep.,Ners.,M.Kes


NIP. 19711215 199101 2 001

Pembimbing II

Nurlailah Umar, S.Kep.,Ns.,M.Kes


NIP. 19690113 199102 2 001

Mengetahui
Ketua Prodi D-IV Keperawatan Palu

Iwan, S. Kep.Ns.,SH.,M.Kes
NIP. 19770326 200312 1004

iii
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI

Skripsi ini telah diperbaiki oleh peneliti yang telah diperiksa kembali oleh
tim penguji Poltekkes Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan Program studi DIV-
Keperawatan Palu dan disetujui.

Nama : Dzul Adhan Ghifari


NIM : P07120317012

Palu, Juni 2021

Penguji 1

Lenny.SKM.S.Kep.,Ns.M.Kes
NIP : 197110301992032008

Penguji 2

Aminuddin.S.Kep.,Ns.M.Kes
NIP : 19711222199202031002

Penguji 3

Lindanur Sipatu S.Kep.,Ns.MM


NIP : 198006162002122002

Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Jurusan Keperawatan Direktur Poltekkes Kemenkes Palu

Selvi Alfrida Mangundap, S.Kp.,M.Si Nasrul, SKM.,M.Kes


NIP. 196804051988021001
NIP. 196604241989032002

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU

iv
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-IV KEPERAWATAN PALU

Dzul Adhan Ghifari. 2021. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian


Barotrauma Membran Timpani pada Penyelam
Tradisional Skripsi, Prodi D-IV Keperawatan Palu.
Pembimbing : (1) Jurana , (2) Nurlailah Umar

ABSTRAK

(xi + 59 halaman + 2 tabel + 5 lampiran)

Barotrauma adalah kerusakan jaringan yang dihasilkan dari efek langsung


tekanan. Ketidakseimbangan tekanan terjadi apabila seseorang tidak mampu
menyamakan tekanan udara di dalam ruang telinga tengah pada waktu tekanan air
bertambah ataupun berkurang dan hal ini lah yang biasa terjadi pada penyelam
tradisional. Penelitian ini bertujuan menganalisis dan menjelaskan faktor yang
berpengaruh terhadap kejadian barotrauma membran timpani pada penyelam
tradisional.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah literature
review, dengan mereview sebanyak 33 jurnal yang diperoleh dari hasil pencarian
dalam situs web Google Scholar dan PubMed serta terpublikasi tahun 2016-2021.
Hasil dari review 33 jurnal terdapat 6 jurnal yang memenuhi syarat kriteria
Inklusi.
Hasil dari analisis dari penelitian ini diketahui bahwa terdapat 4 faktor
yang berpengaruh terhadap kejadian barotrauma membran timpani pada penyelam
tradisional yaitu umur, pengetahuan, kedalaman menyelam, lama menyelam. Dan
1 faktor yang tidak berpengaruh terhadap kejadian barotrauma membran timpani
pada penyelam tradisional yaitu masa kerja.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah umur, pengetahuan, kedalaman
menyelam dan lama menyelam merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
kejadian barotrauma memberan timpani pada penyelam tradisonal. Sedangkan
faktor masa kerja tidak berpengaruh terhadap kejadian barotrauma memberan
timpani pada penyelam tradisonal.

Kata Kunci : Barotrauma. Penyelam Tradisional

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas khadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Faktor yang berpegaruh terhadap kejadian barotrauma
membran timpani pada penyelam tradisional”.

Ucapan terima kasih yang tak ternilai peneliti ucapkan kepada ayah handa
Subhan M. Saleh dan ibunda Jawaria serta kedua adik peneliti Jurana dan Ibnu
Ginajar atas segala bantuan moril ataupun materil, kasih sayang, dukungan,
semangat dan juga doa yang tulus dan ihklas demi keberhasilan serta kelancaran
peneliti menyelesaikan skripsi.

Skripsi ini juga tak luput dari bimbingan dan bantuan semua pihak yang
ada di lingkungan Poltekkes Kemenkes Palu. Olehnya itu ucapan serta
penghargaan yang setinggi nya kepada yang terhormat :

1. Nasrul, SKM., M.Kes. Direktur Poltekkes KemenkesPalu


2. Selvi Alfrida M. S.Kp., M.Si. Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes
KemenkesPalu
3. Iwan S.Kep, Ners, S.H, M.Kes. Kaprodi D-IV Keperawatan Poltekkes
KemenkesPalu
4. Dr. Jurana, S.Kep, Ners, M.Kes. Pembimbing I yang telah meluangkan
banyak waktu untuk memberikan arahan dan masukan-masukan berupa kritik
dan saran yang membangun motivasi peneliti dalam penyusunan Skripsi.
5. Nurlaila Umar, S.Kep.,Ns.,M.Kes. Pembimbing II yang telah meluangkan
banyak waktu untuk memberikan arahan dan masukan-masukan berupa kritik
dan saran yang membangun motivasi agar segera menyelesaikan penyusunan
Skripsi
6. Leny, SKM.S.Kep.,Ns.,M.Kes. Ketua Penguji I dalam penulisan Skripsi ini
telah banyak memberikan saran dan masukan unntuk penulisan Skripsi.
7. Aminuddin, S.Kep. Ns. M.Kes. Penguji II dalam penulisan Skripsi ini telah
banyak memberikan saran dan masukan unntuk penulisan Skripsi.

vi
8. Lindanur Sipatu S.Kep.,Ns.,MM. Penguji III dalam penulisan Skripsi ini telah
banyak memberikan saran dan masukan unntuk penulisan Skripsi.
9. Seluruh Dosen beserta staf Politeknik Kesehatan Kemenkes Palu Jurusan
Keperawatan
10. Teman-Teman D-IV Keperawatan Angkatan 2017 Politeknik Kesehatan
Kemenkes Palu yang memberikan semangat dan dorongan agar bisa selesai
bersama-sama.

Peneliti meyadari bahwa Skripsi ini masih memiliki banyak kekeliruan


dan juga kekurangan meskipun peneliti sudah berusah memberikan yang terbaik.
Oleh karena itu peneliti mohon maaf kekeliruan dan kekurangan dalam penulisan
Skripsi.

Palu, September 2021

Peneliti

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL…………...…………………………...…………………..i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.........................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI...........................................................iv
ABSTRAK...............................................................................................................v
KATA PENGANTAR............................................................................................vi
DAFTAR ISI........................................................................................................viii
DAFTAR TABEL....................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................3
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................3
D. Manfaat Penelitian........................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
A. Konsep Tentang Barotrauma........................................................................5
B. Konsep Tentang Penyelam..........................................................................10
1. Jenis Penyelaman Bedasarkan Teknik Dasar..........................................12
2. Beberapa Alat Selam dan Kegunaannya.................................................16
3. Kaidah Menyelam Dengan Aman...........................................................22
C. Hubungan Barotruma Dengan Penyelam....................................................24
1. Jenis – Jenis Tekanan..............................................................................25
2. Faktor-Faktor Penyebab Barotrauma......................................................27
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................31
A. Jenis Penelitian............................................................................................31
B. Protokol dan Registrasi...............................................................................31
C. Database Pencarian.....................................................................................32
D. Kata Kunci..................................................................................................32
E. Kriteria Inklusi dan Ekslusi.........................................................................32
F. Seleksi Studi................................................................................................34

viii
G. Penilaian Kualitas.......................................................................................35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................38
A. HASIL.........................................................................................................38
1. Karakteristik Studi Literature..................................................................38
2. Karakteristik Responden Studi................................................................46
B. PEMBAHASAN.........................................................................................46
1. Hasil Dari analisis jurnal.........................................................................46
2. Hasil Teori...............................................................................................50
3. Hasil Analisa/Asumsi Peneliti.................................................................52
BAB V PENUTUP.................................................................................................56
A. Kesimpulan.................................................................................................56
B. Conflic Of Interst........................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................57
LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Table 3.1 Format PICOS ………………………………………………………35

Tabel 4.1 Karakteristik Jurnal ………………………………………………….40

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penyelam SCUBA ……………………………………………………….. 14

Gambar 2.2 Pakaian selam ………………………………………………………17

Gambar 2.3 Beberapa Peralatan Selam ………………………………………….18

Gambar 3.1. Diagram Flow ………………….…………………………………..36

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara kepulauan, memiliki 17.508 pulau,

tersebar dari Sabang sampai Merauke dengan wilayah laut seluas 5,8 juta

km2 dan garis pantai sepanjang 81,000 km. bisa dikatakan lebih dari 70

persen wilaya Indonesia merupakan lautan sehingga laut dijadikan sebagai

lapangan pekerjaan, dan sebagian besar penduduknya mempunyai sumber

penghasilan utama pada subsector perikanan, dengan jumlah nelayan

sebanyak 2.275.139 jiwa, dimana 95% diantaranya adalah nelayan

tradisional termasuk nelayan penyelam tradisisonal (BPS.2016).

Pekerjaan sebagai penyelam atau nelayan tradisional memiliki resiko

yang sangat tinggi terhadap kesehatan dan keselamatan dengan demikian,

pengetahuan dan keterampilan menyelam yang benar perlu ditanamkan

diantara mereka. Kecerobohan dalam menyelam dapat menyebabkan

pecahnya barotrauma atau memberan timpani berdampak pada penurunan

ambang pedenaran (sugiato, Hadisaputro.S, Supriharti, Munasik 2017)

Hasil analisis Germenpore dalam Sugianto at al., 2017 menunjukkan

data bahwa kejadian barotrauma membran timpani di Amerika untuk

penyelam militer sebesar (0,026%), penyelam reaksi bawah laut sebesar

(0.034%) dan penyelam komersil (0.36%) setiap tahunnya (sugiato,

Hadisaputro.S, Supriharti, Munasik 2017).

Hasil penelitian Martinus., at al 2019, menunjukkan adanya faktor

resiko terjadinya barotrauma telinga tegah pada penyelam tradisional adalah

1
2

tidak atau belum pernah penyeuluan kesehatan p<0,009; PR= 3,920 (95%

CL=1,405-10,936), artinya penyelam tradisional yang tidak atau belum

pernah penyuluhan kesehatan memepunyai besar resiko 3,341 kali

mengalami barotrauma teling tengah dibandingkan penyelam tradisional

yang sudah pernah mengikuti penyuluhan kesehatan (Ishak Martinus,

Suharyo Hadisaputro 2019).

Hasil penelitian Rahmadayanti,Budiyono, 2017, peyelam tradisional

di Karimunjawa jepara yang memiliki umur ¿ 40 tahun, sebanyak 100%

memiliki mengalami gangguan akibat meneyelam, dan penyelam tradisional

yang memilik umur ≤ 40 tahun, sebanyak 60% mengalami gangguan akibat

menyelam (Rahmadayanti, Budiyono 2017).

Hasil penelitian Navisa at al,.2016, menjelaskan bahwa barotrauma

atau perforasi memberan timpani banyak terjadi pada kelompok umur ≥ 35

tahun yaitu sebanyak 61,9% sedangkan berdasarkan masa kerja barotrauma

banyak terdapat pada kelompok masa kerja 0-10 tahun yaitu 72,2%. Dan

adapun hasil yang didapatkan bahwa barotrauma juga banyak juga banyak

terjadi pada nelayan penyelam dengan lama menyelam >2-4 jam yaitu

sebanyak 90% dari 10 orang penyelam (Navisah et al. 2016).

