Anda di halaman 1dari 146

MAKALAH

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

NUTRISI DAN OKSIGEN

Disusun untuk memenuhi tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II

Disusun oleh :

Kelompok 5

RSUD R. SYAMSUDIN, SH

Ruang H. M. Muraz Lt.3

Nadilla Choerunisa C1AA20062

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Asuhan Keperawatan Pada Klien Asma
ini tepat pada waktunya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rosliana Dewi, M.H.Kes., M.Kep.


selaku dosen pada mata kuliah kuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Sukabumi, 09 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah...........................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
2.1 Definisi Nutrisi dan Oksigen.......................................................................................3
2.2 Etiologi........................................................................................................................3
2.3 Patofisiologi.................................................................................................................5
2.4 Mnisfetasi Klinis.........................................................................................................5
2.5 Pemeriksaan Fisik........................................................................................................6
2.6 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................................7
BAB III......................................................................................................................................8
PENUTUP.................................................................................................................................8
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................8
3.2 Saran............................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tubuh memerlukan energi untuk fungsi-fungsi organ tubuh,  penyembuhan
luka, mempertahankan suhu, fungsi enzim pertumbuhan, dan  pergantian sel yang
rusak. Secara umum faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi adalah faktor
fisiologis untuk kebutuhan metabolisme basal, faktor   patofisiologi seperti adanya
penyakit tertentu yang mengganggu pencernaan atau meningkatkan kebutuhan nutrisi,
faktor sosio ekonomi seperti adanya kemampuan individu dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi. Zat Gizi (Nutrients) merupakan ikatan kimia yang diperlukan tubuh
untuk melakukan fungsinya, yaitu : energi, membangun dan memelihara  jaringan
serta mengatur proses-proses kehidupan. Status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai
akibat konsumsi makanan dan pengunaan zat-zat gizi. Malnutrisi sering terjadi pada
pasien-pasien dengan penyakit kronis. misalnya 10 % :  pasien - pasien dengan
kanker, pasien - pasien dengan penyakit paru atau Jantung. Pasien-pasien yang masuk
ke rumah sakit sudah dengan malnutrisi sebanyak 30 - 60 % dari kasus - kasus; 10 -
25 % nya dengan malnutrisi berat. Kebutuhan nutrisi bagi tubuh merupakan suatu
kebutuhan dasar  manusia yang sangat penting. Dilihat dari kegunaannya nutrisi
merupakan sumber energi untuk segala aktivitas dalam sistem tubuh. Sumber nutrisi
dalam tubuh berasal dari dalam tubuh sendiri, seperti glikogen, yang terdapat dalam
otot dan hati ataupun protein dan lemak dalam jaringan dan sumber lain yang  berasal
dari luar tubuh seperti yang sehari-hari dimakan oleh manusia.

Oksigen merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Oksigen merupakan


gas yang tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam metabolisme
sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi,
penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak
yang cukup bermakna terhadap aktivitas sel. Hal Poltekkes Kemenkes Padang ini
menunjukkan bahwa oksigen merupakan hal yang sangat penting bagi manusia
(Ambarwati, 2014). Oksigenasi sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia diperoleh
karena adanya sistem pernapasan yang membantu dalam proses bernapas. Sistem
pernapasan atau respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan oksigen untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh dan pertukaran gas.

Proses oksigenasi dimulai dari pengambilan oksigen di udara, kemudian


oksigen masuk melalui organ pernapasan bagian atas seperti hidung, mulut, faring,
laring, dan kemudian akan masuk ke dalam organ pernapasan bagian dalam yang
terdiri dari trakea, bronkus, dan juga alveoli. Hal ini menunjukkan bahwa oksigen
merupakan gas yang sangat penting dalam proses pernapasan (Tarwoto & Wartonah,
2011). Oksigen (O2) berperan penting demi kelangsungan hidup sel dan jaringan
didalam tubuh, karena oksigen diperlukan untuk proses metabolisme tubuh yang

1
dilakukan secara terus menerus. Oksigen memegang peranan yang sangat penting
dalam semua proses tubuh secara fungsional, karena itu diperlukan berbagai upaya
agar kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik. Tidak adanya oksigen akan
menyebabkan gangguan pada proses oksigenasi serta dapat menyebabkan terjadinya
kemunduran secara fungsional pada tubuh atau bahkan dapat menimbulkan kematian.
(Asmadi, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


