Disusun untuk memenuhi tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II
Disusun oleh :
Kelompok 5
RSUD R. SYAMSUDIN, SH
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Asuhan Keperawatan Pada Klien Asma
ini tepat pada waktunya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah...........................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
2.1 Definisi Nutrisi dan Oksigen.......................................................................................3
2.2 Etiologi........................................................................................................................3
2.3 Patofisiologi.................................................................................................................5
2.4 Mnisfetasi Klinis.........................................................................................................5
2.5 Pemeriksaan Fisik........................................................................................................6
2.6 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................................7
BAB III......................................................................................................................................8
PENUTUP.................................................................................................................................8
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................8
3.2 Saran............................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................iii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dilakukan secara terus menerus. Oksigen memegang peranan yang sangat penting
dalam semua proses tubuh secara fungsional, karena itu diperlukan berbagai upaya
agar kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik. Tidak adanya oksigen akan
menyebabkan gangguan pada proses oksigenasi serta dapat menyebabkan terjadinya
kemunduran secara fungsional pada tubuh atau bahkan dapat menimbulkan kematian.
(Asmadi, 2008).
2
BAB II
PEMBAHASAN
b. Oksigen
2.2 Etiologi
a. Nutrisi
1. Kekurangan nutrisi
a) Efek dari pengobatan
b) Mual/muntah
c) Gangguan intake makanan
d) Radiasi/kemoterapi
e) Penyakit kronis
3
f) Meningkatnya kebutuhan kalori dan kesulitan dalam mencerna kalori
akibat
g) Penyakit infeksi atau kanker
h) Penurunan absorbs nutrisi akibat penyakit / intoleransi laktosa
i) Nafsu makan menurun
2. Kelebihan nutrisi
a) Kelebihan intake
b) Gaya hidup
c) Psikologi untuk konsumsi tinggi kalori
d) Penurunan laju metabolic
b. Oksigen
1. Factor Fisologi
a) Menurunnya kapasitas pengikatan O2 seperti anemia.
b) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran
pernapasan
c) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transport
O2 terganggu
d) Meningkatnya metabolism seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka,
dan lain-lain.
e) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, muskulus skeleton yang abnormal, penyakit kronik
seperti TBC paru.
2. FaktorPerkembangan
a) Bayi premature yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan,
b) Bayi dan toddler adanya resiko infeksi saluran pernapasan akut.
c) Anak usia sekolah dan remaja, resiko infeksi saluran pernapasan dan
merokok.
d) Dewasa muda dan pertengahan: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas,
stress yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru- paru.
e) Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteri osklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
3. FaktorPerilaku
a) Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru,
gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang,
diet yang tinggi lemak menimbulkan arteri oklerosis.
b) Exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
c) Merokok : nikotin menyebabkan vaso kontriksi pembuluh darah perifer
dan koroner.
d) Substansi abuse (alcohol dan obat-obatan): menyebabkan intake
e) Nutrisi / Fe menurun mengakibatkan penurunan haemoglobin, alcohol,
menyebabkan depresi pusat pernapasan.
4
f) Kecemasan : menyebabkan metabolis memeningkat.
2.3 Patofisiologi
a. Nutrisi
Pola makan tidak teratur, obat-obatan, nikotin dan alkohol, stres
Berkurangnya pemasukan makanan
Kekosongan lambung
Erosi pada lambung (gesekan dinding lambung)
Produksi HCL meningkat
Asam lambung
Reflek muntah
Intake makanan tidak adekuat
Kekurangan nutrisi
b. Oksigen
5
Tonus ototburuk
Nyeri abdomen patologi atau bukan
b. Oksigen
b. Oksigen
1. Pada klien efusi pleura bentuk hemitorak yang sakit mencembung kosta mend
atar, ruang interkosta melebar, pergerakan pernapasan menurun. Pendorongan
mediatrum kea rah hemitorak kontralateral yang diketahui dari posisi trakea da
n iktus kordis, RR cenderung meningkat dank lien biasanya dipsneu.
2. Vocal fremitus menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya >
250 cc. disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada ya
ng tertinggal pada dada yang sakit.
3. Suara perkusi redup sampai pekak bergantung pada jumlah cairannya. Bila cai
rannya tidak mengisi penuh rongga pleura, makan pada pemeriksaan ekskursi
diafragma akan didapatkan adanya penurunan kemampuan pengembangan dia
fragma.
4. Auskultasi suara napas menurun sampai menghilang, egofoni
6
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Nutrisi
1. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb: turun, Albumin : turun, Lekosit : turun /
meningkat, Eritrosit : turun
2. USG :terlihat massa pada daerah uterus.
3. Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa,
konsistensi dan
4. Ukurannya.
5. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel sel neoplasma tersebut.,
6. Rontgen :untuk mengetahui kelainan
b. Oksigen
Sinar tembus dada Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura
akan membentuk banyangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih
tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke
medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang bisa berasal dari luar atau
dari dalam paru-paru itu sendiri. Hal lain yang dapat terlihat dalam foto dada efusi
pleura 17 adalah terdorongnya mediatisnum pada sisi yang berlawanan dengan
cairan. Akan tetapi, bila terdapat akteletasis pada sisi yang bersamaan dengan
cairan, mediatisnum akan tetap pada tempatnya.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh
tubuyang bertujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh
Kebutuhan nutrisi bagi tubuh merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang sangat
penting. Dilihat dari kegunaannya nutrisi merupakan sumber energi untuk segala
aktivitas dalam sistem tubuh. Penyebab dari kekurangan nutrisi seperti mual, muntah.
3.2 Saran
Saya menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki kekurangan yang jauh
dari kata sempurna. Tentunya, saya akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacu kepada sumber yang bisa dipertanggung jawabkan nantinya.Oleh sebab itu,
saya sangat mengharapkan adanya kritik serta saran mengenai pembahasan makalah
di atas.
8
DAFTAR PUSTAKA
Goleman et al., 2019. (2019). Laporan Pendahuluan Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Oktaviani.J. (2018). Konsep Kebutuhan Dasar Nutrisi. Sereal Untuk, 51(1), 51.
iii
MAKALAH
PEMERIKSAAN FISIK
Disusun untuk memenuhi tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II
Disusun oleh :
Kelompok 5
RSUD R. SYAMSUDIN, SH
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Asuhan Keperawatan Pada Klien Asma
ini tepat pada waktunya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
MAKALAH
PEMERIKSAAN FISIK
KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Teori Pemeriksaan Fisik
2.2 Tujuan Pemeriksaan Medis
2.3 Manfaat Pemeriksaan Fisik
2.4 Indikasi Pemeriksaan Fisik
2.5 Prosedur Pemeriksaan Fisik
2.6 Evaluasi
2.7 Dokumentasi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2. Mengetahui tujuan dari pemeriksaan fisik
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Inspeksi
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna,
bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan.setelah inspeksi
perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian
tubuh lainnya.
2. Palpasi
2
3. Perkusi
4. Auskultasi
a) Kontrol infeksi
b) Kontrol lingkungan
3
2. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam r
iwayat keperawatan.
3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan pen
atalaksanaan.
5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan keperawatan.
1. Persiapan
a. Alat
Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop,
Tensimeter/spighnomanometer, Thermometer, Arloji/stopwatch, Refleks
Hammer, Otoskop, Handschoon bersih ( jika perlu), tissue, buku catatan
perawat. Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di periksa.
b. Lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup
penerangan. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga
privacy klien.
c. Klien (fisik dan fisiologis)
Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien
untuk rileks.
4
2. Prosedur Pemeriksaan
Cuci tangan
Jelaskan prosedur
Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang hands
choen bila di perlukan
Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan nutrisi.
Posisi klien : duduk/berbaring
3. Cara : inspeksi
Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal : Kesadaran penuh, E
kspresi sesuai, tidak ada menahan nyeri/ sulit bernafas)
Tanda-tanda stress/ kecemasan (Normal :) Relaks, tidak ada tanda-tanda cemas
/takut)
Jenis kelamin
Usia dan Gender
Tahapan perkembangan
TB, BB ( Normal : BMI dalam batas normal)
Kebersihan Personal (Normal : Bersih dan tidak bau)
Cara berpakaian (Normal : Benar/ tidak terbalik)
Postur dan cara berjalan
Bentuk dan ukuran tubuh
Cara bicara. (Relaks, lancar, tidak gugup)
Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.
Dokumentasikan hasil pemeriksaan
5
Setelah diadakan pemeriksaan tanda-tanda vital evaluasi hasil yang di
dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat.
Tujuan :
Persiapan
Prosedur Pelaksanaan
a) Pemeriksaan kulit
Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat, sianosis, da
n ikterik.
Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.
Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor kuli
t, dan edema.
Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema.
b) Pemeriksaan kuku
Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku
Normal: bersih, bentuk normal tidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing fi
nger), tidak ikterik/sianosis.
Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refile ( pengisian kapiler ).
Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.
6
Posisi klien : duduk , untuk pemeriksaan wajah sampai dengan leher
perawat berhadapan dengan klien.
1) Pemeriksaan kepala
Tujuan :
Persiapan alat
1. Lampu
2. Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka)
Prosedur Pelaksanaan
Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau tid
ak, kebersihan rambut dan kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan distribu
si rambut.
Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda ke
kurangan gizi(rambut jagung dan kering).
Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.· Normal:
tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat dan kuat/tidak rapuh.
2) Pemeriksaan wajah
Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan.
Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik, simetris.
Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang - Normal: tidak ada
nyeri tekan dan edema.
3) Pemeriksaan mata
Tujuan :
7
Persiapan alat :
1. Senter Kecil
2. Surat kabar atau majalah
3. Kartu Snellen
4. Penutup Mata
5. Sarung tangan
Prosedur Pelaksanaan
Inspeksi: bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata, kesim
estrisan, bola mata, warna konjunctiva dan sclera (anemis/ikterik), penggu
naan kacamata / lensa kontak, dan respon terhadap cahaya.
Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva pi
nk, dan sclera berwarna putih.
a) Visus sentralis.
Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan
visus sentralis dekat.
b) Visus perifer
8
anomaly="" bermacam="" dikatakan="" kelainan="" kurang=""
macam="" maka="" peglihatan="" pembiasan.="" penglihatanya=""
penurunan="" penyebab="" refraksi="" salah="" satunya=""
seseorang="" span="" tajam="">
4) Pemeriksaan telinga
Tujuan :
Persiapan Alat :
Prosedur Pelaksanaan :
a. Pemeriksaan Rinne
Pegang agrpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku
jari tangan yang berlawanan.
Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus klien. Anjurka
n klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak
merasakan getaran lagi.
Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan di depan lubang telinga
klien 1-2 cm dengan posisi garpu tala parallel terhadap lubang telinga l
uar klien.
9
Instruksikan klien untuk member tahu apakah ia masih mendengarkan
suara atau tidak.
Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut. b. Pemeriksaan Webber
Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku
jari yang berlawanan.
Letakkan tangkai garpu tala di tengah puncak kepala klien.
Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua tel
inga atau lebih jelas pada salah satu telinga.
Catat hasil pemeriksaan dengan pendengaran tersebut.
Tujuan :
Persiapan Alat :
1. Spekulum hidung
2. Senter kecil
3. Lampu penerang
4. Sarung tangan (jika perlu)
Prosedur Pelaksanaan :
Tujuan :
10
Persiapan Alat :
1. Senter kecil
2. Sudip lidah
3. Sarung tangan bersih
4. Kasa
Prosedur Pelaksanaan :
Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir, tekstur ,
lesi, dan stomatitis.
Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada lesi dan st
omatitis.
Inspeksi dan palpasi strukur dalam : gigi lengkap/penggunaan gigi palsu, p
erdarahan/ radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan lang
it2.
Normal: gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau kerusakan
gigi, tidak ada perdarahan atau radang gusi, lidah simetris, warna pink, lan
git2 utuh dan tidak ada tanda infeksi.
Gigi lengkap pada orang dewasa berjumlah 36 buah, yang terdiri dari
16 buah di rahang atas dan 16 buah di rahang bawah. Pada anak-anak gigi
sudah mulai tumbuh pada usia enam bulan. Gigi pertama tumbuh dinamakan
gigi susu di ikuti tumbuhnya gigi lain yang disebut gigi sulung. Akhirnya pada
usia enam tahun hingga empat belas tahun, gigi tersebut mulai tanggal dan dig
anti gigi tetap.
Pada usia 6 bulan gigi berjumlah 2 buah (dirahang bawah), usia 7-8
bulan berjumlah 7 buah(2 dirahang atas dan 4 dirahang bawah) , usia 9-11
bulan berjumlah 8 buah(4 dirahang atas dan 4 dirahang bawah), usia 12-15
bulan gigi berjumlah 12 buah (6 dirahang atas dan 6 dirahang bawah), usia 16-
19 bulan berjumlah 16 buah (8 dirahang atas dan 8 dirahang bawah), dan pada
usia 20-30 bulan berjumlah 20 buah (10 dirahang atas dan 10 dirahang
bawah).
7) Pemeriksaan leher
Tujuan :
11
3. Memeriksa system limfatik
Persiapan Alat :
Stetoskop
Prosedur Pelaksanaan :
Cara/prosedur:
a) System pernafasan
Tujuan :
Persiapan alat :
1. Stetoskop
2. Penggaris centimeter
3. Pensil penada
Prosedur pelaksanaan :
12
Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi, i
rama, kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pe
rnafasan), warna kulit, lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan.
Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distr
ess pernapasan, warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak ikterik/
sianosis, tidak ada pembengkakan/penonjolan/edema.
Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremit
us. (perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk meng
ucapkan angka “tujuh-tujuh” atau “enam-enam” sambil melakukan per
abaan dengan kedua telapak tangan pada punggung pasien.)
Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda p
eradangan, ekspansi simetris, taktil vremitus cendrung sebelah kanan le
bih teraba jelas.
Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi
dengan satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi
ke sisi).
Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bag
ian udara=pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari
bagian padat=hiperesonan (“deng deng deng”), batas jantung=bunyi re
nsonan----hilang>>redup.
Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan m
enggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas man
ubrium dan di atas trachea)
Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.
b) System kardiovaskuler
Tujuan :
Persiapan alat :
1. Stetoskop
2. Senter kecil
Prosedur pelaksanaan :
13
Inspeksi : Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri karotis - Palpa
si: denyutan
Normal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.
Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping
ke tengah dada, dan dari atas ke bawah sampai bunyi redup).
Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis
mid sterna, pada RIC 4,5,dan 8.
Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian diafragma da
n bell dari stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung.
Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (du
b), tidak ada bunyi jantung tambahan (S3 atau S4).
Tujuan :
Persiapan alat
1. Stetoskop
2. Penggaris kecil
3. Pensil gambar
4. Bantal kecil
5. Pita pengukur
Prosedur pelaksanaan :
Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy, dis
tensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan dinding pe
rut.
Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak te
rdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.
Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian diafra
gma dari stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub :aorta, a.ren
alis, a. illiaka (bagian bell).
14
Normal: suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar denyutan art
eri renalis, arteri iliaka dan aorta.
Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah jar
um jam, perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman kualitas bunyiny
a. - Perkusi hepar: Batas
Perkusi Limfa: ukuran dan batas. - Perkusi ginjal: nyeri
Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan apabila banya
k cairan = hipertimpani
Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa, karakte
ristik organ, adanya asistes, nyeri irregular, lokasi, dan nyeri.dengan cara p
erawat menghangatkan tangan terlebih dahulu
Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan
penumpukan cairan.
Tujuan :
Alat :
1. Meteran
Prosedur pelaksanaan :
15
Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas atas evaluasi hasil yang di
dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan
hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
11) Pemeriksaan ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki dan tel
apak kaki)
Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, integritas kulit,
posisi dan letak, ROM, kekuatan dan tonus otot
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penu
h
Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan
Normal: teraba jelas
Tes reflex :tendon patella dan archilles.
Normal: reflex patella dan archiles positif
Tujuan:
Alat :
Tujuan :
16
Alat :
Prosedur Pelaksanaan :
a. Wanita:
Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit, contour sime
tris, edema, pengeluaran.
Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris tidak ad
a edema dan tanda-tanda infeksi (pengeluaran pus /bau).
Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa, pengeluaran
Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi dan, mas
sa. - Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema, haemor
oid,
fistula ani pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-
tanda infeksi dan pendarahan.
b. Pria :
Inspeksi dan palpasi penis: Integritas kulit, massa dan pengeluaran
Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau pembengkakan, tidak
ada pengeluaran pus atau darah
Inspeksi dan palpassi skrotum: integritas kulit, ukuran dan bentuk, turu
nan testes dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan
Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema, hemoroid, f
istula ani, pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri , tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tand
a-tanda infeksi dan pendarahan.
2.6 Evaluasi
17
meningkatkan evaluasi tindakan keperawatan melalui pemantauan hasil asuhan
fisiologis dan perilaku. Keterampilan pengkajian fisik yang sama di gunakan untuk
mengkaji kondisi dapat di gunakan sebagai tindakan evaluasi setelah asuhan
diberikan.
2.7 Dokumentasi
Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada
pemeriksaan atau pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki format
khusus yang mempermudah pencatatan data pemeriksaan. Perawat meninjau semua
hasil sebelum membantu klien berpakaian, untuk berjaga-jaga seandainya perlu
memeriksa kembali informasi atau mendapatkan data tambahan. Temuan dari
pengkajian fisik dimasukkan ke dalam rencana asuhan.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan fisik Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada klien yang
baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada klien
yang sedang di rawat, sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien. Jadi pemeriksaan fisik
ini sangat penting dan harus di lakukan pada kondisi tersebut, baik klien dalam
keadaan sadar maupun tidak sadar.
3.2 Saran
Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka perawat harus
memahami ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan pemeriksaan fisik ini harus
dilakukan secara berurutan, sistematis, dan dilakukan dengan prosedur yang benar.
19
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II
Disusun oleh :
Kelompok 5
RSUD R. SYAMSUDIN, SH
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Asuhan Keperawatan Pada Klien Asma
ini tepat pada waktunya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
MAKALAH
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
ELIMINASI DAN AKTIVITAS
KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
2.1 Definisi Eliminasi
2.2 Etiologi Eliminasi
2.3 Patofisiologi Eliminasi
2.4 Manifestasi Klinis Eliminasi
2.5 Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Eliminasi
2.6 Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Eliminasi
2.7 Mengetahui Definisi Aktivitas
2.8 Mengetahui Etiologi Eliminasi
2.9 Patofisiologi Eliminasi
2.10 Mengetahui Manifestasi Klinis Pada Eliminasi
2.11 Mengetahui Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Aktivitas
2.12 Mengetahui Penunjang Pada Kebutuhan Aktivitas
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
mental dan keefektifan fungsi tubuh sangat tergantung pada status mobilitas
mereka.Misalnya saat seseorang berdiri tegak, paru lebih mudah untuk berkembang,
aktivitas usus (peristaltic) menjadi lebih efektif, dan ginjal mampu mengosongkan
kemih secara komplet. Selain itu, pergerakan sangat penting agar tulang dan otot
berfungsi sebagaimana mestinya (Kozier, 2010).
2
3
BAB II
PEMBAHASAN
Organ utama yang berperan dalam eliminasi fekal adla usus besar.
Usus besar memiliki beberapa fungsi utama yaitu mengabsorpsi cairan
dan elektrolit, proteksi atau perlindungan dengan mensekresikan mukus
yang akan melindungi dinding usus dari trauma oleh feses dan aktivitas
bakteri, mengantarkan sisa makanan sampai ke anus dengan
berkontraksi.Proses eliminasi fekal adalah suatu upaya pengosongan
intestin. Pusat refleks ini terdapat pada medula dan spinal cord. Refleks
defekasi timbul karena adanya feses dalam rektum.
4
2.2 Etiologi Eliminasi
1. Gangguan Eliminasi Urin
a. Intake cairan
c. Aktivitas
5
dari pengairan feses. Makanyang teratur mempengaruhi defekasi.