Berdasarkan hasil uraian diatas dengan adanya beberapa faktor yang

menyebabkan terjadinya barotrauma yang terjadi pada penyelam tradisional.

Maka peneliti tertarik untuk melakukan analisis faktor yang berpengaruh

terhadap barotrauma memberan timpani pada penyelam tradisonal.


3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimanakah analis faktor yang berpengaruh terhadap

kejadian barotrauma memberan timpani pada penyelam tradisional ?.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan secara umum adalah untuk menganalisis

faktor yang berpengaruh terhadap kejadian barotrauma membran

timpani pada penyelam tradisional

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menganalisis apakah faktor umur berpengaruh terhadap

kejadian barotrauma memberan timpani pada penyelam

tradisional

b. Untuk menganalisis apakah faktor pengetahuan berpengaruh

terhadap kejadian barotrauma memberan timpani pada penyelam

tradisional

c. Untuk menganalisis apakah faktor kedalam menyelam

berpengaruh terhadap kejadian barotrauma memberan timpani

pada penyelam tradisional

d. Untuk menganalisis apakah faktor masa kerja berpengaruh

terhadap kejadian barotrauma memberan timpani pada penyelam

tradisional
4

e. Untuk menganalisis apakah faktor lama menyelam berpengaruh

terhadap kejadian barotrauma memberan timpani pada penyelam

tradisional.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teori

Hasil penelitian ini diharpakan dapat dijadikan sebagai referensi

dan pengembang dalam bidang ilmu keperawatan khususnya

Mahasiswa DIV Keperawatan Palu yang menjadikan Gawat Darurat

Masyarakat pantai sebagai penciri dari prodi DIV Keperawatan.

2. Manfaat Praktis

Sebagai acuan untuk mahasiswa memberikan pemahanam

kepada masyarakat pantai terutama penyelam tradisional tentang

faktor faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya barotrauma.

3. Manfaat pada peneliti

a Pengalaman yang berharga bagi penulis dalam memperluas

wawasan dan pengetahuan dalam bidang peneliti dan

sehubungan dengan judul hasil penelitian ini.

b Untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan

ilmu metodologi penelitian dan semoga bisa bermanfat bagi

yang memerlukan terutama mahasiswa keperawatan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tentang Barotrauma

Barotrauma adalah kerusakan jaringan yang dihasilkan dari efek

langsung tekanan. Ketidakseimbangan tekanan terjadi apabila seseorang

tidak mampu menyamakan tekanan udara di dalam ruang telinga tengah

pada waktu tekanan air bertambah ataupun berkurang. Perubahan yang

ekstrim atau ketidakseimbagan atara tekanan lingkungan dan tekanan dalam

yang berhubungan dengan rongga tubuh yang menyebabkan kerusakan fisik

lapisan jaringan pada rongga. Rongga tubuh yang paling beresiko

mengalami barotrauma adalah telinga tengah, sinus paranasal dan paru-paru

(Russeng et al. 2019).

Barotrauma merupakan segala sesuatu yang diakibatkan oleh tekanan

kuat yang tiba-tiba dalam yang berisi udara pada tulang temporal, yang

diakibatkan oleh kegagalan tuba eustachius untuk menyamakan tekanan dari

bagian telinga tengah dengan adekuat dan terjadi paling sering selama

turunan dari ketinggian atau naik dari bawah air saat menyelam. Suatu

kondisi kegagalan tubuh menyesuaikan tekanan udara/gas yang menjadikan

kerusakan jaringan tubuh disebut sebagai kejadian barotrauma (Russeng et

al. 2019).

Hukum Boyle menyatakan bahwa suatu penurunan atau peningkatan

pada tekanan lingkungan akan memperbesar atau menekan (secara

berurutan) suatu volume gas dalam ruang tertutup. Bila gas terdapat dalam

5
6

struktur yang luntur, maka struktur tersebut dapat rusak karena ekspansi

atau kompresi. Barotrauma dapat terjadi bilamana ruang-ruang berisi gas

dalam tubuh (telinga tengah, paru-paru) menjadi ruang tertutup dengan

menjadi buntunya jeras-jeras ventilasi normal. Pekerjaan yang beresiko

barotroma adalah penyelam, pemelihara atau pengambil mutiara, pemelihara

kapal laut, tim penyelamat, dan pekerja konstruksi bawah laut. Nelayan

penyelam tradisional yang sering disebut dengan nelayan kompresor yaitu

penyelam yang menggunakan peralatan sangat terbatas. Potensi bahaya

dapat dilihat juga dari perilaku nelayan yang berkerja tanpa memperhatikan

aspek keselamatan (safety diving), antara lain: motivasi yang kurang, sikap

kerja dengan tidak melakukan teknik ekualisasi, dan pengetahuan individu

nelayan yang tebatas karena tidak mendapatkan pelatihan. Barotrauma

terhadap telinga merupakan cidera yang paling sering mengenai penyelam.

Barotrauma pada telinga tengah terjadi akibat kegagalan tuba Eustachius

untuk menyamakan tekanan antara telinga tengah dan lingkungan saat

terjadi perubahan tekanan. Barotrauma akan mudah terjadi apabila

perubahan tekanan semakin cepat dan perbedaan tekanan semakin cepat dan

perbedaan tekanan semakin besar.

Adapun gejala klinis penyakit barotrauma berdasarkan letak terjadinya

barotrauma yaitu : (Russeng et al. 2019)

a. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Telinga Luar

Barotrauma pada telinga luar dapat terjadi bila telinga bagian

luar mengalami obstruksi, sehingga volume gas tertutup yang akan


7

dikomperesi atau dikurangi selama proses turun ke dalam air hal ini

dapat terjadi pada pemakaian tudung yang ketat, wax pada liang

teling, pertumbuhan tulang atau eksostosis atau menggunakan penutup

telinga. Biasanya obstruksi pada suluran telinga bagian luar ini akan

menyebabkan penonjolan membran timpani disertai pendarahan,

swelling dan hematom pada kulit yang melapisi saluran telinga bagian

luar. Kondisi seperti ini dapat ditemukan pada saat menyelam dengan

kedalaman setidaknya 2 meter.

b. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Telinga Tengah

Barotrauma pada telinga tengah merupakan barotrauma yang

paling umum. Membran timpani merupakan pembatas antara saluran

telinga dan ruang telinga tegah. Pada saat penyelam turun, tekanan air

menigkat diluar gendang telinga, untuk menyeimbangkan tekanan ini,

maka tekanan udara harus mencapai bagian dalam dari gendang

telinga, melalui tuba eustachi. Ketika tabung eustachi ditutup oleh

mukosa, maka telinga tengah memenuhi empat syarat terjadinya

barotrauma (adanya gas dalam rongga, dinding yang kaku, ruang

tertutup, penetrasi pembuluh darah). Jika seorang penyelam terus

turun pada kedalaman, maka akan terjadi ketidakseimbangan tekan.

Jika terjadi peningkatan tekanan maka gendang telinga akan terdorong

kedalam, awalnya akan terjadi penekanan gas yang berada pada

telinga tengah, sehingga pada batasan tertentu terjadi tekanan pada

telinga tengah lebih rendah dari tekan air diluar, menciptakan vakum
8

relatif dalam ruang telingah tegah. Tekan negatif ini menyebabkan

pembulu darah pada gendang telinga dan lapisan pertama telinga

tengah akan terjadi kebocoran dan akhirnya dapat pecah. Jika terus

menurun, selain pecahnya gendang telinga yang menyebabkan udara

atau air dapat masuk kedalam telinga tengah untuk menyamakan

tekakan, dapat pula terjadi pecahnya pembuluh darah dan

menyebabkan pendarahan ke dalam telinga tengah untuk menyamakan

tekanan, dan pendarahan merupakan hal sering terjadi.

Gejala yang dapat ditemukan jika terjadi tekanan pada telinga

tengah yaitu nyeri akibat terjadi peregangan pada dinding telinga.

Rasa sakit sering dirasakan sebelum pecahnya gendang telinga. Gejala

tersebut dapat sedikit berkurang dengan berhenti untuk menyelam

yang lebih dalam dan segera naik beberapa meter secara perlahan. Jika

penyelam kebawah terus berlanjut, meskipun ada rasa sakit, tetap

dapat terjadi pecahnya gendang telinga. Ketika pecah terjadi, nyeri

akan berkurang dengan cepat. Kecuali penyelam menggunakan

pakaian diving dengan topi keras, rongga telinga tengah dapat terkena

air ketika pecahnya gendang telinga tersebut. Hal ini dapat

menyebabkan terjadinya infeksi telinga tengah, dan disarankan agar

tidak menyelam sampai kerusakan yang terjadi sembuh. Pada saat

membran timpani pecah, penyelam dapat tiba-tiba mengalami vertigo.

Hal tersebut dapat menyebabkan disorientasi, mual dan muntah.

Vertigo ini terjadi akibat adanya gangguan dari maleus, inkus, stapes,
9

atau dengan air dingin yang merangsang mekanisme keseimbangan

telinga bagian dalam. Barotrauma pada telinga tengah tidak harus

disertai dengan pecahnya membrane timpani.

c. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Telinga Dalam

Terjadi bila pada saat penyelam naik ke permukaan dengan

cepat sehingga tekanan pada membran timpani diteruskan pada oval

dan round window sehingga meningkatkan tekanan telinga dalam.

Ruptur oval dan round window dapat terjadi dan mengakibatkan

gangguan telinga dalam sehingga gejala yang ditemukan adalah

gangguan keseimbangan dan kehilangan pendengaran seperti vertigo

persisten dan kehilangan pendengaran. Gejala klinis yang biasa terjadi

pada barotrauma pada telinga dalam yaitu adanya tinnitus, kurangnya

ketajaman pendengaran, adanya vertigo, disakusis, mual dan muntah.

d. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Sinus Paranasalis

Barotruma pada sinus terjadi bila pasase yang menghubungkan

sinus dan ruang lainnya tertutup karena mukosa maupun jaringan.

Gelaja yang ditemukan adalah adanya nyeri pada sinus yang terkena

dan pendarahan dari hidung yang berasal dari sinus yang terkena.

e. Barotrauma Odontalgia

Barodontalgia terjadi bila terdapat udara yang dibentuk oleh

pembusukan berada pada sambungan yang kurang baik sehingga

udara tersebut terperangkap. Gejala klinis yang terjadi adalah

keretakan gigi maupun lepasnya tambalan gigi.