1. DefinisiNutrisi
2. EtiologiNutrisi
3. PatofisiologiNutrisi
4. ManisfetasiKlinis Pada Nutrisi
5. PemeriksaanFisik Pada KebutuhanNutrisi
6. PemeriksaanPenunjang Pada KebutuhanNutrisi
7. Definisioksigen
8. Etiologioksigen
9. Patofisiologioksigen
10. ManisfetasiKlinis Pada oksigen
11. PemeriksaanFisik Pada Kebutuhanoksigen
12. PemeriksaanPenunjang Pada Kebutuhanoksigen

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk Mengetahui Definisi Nutrisi
2. Untuk Mengetahui Etiologi Nutrisi
3. Untuk Mengetahui Patofisiologi Nutrisi
4. Untuk Mengetahui Manisfetasi Klinis Pada Nutrisi
5. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Fisik Pada KebutuhanNutrisi
6. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Nutrisi
7. Untuk Mengetahui Definisi Oksigen
8. Untuk Mengetahui Etiologi Oksigen
9. Untuk Mengetahui Patofisiologi Oksigen
10. Untuk Mengetahui Manisfetasi Klinis Pada Oksigen
11. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Oksigen
12. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Oksigen

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Nutrisi dan Oksigen


a. Nutrisi

Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh


tubuyang bertujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh
Kebutuhan nutrisi bagi tubuh merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang
sangat pentingDilihat dari kegunaannya nutrisi merupakan sumber  energi untuk
segala aktivitasdalam sistem tubuh. Sumber nutrisi dalam tubuh  berasal dari
dalam tubuh sendiri, seperti glikogen, yang terdapat dalam otot dan hati ataupun
protein dan lemak dalam jaringan dan sumber lain yang berasal dari luar tubuh
seperti yang sehari-hari dimakan oleh manusianutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
adalah keadaan dimana individu mengalami intake nutrisi yg kurang dari
kebutuhan tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolik.

b. Oksigen

Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 kedalam system


(kimiaataufisika). Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang
sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Pemberian O2 Binasal
merupakan pemberian oksigen melalui hidung dengan kanula ganda. Oksigenasi
adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21 % pada tekanan 1
atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh. Oksigenasi juga
dapat diartikan sebagai kegiatan memasukkan zat asam (O2) ke dalam paru
dengan alat khusus.

Tujuan pemberian oksigenasi:

1. Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan


2. Untuk menurunkan kerja paru-paru
3. Untuk menurunkan kerja jantung

2.2 Etiologi
a. Nutrisi
1. Kekurangan nutrisi
a) Efek dari pengobatan
b) Mual/muntah
c) Gangguan intake makanan
d) Radiasi/kemoterapi
e) Penyakit kronis

3
f) Meningkatnya kebutuhan kalori dan kesulitan dalam mencerna kalori
akibat
g) Penyakit infeksi atau kanker
h) Penurunan absorbs nutrisi akibat penyakit / intoleransi laktosa
i) Nafsu makan menurun

2. Kelebihan nutrisi
a) Kelebihan intake
b) Gaya hidup
c) Psikologi untuk konsumsi tinggi kalori
d) Penurunan laju metabolic

b. Oksigen
1. Factor Fisologi
a) Menurunnya kapasitas pengikatan O2 seperti anemia.
b) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran
pernapasan
c) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transport
O2 terganggu
d) Meningkatnya metabolism seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka,
dan lain-lain.
e) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, muskulus skeleton yang abnormal, penyakit kronik
seperti TBC paru.

2. FaktorPerkembangan
a) Bayi premature yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan,
b) Bayi dan toddler adanya resiko infeksi saluran pernapasan akut.
c) Anak usia sekolah dan remaja, resiko infeksi saluran pernapasan dan
merokok.
d) Dewasa muda dan pertengahan: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas,
stress yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru- paru.
e) Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteri osklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.