Makan yang tidak teratur dapatmengganggu keteraturan pola
defekasi. Individu yang makan padawaktu yang sama setiap hari
mempunyai suatu keteraturan waktu,respon fisiologi pada
pemasukan makanan dan keteraturan polaaktivitas peristaltik di
colon.
b. Cairan
6
pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi.
Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah
dapat meningkatkan aktivitas. peristaltik dan frekuensi diare.
Ditambah lagi orang yagn depresi bisamemperlambat motilitas
intestinal, yang berdampak pada konstipasi.
e. Obat-obatan
f. Usia
7
lambung. Di antaranyaadalah atony (berkurangnya tonus
otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat
pada melambatnya peristaltik danmengerasnya (mengering) feses,
dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan
tekanan selama proses pengosonganlambung. Beberapa orang
dewasa juga mengalami penurunan kontrolterhadap muskulus
spinkter ani yang dapat berdampak pada prosesdefekasi.
8
medulla spinallis. Cedera medulla spinalis (CMS) merupakan
salah satu penyebab gangguanfungsi saraf termasuk pada persyarafan
berkemih dan defekasi.
9
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi
yangsimultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini
dipengaruhi olehsistem saraf parasimpatis yang mempunyai
10
neurotransmiter utama yaituasetilkholin, suatu agen kolinergik.
Selama fase pengisian, impuls afferenditransmisikan ke saraf sensoris
pada ujung ganglion dorsal spinal sakralsegmen 2-4 dan informasikan ke
batang otak. Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran
parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase pengosongan
kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakraldihentikan dan
timbul kontraksi otot detrusor.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini
jugadisebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang
sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali
perminggu.Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika
gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan
rektum, saraf sensoris dalamrektum dirangsang dan individu menjadi
sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
11
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu
refleksdefekasi instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum,
pengembangandinding rektum memberi suatu signal yang menyebar
melalui pleksusmesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada
kolon desenden, kolonsigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini
menekan feses kearah anus.Begitu gelombang peristaltik mendekati anus,
spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang
maka feses keluar.
12
a. Retensi Urin
13
1) Ketidak nyamanan daerah pubis.
b. Inkontinensia urin
a. Konstipasi
3) Nyeri rektum
b. Impaction
1) Tidak BAB.
2) Anoreksia.
3) Kembung/kram.
4) nyeri rektum
c. Diare
14
meningkatkan sekresi mukosa.
d. Inkontinensia Fekal
e. Flatulens
2) Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
f. Hemoroid
4) Nyeri
15
saluranintestinal. Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab
palpasi dapatmerubah peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus
16
meliputi inspeksi dan palpasi. Inspeksi feses, meliputi
observasi feses klien terhadap warna,konsistensi, bentuk permukaan,
jumlah, bau dan adanya unsur-unsur abdomen. Perhatikan tabel
berikut :
17
dan laksantif abuse
18
bakteri yang asing.
mati, sel epitrl,
lemak, protein,
unsur-unsur
kering, cairan
pencernaan.
19
2.6 Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Eliminasi
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan foto rontgen
3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses
20
2.8 Mengetahui Etiologi Eliminasi
Kebutuhan aktivitas dan latihan seseorang secara umum
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :
21
a. Gaya hidup dan kebiasaanOrang yang biasa berolahraga akan memiliki
mobilitas yang lebihlentur dan lebih kuat daripada orang yang tidak terbiasa
berolahraga.
e. Kekakuan otot
22
a. Kerusakan OtotKerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun
fisiologisotot. Otot berperan sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses
pergerakan jika terjadi kerusakan pada otot, maka tidak akan
23
b. terjadi pergerakan jika otot terganggu. Otot dapat rusak oleh beberapa
halseperti trauma langsung oleh benda tajam yang merusak kontinuitasotot.
Kerusakan tendon atau ligament, radang dan lainnya.
PATHWAY
24
2.10 Mengetahui Manifestasi Klinis Pada Eliminasi
a. Keterbatasan rentan gerak
b. Dispnea setelah beraktivitas
c. Gerakan Bergetar
d. Pergerakan tidak terkoordinasi
e. Pergerakan Lambat
f. Ketidakstabilan postur
g. Tremor akibat pergerakan
h. Penurunan aktu reaksi (lambat)
25
26
2.12 Mengetahui Penunjang Pada Kebutuhan Aktivitas
a. Laboratorium
1. Pemeriksaan Hb
2. Pemeriksaan darah dan urine
b. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar X, untuk menggambarkan kepadatan tulang, tekstur,dan
perubahan hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang
tertentu tulang yang terkena dan dapatmemperlihatkan tumor jaringan
lunak atau cidera ligamentatau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang
sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medanmagnet, gelombang radio,
dan komputer untukmemperlihatkan abnormalitas (tumor, penyempitan jalur
jaringan lunak melalui tulang)
26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus di penuhi oleh
setiap manusia. Kebutuhan dasar manusia terbagi menjadi 14 kebutuhan dasar,
menyatakan bahwa kebutuhan eliminasi terdapat pada urutan ke tiga. Apabila sistem
perkemihan tidak dapat berfungsi dengan baik, sebenarnya semua organ akhirnya
akan terpengaruh. Secara umum gangguan pada ginjal mempengaruhi eliminasi.
Sehingga mengakibatkan masalah kebutuhan eliminasi urine, antara lain : retensi
urine, inkontinensia urine, enuresis, dan ureterotomi. Masalah kebutuhan eliminasi
urine sering terjadi pada pasien-pasien rumah sakit yang terpasang kateter tetap
(Hidayat, 2010).
Kemampuan melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan misalnya
berdiri, berjalan, dan bekerja. Aktivitas adalah keadaan untuk bergerak untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Kemampuan aktivitas seseorang dipengaruhi oleh
adekuatnya sistem persarafan, otot dan tulang, atau sendi (Mubarak 2015).
Masyarakat sering kali mendefinisikan.
kesehatan dan kebugaran fisikmereka berdasarkan aktivitas mereka karena
kesejahteraan mental dan keefektifan fungsi tubuh sangat tergantung pada status
mobilitas mereka.Misalnya saat seseorang berdiri tegak, paru lebih mudah untuk
berkembang, aktivitas usus (peristaltic) menjadi lebih efektif, dan ginjal mampu
mengosongkan kemih secara komplet. Selain itu, pergerakan sangat penting agar
tulang dan otot berfungsi sebagaimana mestinya (Kozier, 2010).
3.2 Saran
Kita harus lebih memperhatikan kebutuhan eliminasi dan aktivitas agar selalu
terpenuhi.
27
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/doc/29388064/LP-ELIMINASI
https://dokumen.tips/documents/karakteristik-feses-normal-dan-abnormal.html
https://www.scribd.com/document/445532487/LAPORAN-PENDAHULUAN-
KEBUTUHAN-AKTIVITAS-DAN-LATIHAN-1-docx
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/378/3/6.BAB%20II-converted.pdf
https://www.scribd.com/doc/256011829/Makalah-Eliminasi-Urine
iv
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II
Disusun oleh :
Kelompok 5
RSUD R. SYAMSUDIN, SH
2021
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayatnya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas Early Exposure I (Keperawatan Dasar II).
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yang jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan laporan pendahuluan yang akan penulis buat selanjutnya agar
lebih baik lagi, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adanya saran yang
membangun.
Penulis mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam pembuatan laporan
pendahuluan ini dan juga penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan laporan pendahuluan ini. Semoga laporan pendahuluan ini
dapat memenuhi tugas dan bermanfaat bagi kita semua amin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
MAKALAH
KEAMANAN DAN KESELAMATAN SERTA PSIKOSOSIAL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pencegahan Infeksi
2.2 Perawatan Luka
2.3 Prosedur Pemberian Obat
2.4 Penatalaksanaan Spesimen
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
sedang dalam keadaan normal. Namun, kebutuhan juga ada pada orang yang
sedang sakit serta pemenuhan lebutuhan pada orang sakit berbeda dengan pemenuhan
kebutuhan pada orang yang tidak dalam keadaan sakit (sehat).
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
2. Etiologi
Penyebab dari resiko infeksi dalam klasifikasi NANDA (2012) antara lain:
1) Prosedur invasive
3) Trauma
7) Malnutrisi
9) Imunosupresi
12) Pertahanan respon primer tidak adekuat (kulit tak utuh, trauma jaringan,
penurunan
3
13) gerak silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi Ph, perubahan peristaltik)
Penyakit kronis
Beberapa faktor yang mencetuskan risiko infeksi pada pasien menurut Potter
& Perry (2005) adalah:
1) Agen Yaitu penyebab infeksi atau mikroorganisme yang masuk bisa karena
agennya sendiri atau karena toksin yang dilepas.
2) Host Host itu yang terinfeksi, jadi biarpun ada agen, kalau tidak ada yang bisa
dikenai, tidak ada infeksi..Host biasanya orang atau hewan yang sesuai dengan
kebutuhan agen untuk bisa bertahan hidup atau berkembang biak.
Tanda dan Gejala yang lazim terjadi, pada infeksi (Smeltzer, 2002) sebagai
berikut :
1) Rubor
Rubor atau kemerahan merupakan hal yang pertama yang terlihat di daerah
yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran
arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah
mengalir ke mikrosirkulasi local dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh
dengan darah. Keadaan ini disebut hyperemia atau kongesti, menyebabkan warna
merah local karena peradangan akut.
2) Kalor
4
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor
disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki
suhu 37 derajat celcius disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih
banyak daripada ke daerah normal.
3) Dolor
4) Tumor
5) Functio Laesa
Merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui
secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang.