10

f. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Pulmonal

Barotrauma pada paru terjadi saat tidak adanya udara yang dapat

masuk ke dalam paru untuk menyesuaikan tekanan dengan

lingkungan, seperti pada penyelaman dengan menahan nafas. Darah

dan cairan tubuh akan mengalir ke paru untuk meningkatkan tekanan

sehingga membentuk pembengkakan. Gejala klinis yang terjadi

biasanya fatal dan berupa kompersi dinding dada.

g. Barotrauma Penurunan (squeeze) Wajah dan Tubuh

Terjadi saat penggunaan masker wajah SCUBA, masker wajah

lain yang menyebabkan pengeluaran udara melalui hidung, maupun

pada exposure suit yang mengakibatkan udara terperangkap. Pada

barotrauma wajah, daerah yang mengalami gangguan terberat adalah

mata dan kantong mata. Pada barotrauma tubuh, udara yang

terperangkap pada pakaian akan menyebabkan rasa tidak nyaman dan

pendarahan pada daerah tersebut.

B. Konsep Tentang Penyelam

Pekerjaan sebagai penyelam atau nelayan tradisional memiliki resiko

yang sangat tinggi terhadap kesehatan dan keselamatan; dengan demikian,

pengetahuan dan keterampilan menyelam yang benar perlu ditanamkan

diantara mereka. Kecerobohan dalam menyelam dapat menyebabkan

pecahnya barotrauma atau memberan timpani berdampak pada penurunan

ambang pedenaran. Dalam hal ini distribusi usia, tingkat pendidikan, dan

lama berkerja peyelam dapat di jadikan salah satu unsur penilaian


11

karakteristik untuk seorang penyelam (Sugianto et al.2017).

Penyelam tradisional atau penyelam pekerja adalah orang yang

melakukan kegiatan penyelam dengan teknik tahan napas dan dengan

menggunakan suplai udara dari permukaan laut yang dialiri melalui

kompresor udara (Surface Suppleid Bearthing Apparatus/SSBA)

(Riyadi,2016).

Pada penyelam tahan nafas, adapatasi manusia terhadap lingkungan

penyelam (air) sengat terbatas, bahkan dapat dikatakan dengan menyelam

manusia melawan kodratnya sendiri. Seiring dengan kemajuan teknologi,

manusia berusaha menciptakan alat selam berupa alat bantu pernapasan,

pakaian selam, serta alat lain pendukung penyelaman. Alat-alat bantu selam

itu diperlukan untuk beradaptasi terhadap media (lingkungan) penyelaman,

sehingga perubahan-perubahan flsiologis pada tubuh sejak terjun ke dalam

air, menyelam ke dasar air, selama berada di kedalaman, sampai muncul

kembali ke permukaan dapat berlangsung dengan wajar tanpa tinibul

komplikasi (Lucrezi et al., 2018).

Alat-alat yang diciptakan manusia diantaranya: SCUBA (Self

Contained Underwater Breathing Apparatus) dan SSBA (Surface Supplied

Breathing Apparatus). Dengan alat-alat tadi manusia dapat menyelami

sungai, laut, danau dan bahkan bawah es di daerah kutub (ice diving), lebih

lama dan lebih dalam. Dewasa ini telah dicapai suatu kemaju-an yang sangat

pesat baik dari segi teknik penyelaman maupun peralatan penyelaman

namun dalam tulisan ini penulis hanya akan membicarakan teknik dasar
12

penyelaman yang menggunakan peralatan SCUBA (Scuba Diving) (Zheng,

Yang, & Ni, 2018).

1. Jenis Penyelaman Bedasarkan Teknik Dasar

Ditinjau dari jenis teknik dasar penyelam, penyelam dibagi

menjadi 2 yaitu penyelam teradisional dan penyelam modern. Dalam

hal ini penyelam traadisional lebih cenderung menggunakan teknik

penyelaman tahan nafas dan penyelam modern lebih cenderung

menggunakan perlengkapan modern (Lucrezi et al. 2018).

a. Penyelam Tradisional

Penyelam tradisonal adalah penyelam yang melakukan

penyelaman dengan mengunakan peralatan selam yang sangat

terbatas. Umumnya penyelam tradisonal yang menggunakan

teknik penyelam tahan nafas ada 2 macam yakni : 1) Goggling;

dan 2) Snorkelling.

1) Goggling adalah penyelaman tahan napas dengan

menggunakan kaca mata renang. Biasanya, banyak

dilakukan oieh penyelam alam dan para nelayan untuk

mencari mutiara, teripang, menembak ikan, memasang

dan mengambil bubu, dan lain-lain. Dengan goggling ini

penyelam sulit untuk melakukan ekualisasi, akibatnya

mudah terkena squeeze mata dan barotrauma teiinga yang

dapat menyebabkan kesulitan bagi penyelam.


13

2) Snorkelling adalah penyelaman tahan napas dengan

menggunakan masker kaca (face mask) yang menutupi

mata dan hidung, serta pipa napas (Snorkell). Cara dan

kegunaannya untuk menyelam sama dengan goggling,

namun sedikit lebih menguntungkan karena penyelam

mudah melakukan ekualisasi dan dapat berenang di

permukaan tanpa mengangkat kepala apabila hendak

bernapas. Kemampuan penyelam menahan napas

menyebabkan terbatasnya waktu dan kedalam-an dalam

melakukan pekerjaan bawah air.

b. Penyelam Modern

Penyelam modern adalah penyelam yang menggunakan

perlengkapan yang lebih maju dibandingkan penyelam tradisional.

Penyelam modern dibagi menjadi 2 berdasarkan kebutuhannya

yaitu :

1) Penyelam Penyelaman SCUBA atau SCUBA Diving

Penyelaman SCUBA dilakukan pada kedalaman 18-39 m

atau kurang dari itu tergantung pada kebutuhannya, dan

disesuaikan dengan kecepatan arus (maksimal 1 knot). Dalam

keadaan normal penyelaman SCUBA dilakukan pada

kedalaman 18 m selama 60 menit, sedangkan maksimalnya

dilakukan pada kedalaman 39 m selama 10 menit. SCUBA

digunakan untuk melakukan tugas penyelaman di air dangkal


14

yang memerlukan mobilitas tinggi, tetapi dapat diselesaikan

dalam waktu relatif singkat. Penyelaman SCUBA sering

dilakukan untuk melakukan pemeriksaan, pencarian benda-

benda, penelitian, pengamatan pertumbuhan biota laut,

perbaikan atau perawatan pada kapal.

Gambar 2.1 Penyelam SCUBA lengkap dengan peralatannya

(Lucrezi et al., 2018)

Keterangan: 1) Tabung SCUDA (Aqualong); 2) Regulator; 3)

Masker; 4) Snorkel; 5) Pressure gauge (pengukur tekanan udara

dalam SCUBA); 6) Depth gauge (pengukur kedalaman); 7)

Pakaian selani (Wet/Dry suit); 8) Rompi apung (Bouyancy

compensator); 9) Sabuk pemberat (quick release weight belt);

10) Pisau selam (knife); 11) Sirip renang (Fins); dan 12) Jam

selam (Diving watch).


15

Semua penyelam SCUBA harus menguasai teknik ESA

(Emergency Swimming Ascend) yaitu berenang bebas

kepermukaan dengan cepat sambil selalu menghembuskan

napas. Di samping itu penyelaman SCUBA seharusnya selalu

dilakukan bersama mitra selam (buddy diver) dan diperlukan

adanya penyelam cadangan yang selalu siap menyelam bila

dibutuhkan. Dalam menggunakan alat-alat SCUBA penyelam

harus mematuhi prosedur yang benar supaya tidak mengelami

komplikasi atau penyakit akibat penyelaman.

Keuntungan penyelaman SCUBA ini ialah persiapannya

cepat, tidak banyak memerlukan dukungan logistik, praktis,

mobilitasnya tinggi dan gangguan yang ditimbulkan oleh

peralatan selam sangat minimal. Walaupun mempunyai

keuntungan tetapi ada juga kerugiannya diantaranya ialah

terbatasnya suplai udara dalam scuba sehingga kedalaman dan

lamanya terbatas pula, tidak dapat dilakukan komunikasi suara

antara penyelam maupun tender, sangat terpengaruh kecepatan

arus, adanya hambatan pernapasan dan perlindungan terhadap

penyelaman terbatas.

2) Penyelaman SSBA (Surfaced Supply Breathing Apparatus

Diving)

Penyelaman SSBA ini memerlukan dukungan logistik

yang lebih komplek serta dukungan peralatan dan anggota


16

dalam jumlah yang cukup besar. Gerak penyelaman dalam

bidang vertikal sukar dilakukan. Namun demikian penyelaman

SSBA ini memasok udara tidak terbatas dan dapat dilaksanakan

pada kecepatan arus maksimal 2,5 knots. Karenanya

penyelaman ini digunakan untuk melaksanakan penelitian-pe-

nelitian pada kedalaman lebih dari 60 m selama 40 menit

(Maulana & Susanto 1989).

2. Beberapa Alat Selam dan Kegunaannya

a. Masker (Face Mask)

Bentuk mask ada beberapa macam. Pilihlah salah satu

diantaranya yang sesuai dengan wajah anda sehingga nyaman

dipakainya. Untuk menguji kekedapannya yang sempurna,

kenakanlah mask di wajah anda tanpa mengenakan tali kepala,

tarik napas sedikit melalui hidung, jika mask tadi memiliki

kekedapan yang sempurna maka mask harus tetap menempel di

wajah. Kegunaan mask untuk mencegah air masuk ke hidung

dan mata serta melindunginya dari zat yang mengganggu yang

dapat menimbulkan radang (iritasi). Mask juga memungkinkan

anda dapat melihat benda di bawah air dengan jelas. Pilihlah

mask dengan "tempered glass", jangan yang dari plastik.

b. Snorkel

Snorkel merupakan peralatan survival terpenting yang

digunakan baik oleh "skin diver" maupun "scuba diver".


17

"Snorkel" memungkinkan kita melihat tamasya bawah air

dengan cara berenang dan menelungkupkan muka di permukaan

air tanpa harus mengangkat kepala untuk mengambil napas.

"Snorkel" membantu kita berenang menuju sasaran penyelaman

tanpa harus menggunakan udara dari tabung scuba. Bentuk

snorkel bermacam-macam.

c. Sabuk Pemberat

Sabuk pemberat dibuat agar mudah dibuka, sehingga

dalam keadaan darurat sabuk pemberat dengan mudah dan cepat

dilepas. Biasanya penyelam scuba memakai beberapa pemberat

untuk keseimbangan sesuai dengan kebutuhan. Pemberat

biasanya terbuat dari timah atau logam lain. Kenakan sabuk

pemberat sehingga mudah dibuka dengan satu tangan sesuai

dengan kebiasaan setiap kali memakai sabuk.