3. FaktorPerilaku
a) Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru,
gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang,
diet yang tinggi lemak menimbulkan arteri oklerosis.
b) Exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
c) Merokok : nikotin menyebabkan vaso kontriksi pembuluh darah perifer
dan koroner.
d) Substansi abuse (alcohol dan obat-obatan): menyebabkan intake
e) Nutrisi / Fe menurun mengakibatkan penurunan haemoglobin, alcohol,
menyebabkan depresi pusat pernapasan.

4
f) Kecemasan : menyebabkan metabolis memeningkat.

2.3 Patofisiologi
a. Nutrisi
 Pola makan tidak teratur, obat-obatan, nikotin dan alkohol, stres
 Berkurangnya pemasukan makanan
 Kekosongan lambung
 Erosi pada lambung (gesekan dinding lambung)
 Produksi HCL meningkat
 Asam lambung
 Reflek muntah
 Intake makanan tidak adekuat
 Kekurangan nutrisi

b. Oksigen

Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan transportasi.


Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari
dank e paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak
dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direpson  jalan nafas
sebagao benda asing yang menimbulkan pengeluaran mucus. Proses difusi
(penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan
ketidakefektifan pertukaran gas. Selian kerusakan pada ventilasi, difusi, maka
kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup, afterload,
preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas
(Brunner & Suddarth, 2016).

2.4 Mnisfetasi Klinis


a. Nutrisi
 Berat badan dibawah ideal lebihdari 20%
 Melaporkan intake makanan kurang dari kebutuhan tubuh yang dianjurkan
 Konjungtiva dan membrane mucus pucat
 Lemah otot untuk menelan dan mengunyah
 Luka, inflamasi pada rongga mulut
 Mudah merasa kenyang sesaat setelah mengunyah makanan
 Melaporkan kurang makan
 Melaporkan perubahan sensasi rasa
 Tidak mampu mengunyah makanan
 Miskonsepsi
 Penurunan berat badan dengan intake makanan tidak adekuat
 Enggan makan
 Kram abdominal

5
 Tonus ototburuk
 Nyeri abdomen patologi atau bukan

b. Oksigen

Adanya penggunaan otot bantu pernapasa, fase ekpirasi memanjang, pola


napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul,
cheynestokes), pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter
thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital
menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun, ekskursi dada
berubah menjadi tanda dan gejala adanya pola napas tidak efektif sehingga
menjadi gangguan oksigenisasi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

Adanya PCO2  meningkat/menurun, PO2  menurun, takikardia, pH arteri


meningkat/menurun, bunyi napas tambahan, sianosis, diaphoresis, gelisah, napas
cuping hidung, pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/ireguler,
dalam/dangkal), warna kulit abnormal (mis. Pucat, kebiruan) dan kesadaran
menurun menjadi tanda dan gejala gangguan pertukaran gas (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2017).

2.5 Pemeriksaan Fisik


a. Nutrisi
 Berat badan
 Panjang badan
 Ditentukan berat badan menurut umur
 Panjang badan menurut umur
 Dan berat badan menurut panjang badan.

b. Oksigen
1. Pada klien efusi pleura bentuk hemitorak yang sakit mencembung kosta mend
atar, ruang interkosta melebar, pergerakan pernapasan menurun. Pendorongan
mediatrum kea rah hemitorak kontralateral yang diketahui dari posisi trakea da
n iktus kordis, RR cenderung meningkat dank lien biasanya dipsneu.
2. Vocal fremitus menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya >
250 cc. disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada ya
ng tertinggal pada dada yang sakit.
3. Suara perkusi redup sampai pekak bergantung pada jumlah cairannya. Bila cai
rannya tidak mengisi penuh rongga pleura, makan pada pemeriksaan ekskursi
diafragma akan didapatkan adanya penurunan kemampuan pengembangan dia
fragma.
4. Auskultasi suara napas menurun sampai menghilang, egofoni

6
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Nutrisi
1. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb: turun, Albumin : turun, Lekosit : turun /
meningkat, Eritrosit : turun
2. USG :terlihat massa pada daerah uterus.
3. Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa,
konsistensi dan
4. Ukurannya.
5. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel sel neoplasma tersebut.,
6. Rontgen :untuk mengetahui kelainan

b. Oksigen

Diagnosis dapat ditegakan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja,


tetapi kadang-kadang juga sulit juga, sehingga perlu pemeriksaan penunjang
seperti sinar tembus dada. Diagnosis yang pasti bisa didapatkan melalui tindakan
torakosintesis dan biopsi pleura pada beberapa kasus.