5. Pemeriksaan penunjang
5
2.2 Perawatan Luka
1. Pengertian
6
4. Indikasi Perawatan Luka
1) Luka bersih
a. Luka bersih tidak terkontaminasi dengan luka steril
b. Balutan kotor darah basah akibat external
c. Ingin mengkaji keadaan luka
d. Mempercepat debrademen jaringan nekrotik
2) Luka kotor
a. Pasien yang luka dekubitus
b. Pasien yang luka gangren
c. Pasien dengan luka luka venous
1) Luka bersih
2) Luka kotor
6. Efek samping
1) Infeksi, keadaan alat dan bahan yang kurang steril dapat menyebabkan
terjadinya infeksi serta penatalaksanaan yang tidak memperhatikan pencegahan
infeksi juga bisa menyebabkan infeksi saat melakukan perawatan pada luka
pasien
2) Rasa nyeri, efek samping yang umum terjadi pada perawatan luka yaitu rasa
nyeri namun setiap individu memiliki tingkat nyeri yang berbeda beda
7
1) Luka insisi, terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam misal yang terjadi
akibat pembedahan. Luka bersih biasanya tertutup oleh sutura stelah seluruh
pembuluh darah yang luka diikat.
2) Luka memar terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristrik oleh
cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak
3) Luka lecet terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda yang tidak tajam
4) Luka tusuk terjadi akibat adanya benda seperti peluru atau pisau yang masuk
kedalam dengan diameter yang kecil
5) Luka gores terjadi akibat benda yang tajam seperti kaca atau oleh kawat
6) Luka bakar
7) Luk atembus yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal
luka masuk diameternya kecil
1) Fase inflamasi atau peradangan, pada tahap awal proses penyembuhan luka
pembuluh darah akan menyempit untuk menghentikan pendarahan setelah
dilakukan perawatan luka dihari pertama keadaan luka tidak berbau ataupun
perdarahan mengangkat jaringan-jaringan yang mati sampai bersih dan ditutupi
dengan bakutan kasa
2) Fase poliferasi atau fibroflasi, setelah dilakukan keperawatan luka yang kedua
kondisi luka tambahan bersih dan semakin membaik untuk perawatan luka sama
seperti hari pertama tetapi lukanya lebih baik sudah tidak ada kotoran
1. Pengertian
8
Pemberian obat adalah suatu tindakan untuk membantu proses penyembuhan
dengan cara memberikan obat-obatan salah satunya melalui mulut (oral) dan dengan
injeksi (suntikan) lain sesuai dengan program pengobatan dari dokter. Pemberian
injeksi merupakan prosedur invasif yang harus dilakukan dengan menggunakan
teknik steril. Obat adalah alat utama terapi yang dugunakan dokter untuk mengobati
klien yang memiliki masalah kesehatan. Obat adalah substtansi yang diberikan
kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, bahkan
pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya.
a. oral
9
Pemberian obat via jaringan intracutan merupakan cara memberikan atau
memasukkan obat ke dalam jaringan kulit. Intracutanbiasanya digunakan
untuk mengetahui sensivitas tubuh terhadap obat yang di suntikkan.
Pemberian obat intracutan bertujuan untuk melakukan skin test atau
terhadap reaksi alergi jenis obat yang akan digunakan. Pemberian obat
melalui jaringan intracutan ini dilakukan dibawah dermis atau epidermis,
secara umum dilakukan pada daerah dilakukan dibawah dermis atau
epidermis, secara umum dilakukan pada daerah lengan tangan bagian
ventral.
Daerah penyuntikan:
- Dilengan bawah:bagian depan lengan bawah 1/3 dari lekukan siku atau
2/3 dari pergelangan tangan pada kulit yang sehat, jauh dari PD.
Daerah penyuntikan:
-Otot bokong (musculus gluteus maximus) kana dan kiri; yang tepat
adalah 1/3 bagian dari yang tepat adalah 1/3 bagian dari Spina Iliaca Anterior
Superior ke tulang ekor (os. Spina Iliaca Anterior Superior ke tulang ekor
(os. Cox Coxygeus)
10
-Otot pangkal lengan ( muskulus deltoideus)
Pemberian obat via jaringan intra vena secara langsung, cara mmberikan
obat pada vean secara langsung diantaranya vena mediana kubiti/vena
cephalika (lengan), vena sephanous (tungkai), vena jugularis (leher), vena
frontalis/temporalis (kepala). pemberian obat intra vena secara langsung
bertujuan agar obat dapat bereaksi langsung dan masuk ke dalam pembuuh
darah. Adapun pemberian obat vena secara tidak langsung merupakan cara
memberikan obat dengan menambahkan obat e dalam wadah cairan intra
vena. Pemberian obat intra vena secara tidak langsung bertujuan untuk
meminimalkan efek samping dan mempetahankan kadar terapeutik dalam
darah.
Daerah penyuntikan:
Daerah penyuntikan:
11
3. Prosedur
Pemberian obat harus memperhatikan prinsip 6 benar obat agar aman bagi
pasien yaitu sebagai berikut:
Klien yang benar dapat di pastikan dengan cara memeriksa gelang identifikasi
Klien yang benar dapat di pastikan dengan cara memeriksa gelang identifikasi klien
yaitu: No. Register, nama lengkap klien, alamat klien, dll, jika pasien sadar suruh
pasien menyebut namanya sendiri.
Untuk memastikan benar obat pastikan obat yang di berikan harus sesuai yang
di Untuk memastikan benar obat pastikan obat yang di berikan harus sesuai yang di
resepkan oleh dokter yang merawat, dan pastikan membaca label obat sampai 3
resepkan oleh dokter yang merawat, dan pastikan membaca label obat sampai 3 kali
yaitu saat : melihat kemasan obat, saat menuangkan obat dan sesudah menuangkan
obat.
Untuk mendapatkan dosis yang benar perawat harus melihat dosis yang Untuk
mendapatkan dosis yang benar perawat harus melihat dosis yang diresepkan dokter,
dan harus mengkaji ulang berat badan pasien agar diresepkan dokter, dan harus
mengkaji ulang berat badan pasien agar mendapatkan dosis yang tepat jika obat
tersebut di berikan berdasarkan mg/kg mendapatkan dosis yang tepat jika obat
tersebut di berikan berdasarkan mg/kg BB.
12
Agar tepat waktu maka perawat harus tau waktu paruh(t) obat panjang atau
Agar tepat waktu maka perawat harus tau waktu paruh (t) obat panjang atau pendek,
jika (t) panjang pemberian 1x24 jam, jika (t) pendek 3x24 jam dan (t) sedang 2x24
jam, perawat juga harus memperhatikan kapan waktu obat diberikan sedang 2x24
jam, perawat juga harus memperhatikan kapan waktu obat diberikan setelah makan
atau sesudah makan. Misal obat untuk menetralisir getah lambung harus diminum
sebelum makan, dan obat dengan reaksi kuat harus di minum sesudah makan.
Maksudnya adalah kita harus mengetahui lewat rute mana obat tersebut harus
ana obat tersebut harus diberikan oral atau parentral, jika oral apakah : oral, buccal,
sublingual. Dan jika parentral/injeksi apakah harus: IV, IM, SC, IC.
13
1) Melakukan pemeriksaan kesehatan klien secara umum dan memeriksa
apakah urine klien normal atau tidak. Urine normal adalah urine yang tidak
terdapat bakteri, kotoran, darah, protein/zat adiktif
2) Mendiagnosa penyakit metabolic atau sistemik yang mempengaruhi fungsi
ginjal
3) Mendiagnosa kelainan endokrin untuk tes ini dilakukan pemeriksaan urine
24 jam
4) Melakukan monitoring klien dengan diabetes
5) Melakukan tes kehamilan
c. Manfaat
1) Tes kehamilan
2) Mengetahui zat asing
3) Perkembangan penyakit
4) Mendiagnosis penyakit mendeteksi gejala penyakit
5) Pemeriksaan kesehatan rutin
d. Indikasi
1) Adanya dugaan penyakit tertentu, misal penyakit yang berkaitan dengan
sistem perkemihan, endokrin
2) Adanya penyakit penyakit metabolik/sistemik
3) Ingin memastikan apakah klien dalam keadaan hamil/tidak.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2008). Nursing outcome classification
USA:Mosby.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica
iv
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II
Disusun oleh :
Kelompok 5
RSUD R. SYAMSUDIN, SH
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Asuhan Keperawatan Pada Klien Asma
ini tepat pada waktunya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
MAKALAH
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
SPIRITUAL, CAIRAN, DAN ELEKTROLIT
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2 Patofisiologi
2.3 Manifestasi Klinis
2.4 Pemeriksaan Fisik
2.5 Pemeriksaan Penunjang
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini
termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian; kebutuhan akan harapan
dan keyakinan hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan.
Ada 5 dasar kebutuhan spiritual manusia, yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan
misteri, pengabdian, rasa percaya dan harapan di waktu kesusahan (Hawari, 2002).
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolism
e tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stresor fisiologi
s.
Seseorang perlu untuk memenuhi kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit bagi
kelangsungan hidupnya. Jika ketiga kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akan me
nimbulkan gangguan fisiologi atau patofisiologi yang cukup fatal. Dalam kebutuhan s
piritual, seperti distres spiritual, ansietas, ketidakefektifan koping, dan keputusasaan.
Dalam kebutuhan cairan dan elektrolit, seperti kekurangan volume cairan terjadi ketik
a tubuh kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah jumlah yang perposional. Kond
isi seperti ini disebut juga hipovolemia.
Maka dari itu perlu adanya pembahasan mengenai kebutuhan spiritual, cairan da
n elektrolit.
1.3 Tujuan
a. Umum
1
Untuk mengetahui tentang Kebutuhan Spiritual, Cairan, dan Elektrolit.
b. Khusus
1. Untuk mengetahui definisi kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit.
2. Untuk mengetahui patofisiologi kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit.
4. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik kebutuhan spiritual, cairan, dan elektroli
t.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang kebutuhan spiritual, cairan, dan ele
ktrolit.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
a. Kesehatan Spiritual
Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini te
rmasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian; kebutuhan akan harapa
n dan keyakinan hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuh
an. Ada 5 dasar kebutuhan spiritual manusia, yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaa
n misteri, pengabdian, rasa percaya dan harapan di waktu kesusahan (Hawari, 200
2).