Gambar 2.2 Pakaian selam. a. lengan baju dan celana

pendek; b. lengan baju dan celana panjang (Lucrezi et al., 2018)


18

Gambar 2.3 Beberapa Peralatan Selam (Lucrezi et al.,

2018) Keterangan Gambar: 1) Masker kaca (Face Mask); 2)

Pipa napas (Snorkel); 3) Sabuk pembeiat (Weight Belt); 4)

Peralatan apung (Buoyancy Control Device); 5) Tabung selam

(Aqua lung); 6) Back Pack; 7) Regulator; 8) Pengukur tekanan

udara dalam; 9) Scuba (Pressure gauge); 10) Pisau selam (Dive

knife); dan 11) Sirip renang (Fins).

d. Peralatan apung atau "Buoyance control divice" (BCD)

Buoyancy vest atau peralatan apung adalah perlengkapan

penting yang digunakan seorang penyelam. Alat ini berfungsi

dalam 4 keperluan utama sebagai berikut: a) Untuk niemberikan

daya apung positif (positive buoyance) selama berenang di

permukaan air; b) Untuk niemberikan daya apung guna istirahat,

atau menyangga seorang penyelam yang mengalami kecelakaan;


19

c) Untuk niemberikan daya apung netral (neutral buoyance)

terkendali dalam air diakibatkan hilangnya daya apung dari baju

selam (wet suit) atau tas koleksi (collecting bag) yang berat; dan

d) Untuk mendapatkan kemampuan dalam memberikan

pertolongan, baik untuk diri sendiri maupun untuk menolong

orang lain

e. Tabung selam (Aqualung)

Sebuah tabung selam, atau botol udara dibuat untuk

menampung udara yang dimampatkan secara aman. Tabung-

tabung masa kini dibuat dari baja atau campuran aluminium dan

dapat diperoleh dalam beberapa ukuran. Pada umumnya scuba

yang dipakai adalah "open circuit scuba" yaitu dimana udara

pernapasan langsung dihembuskan keluar (kedalam air). Ada

juga "semi closed circuit scuba" dan "closed circuit scuba". Pada

"closed circuit scuba" udara yang dikeluarkan (CO) tidak

dihembus-kan ke luar tetapi lewat proses kimia tertentu diubah

kembali menjadi Oksigen (CL) dan digunakan lagi untuk

bernapas, sehingga gelembung-gelembung udara yang keluar

tidak nampak. "Closed circuit scuba" sering dipergunakan oleh

penyelam militer dalam operasi intelejen, dan fotografi bawah

air yang profesional. Penyelaman dengan "closed circuit scuba"

hanya dilakukan sampai kedalaman 10 meter dan maksimum 14

meter (PO2 = 2,4 ATA). Hal ini untuk menghindari keracunan


20

gas oksigen sebab pada sistem ini digunakan oksigen murni.

Keracunan oksigen biasanya mulai terjadi pada PO9 = 2 ATA.

f. Back pack

Back pack adalah alat pemegang scuba agar scuba

tetap/enak dipakai dipunggung penyelam. Ada juga "back pack"

yang langsung dirakit menempel dengan BCD.

g. Regulator

Regulator adalah alat yang mengatur pengeluaran udara

dari tabung (Aqualung) ke penyelam sehingga keluarnya udara

sesuai dengan yang dibutuhkan.

h. Pressure gauge

Pressure gauge ialah alat pengukur tekanan udara dalam

scuba, agar kita tahu sampai berapa atmosfer/PSI udara yang

ada di dalam tabung.

i. Depth gauge

Depth gauge ialah alat untuk mengukur kedalaman,

dengan demikian kita tahu berapa dalam kita menyelam. Hal ini

berguna sekali untuk penyelam dalam menghitung adanya

dekompresi.

j. Pisau selam

Pisau selam bukan merupakan senjata bagi penyelam

tetapi alat sangat penting untuk keperluan seperti memotong tali,

menggali, memotong sisa-sisa jaring nelayan yang mengganggu


21

penyelam. Jangan memegang pisau sambil berenang, simpanlah

pisau pada sarungnya dan letakkan disalah satu kaki di bawah

lutut demi keamanan kit a sendiri. Banyak ragam ukuran dan

bentuk pisau selam.

k. Fins (sirip renang)

Sirip renang diciptakan untuk memberi kekuatan pada

kaki dan merupakan pi-ranti bergerak, sehingga kemampuan

renang kita bertambah 10 kali lebih besar, tetapi bukan

diciptakan untuk kecepatan renang. Ada 2 macam sirip renang

yaitu "open heel" dan "foot pocket".

l. Baju selam

Ada dua macam baju selam yaitu "Wet suit" dan "dry

suit". Baju selam ini berguna untuk melindungi tubuh dari

dinginnya air sehingga tubuh kita tidak terlalu banyak

kehilangan panas badan. Di samping itu berguna juga untuk

melindungi diri dari sengatan binatang berbisa dan binatang

beracun serta dapat melindungi kulit dari pergeseran dengan

batu karang atau benda tajam yang lain.

m. Jam selam (diving watch)

Jam selam berfungsi untuk menghitung waktu menyelam

agar terhindar dari dekompresi. Selain alat-alat yang tersebut di

atas ada pula peralatan lain seperti kompas selam, senter selam,

sarung tangan, sepatu karang, bendera penyelam, tas alat-alat,


22

pelampung dan talinya, "log book" dan tabel dekompresi.

3. Kaidah Menyelam Dengan Aman

a. Anda harus dalam kondisi fisik dan mental yang baik,

menyelamlah hanya jika badan dan rohani anda sehat.

b. Usahakan selalu agar kemampuan renang anda memuaskan.

c. Jangan mengadakan penyelaman jika anda tidak memiliki

sertifikat selam. Jika anda memiliki sertifikat selam, ketahuilah

batas-batas kegiatan selam sesuai dengan kemahiran anda

sebagaimana tertera dalam tingkat sertifikat selam anda.

d. Sangat dianjurkan jika anda memiliki sertifikat selam "Penyelam

bebas" (skin diver) sebelum anda menjadi penyelam "scuba".

Hal ini akan sangat membantu penghayatan dan keamanan. Skin

Diving bukan merupakan prakualifikasi sebelum menjadi

penyelam scuba. Skin Diving justru merupakan kemahiran

tersendiri yang khusus, namun sejajar dengan ketrampilan

scuba.

e. Belajarlah keterampilan PPPK khususnya yang berhubungan

dengan kemungkinan kecelakaan penyelaman.

f. Kuasailah teknik bantuan penyelaman (life saving).

g. Sediakan selalu kotak PPPK yang lengkap untuk kecelakaan

penyelaman (berbeda dengan kotak PPPK umum).

h. Ketahuilah keterbatasan kemampuan dan peralatan selam anda.

i. Periksalah selalu sebelum penyelaman dan pergunakan secara


23

lengkap dan sempurna perlengkapan yang sesuai yang juga

berada dalam keadaan sempurna, jangan meminjamkan

peralatan selam kepada penyelam tanpa sertifikat selam.

j. Rencanakan dengan baik penyelaman anda

k. Kenalilah medan penyelaman dimana anda mengadakan

penyelaman, dan hindari kondisi berbahaya dan cuaca buruk.

l. Batasi kedalaman (kurang dari 18 m).

m. Menyelamlah dengan berpasangan "buddy" dan tetaplah

bersamanya selama penyelaman.

n. Kembangkan sendiri dan gunakan selalu komunikasi bawah air

dengan mitra selam untuk dibawah air.

o. Perlakukan spear gun (bila membawa) sama dengan senjata

yang berbahaya bagi nyawa manusia.

p. Ekualise tekanan bawah air sebelum sakit mulai terasa.

q. Keluarlah dari air jika terluka, merasa lelah atau mulai

kedinginan.

r. Munculah kepermukaan dengan hati-hati dan dengan cara

sempurna.

s. Bernapaslah dengan biasa dan wajar (seperti bernapas di udara

terbuka) jika nienggunakan peralatan scuba, janganlah bernapas

patah-patah (skip breathing) untuk memperpanjang waktu

pemakaian udara yang tersedia dalam tabung scuba.

t. Hindari dekompresi terhadap atau dekompresi karena


24

penyelaman ulang, penyelaman di ketinggian atau naik pesawat

terbang setelah selesai menyelam.

u. Gunakan hanya udara yang bersih

v. Rawat dan perlakukan tabung udara sebagaimana mestinya.

w. Service seluruh peralatan sesuai dengan batas waktu yang telah

ditentukan.

C. Hubungan Barotruma Dengan Penyelam

Barotrauma dapat terjadi pada wajah (sinus), telinga, gigi, usus, dan

paru-paru. Barotrauma pada penyelam terjadi akibat aktivitas berenang

turun atau naik ke permukaan dengan tidak memperhatikan ketentuan

penyelaman.

Hasil analisis bivarat yang dilakukan menunjukkan bahwa faktor lama

menyelam memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian

barotrauma telinga pada penyelam. Semakin lama berada di bawah

permukaan air maka semakin lama terpapar tekanan yang berulang

(Navisah et al. 2016).

Saat seseorang menyelam, ada beberapa tekanan yang berpengaruh

yaitu tekanan atmofer dan tekanan hidrostatik. Tekanan atmosfer yaitu

tekanan yang ada di atas air. Tekanan hidrostatik yaitu tekanan yang

dihasilkan oleh air yang berada di atas penyelam. Barotrauma dapat terjadi

pada saat menyelam turun ataupun naik. Diver’s depth gauges digunakan

hanya untuk mengetahui tekanan hidrostatik dan berada pada angka nol

pada permukaan laut. Ini tidak dapat mengetahui 1 atmosfer (1 ATA)


25

diatasnya. Jadi tekanan gauge selalu 1 atmosfer lebih rendah dari tekanan

yang sebenarnya dan tekan absolut.

1. Jenis – Jenis Tekanan

a. Tekanan Atmosfer

Tekanan atmosfer yang ada dilaut yaitu 1 atmosfer atau 1

bar. 1 atmosfer diperkirakan mendekati dengan 10 meter

kedalaman laut, 33 kaki kedalaman air laut, 34 kaki kedalaman air

segar, 1 kg/cm2, 14,7 lbs/in2 psi, 1 bar, 101,3 kilopascals, 760

mmHg.

b. Tekanan Absolut

Tekanan absolut merupakan tekanan total yang dialami

seorang penyelam ketika berada di kedalaman laut yang

merupakan jumlah dari tekanan atmosfer yang berada

dipermukaan air ditambah tekanan yang dihasilkan oleh massa air

diatas penyelam (tekanan hidrostatik). Tekanan total yang dialami

penyelam disebut tekanan absolut. Tekanan ini menggambarkan

keadaan atmosfer dan disebut sebagai absolut atmosfer atau ATA.

c. Tekanan Gauge

Seperti yang telah dijelaskan, tekan hidrostatik saat

menyelam diukur dengan suatu tekanan atau kedalaman gauge.

Beberapa gauge normalnya diatur untuk memasukkan tekanan nol

pada kedalaman laut sehingga menolak tekanan karena atmosfer

(1ATA). Takanan masuk ke gauge pada kedalaman 10 meter


26

setara dengan tekanan 1 atm. Tekanan gauge dikonversi jadi

tekanan absolut dengan menambah satu tekanan atmosfer.

d. Tekanan Parsial

Dengan bercampurnya gas, proporsi tekanan total yang

diperoleh dari tiap gas disebut tekanan parsial. Tekakan parsial

didapatkan dari komponen tiap gas dari proporsi persentasenya

dengan pencampuran. Tiap molekul gas berkontribusi terhadap

proporsi yang sama dari tekanan total pada percampuran.