Sinar tembus dada Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura
akan membentuk banyangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih
tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke
medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang bisa berasal dari luar atau
dari dalam paru-paru itu sendiri. Hal lain yang dapat terlihat dalam foto dada efusi
pleura 17 adalah terdorongnya mediatisnum pada sisi yang berlawanan dengan
cairan. Akan tetapi, bila terdapat akteletasis pada sisi yang bersamaan dengan
cairan, mediatisnum akan tetap pada tempatnya.

Torakosintesis Aspirasi cairan pleura sebagai sarana untuk diagnostic


maupun terapeutik. Torakosistesis sebaiknya dilakukan pada posisi duduk. Lokasi
aspirasi adalah pada bagian bawah paru disela iga ke-9 garis axial posterior
dengan memakai jarum abocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan sebaiknya
tidak lebih dari 1.000- 1.500 cc pada setiap kali aspirasi. Jika aspirasi dilakukan
sekligus dalam jumlah banyak, maka akan menimbulkan syok pleural (hipotensi)
atau edema paru. Edema paru terjadi karena paru-paru terlalu cepat mengemban.

7
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh
tubuyang bertujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh
Kebutuhan nutrisi bagi tubuh merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang sangat
penting. Dilihat dari kegunaannya nutrisi merupakan sumber  energi untuk segala
aktivitas dalam sistem tubuh. Penyebab dari kekurangan nutrisi seperti mual, muntah.

Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 kedalam system (kimia atau


fisika). Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Pemberian O2 Binasal merupakan
pemberian oksigen melalui hidung dengan kanula ganda. Oksigenasi adalah
memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21 % pada tekanan 1 atmosfir
sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh. Oksigenasi juga dapat diartikan
sebagai kegiatan memasukkan zat asam (O2) ke dalam paru dengan alat khusus.

Tujuan pemberian oksigenasi:

1. Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan


2. Untuk menurunkan kerja paru-paru
3. Untuk menurunkan kerja jantung

3.2 Saran
Saya menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki kekurangan yang jauh
dari kata sempurna. Tentunya, saya akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacu kepada sumber yang bisa dipertanggung jawabkan nantinya.Oleh sebab itu,
saya sangat mengharapkan adanya kritik serta saran mengenai pembahasan makalah
di atas.

8
DAFTAR PUSTAKA

Goleman et al., 2019. (2019). Laporan Pendahuluan Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Music, S. (1915). EN Upload Read free for 30 days.

Oktaviani.J. (2018). Konsep Kebutuhan Dasar Nutrisi. Sereal Untuk, 51(1), 51.

Surudin, R. (2016). Jurusan keperawatan -. 1–87. http://repository.poltekkes-kdi.ac.id/403/

iii
MAKALAH

PEMERIKSAAN FISIK

Disusun untuk memenuhi tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II

Disusun oleh :

Kelompok 5

RSUD R. SYAMSUDIN, SH

Ruang H. M. Muraz Lt.3

Nadilla Choerunisa C1AA20062

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Asuhan Keperawatan Pada Klien Asma
ini tepat pada waktunya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rosliana Dewi, M.H.Kes., M.Kep.


selaku dosen pada mata kuliah kuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Sukabumi, 09 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH
PEMERIKSAAN FISIK
KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Teori Pemeriksaan Fisik
2.2 Tujuan Pemeriksaan Medis
2.3 Manfaat Pemeriksaan Fisik
2.4 Indikasi Pemeriksaan Fisik
2.5 Prosedur Pemeriksaan Fisik
2.6 Evaluasi
2.7 Dokumentasi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang
ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil
pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik
akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan
berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan
seperti test neurologi.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli
medis dapat menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar penyebab
yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk
meyakinkan penyebab tersebut.
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien
secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau
pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dari pemeriksaan fisik?