Menurut Burkhardt dalam Hamid (2000) spiritualitas meliputi aspek sebag
ai berikut:
1. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui.
2. Ketidakpastian dalam kehidupan.
3. Menemukan arti dan tujuan hidup.
4. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri s
endiri.
5. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha
Tinggi.
1
a) Elektrolit: senyawa yang jika larut dalam air akan pecah menjadi ion dan
mampu membawa muatan listrik.
Kation: elektrolit yang mempunyai muatan positif
Anion: elektrolit yang mempunyai muatan negatif
b) Mineral: senyawa jaringan dan cairan tubuh, berfungsi dalam:
mempertahankan proses fisiologis;
sebagai katalis dalam respons saraf, kontraksiotot, dan metabolisme za
t gizi;
mengatur keseimbangan elektrolit dan produksi hormon, menguatkan
struktur tulang.
c) Sel: unit fungsional dasar dari jaringan tubuh, contohnya eritrosit dan leuk
osit.
2
lebih besar. Contoh: pompa natrium kalium, natrium dipompa keluar dari
sel dan kalium dipompa masuk ke dalam sel.
2.2 Patofisiologi
a. Kesehatan Spiritual
1. Distres Spiritual
Gangguan kemampuan untuk mengalami dan mengintegrasikan makna
dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain, seni, musik,
literatur, alam, dan atau kekuatan yang lebih besar dari pada diri sendiri.
2. Ansietas
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon au
tonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu) pe
rasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupak
an isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya d
an memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.
3. Ketidakefektifan Koping
Ketidak mampuan untuk membentuk penilaian valid tentangstresor, keti
dakadekuatan pilihan respon yang dilakukan, dan atau ketidakmampuan untuk
menggunakan sumber daya yang tersedia.
4. Keputusasaan
Kondisi subjektif yang ditandai dengan individu memandang hanya ada
sedikit atau bahkan tidak ada alternatif atau pilihan pribadi dan tidak mampu
memobilisasi energi demi kepentingan sendiri.
3
alikannya ke lokasi semula dalam kondisi cairan ekstraseluler istirahat). Cairan da
pat berpindah dari sisi intravaskuler menuju lokasi potensial seperti pleura, perito
neum, pericardium, atau rongga sendi. Selain itu, kondisi tertentu seperti terperan
gkapnya cairan dalam saluran pencernaan, dapat terjadi akibat obstruksi saluran p
encernaan (Faqih, 2011).
4
6. Penurunan volume/tekanan nadi
7. Penurunan turgor kulit/lidah
8. Penurunan saluran urin
9. Kulit/membran kulit mukosa kering
5
5. Gastrointestinal: keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-muntah, da
n bising usus.
6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini
termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian; kebutuhan akan harapan
dan keyakinan hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan.
Ada 5 dasar kebutuhan spiritual manusia, yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan
misteri, pengabdian, rasa percaya dan harapan di waktukesusahan (Hawari, 2002).
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalahsuatu proses dinamik karena metabolisme
tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stresor fisiologis.
Etiologi kebutuhan spiritual dipengaruhi oleh tahap perkembangan seseorang, k
eluarga, latar belakang etnik dan budaya, pengalaman hidup sebelumnya, krisis dan pe
rubahan, terpisah dari ikatan spiritual, isu moral terkait dengan terapi, dan asuhan kep
erawatan yang kurang sesuai. Adapun etiologi kebutuhan cairan, seperti kekurangan v
olume cairan, kelebihan volume cairan, sindrom ruang ketiga, ketidakseimbangan hip
erosmolar, dan ketidakseimbanganhipoosmolar. Etiologi kebutuhan elektrolit, seperti
hyponatremia, hypernatremia, hipokalemia gastrointestial, hiperkalemia, hipokalsemi
a, dan hiperkalsemia.
Patofisiologi kebutuhan spiritual, seperti distres spiritual, ansietas,
ketidakefektifan koping, dan keputusasaan. Dalam kebutuhan cairan dan elektrolit,
seperti kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit
dalam jumlah jumlah yang perposional. Kondisi seperti ini disebut juga hipovolemia.
Manifestasi klinis kebutuhan spiritual, seperti pasien kesepian, pasien ketakutan
dan cemas, pasien menghadapi pembedahan, dan pasien yang harus mengubah gaya
hidup. Dalam kebutuhan cairan dan elektrolit, seperti haus, anoreksia, perubahan
tanda-tanda vital, cemas atau pucat, rasa malas, dan lainnya.
Pemeriksaan fisik kebutuhan spiritual, seperti klien yang tampak kesepian dan
sedikit pengunjung, klien yang mengepresikan rasa takut dan cemas, klien yang
mengekspresikan keraguan terhadap sistem kepercayaan agama, klien yang
mengepresikan rasa takut terhadap kematian, klien yang akan dioperasi dan lainnya.
1
Dalam kebutuhan cairan dan elektrolit, seperti keadaan turgor kulit, edema, kelelahan,
distensi vena jugularis, gastrointestinal, dan lainnya.
Pemeriksaan penunjang kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit, sepertilab,
fotorontgen, usg, pemeriksaan elektrolit, darahlengkap, ph, berat jenis urin, dan
analisa gas darah (AGD).
3.2 Saran
Perlu adanya penyesuaian dan pembelajaran lebih baik dari mahasiswa
perawat dalam mengetahui dan mengaplikasikan pengetahuan mengenai kebutuhan
spiritual, cairan, dan elektrolit sehingga dapat mencegah dan menangani penyakit
yang diderita oleh klien.
2
DAFTAR PUSTAKA
iv
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II
Disusun oleh :
Kelompok 5
RSUD R. SYAMSUDIN, SH
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Asuhan Keperawatan Pada Klien Asma
ini tepat pada waktunya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
MAKALAH
PROSEDUR HYGIENE, PERAWATAN DIRI, ISTIRAHAT DAN TIDUR
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Patofisiologi
2.4 Manifestasi Klinis
2.5 Pemeriksaan Fisik
2.6 Pemeriksaan Penunjang
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya
jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri
adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi,
berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
1
3. Patofisiologi Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
4. Manifestasi Klinis Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
5. Pemeriksaan Fisik Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
6. Pemeriksaan Penunjang Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
A. Prosedur Hygiene
Menurut Depkes RI (2005) higiene adalah upaya kesehatan dengan cara me
melihara dan melindungi kebersihan individu, misalnya mencuci tangan untuk keb
ersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang ba
gian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan.
Sedang dalam Depkes RI (1994) lebih kepada upaya penyehatan diri.
Pengertian hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan m
elindungi kebersihan individu, maka dapat disimpulkan bahwa higiene adalah usah
a kesehatan yang preventif yang menitik beratkan kegiatannya pada usaha kesehata
n individu maupun usaha kesehatan pribadi hidup manusia. Dalam kata lain, Higie
ne adalah ilmuyang berkaitan dengan pencegahan penyakit dan pemeliharaan kese
hatan (thesciene concerned witht heprevention of illness and maintanance of healt
h)(Wulan,2014).
B. Perawatan Diri
Menurut ( Depkes 2000) Salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu
keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri..
Menurut Poter. Perry (2005), perawatan diri (Personal hygiene) adalah
suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana
seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto
dan Wartonah 2000).
3
perabot rumah tangga, menyapu dan mengepel lantai, mencuci peralatan masak dan peralatan
makan misalnya dengan abu gosok, membersihkan kamar mandi dan jamban, sertamembuang
sampah. Kebersihan lingkungan dimulai dari menjaga kebersihan halaman danselokan, dan
membersihkan jalan di depan rumah dari sampah
- Istirahat Tidur
Istirahat dan tidur adalah komponen esensial dari pemeriksaan fisik, mental dan
penyimpangan energi. Semua individu membutuhkan periode tertentu untuk tenang dan
mengurangi aktivitas sehingga badan akan mengembalikan energy dan membangun stamina.
Kebutuhan istirahat dan tidur dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, level perkembangan, status
kesehatan, dan aktifitas.
2.2 Etiologi
a. Prosedur Hygiene
Menurut Potter & Perry (2005), ada 7 faktor yang memengaruhi seseorang
untuk melakukan personal hygiene, antara lain:
- Citra Tubuh
Penampilan fisik seseorang adalah konsep subjektif dari citra tubuh. Citra tubuh
memengaruhi cara seseorang mempertahankan hygiene. Adanya perubahan fisik
yang disebabkan oleh pembedahan ataupun penyakit, makan dibutuhkan usaha
yang lebih untuk tetap mempertahankan hygiene.
- Praktik Sosial
Kelompok-kelompok sosial dalam pergaulan seseorang dapat sangat
memengaruhi hygiene. Saat usia anak-anak, praktik hygiene didapatkan dari orang
tua. Kebiasaan hidup di rumah, kebersihan lingkungan rumah, dan bagaimana anak
diajarkan cara merawat diri. Seiring dengan bertambahnya usia, pergaulan di
sekolah akan merubah cara praktik personal hygiene.
- Status Sosial Ekonomi
Pendapatan seseorang juga menjadi faktor yang sangat memengaruhi hygiene.
Kemampuan seseorang untuk membeli peralatan dan bahan-bahan untuk merawat
kebersihan diri dan lingkungan.
- Pengetahuan
4
Saat ini tidak sedikit seseorang yang tidak paham mengenai
pentingnya hygiene bagi kesehatan. Oleh karena itu, faktor pengetahuan juga
memengaruhi walaupun pengetahuan itu sendiri tidak cukup untuk memotivasi
seseorang untuk menerapkan personal hygiene dalam dirinya.
- Kebudayaan
Kebudayaan memengaruhi personal hygiene karena cara yang diterapkan di satu
daerah dan daerah lainnya akan berbeda. Penggunaan air untuk membersihkan diri
setelah dari jamban adalah budaya yang ada di Indonesia. Sedangkan, untuk di
negara-negara luar, seperti Jepang, China, dan Korea, cukup
menggunakan tissue saja.