Misalnya udara pada 1 ATA mengandung oksigen 21% maka

tekanan parsial oksigen adalah 0,21 ATA dan udara pada 1 ATA

mengandung nitrogen 78%, maka tekanan parsial nitrogen adalah

0,78 ATA.

Barotrauma dapat terjadi pada waktu seseorang menyelam turun

(descend), maupun pada waktu naik (ascent) (Dharmawirawan DA,

Modjo R.2012).

1) Barotrauma saat turun (descend)

Imbalans tekanan terjadi apabila penyelam tidak mampu

menyamakan tekanan udara di dalam rongga tubuh pada waktu

tekanan air bertambah atau berkurang. Tekanan meningkat

sebesar 1 atmosfer setiap kedalaman laut 33 ft (10 m). dengan

kata lain komprasi akan meningkat pada kedalaman >10 meter.


27

2) Barotrauma telinga tengah (descend)

Saat pasawat naik, tekanan atmosfer turun dan udara di

telinga tengah akan mengambang sesuai dengan hukum Boyle.

Jika tuba eustasius tidak terbuka, seperti contoh saat menelan,

udara di telinga tengah, dengan tekanan yang relatif positif, akan

terus mengambang sampai memberan timpani terdorong ke

lateral. Tuba eustasius yang normal akan membuka secara pasif

pada perbedaan tekanan 15 mmHg dan melepaskan tekanan

udara positif sehingga menyeimbangkan tekanan udara di

telinga tengah. Proses pelepasan tekanan secara pasif ini jarang

menjadi masalah saat penerbangan dan hanya timbul setiap

peningkatan ketinggian 122 m. Namun jika tuba eustasius

terganggu akan terdapat rasa tidak nyaman dan nyeri di telinga

saat proses tersebut terjadi.

Barotrauma macam ini umumnya menimbulkan nyeri

mendadak akibat kenaikan tekanan dalam rongga dan terdapat

bahaya terjadinya emboli vena. Barotrauma yang terjadi saat

penyelam naik dari kedalaman secara cepat disebut reverse

squeeze atau overpressure. Terjadi usaha tubuh untuk

mengeluarkan isi dari ruangan untuk menyesuaikan tekanan.

2. Faktor-Faktor Penyebab Barotrauma

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian barotrauma

membran timpani dikelompokkan menjadi 3 faktor dasar yaitu faktor


28

individu, faktor lingkungan, dan faktor karakteristik pekerjaan

(Navisah et al. 2016).

a. Faktor Individu

1) Umur

Pada dasarnya tidak ada batasan umur yang tegas dalam

kesehatan penyelaman asalkan memenuhi persyaratan

kesehatan fisik dan kemampuan penyelaman. Dalam hal ini

umur merupakan faktor internal yang dapat mendukung

seseorang untuk melakukan suatu pekerajaan (Navisah et al.

2016).

2) Masa Kerja

Menurut tulus (1971), masa kerja dapat mempengaruhi

kinerja baik positif maupun negatif. Pengaruh positif akan

dirasakan oleh seseorang apabila dengan semakin lamanya

masa kerja maka semakin bertambah pengalaman seseorang

dalam melaksanakan pekerjaannya. Sebaliknya, masa kerja

akan memberikan pengaruh negatif apabila dengan semakin

lamanya masa kerja maka akan timbul kebiasaan buruk pada

tenaga kerja (Navisah et al. 2016).

3) Pengetahuan

Peningkatan pengetahuan yang dihasilkan dari proses

pendidikan kesehatan melalui penyuluhan pada penyelam

tradisional akan berpengaruh pada kemampuan dan


29

keterampilan serta sikap penyelam tradisonal yang akan

mengahasilkan perilaku penyelam yang sesuai dengan

ketentuan (Ishak Martinus, Suharyo Hadisaputro 2019).

b. Faktor Lingkungan.

1) Kedalaman Menyelam

menurut Domino (2015) semakin bertambah kedalaman

menyelam maka tekanan udara yang diterima semakin besar.

Peningkatan tekanan lingkungan menyebabkan rongga udara

dalam telinga tengah dan dalam tuba eustachius menjadi

tertekan. Hal ini cenderung menyebabkan penciutan tuba

eustachius sehingga gagal untuk membuka. Jika tuba

eustachius tersumbat, maka tekanan udara di dalam telinga

tengah berbeda dengan tekanan udara di luar gendang telinga,

hal ini menyebabkan barotrauma, (Navisah et al. 2016).

c. Faktor Pekerjaaan

1) Lama Menyelam

menurut Harrill WC (2006), semakin lama seseorang

menyelam di bawah permukaan air, maka semakin besar

risiko mengalami gangguan pendengaran. Apabila seseorang

berada di daratan dalam kondisi normal, maka tekanan udara

telinga bagian dalam akan sama dengan tekanan udara di luar

telinga. Namun pada saat menyelam seseorang akan

mengalami perubahan tekanan pada telinga tengah. Sehingga


30

perlu dilakukan ekualisasi atau penyamaan tekanan, hal ini

dibantu oleh keberadaan saluran yang menghubungkan

telinga bagian tengah dengan bagian belakang hidung, di atas

tenggorokan yang disebut tuba eustachius. Kegagalan

ekualiasi menyebabkan tuba eustachius gagal untuk

membuka. Sehingga menyebabkan terjadinya barotrauma

pada telinga (Navisah et al. 2016).


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini menggunakan pendekatan studi literature atau

literature review, yakni merupakan suatu teknik menganalisis yang

menggabungkan dua atau lebih penelitian sejenis sehingga diperoleh

padanduan data secara kuantitatif

Sebelum melakukan telaah bahan pustaka, peneliti harus mengetahui

terlebih dahulu secara pasti tentang dari sumber mana informasi ilmiah itu

akan diperoleh. Adapun beberapa sumber yang digunakan antara lain; buku-

buku teks, jurnal ilmiah, referensi statistik, hasil penelitian dalam bentuk

skripsi, tesis, desertasi dan internet, serta sumber-sumber lainya yang

relevan (Sanusi,2016).

B. Protokol dan Registrasi

Rangkuman menyeluruh dalam bentuk literature review mengenai

faktor yang berpengaruh terhadap kejadian barotrauma memberan timpani

pada penyelam tradisional. Protocol dan evaluasi dari literature review akan

menggunakan (Preferred Reporting Items For Systematic Review and Meta-

analyses) PRISMA checklist untuk menentukan penyeleksian studi yang

telah ditemukan dan disesuaikan dengan tujuan literature review (Nursalam,

2020).

31
32

C. Database Pencarian

Literature review yang merupakan rangkuman menyeluruh beberapa

studi penelitian yang ditentukan berdasarkan tema tertentu. Pencarian

literature dilakukan pada bulan Januari – Februari 2021. Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh bukan

dari pengamatan langsung, akan tetapi diperoleh dari hasil penelitian yang

telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Sumber data sekunder yang

didapat berupa artikel jurnal bereputasi baik nasional maupun internasional

dengan tema yang sudah ditentukan. Pencarian literature dalam literature

review ini menggunakan database dengan kriteria kualitas tinggi sedang

(Nursalam, 2020).

D. Kata Kunci

Pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword (Barotrauma,

membran timpani dan penyelam tradisional) yang digunakan untuk

memperluas menspesipikasikan pencarian, sehingga mempermudah dalam

penentuan artikel atau jurnal yang digunakan.

E. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Strategi yang digunakan untuk mencari artikel menggunakan

(population, Intervention, comparation outcame, study design) PICOS

framework, yang terdiri dari:

1. Population/problem yaitu populasi atau masalah yang akan di analisis

sesuai dengan tema yang sudah ditentukan dalam literature review.


33

2. Intervention yaitu sutu tindakan pelaksanaan terhadap kasus

perorangan atau masyarakat serta pemaparan tentang penatalaksanaan

studi sesuai dengan tema yang sudah ditentukan dalam literature

review.

3. Comparation yaitu intervensi atau penatalaksanaan lain yang

digunakan sebagai pembanding, jika tidak ada bisa menggunakan

kelompok control dalam studi yang terpilih.

4. Outcame yaitu hasil atau luaran yang diperoleh pada studi terdahulu

yang sesuai dengan tema yang sudah ditentukan dalam literature

review.

5. Study design yaitu desain penelitian yang digunakan dalam artikel

yang akan di review.


34

Tabel 3.1

Format PICOS Literatur Review

Kriteria Kriteria Inklusi Kriteria Eklusi


Population Studi yang berfokus pada studi yang tidak berfokus
konsep barotrauma membran pada permasalahan
timpani. barotrauma membran
timpani.
Intervention Studi yang meneliti tentang Studi yang tidak membahas
faktor yang berpengaruh mengenai faktor yang
terhadap kejadian barotrauma berpengaruh terhadap
memberan timpani pada kejadian barotrauma
penyelam tradisional. memberan timpani pada
penyelam tradisional
Comparators No comparator
Outcomes Studi yang menjelaskan Studi yang tidak menjelaskan
faktor yang berpengaruh mengenai faktor pengaruh
terhadap kejadian barotrauma kejadian barotrauma
memberan timpani pada membran timpani pada
penyelam tradisional penyelam tradisional.
Study Design Quasi-exprimental studies, No exclusion
and randomized control and trial,
Publication systematic review, qualitative
type and quantitative research
studies.
Publication Post-2015 Pre-2015
Years
Language English, Indonesian Language other than English
and Indonesian
Sumber: Nursalam, 2020

F. Seleksi Studi

Berdasarkan hasil pencarian literature melalui publikasi google

scolar dengan menggunakan kata kunci sesuai dengan judul yang akan di

teliti, peneliti mendapatkan 33 artikel jurnal yang sesuai dengan kata kunci

tersebut. Peneliti kemudian melakukan skrining bedasarkan judul (n=5),

abstrak (n=5) dan full teks (n=5) yang disesuaikan dengan tema literature

review. Assessment yang dilakukan berdasarkan kelayakan terhadap kriteria


35

inklusi dan eksklusi didapatkan sebanyak artikel jurnal yang dapat

dipergunakan dalam literature review (Nursalam, 2020). Hasil seleksi

atrikel studi dapat di gambarkan dalam Diagram Flow dibawah ini :

Setelah dilakukan skrining


abstrak didapatkan hasil (n = 5)

Kemudian dilakukan skrining


berdasarkan judul didapatkan
hasil (n=5)

Didapat jurnal full teks dan


masuk dalam kriterian inklusi
dan ekslusi (n=5)

Gambar 3.1. Diagram Flow literature Review bedasakan PRISMA 2009 (Polit
and Beck, 2013)

G. Penilaian Kualitas

Analisis kualitas metodologi dalam setiap studi (n = 5) dengan

Checklis daftar penelaian dengan beberapa pertanyaan untuk menilai

kualitas dari studi. Penilaian kriteria diberi nilai ‘ya’, ‘tidak’, ‘tidak jelas’

atau ‘tidak berlaku’, dan setiap kriteria dengan skor ‘ya’ diberi satu poin dan
36

nilai lainya adalah nol, setiap skor studi kemudian dihitung dan

dijumlahkan. Critical appraisal untuk menilai studi yang memenuhi syarat

dilakukan oleh para peneliti. Jika skor penelitian setidaknya 50% memenuhi

kriteria critical appraisal dengan nilai titik cut-off yang telah disepakati oleh

peneliti, studi dimasukkan ke dalam kriteria inklusi. Peneliti mengecualikan

studi yang bekualitas rendah untuk menghindari bias dalam validitas hasil

dan rekomendasi ulasan. Dalam skiring terakhir, sembilan studi mencapai

skor lebih tinggi dari 50% dan siap melakukan sintesis data, akan tetapi

karena penilaian terdapat resiko bias, tiga studi dikeluarkan dan artikel yang

digunakan dalam literature review terdapat 5 buah (Nursalam, 2020).

Resiko bias dalam literature review ini menggunakan asesmen pada

metode penelitian masing-masing studi, yang terdiri dari (Nursalam, 2020):

1. Teori: Teori yang tidak sesuai, sudah kadaluarsa, dan kredibilitas yang

kurang.

2. Desain: Desain kurang sesuai dengan tujuan penelitian.

3. Sampel: Ada 4 hal yang harus diperhatikan yaitu Populasi, Sampel,

Sampling, dan besar sampel yang tidak sesuai dengan kaida

pengambilan sampel.

4. Variabel: Variabel yang ditetapkan kurang sesuai dari segi jumlah,

pengontrolan variable perancu, dan variable lainya.

5. Instrumen: Instrumen yang digunakan tidak memiliki sensitivitas,

spesipikasi dan validitas-reabilitas.


37

6. Analisis Data: Analisis data tidak sesuai dengan kaidah analisis yang

sesuai dengan standar.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Analisis

1. Karakteristik Studi Literature

Berdasarkan keriteria inklusi (gambar tabel 3.1) ada 5 jurnal yang

memenuhi syarat untuk dilakukan pembahasan berdasarkan topik

literature review yaitu faktor yang berpengaruh terhadap kejadian

barotrauma membran timpani pada penyelam tradisional. Adapun jenis

penelitian yang paling banyak digunakan oleh peneliti adalah analitik

observasional dengan desain cross sectional dengan kualitas pencarian

jurnnal tinggi dan sedang. Dari 6 penelitian membahas tentang faktor

yang berpengaruh terhadap keajadian barotrama membran timpani pada

penyelam tradisional. Penelitian yang sesuai dengan tinjauan secara

sistematis ini dilakukan di berbagai wilayah di indonesia, seperti (Ishak

Martinus, Suharyo Hadisputro, Munasik. 2017)Wilayah Balaesang

Tanjung Kabupaten Donggala, (Sugianto ,Suharyo

Hadisaputr ,Supriharti ,Munasik ,M. Sakundarno Adi. 2017), Wilayah

Kabupaten Banyuwangi, karimunjawa(Rahmadayanti, Budiono, Yusniar.

2017), Desa Tekonea Raya Kabupaten Konawe Kepulauan(Pinto E A,

Indriastuti D, Mien, Tahiruddin, Narmawan. 2020), dan Desa Sumberejo

38
Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember(Navisah S F, Ma’rufi I, Sujoso A

D P. 2016). Dari

39
40

kelima penelitian mengenai faktor yang berpengaruh terhadap keajadian

barotrama membran timpani pada penyelam tradisional secara umum

adalah umur, pengetahuan kedalaman menyelam, masa kerja, dan lama

menyelam.
41

Tabel 4.1
Karakteristik Jurnal
Nama Judul ISSN/DOI Tujuan Rancangan Samapel Hasil
No Alat Ukur
Peneliti Penelitian /CODE Penelitian Studi cara jumlah
1. Ishak Berbagai JEKK 4 Untuk Jenis Teknik 78 Kuesoner dan Hasil penelitian
Martinus Faktor (2) 2019, mendiskri penelitian ini total responden wawancara menunjukkan bahwa
, Yang 55-63 psikan adalah sampling 32 orang (41%) dari
Suharyo Berpengar pengaruh observasional 78 penyelam
Hadisput uh faktor analitik tradisional diperiksa
ro, Terhadap pengetahu dengan telingah tengahnya
Munasik Barotraum an dan metode barotrauma. Hasil uji
a Telinga lingkunga croos- regresi logistik
Tengah n terhadap sectional dan menunjukan bahwa
Pada kejadian ditunjang variable yang terbukti
Penyelam barotraum dengan mempengaruhi
Tradisiona a telinga penelitian kejadian barotrauma
l (Studi Di tengah kualitatif telinga tengah adalah
Wilayah pada melalui tidak ada penyuluhan
Balaesang penyelam indepth kesehatan (p=0,009;
Tanjung tradisional interview. PR = 3,920; 95% CI
Kabupaten = 1.405 – 10.936),
Donggala) frekuensi peyelaman
sering (p = 0.0106;
PR = 5.310; 95% CI
= 1.619 – 17.413)
2. Sugianto Beberapa JEKK 2 Studi ini Jenis Teknik 130 Kuesoner dan Hasil penelitian ini
42

,Suharyo Faktor (1), 2017, bertujuan penelitian ini total Responde wawancara menunjukan variabel
Hadisapu yang 27-35 untuk adalah sampling n yang terbukti sebagai
tr ,Suprih Berpengar mencari observasional faktor resiko pada
arti ,Mun uh pengaruh analitik kelompok penyelam
asik ,M. terhadap antara dengan yang menahan nafas
Sakundar Barotraum variabel desain cross untuk mendapatkan
no Adi a independe sectional koin adalah
Membran nt study dan di kecepatan menyelam
Timpani terhadap tunjang 18 meter per
pada variabel dengan (p=0,012) dan tanpa
Penyelam dependent pendekatan alat selam (p=0,018).
Tradisiona dengan kualitatif Pada kelompok
l di melakukan melalui penyelam yang
Wilayah pengukura indepth menggunakan
Kabupaten n sesaat interview kompresor udara,
Banyuwan variabel yang
gi signifikan adalah
jumlah penyelam
lansia 37 tahun
(p=0,025).
3. Rahmada Faktor JKM (e- Penelitian Penelitian ini Teknik 40 wawancara,K Hasil penelitian
yanti, resiko jurnal)vol ini menggunaka total responden uesioner, menunjukkan 12
Budiono, gangguan ume 5, bertujuan n penelitian sampling lembar variabel bebas yang
Yusniar akibat Nomor 1, untuk explanatory anamnesis, diteliti adalah empat
penyelam 2017. mengetahu survey observasi variabel yang
pada i dengan berhubungan dengan
43

penyelam (ISSN : hubungan desain cross gangguan akibat


tradisional 2356-3346 faktor sectional. penyelaman yaitu
di risiko Analisis masa kerja (p-value =
karimunja akibat menggunaka 0,001), frekuensi
wa gangguan n univariat penyelaman (p-value
pada dan bivariat = 12:02), kedalaman
penyelama dengan uji menyelam (p-value =
n Chi Square 0,001). = 0,001) dan
tradisional kecepatan naik ke
di permukaan (nilai-p =
Karimunja 0,001). 4 variabel
wa Jepara. yang tidak sesuai
adalah umur (p-value
= 0,079), IMT (p-
value = 0,868), waktu
menyelam (p-value =
0,481), interval
permukaan (p-value =
0,168), dan 4 variabel
deskriptif.
4. Pinto E Hubungan WINS Tujuan Penelitian Tenik 36 orang Kuesioner Penelitian ini
A, Pengetahu Jounal dari menggunaka purposiv menunjukan kejadian
Indriastu an dan vol.01 No penelitian n pendekatan e barotrauma sebesar
ti D, Sikap 1. Hal.7- ini adalah cross sampling 69,4%. Hasil analisa
Mien, dengan 12, Juni untuk sectional . tedapat hubungan
Tahirudd Kejadian 2020 mengetahu dengan antara pengetahuan
44

in, Barotraum i melalui uji nelayan dengan


Narmaw a pada hubungan validitas dan kejadian barotrauma
an Penyelam antara reabilitas pada penyelam tanpa
Suku pengetahu dengan scuba suku kadatua di
Kadatua an dan analisis data Desa Tekonea Raya
Tanpa sikap menggunaka Kabupaten Konawe
Scuba nelayan n uji Kepualauan dengan
dengan alternatif nilai p-value = 0,003.
kejadian Mann Pada variabel sikap
barotraum Whitney. nelayan dengan
a pada kejadian barotrauma
penyelam pada penyelam tanpa
tanpa scuba suku kadatua di
scuba Desa Tekonea Raya
Suku Kabupaten Konawe
Kadatua di Kepualauan
Desa didapatkan nilai nilai
Tekonea p-value = 0,010 yang
Raya menunjukkan adanya
Kabupaten hubungan.
Konawe
Kepulauan
.
5. Navisah Faktor Jurnal Penelitian Jenis Teknik 34 orang Wawancara, Hasil penelitian
S F, Risiko IKESMA ini penelitian ini simple Kuesioner menunjukkan bahwa
Ma’rufi Barotraum vol 12, no bertujuan adalah random sebanyak 20 orang
45

I, Sujoso a Telinga 1, maret untuk analitik sampling (58,7%) dari 34 orang


A D P. Pada 2016 mengetahu observasional nelayan penyelam
Nelayan i faktor dengan yang diperiksa
Penyelam risiko desain cross mengalami
Di Dusun yang sectional. barotrauma telinga.
Watu Ulo berhubung Analisis data Hasil uji Cramer
Desa an dengan menggunaka Coeficient C
Sumberejo barotraum n uji Cramer menunjukkan bahwa
Kecamata a telinga Coeficient C faktor yang
n Ambulu pada berhubungan dengan
Kabupaten nelayan barotrauma telinga
Jember penyelam adalah kedalaman
menyelam (nilai
Cramers’V = 0,006,
nilai Approx. Sig<
0,05) dan lama
menyelam (nilai
Cramers’V = 0,008,
nilai Approx. Sig<
0,05). Kesimpulan
penelitian: faktor
risiko yang
berhubungan dengan
barotrauma telinga
pada nelayan
penyelam Watu Ulo
46

adalah kedalaman
dan lama menyelam.
46

2. Karakteristik Responden Studi

Responden dalam penelitian adalah penyelam tradisional yang

ada wilayah indonesia. Jumlah total responden 318 karakteristik

gender responden rata-rata adalah laki-laki yang berprovesi sebagai

penyelam tradisional dengan rentang usia >35 tahun, dan dengan

masa kerja >1 tahun.

B. Pembahasan

1. Hasil Analisis Jurnal


a. Faktor Umur

Umur merupakan salah satu faktor yang dapat bepengaruh

terhadap seseorang untuk mengalami barotrauma. Hasil analisis

multivariat yang dilakukan oleh Sugianto at al menunukan bahwa

pada penyelam tradisional kompresor udara dengan kategori usia

penyelam dewasa tua (37 tahun) yang secara statistik terbukti

sebagai faktor resiko terjadinya barotrauma membran timpani,

ditunjukan dengan hasil p=0,025.setelah dilakukan perhitungan

berdasarkan kategori usia penyelam dewasa tua ratio prevalence

sebesar 6,25 kali dibandingkan dengan penyelam berusia dewasa

muda.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Rahmadayanti

Dkk yang dilakukan pada penyelam dengan usia >40 tahun tidak

terdapat hubungan umur dengan gangguna akibat pemyelaman


47

p=0,079. Hasil ini sejalan dengan penelitian Navisah et al., yang

dilakukan pada penyelam dengan umur ≥ 35 tahun dengan hasil uji

statistik α=0,05 diperoleh nilai Cramer’s V = 0,643 (nilai Apporox.