- Pilihan Pribadi
Setiap individu pada dasarnya punya caranya sendiri untuk melakukan perawatan
terhadap dirinya, kapan waktu yang tepat, dan dengan apa perawatan diri itu
dilakukan.
- Kondisi Fisik
Pada saat sakit, terutama sakit keras, tentu kondisi fisik akan menurun, sehingga
kemampuan untuk merawat diripun berkurang. Perlu bantuan orang lain untuk
merawar diri.
b. Perawatan Diri
Perawatan diri erat kaitannya dengan kebersihan diri (personal hygiene), dima
na hal ini perlu diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari karena memengaruhi kes
ehatan dan psikis seseorang. Kebersihan merupakan bagian dari penampilan dan ha
rga diri sehingga jika seseorang mengalami keterbatasan dalam pemenuhan kebutu
han tersebut mungkin saja akan memengaruhi kesehatan secara umum.
Tarwoto & Wartonah (2015) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang me
mengaruhi personal hygiene:
1. Citra tubuh Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersi
han diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak pedul
i dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik sosial Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kem
ungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
5
3. Status sosioekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabu
n, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang u
ntuk menyediakannya.
4. Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien menderita diab
etes 14 melitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya Pada sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dima
ndikan.
6. Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu
dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.
7. Kondisi fisik atau psikis Pada penyakit tertentu kemampuan pasien untuk mera
wat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya
4. Membersihkan selokan-selokan
6
Tujuan dari membersihkan selokan adalah agar air di selokan tidak tersumbat
oleh sampah-sampah. Apabila selokan tersumbat bisa saja akan menimbulkan
aroma yang tidak sehat dan menimbulkan datangnya serangga seperti kecoa.
6. Lakukan langkah 3 M
o Menutup tempat penyimpanan air
o Menguras bak mandi secara ritun
o Mengubur barang-barang bekas
7. Selalu terapkan 3B
o Buang sampah di tempat yang sudah di sediakan
o Bersihkan segala sesuatu yang kotor
o Biasakanlah untuk hidup sehat dan bersih
2.3 Patofisiologi
- Prosedur Hygiene
Dampak yang muncul pada masalah personal hygiene
a. Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita oleh seseorang karena tidak terperih
aranya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi
adalah gangguan integritas kulit, gangguan mukosa mulut, infeksi pada mata da
n telingga serta gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak Psikologi
Masalah social yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan k
ebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencinntai, kebutuhan harga dir
i dan kebutuhan interaksi sosial.
- Perawatan Diri
7
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000) , penyebab kurang perawatan diri adalah k
elelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes (2000) dalam Mukhripah
Damaiyanti (2014). Penyebab kurang perawatan diri adalah: 1. Faktor Predisposisi
c. Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingg
a perkembangan inisiatif terganggu.
d. Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakuka
n perawatan diri.
e. Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampua
n realitas yang kurang menyebabkan ketidak pedulian dirinya dan lingkung
an termasuk perawatan diri.
f. Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkunga
n.Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan
diri.
2. Faktor Presipitasi Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adal
ah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/le
mah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu mela
kukan perawatan diri.
- Istirahat Tidur
Salah satu model yang digunakan untuk menjelaskan patofisiologi gangguan ti
dur adalah model neurokognitif. Model ini menerangkan bahwa faktor predisp
osisi, presipitasi, perpetuasi, dan neurokognitif adalah faktor-faktor yang mend
asari berkembangnya insomnia dan menjadikannya gangguan kronik. Model la
in yang bisa digunakan untuk adalah model psychobiologic inhibition, yang m
enunjukkan bahwa tidur yang baik membutuhkan otomatisasi dan plastisitas.
Otomatisasi artinya bahwa inisiasi tidur dan maintenance tidur bersifat involu
8
nter, yang dikendalikan oleh homeostatis dan regulasi sirkadian. Plastisitas ada
lah kemampuan sistem tubuh untuk mengakomodasi berbagai kondisi lingkun
gan. Pada kondisi normal, tidur terjadi secara pasif (tanpa atensi, niat, atau usa
ha). Situasi hidup yang penuh dengan stres bisa memicu berbagai respon arous
al fisiologis dan psikologis, yang menimbulkan inhibisi terhadap de-arousal y
ang berhubungan dengan tidur dan menimbulkan gejala gangguan tidur
- Perawatan Diri
Fisik
- Kulit kepala kotor dan rambut kusam, acak-acakan
- Hidung kotor telingga juga kotor
- Gigi kotor disertai mulut bau
- Kuku panjang dan tidak terawatt
9
- Badan kotor dan pakaian kotor
- Penampilan tidak rapi
Psikologis
- Malas, tidak ada inisiatif
- Menarik,diri,isolasi
- Merasa tidak berdaya,rendah diri dan hina
Social
- Interaksi kurang
- Kegiatan kurang
- Tidak mampu berprilaku sesuai norma, missal : cara makan berantakan, buang
air besar/kecil sembarangan, tidak dapat mandi/sikat gigi tidak dapat berpakaian se
ndiri
10
f. jangan memotong kuku terlalu pendek karena bisa melukai selaput kulit dan ku
lit di sekitar kuku.
g. Jangan membersihkan kotoran di balik kuku dengan benda tajam, sebab akan
merusak jaringan di bawah kuku.
h. Potong kuku seminggu sekali atau sesuai kebutuhan.
i. Khusus untuk jari kaki sebaiknya kuku di potong segera setelah mandi atau di r
endam dengan air hangat terlebih dahulu.
j. Jangan menggigiti kuku karena akan merusak bagian kuku.
k. Personal hygiene pada rambut Cara merawat rambut:
o Cuci rambut 1-2 kali seminggu (sesuai kebutuhan) dengan memakai sampo
yang cocok.
- Perawatan Diri
Personal hygiene pada mata Cara merawat mata:
1) Usaplah kotoran mata dari sudut mata bagian dalam kesudut bagian luar
2) Saat mengusap mata gunakanlah kain yang paling bersih dan lembut
3) Lindungi mata dari kemasukan debu dan kotoran
4) Bila menggunakan kacamata, hendaklah selalu dipakai
5) Bila mata sakit cepat periksakan kedokter
Personal hygiene pada hidung Cara merawat hidung:
1) Jaga agar lubang hidung tidak kemasukan air atau benda kecil
2) Jangan biarkan benda kecil masuk kedalam hidung
3) Sewaktu mengeluarkan debu dari lubang hidung, hembuskan secara perlahan de
ngan membiarkan lubang hidung terbuka. 17
4) Jangan mengeluarkan kotoran dari lubang hidung dengan menggunakan jari kar
ena dapat mengiritasi mukosa hidung.
Personal hygiene pada gigi dan mulut Cara merawat hidung dan mulut :
1) Tidak makan-makanan yang terlalu manis dan asam
2) Tidak menggunakan gigi atau mencongkel benda keras.
3) Menghindari kecelakaan seperti jatuh yang menyebabkan gigi patah.
4) Menyikat gigi sesudah makan dan khususnya sebelum tidur.
5) Menyikat gigi dari atas kebawah dan seterusnya
6) Memakai sikat gigi yang berbulu banyak, halus dan kecil.
7) Memeriksa gigi secara teratur setiap enam bulan.
Personal hygiene pada telinga Cara merawat telinga :
11
1) Bila ada kotoran yang menyumbat telinga keluarkan secara perlahan dengan me
nggunakan penyedot telinga
2) Bila menggunakan air yang disemprotkan lakukan dengan hati-hati agar tidak te
rkena air yang berlebihan
3) Aliran air yang masuk hendaklah diarahkan kesaluran telingan dan bukan langsu
ng kegendang telinga.
4) Jangan menggunakan alat yang tajam untuk membersihkan telinga karena dapat
merusak gendang telinga.
Personal hygiene pada genetalia Cara merawat genetalia:
1) Wanita: perawatan perineum dan area genetalia eksterna di lakukan pada saat m
andi 2x sehari
2) Pria: perawatan di lakukan 2x sehari pada saat mandi. Pada pria terutama yang b
elum di sirkumsisi karena adanya kulup pada penis yang menyebabkan urine muda
h terkumpul di sekitar gland penis yang lama kelamaan dapat menyebabkan timbul
nya berbagai penyakit seperti kanker penis.
- Perawatan Diri
a. Pemeriksaan laboratorium Meliputi : pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan uri
n rutin, pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan serologi.
b. Pemeriksaan radiagnostik (x-foto tulang belakang, x–foto kpeal dsb)
c. Pemeriksaan penunjang yang lain ( CT Joan , LP) 8) Diagnosa Banding
a. Defisit Perawatan Diri : Mandi
b. Defisit Perawatan Diri : Berpakaian
c. Defisit Perawatan Diri : Makan
d. Defisit Perawatan Diri : Eliminasi Diri :
12
Polisomnografi, yaitu studi tidur yang menilai kadar oksigen, pergerakan tubuh,
dan gelombang otak untuk menentukan cara mereka mengganggu
tidur.Electroencephalogram, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai
aktivitas elektrik di dalam otak dan mendeteksi potensi masalah.
Pemeriksaan darah genetik, umumnya berguna untuk mendiagnosis narkolepsi dan
kondisi kesehatan lainnya yang mungkin menyebabkan gangguan tidur.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan individu, maka dapat disimpulkan bahwa higiene adalah usaha kesehatan
yang preventif yang menitik beratkan kegiatannya pada usaha kesehatan individu
maupun usaha kesehatan pribadi hidup manusia. Dalam kata lain, Higiene adalah
ilmuyang berkaitan dengan pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan
(thesciene concerned witht heprevention of illness and maintanance of health)
(Wulan,2014).Dampak yang muncul pada masalah personal hygieneDampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita oleh seseorang karena tidak terperiharanya
kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah
gangguan integritas kulit, gangguan mukosa mulut, infeksi pada mata dan telingga
serta gangguan fisik pada kuku. Dampak Psikologi Masalah social yang berhubungan
dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai
dan mencinntai, kebutuhan harga diri dan kebutuhan interaksi sosial.
Menurut Poter. Perry (2005), perawatan diri (Personal hygiene) adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan
fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah 2000).
Kebersihan Lingkungan Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat
tinggal, tempat bekerja, dan berbagaisarana umum. Kebersihan tempat tinggal dilakukan
dengan cara melap jendela dan perabot rumah tangga, menyapu dan mengepel lantai, mencuci
peralatan masak dan peralatan makan misalnya dengan abu gosok, membersihkan kamar mandi dan
jamban, serta membuang sampah. Kebersihan lingkungan dimulai dari menjaga kebersihan halaman
danselokan, dan membersihkan jalan di depan rumah dari sampah.
Istirahat TidurIstirahat dan tidur adalah komponen esensial dari pemeriksaan fisik, mental
dan penyimpangan energi. Semua individu membutuhkan periode tertentu untuk tenang dan
mengurangi aktivitas sehingga badan akan mengembalikan energy dan membangun stamina.
Kebutuhan istirahat dan tidur dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, level perkembangan, status
kesehatan, dan aktifitas.
14
3.2 Saran
Kita harus selalu menjaga kebersihan pada diri kita dan lingkungan agar kita
terhindar dari penyakit dan kita harus istirahat yang cukup agar tubuh kita fit selalu
bugar tidak mudah sakit.
15
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.poltekkesdenpasar.ac.id/443/3/BAB%20II%20%20tinjauan%20 ustaka.pdf
https://www.psychologymania.com/2013/04/pengertian-perawatan-diri.html
https://www.alomedika.com/penyakit/psikiatri/gangguan-tidur/patofisiologi
https://www.academia.edu/24698007/Konsep_Istirahat_dan_Tidur
iv
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II
Disusun oleh :
Kelompok 5
RSUD R. SYAMSUDIN, SH
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Asuhan Keperawatan Pada Klien Asma
ini tepat pada waktunya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
MAKALAH
KEBUTUHAN PERIOPERATIVE DAN PERAWATAN JENAZAH
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Patofisiologi
2.4 Menifestasi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 RumusanMasalah
1. Apa Definisi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
2. Apa etiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
1
3. Bagaimana patofisiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah ?
4. Bagaimana Menifestasi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
1.3 Tujuan
Tujuan umum :
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan parioperative
2. Untuk membantu mahasiswa dalam melakukan keperawatan jenazah
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Definisi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
2. Untuk mengetahui etiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
3. Untuk mengetahui Patofisiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah ?
4. Untuk mengetahui Menifestasi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Keperawatan Parioterative adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien.
Kata perioperative adalah gabungan dari tiga fase pengalaman pembedahan yaitu : pre
operatif, intraoperatif dan post operatif.
Sedangkan definisi dari Kematian suatu keadaan alamiah yang setiap individu
pasti akan mengalaminya. Secara umum, setiap manusia berkembang dari bayi, anak-
anak, remaja, dewasa, lansia dan akhirnyamati.
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah,
serta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas
listrik otak, atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap
atau terhentinya kerja otak secara menetap. Terdapat beberapa perubahan tubuh setelah
kematian, diantaranya :
1. Algor mortis (Penurunan suhu jenazah)
Algor mortis merupakan salah satu tanda kematian yaitu terhentinya produksi
panas, sedangkan pengeluaran berlangsung terus menerus, akibat adanya perbedaan
panas antara mayat dan lingkungan.
Faktor yang mempengaruhi Algor mortis yaitu :
a. Faktor lingkungan
b. Suhu tubuh saat kematian ( suhu meningkat, a.m.makin lama)
c. Keadaan fisik tubuh serta pakaian yang menutupinya
1
Rigor mortis adalah kekakuan pada otot tanpa atau disertai pemendekan
serabut otot.
Tahapan tahapan rigor mortis:
a. 0-2 sampai 4 jam : kaku belum terbentuk
b. 6 jam : Kaku lengkap
c. 12 jam : kaku menyeluruh
d. 36 jam : relaksasi sekunder
4. Dekomposisi (Pembusukan)
Hal ini merupakan suatu keadaan dimana bahan-bahan organik tubuh
mengalami dekomposisi baik yang disebabkan karena adanya aktifitas bakteri,
maupun karena autolisis. Skala waktu terjadinya pembusukan
Mulai terjadi setelah kematian seluler. Lebih dari 24 jam mulai tampak warna
kehijauan di perut kanan bawah (caecum).
2
2.2 Etiologi
1. Etiologi perioperatif
Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan (Buku ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth ) seperti :
a. Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomieksplorasi
b. Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat apendiks yang i
nflamasi.
c. Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipek
d. Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah
e. Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, C
ontoh ketika selang gastrostomi dipasang untuk mengkompensasi terhadap kema
mpuan untuk menelan makanan
3
2.3 Patofisiologi
1. Patofisiologi Kebutuhan Perioperative
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman
pembedahan pasien. Kata “perioperatif” adalah suatu istilah gabungan yang
mencakup tiga fase pembedahan yaitu pre operatif, intra operatif, dan post operatif
(Hipkabi, 2014). Keahlian seorang perawat kamar bedah dibentuk dari pengetahuan
keperawatan profesional dan keterampilan psikomotor yang kemudian diintegrasikan
kedalam tindakan keperawatan yang harmonis. Kemampuan dalam mengenali
masalah pasien yang sifatnya resiko atau aktual pada setiap fase perioperatif akan
membantu penyusunan rencana intervensi keperawatan (Muttaqin, 2009).
2. Patofisiologi PerawatanJenazah
Kematian menurut ilmu kedokteran tidak berhubungan dengan jatuhnya
manusia kedalam dosa atau dengan Allah, melainkan diakibatkan tidak berfungsinya
organ tertentu dari tubuh manusia.
Kematian menurut dokter H. Tabrani Rab disebabkan empat faktor:
1) berhentinya pernafasan
2) matinya jaringan otak
3) tidak berdenyutnya jantung
4) adanya pembusukan pada jaringan tertentu oleh bakteri-bakteri
Seseorang dinyatakan mati menurut Dr. Sunatrio bilamana fungsi
pernafasan/paru-paru dan jantung telah berhenti secara pasti atau telah terbukti terjadi
kematian batang otak. Dengan demikian, kematian berarti berhentinya bekerja secara
total paru-paru dan jantung atau otak pada suatu makhluk. Dalam ilmu kedokteran,
jiwa dan tubuh tidak dapat dipisahkan. Belum dapat dibuktikan bahwa tubuh dapat
dipisahkan dari jiwa dan jiwa itu baka.
2.4 Menifestasi
1. Menifestasi Parioperative
4
Perioperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi diambil hingga
sampai ke meja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau klasifikasi
pembedahan.
Keahlian seorang perawat perioperatif dibentuk dari pengetahuan keperawatan
professional dan keterampilan psikomotor yang kemudian diintegrasikan ke dalam
tindakan keperawatan yang harmonis. Kemampuan dalam mengenali masalah pasien
yang sifatnya risiko atau actual pada setiap fase perioperatif yang didasarkan atas
pengetahuan dan pengalaman keperawatan perioperatif akan membantu penyusunan
rencana intervensi keperawatan. Staf keperawatan yang merawat pasien bertanggung
jawab untuk mengelola aspek-aspek penting perawatan pasien dengan cara
mengimplementasikan rencana perawatan yang berdasarakan pada tujuan yang
diprioritaskan, koordinasi seluruh anggota tim perioperatif, dan melibatkan tindakan
mandiri dan kolaboratif.
Asuhan keperawatan pra operatif pada praktiknya akan dilakukan secara
berkesinambungan, baik asuhan keperawatan pra operatif dibagian rawat inap,
poliklinik, bagian bedah sehari (one day care) atau di unit gawat darurat yang
kemudian dilanjutkan kamar operasi oleh perawat pra operatif. Asuhan keperawatan
pra operatif yang terintegrasi secara berkesinambungan terjadi saat beberapa masalah
pasien yang belum teratasi di ruang rawat inap, poliklinik, bedah sehari, atau unit
gawat darurat akan tetap dilanjutkan oleh perawat perioperatif di kamar operasi.
Dokumentasi yang optimal dapat membantu terciptanya komunikasi yang baik antara
perawat ruangan dengan perawat kamar operasi.
5
Perawatan jenazah pada penderita penyakit menular dilaksanakan dengan
selalu menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan
agama yang dianut keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus
dapat menasehati keluarga jenazah dan mengambil tindakan yang sesuai agar
penanganan jenazah tidak menambah risiko penularan penyakit seperti halnya
hepatitis-B, AIDS, kolera dsb.
Tradisi yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat
diizinkan dengan memperhatikan hal yang telah disebut di atas, seperti misalnya
mencium jenazah sebagai bagian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus
HIV hanya dapat hidup dan berkembang dalam tubuh manusia hidup, maka beberapa
waktu setelah penderita infeksi-HIV meninggal, virus pun akan mati.
6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebutuhan perioperative adalah periode sebelum, selama dan sesudah operasi
berlangsung, yang mana tugas seorang perawat yaitu memberikan kenyamanan
terhadap pasien supaya saat dilaksanakannya operasi hingga paska operasi sampai
pemulihan pasien, sampai pasien sembuh, pasien merasa nyaman dan tercukupi
kebutuhan-kebutuhannya
Dalam fase penyembuhan apabila pasien sudah di perbolehkan pulang, tugas perawat
yaitu memeberikan penyuluhan tindakan perawatan diri pasien, terhadap keluarga dan
pasien itu sendiri, supaya terjaga kesehatan pasien dan terawat dengan baik, sehingga
pasien sehat seperti sedia kala.
Adapun kesimpulan dari perawatan jenazah yaitu :
1. Perawatan jenazah dilakukan untuk membersihkan pasien yang baru meninggal se
rta memberikan penghormatan terakhir kepada pasien selama dirawat di rumah sa
kit.
2. Jenazah yang belum langsung dikuburkan akan diawetkan dengan pemberian baha
n kimia tertentu untuk menghambat terjadinya pembusukan serta menjaga penamp
ilan jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup. Pengawetan jenaza
h dapat dilakukan pada jenazah yang dalam beberapa hari tidak dikubur.