Sig >0.05).

b. Faktor Pengetahuan

Hasil penelitian Martinus at al, menunujukan bahwa

penyelam tradisional yang tidak atau belum pernah melakukan

penyuluhan kesehatan merupakan faktor resiko teradinya

barotrauma telinga tegah dengan p<0,009 artinya penyelam

tradisional yang tidak atau belum pernah penyuluhan kesehatan

beresiko lebih besar teradinya barotruma. Hasil ini sejalan dengan

penelitian Pinto, E et al., yang menunjukkan bahwa faktor

pengetahuan berhubungan dengan kejadian barotrauma pada

nelayan penyelam. Dengan p=0,003 sehingga hipotesis diterima.

Namun hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh sugianto at.al, yang menujukkan bahwa faktor

pengetahuan tidak terbukti berpengaruh terhadap kejadian

barotrauma pada peyelam tahan napas pengais uang logam dan

penyelam tradisional kompresor udara.

c. Faktor Kedalaman Menyelam

Hasil penelitian oleh Navisah et al., menunjukkan bahwa

kedalaman menyelam merupakan faktor yang signifikan terhadap

kejadian barotrauma telinga pada nelayan penyelam dengan α=0,05


48

dengan diperoleh nilai Cramer’s V = 0,006 (nilai Approx.

sig<0.05). Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian

Rahmadayanti Dkk yang menunjukkan bahwa penyelam tradisional

yang menyelam dengan kedalaman ≤10 meter gangguan

pendengaran dengan di peroleh p-velue = 0,001, artinya terdapat

hubungan antara kedalam menyelam dengan ganggungan

pendengaran, dengan demikian kedalaman menyelam menjadi

fakor peyebab terjadinya barortauma.

Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Martinus at.al, pada penyelam tradisonal yang

menyelam dengan kedalam ≥ 7 meter. Dari hasil analisa bivariat

α=0,05 dengan diperoleh nilai p-velue = 0.573, artinya hasil tidak

diterima maka kedalaman menyelam bukan merupakan faktor

teradinya barotrauma. Hasil ini sejalan dengan peneitian yang

dilakukan Sugianto at.al, pada penyelam tahan nafas dan penyelam

tradisional kompresor udara yang menyelam dengan kedalam ≥ 5

meter (1ATA). Dengan analisa α=0,05 dengan diperoleh nilai p-

velue = 0,053 dan 0,093 yang berarti hasil tidak diterima maka

disimpulkan bahwa kedalam menyelam bukan merupakan faktor

penyebab teradinya barotrauma.

d. Faktor masa kerja

Hasil penelitian yang dilakukan Rahmadayati Dkk, pada

penyelam tradisional yang memiliki masa kerja >10 tahun,


49

sebanyak 91,3% mengalami gangguan akibat penyelaman, dan

penyelam tradisional yang memiliki masa kerja ≤ 10 tahun,

sebanyak 29,4% mengalami gangguan akibat penyelaman.Dengan

Hasil uji statistik diperoleh p-velue = 0,001 artinya terdapat

hubungan masa kerja dengan gangguan akibat penyelaman maka,

masa kerja merupakan faktor penyebab gangguan akibat

menyelam.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sugianto

at.al. yang menyatakan bahwa faktor lama menyelam pada

penyelam tradisonal tahan nafas pengais uang logam dengan lama

menyelam ≥5,5 tahun dan penyelam tradisonal kompresor udara

dengan lama menyelam ≥ 8 tahun, tidak terbukti berpengaruh

terhadap keadian barotrauma dengan hasil distributif p-velue =

0,622 dan 0,476. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Navisah

S at.al, berdasarkan analisis bivariat menunukkan bahwa faktor

masa kerja tidak ada hubungan yang singnifikan dengan keadian

barotrauma telinga pada penyelam tradisional. Hasil uji statistik α =

0,05 diperoleh nilai Cramer’s V = 0,224.

e. Faktor lama menyelam

Hasil penelitian yang dilakukan Navisah at.al, pada

penyelam tradisional dengan lama menyelam >2-4 jam yang

menunukkan bahwa lama menyelam memiliki hubungan yang

signifikan dengan kejadian barotrauma telingan pada nelayan


50

peyelam. Dengan diperoleh hasil Cramer’s V = 0.008 (α = 0.05)

yang artinya hasil diterima. Namun hasil ini tidak sejalan dengan

penelitian Martinus at. al, yang menunjukkan bahwa lama

menyelam ≥ 7 menit tidak berpengaruh terhadap kejadian

barotrauma telinga dengan analisis p-velue = 0,107 (α = <0,25)

yang artinya hasil tidak diterima.

2. Hasil Teori

a. Faktor Individu

1) Umur

Pada dasarnya tidak ada batasan umur yang tegas dalam

kesehatan penyelaman asalkan memenuhi persyaratan

kesehatan fisik dan kemampuan penyelaman. Dalam hal ini

umur merupakan faktor internal yang dapat mendukung

seseorang untuk melakukan suatu pekerajaan (Navisah et al.

2016).

2) Masa Kerja

Menurut tulus (1971), masa kerja dapat mempengaruhi

kinerja baik positif maupun negatif. Pengaruh positif akan

dirasakan oleh seseorang apabila dengan semakin lamanya

masa kerja maka semakin bertambah pengalaman seseorang

dalam melaksanakan pekerjaannya. Sebaliknya, masa kerja

akan memberikan pengaruh negatif apabila dengan semakin


51

lamanya masa kerja maka akan timbul kebiasaan buruk pada

tenaga kerja (Navisah et al. 2016).

3) Pengetahuan

Peningkatan pengetahuan yang dihasilkan dari proses

pendidikan kesehatan melalui penyuluhan pada penyelam

tradisional akan berpengaruh pada kemampuan dan

keterampilan serta sikap penyelam tradisonal yang akan

mengahasilkan perilaku penyelam yang sesuai dengan

ketentuan (Ishak Martinus, Suharyo Hadisaputro 2019).

b. Faktor Lingkungan.

1) Kedalaman Menyelam

menurut Domino (2015) semakin bertambah kedalaman

menyelam maka tekanan udara yang diterima semakin besar.

Peningkatan tekanan lingkungan menyebabkan rongga udara

dalam telinga tengah dan dalam tuba eustachius menjadi

tertekan. Hal ini cenderung menyebabkan penciutan tuba

eustachius sehingga gagal untuk membuka. Jika tuba

eustachius tersumbat, maka tekanan udara di dalam telinga

tengah berbeda dengan tekanan udara di luar gendang telinga,

hal ini menyebabkan barotrauma, (Navisah et al. 2016).


52

c. Faktor Pekerjaaan

1) Lama Menyelam

menurut Harrill WC (2006), semakin lama seseorang

menyelam di bawah permukaan air, maka semakin besar

risiko mengalami gangguan pendengaran. Apabila seseorang

berada di daratan dalam kondisi normal, maka tekanan udara

telinga bagian dalam akan sama dengan tekanan udara di luar

telinga. Namun pada saat menyelam seseorang akan

mengalami perubahan tekanan pada telinga tengah. Sehingga

perlu dilakukan ekualisasi atau penyamaan tekanan, hal ini

dibantu oleh keberadaan saluran yang menghubungkan

telinga bagian tengah dengan bagian belakang hidung, di atas

tenggorokan yang disebut tuba eustachius. Kegagalan

ekualiasi menyebabkan tuba eustachius gagal untuk

membuka. Sehingga menyebabkan terjadinya barotrauma

pada telinga (Navisah et al. 2016).

3. Hasil Analisa/Asumsi Peneliti

a. Faktor Umur

Hasil dari analisa peneliti, umur dapat menjadi faktor

penyebab teradinya barotrauma membran timpani, karena pada

dasarnya umur merupakan faktor internal yang dapat menunang

kinerja. Hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya usia

maka sistem pada tubuh akan teradi menurunan fungsi. Hal ini
53

juga berlaku untuk seorang penyelam yang apa bila semakain

bertambahnya usia maka teradinya penjurunan fungsi pada organ

telingah tegah yang membuat resiko terjadinya barotrauma

membran timpani lebih besar.

b. Faktor Pengetahuan

Menurut peneliti, pengetahuan merupakan salah satu faktor

penyebab teradinya barotrauma membran timpani, karena dengan

pengetahuan akan maningkatkan kemampuan dan kerampilan

sesorang. Secara spesifik apabila penyelam teradisional miliki

pengetahuan atau pemahaman tentang bagaimana teknik yang

safety saat menyelam relatif kurang terjadi kasus barotrauma

membran timpani ketimbang penyelam yang belum memiliki

pengetahuan atau pemahaman tentang bagaimana teknik yang

safety saat menyelam. Hail ini juga dapat ditinajau dari segi

tingkat pendidikan dari jurnal yang dianalisis banyak responden

memiliki tingkat pendidikan SD.

c. Faktor Kedalaman Menyelam

Berdasarkan asumsi dari peneliti, kedalaman menyelam

merupakan faktor yang dapat menyebab kan barotrauma membran

timpani, karena semakin dalam sesorang penyelam untuk

menyelam maka semakin tinggi perbedaan antara tekanan yang

ada didalam telinga dengan tekanan lingkungan yang

mengakibatkan tuba eustasius mengalami ganggaun untuk


54

menyamakan tekan. Hal ini juga diperkuat apa bila seorang

penyelam belum terbiasa atau mampu untuk beradaptasi dengan

menyeimbangkan tekanan yang ada didalam telinga dengan

lingkungan saat menyelam.

d. Faktor Masa Kerja

Peneliti berasumsi bahwasanya masa kerja bukan

merupakan faktor penyebab terjadinya barotrauma, karena apabila

semakin lama masa kerja seorang dalam suatu pekerjaan maka hal

itu membuat pekerja itu bisa lebih berkompeten dalam berkerja.

Hal ini berlaku pada seorang penyelam dengan masa kerja

yang bertahun tahun maka hal itu membuat seorang penyelam bisa

lebih tebiasa dengan pekerjaan nya. Dalam hal ini juga dapat

membuat penyelam bisa lebih mengetahui situasi dan kondisi saat

menyelam yang bisa membuat terjadinya barotrauma lebih kecil

atau tidak sama sekali.

e. Faktor lama menyelam

Menurut peneliti, lama menyelam merupakan faktor

penyebab terjadinya barotrauma membran timpani, karena dengan

semakin lama penyelam saat menyelam artinya semakin lama

terpapar dengan tekanan dan semakin sering tuba eustchius untuk

berusaha menyamakan tekanan (ekualisasi), dan jika hal itu terjadi

secara terus menerus maka akan menyebabkan tuba eustchius

mengalami pengecilan yang membuat ketidak seimbangan organ


55

didalam telinga tengah yang mengalami pembengkakan jaringan

akibatnya tuba eustchius gagal untuk membuka untuk menyamkan

tekanan maka semakin besar pula kemungkinan gagal dalam

menyamakan tekanan Dan jika gagal melakukan ekualisasi maka

besar kemungkinan teradinya barotrauma.