3. Dalam perawatan jenazah tidak boleh diotopsi. Dalam hal tertentu otopsi dapat dil
akukan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan rumah sakit serta keluarga ya
ng bersangkutan dan dilaksanakan oleh petugas yang mahir dalam hal tersebut.
3.2 Saran
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini untuk itu
kritik dan pembelajaran lebih baik dari mahasiswa perawat dalam mengetahui dan
mengaplikasikan pengetahuan mengenai Kebutuhan Perioperative dan Perawatan
Jenazah
20
DAFTAR PUSTAKA
https://seputarkuliahkesehatan.blogspot.com/2018/03/makalah-perawatan-jenazah.html
https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2018/04/Manual-CSL-Forensik-
Medikolegal-3-Pemeriksaan-Luar-pada-Jenazah.pdf
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/1621/6/BAB%20II.pdf
https://anestesi12.blogspot.com/2012/11/fase-preintrapost-operasi.html
http://data.kalbarprov.go.id/dataset/sop-bidang-penunjang/resource/91ac4ffb-79f9-4928-
8cba-ca0fbdcdcfe9
iv
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II
Disusun oleh :
Kelompok 5
RSUD R. SYAMSUDIN, SH
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Asuhan Keperawatan Pada Klien Asma
ini tepat pada waktunya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
MAKALAH
KEBUTUHAN RASA NYAMAN NYERI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Nyeri
2.2 Etiologi
2.3 Patofisiologi
2.4 Manifestasi Klinis
2.5 Pemeriksaan Fisik
2.5 Data Penunjang
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Hingga saat ini nyeri tercatat sebagai keluhan yang paling banyak membawa
pasien keluar masuk untuk berobat di rumah sakit. Banyak di antara individu yang
tidak bisa menahan rasa nyeri atau takut terhadap rasa nyeri untuk itu makalah ini
disusun untuk memberi petunjuk bagi pembaca dalam menyelesaikan masalah dalam
ketidaknyamanan tersebut.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi Nyeri
2. Untuk mengetahui Etiologi Nyeri
1
3. Untuk mengetahui Patofisiologi Nyeri
4. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis Nyeri
5. Untuk mengetahui Pemeriksaan fisik Nyeri
6. Untuk mengetahui Data Penunjang Nyeri
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Etiologi
Tidak hanya satu stimulus yang menghasilkan suatu yang spesifik dari nyeri,
tetapi nyeri memiliki suatu etiologi multimodal.
Proses patologis
Infeksi
Keadaan inflamasi
Trauma
Kelainan degenerasi
Keadaan toksik metabolik atau neoplasma.
Iskemia Nyeri dapat juga timbul karena distorsi mekanis ujung ujung saraf misaln
ya karenameningkatnya tekanan di dinding viskus / organtiologi
1. Nyeri akut
Tertusuk
1
Tergores
Terbentur
Terbakar
2. Nyeri kronis
Nyeri kronik malignan biasanya disertai kelainan patologis dan indikasi sebag
ai penyakit yang life-limiting disease, seperti :- Kanker- End-stage organ dysf
unction- Infeksi HI, dll.
Nyeri kronik nonmalignan- Nyeri punggung- Migrain- Artritis- Diabetik neuro
pati.
3. Nyeri nosiseptif
Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan ki
mia,mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada nosise
ptor perifer (sarafyang bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosisep
tif biasanya memberikanrespon terhadap analgesik opioid atau non opioid.4. Nyeri
neurotik Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan ne
ural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf af
eren sentral dan perifer.
Nyeri neuropatik perifer- Nyeri tungkai phantom- Neuralgia pasca herpes- Sin
droma terowongan karpal)
Nyeri neuropatik sentral- Nyeri luka di tulang belakang- Nyeri poststroke- Ny
eri multiple sclerosis
4. Nyeri viseral
5. Nyeri Somatik
2
Nyeri somatik digambarkan dengan nyeri yang tajam, menusuk, mudah
dilokalisasi danrasa terbakar yang biasanya berasal dari kulit, jaringan subkutan,
membran mukosa, ototskeletal, tendon, tulang dan peritoneum.- Nyeri insisi
bedah- Tahap kedua persalinan, atau iritasi peritoneal adalah nyeri somatik-
Penyakit yang menyebar pada dinding parietal
2.3 Patofisiologi
Menurut Potter & Perry (2006), terdapat tiga komponen fisiologis dalam nyeri
yaitu resepsi,persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls
melalui serabut saraf perifer.Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani
salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-
abu di medula spinalis. Terdapat pesan nyeridapat berinteraksi dengan sel-sel saraf
inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidakmencapai otak atau ditransmisi
tanpa hambatan ke korteks serebral, maka otakmenginterpretasi kualitas nyeri dan
memproses informasi tentang pengalaman danpengetahuan yang dimiliki serta
asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri.
1. Resepsi
Pemaparan terhadap panas atau dingin, tekanan, friksi dan zat-zat kimia
menyebabkanpelepasan substansi, seperti histamin, bradikinin dan kalium, yang
bergabung dengan lokasireseptor di nosiseptor (reseptor yang berespon terhadap
stimulus yang membahayakan) untukmemulai transmisi neural, yang dikaitkan
dengan nyeri. Beberapa reseptor hanya beresponpada satu jenis nyeri, sedangkan
reseptor yang lain juga sensitif terhadap temperatur dantekanan. Apabila
kombinasi dengan reseptor nyeri mencapai ambang nyeri (tingkat
intensitasstimulus minimum yang dibutuhkan untuk membangkitkan suatu impuls
saraf), kemudianterjadilah aktivasi neuron nyeri. Karena terdapat variasi dalam
bentuk dan ukuran tubuh, makadistribusi reseptor nyeri disetiap bagian tubuh
bervariasi.Impuls saraf, yang dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar
disepanjang serabut saraf periferaferen. Dua tipe serabut saraf perifer
mengkonduksi stimulus nyeri: Serabut A-Delta yangbermielinasi dengan cepat
dan serabut C yang tidak bermielinasi dan berukuran sangat kecilserta lambat.
Serabut A mengirim sensasi tajam, terlokalisasi, dan jelas yang
3
melokalisasisumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C
menghantarkan impuls yangterlokalisasi buruk, viseral, dan terus menerus.Ketika
serabut C dan A-delta mentransmisikan impuls dari serabut saraf perifer, maka
akanmelepaskan mediator biokimia yang mengaktifkan dan membuat peka
respons nyeri. Misalnya,kalium, prostaglandin dilepaskan ketika sel-sel lokal
mengalami kerusakan. Transmisi stimulusnyeri berlanjut sampai transmisi
tersebut berakhir dibagian kornu dorsalis medula spinalis. Didalam kornu dorsalis,
neurotransmiter, seperti substansi P dilepaskan, sehingga menyebabkansuatu
transmisi spinalis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini
memungkinkanimpuls nyeri ditransmisikan lebih jauh ke dalam sisitem saraf
pusat.
2. Neuroregulator
Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya untuk
tidak mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting untuk
mengobservasi keterlibatan saraf otonom. Saat awitan nyeri akut, denyut jantung,
4
tekanan darah, dan frekuensi pernapasan meningkat (Wahyudi & Abd.Wahid,
2016).
2. Efek fisik
a. Nyeri akut
Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai
efek yang membahayakan diluar ketidaknyamanan yang disebabkannya.
Selain merasakan ketidaknyamanan dan mengganggu, nyeri akut yang tidak
kunjung mereda dapat memengaruhi sistem pulmonary,
kardiovaskuler,gastrointestinal, endokrin, dan imunologik (Andarmoyo, 2017).
b. Nyeri kronis
Seperti halnya nyeri akut, nyeri kronis juga mempunyai efek negatif
dan merugikan. Supresi atau penekanan yang terlalu lama pada fungsi imun
yang berkaitan dengan nyeri kronis dapat meningkatkan pertumbuhan tumor
(Andarmoyo, 2017).
3. Efek perilaku
5
bila ada laporan nyeri baru dan setelah interval terapi 15-30 menit setelah pemberian
parenteral dan 1 jam setelah pemberian peroral.
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan psikologis
6
2.5 Data Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan bertujuan untuk mengatahui penyebab
dari nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan laboratorium dan
imaging seperti foto polos, CT scan, MRI atau bone scan.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nyeri merupakan hal seringkali kita jumpai pada dunia praktek kedokteran
yang sampai saat ini merupakan masalah dalam dunia kedokteran Nyeri merupakan
manifestasi dari suatu proses patologis yang terjadi di dalam tubuh. Nyeri akut
merupakan sensibel nyeri yang mempunyai manfaat. Bila pengelolaan nyeri dan
penyebab nyeri akut tidak dilaksanakan dengan baik, nyeri itu dapat berkembang
menjadi nyeri kronik.
Diagnostik nyeri sesuai dengan usaha untuk mencari penyebab terjadinya
nyeri Penyebabnya biasanya lebih mudah dapat ditentukan, sehingga
penanggulangannya biasanya lebih mudah pula. Nyeri akut ini akan mereda dan
hilang seiring dengan laju proses penyembuhan jaringan yang sakit. Diagnosa
penyebab nyeri akut harus ditegakkan lebih dahulu. Bersamaan dengan usaha
mengatasi penyebab nyeri akut, keluhan nyeri penderita juga diatasi.Pengobatan yang
direncanakan untuk menangulangi nyeri harus diarahkan kepada proses penyakit yang
mendasarinya untuk mengendalikan nyeri tersebut. Pemahaman tentang patofisiologi
terjadinya nyeri sangatlah penting sebagai landasan menanggulangi nyeri yang
diderita oleh penderita. Semua obat analgetika efektif untuk menanggulangi nyeri
akut ini
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan melalui makalah ini kami selaku penyusun mengharapkan khususnya
semua mahasiswa dan mahasiswi dan para pembaca sekalian dapat mengetahui serta
memahami tentang Bermain dengan kebutuhan Rasa Nyeri