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis peneliti, menyimpulkan bahwa faktor

yang mempengaruhi kejadian barotrauma membran timpani membran

timpani pada penyelam tradisonal yaitu faktor umur, faktor pengetahuan,

faktor kedalaman menyelam, dan lama menyelam. Dan adapun faktor yang

tidak mempengaruhi kejadian barotrauma membran timpani pada

penyelam teradisonal yaitu faktor masa kerja.

B. Conflic Of Interst

Rangkuman menyeluruh atau literature review ini adalah penulisan

secara mandiri, sehingga terdapat konflik kepentigan dalam penulisan.

56
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Irhamdi, Julaila Soulisa, Luthfy Latuconsina, and Latar Belakang. 2016.
“Hubungan Pengunaan Alat Penyelam Tradisional Dengan Kejadian
Barotrauma.” 1(1): 30–35.

BPS. 2016. “Statistik Sumber Daya Laut Dan Pesisir.” Badan Pusat Statistik.

Ishak Martinus, Suharyo Hadisaputro, Munasik. 2019. “Berbagai Faktor Yang


Berpengaruh Terhadap Barotrauma Telinga Tengah Pada Penyelam
Tradisional (Studi Di Wilayah Balaesang Tanjung Kabupaten Donggala )
*.” 4(2): 55–63.

Lucrezi, Serena et al. 2018. “Prioritas Keamanan Dan Meremehkan Dalam


Rekreasi Operasi Scuba Diving : Sebuah Studi Eropa Mendukung Penerapan
Program Manajemen Risiko Baru.” 9: 1–13.

Rahmadayanti, Budiyono, Yusniar. 2017. “Faktor Risiko Gangguan Akibat


Penyelaman Pada Penyelam Tradisional Di Karimunjawa Jepara.” 5.

Navisah, Siti Fatimatun et al. 2016. “Faktor Resiko Barotrauma Telinga Pada
Nelayan Penyelam Di Dusun Ulo Desa Sumberejo Kecamatan Umbulo
Kabupaten Jember12(1): 98–112.

Nursalam. 2020. Penulis Literature Review Dan Systematic Review Pada


Pendidikan Kesehatan (Contoh).

Rizal N.B. Lade, Rukhayya. 2015. “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Gangguan Pendengaran Pada Penyelam Tradisional Di Pulau Barrang
Lompo Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar.”

Syaifudin, H. 2011. Anatomi Fisiologi. 4th Ed. Ed. Monica Ester. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran.

Suharyo, Hadisaputro, and M Sakundarno Adi. 2017. “Beberapa Faktor Yang


Berpengaruh Terhadap Barotrauma Membran Timpani Pada Penyelam
Tradisional Di Wilayah Kabupaten Banyuwangi.” 2(1): 27–35.

57
Riyadi, S.R. 2016. Ilmu Kesehatan Penyelam Dan Hiperbarik. Surabaya:
Lakesla.

Russeng, Syamsiar M et al. 2019. Teknik Menyelam Yang Sehat Dan Sefety Pada
Penyelam Tradisional. 1st ed. ed. Titis Yulianti. Yogyakarta: CV BUDI
UTAMA.

Zheng, Yuemei et al. 2018. “Barotrauma Setelah Menelan Nitrogen Cair :


Laporan Kasus Dan Tinjauan Pustaka Barotrauma Setelah Menelan
Nitrogen Cair : Laporan Kasus Dan Tinjauan Pustaka.” 5481.

58
58
LAMPIRAN

Lampiran 1

JBL Critical Apprasial Cecklist For Analytical Cross Sectional Studies

Name : Dzul Adhan Ghifari


Author : Ishak Martinus
Date : 15 Januari 2021
Years : 2019

Not
No Question Yes No Unclear
applicable
Were the criteria for inclusion in the
1 √
sample clearly defined?
Were the study subjects and the setting
2 √
described in detail?
Was the exposure measured in a valid
3 √
and reliable way?
Were objective, standard criteria used
4 √
for measurement of condition?
5 Were confounding factors identifield? √
Were strategies to deal with confounding
6 √
factors stated?
Were the outcomes measured in a valid
7 √
and reliable way?
Was appropriate statistical analysis
8 √
used?
Lampiran 2

JBL Critical Apprasial Cecklist For Analytical Cross Sectional Studies

Name : Dzul Adhan Ghifari


Author : Sugianto
Date : 18 Januari 2021
Years : 2017

Not
No Question Yes No Unclear
applicable
Were the criteria for inclusion in the
1 √
sample clearly defined?
Were the study subjects and the setting
2 √
described in detail?
Was the exposure measured in a valid
3 √
and reliable way?
Were objective, standard criteria used
4 √
for measurement of condition?
5 Were confounding factors identifield? √
Were strategies to deal with confounding
6 √
factors stated?
Were the outcomes measured in a valid
7 √
and reliable way?
Was appropriate statistical analysis
8 √
used?
Lampiran 3

JBL Critical Apprasial Cecklist For Analytical Cross Sectional Studies

Name : Dzul Adhan Ghifari


Author : Rahmadayanti
Date : 26 Januari 2021
Years : 2017

Not
No Question Yes No Unclear
applicable
Were the criteria for inclusion in the
1 √
sample clearly defined?
Were the study subjects and the setting
2 √
described in detail?
Was the exposure measured in a valid
3 √
and reliable way?
Were objective, standard criteria used
4 √
for measurement of condition?
5 Were confounding factors identifield? √
Were strategies to deal with confounding
6 √
factors stated?
Were the outcomes measured in a valid
7 √
and reliable way?
Was appropriate statistical analysis
8 √
used?
Lampiran 4

JBL Critical Apprasial Cecklist For Analytical Cross Sectional Studies

Name : Dzul Adhan Ghifari


Author : Emiria Ahmad Pinto
Date : 2 Februari 2021
Years : 2020

Not
No Question Yes No Unclear
applicable
Were the criteria for inclusion in the
1 √
sample clearly defined?
Were the study subjects and the setting
2 √
described in detail?
Was the exposure measured in a valid
3 √
and reliable way?
Were objective, standard criteria used
4 √
for measurement of condition?
5 Were confounding factors identifield? √
Were strategies to deal with confounding
6 √
factors stated?
Were the outcomes measured in a valid
7 √
and reliable way?
Was appropriate statistical analysis
8 √
used?
Lampiran 5

JBL Critical Apprasial Cecklist For Analytical Cross Sectional Studies

Name : Dzul Adhan Ghifari


Author : Siti Fatimatun Navisah
Date : 5 Februari 2021
Years : 2016

Not
No Question Yes No Unclear
applicable
Were the criteria for inclusion in the
1 √
sample clearly defined?
Were the study subjects and the setting
2 √
described in detail?
Was the exposure measured in a valid
3 √
and reliable way?
Were objective, standard criteria used
4 √
for measurement of condition?
5 Were confounding factors identifield? √
Were strategies to deal with confounding
6 √
factors stated?
Were the outcomes measured in a valid
7 √
and reliable way?
Was appropriate statistical analysis
8 √
used?
PRISMA CHEKIST

TITLE
Title 1 Identify the report as a systematic review, meta-analysis, or both.
ABSTRACT
Structured summary 2 Provide a structured summary including, as applicable: background; objectives; data sources;
study eligibility criteria, participants, and interventions; study appraisal and synthesis methods;
results; limitations; conclusions and implications of key findings; systematic review registration
number.
INTRODUCTION
Rationale 3 Describe the rationale for the review in the context of what is already known.
Objectives 4 Provide an explicit statement of questions being addressed with reference to participants,
interventions, comparisons, outcomes, and study design (PICOS).
METHODS
Protocol and registration 5 Indicate if a review protocol exists, if and where it can be accessed (e.g., Web address), and, if
available, provide registration information including registration number.
Eligibility criteria 6 Specify study characteristics (e.g., PICOS, length of follow-up) and report characteristics
(e.g., years considered, language, publication status) used as criteria for eligibility, giving
rationale.
Information sources 7 Describe all information sources (e.g., databases with dates of coverage, contact with study
authors to identify additional studies) in the search and date last searched.
Search 8 Present full electronic search strategy for at least one database, including any limits used,
such that it could be repeated.
Study selection 9 State the process for selecting studies (i.e., screening, eligibility, included in systematic
review, and, if applicable, included in the meta-analysis).
Data collection process 10 Describe method of data extraction from reports (e.g., piloted forms, independently, in
duplicate) and any processes for obtaining and confirming data from investigators.
Data items 11 List and define all variables for which data were sought (e.g., PICOS, funding sources) and any
assumptions and simplifications made.
Risk of bias in 12 Describe methods used for assessing risk of bias of individual studies (including specification of
individual studies whether this was done at the study or outcome level), and how this information is to be used in
any data synthesis.
Summary measures 13 State the principal summary measures (e.g., risk ratio, difference in means).
Synthesis of results 14 Describe the methods of handling data and combining results of studies, if done, including
measures of consistency
) (e.g., I2 for each meta-analysis.

Risk of bias across studies 15 Specify any assessment of risk of bias that may affect the cumulative evidence (e.g., publication
bias, selective reporting within studies).
Additional analyses 16 Describe methods of additional analyses (e.g., sensitivity or subgroup analyses, meta-
regression), if done, indicating which were pre-specified.
RESULTS
Study selection 17 Give numbers of studies screened, assessed for eligibility, and included in the review, with
reasons for exclusions at each stage, ideally with a flow diagram.
Study characteristics 18 For each study, present characteristics for which data were extracted (e.g., study size, PICOS,
follow-up period) and provide the citations.
Risk of bias within studies 19 Present data on risk of bias of each study and, if available, any outcome level assessment (see
item 12).
Results of individual 20 For all outcomes considered (benefits or harms), present, for each study: (a) simple summary data
studies for

each intervention group (b) effect estimates and confidence intervals, ideally with a forest plot.

Synthesis of results 21 Present results of each meta-analysis done, including confidence intervals and measures of
consistency.
Risk of bias across studies 22 Present results of any assessment of risk of bias across studies (see Item 15).
Additional analysis 23 Give results of additional analyses, if done (e.g., sensitivity or subgroup analyses, meta-
regression [see Item 16]).
DISCUSSION
Summary of evidence 24 Summarize the main findings including the strength of evidence for each main outcome; consider
their relevance to key groups (e.g., healthcare providers, users, and policy makers).
Limitations 25 Discuss limitations at study and outcome level (e.g., risk of bias), and at review-level (e.g.,
incomplete retrieval of identified research, reporting bias).
Conclusions 26 Provide a general interpretation of the results in the context of other evidence, and implications
for future research.
FUNDING
Funding 27 Describe sources of funding for the systematic review and other support (e.g., supply of data);
role of funders for the systematic review.

Anda mungkin juga menyukai