2. Apa tujuan dari pemeriksaan fisik?

3. Apa manfaat dari pemeriksaan fisik?

4. Apa indikasi pemeriksaan fisik?

5. Bagaimana prosedur pemeriksaan fisik?

6. Bagaimana evaluasi dari pemeriksaan fisik?

7. Bagaimana dokumentasi pemeriksaan fisik?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui konsep dari pemeriksaan fisik

1
2. Mengetahui tujuan dari pemeriksaan fisik

3. Mengetahui manfaat dari pemeriksaan fisik

4. Mengetahui indikasi pemeriksaan fisik

5. Mengetahui prosedur pemeriksaan fisik

6. Mengetahui evaluasi dari pemeriksaan fisik

7. Mengetahui dokumentasi pemeriksaan fisik

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Teori Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki
pada setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan
memungkinkan perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik
mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap
terapi tersebut.(Potter dan Perry, 2005).
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau
hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif
dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah
dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010).
Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah: 

1. Inspeksi

Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan,


pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu
pasien. Suatu gambaran atau kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di
bentuk. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu inspeksi local yang berfokus pada
suatu system tunggal atau bagian dan biasanya mengguankan alat khusus seperto
optalomoskop, otoskop, speculum dan lain-lain. (Laura A.Talbot dan Mary
Meyers, 1997) Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat
bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar).
(Dewi Sartika, 2010).

Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna,
bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan.setelah inspeksi
perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian
tubuh lainnya.

2. Palpasi

Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan


meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan. Laura
A.Talbot dan Mary Meyers, 1997). Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang
menggunakan indera peraba ; tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi ciri2
jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran, kelembaban
dan penonjolan.(Dewi Sartika,2010). Hal yang di deteksi adalah suhu,
kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi
dan sensasi.

2
3. Perkusi

Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh


unutk menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan
densitas, lokasi, dan posisi struktur di bawahnya.(Laura A.Talbot dan Mary
Meyers, 1997).

Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan


tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan)
dengan menghasilkan suara, yang bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi
dan konsistensi jaringan. Dewi Sartika, 2010).

4. Auskultasi

Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh


bermacam-macam organ dan jaringan tubuh.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers,
1997). Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara
mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat
yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung,
suara nafas, dan bising usus.(Dewi Sartika, 2010).

Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di


perhatikan, yaitu sebagai berikut :

a) Kontrol infeksi

Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang


masker, dan membantu klien mengenakan baju periksa jika ada.

b) Kontrol lingkungan

Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup


penerangan untuk melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi
pemeriksa itu sendiri. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk
menjaga privacy klien.

2.2 Tujuan Pemeriksaan Medis


Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:

1. Untuk mengumpulkan dan memperoleh data dasar tentang kesehatan klien.

3
2. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam r
iwayat keperawatan.
3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan pen
atalaksanaan.
5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan keperawatan.

2.3 Manfaat Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri,
maupun bagi profesi kesehatan lain, di antaranya:
1. Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose keperawatan.
2. Mengetahui masalah kesehatan yang dialami klien.
3. Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat.
4. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.

2.4 Indikasi Pemeriksaan Fisik


Mutlak dilakukan pada setiap klien, terutama pada:
1. Klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat.
2. Secara rutin pada klien yang sedang di rawat.
3. Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien

2.5 Prosedur Pemeriksaan Fisik

1. Persiapan
a. Alat
Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop,
Tensimeter/spighnomanometer, Thermometer, Arloji/stopwatch, Refleks
Hammer, Otoskop, Handschoon bersih ( jika perlu), tissue, buku catatan
perawat. Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di periksa.
b. Lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup
penerangan. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga
privacy klien.
c. Klien (fisik dan fisiologis)
Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien
untuk rileks. 

4
2. Prosedur Pemeriksaan
 Cuci tangan 
 Jelaskan prosedur
 Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang hands
choen bila di perlukan
 Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan nutrisi.
 Posisi klien : duduk/berbaring

3. Cara : inspeksi
 Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal : Kesadaran penuh, E
kspresi sesuai, tidak ada menahan nyeri/ sulit bernafas)
 Tanda-tanda stress/ kecemasan (Normal :) Relaks, tidak ada tanda-tanda cemas
/takut)
 Jenis kelamin
 Usia dan Gender
 Tahapan perkembangan
 TB, BB ( Normal : BMI dalam batas normal)
 Kebersihan Personal (Normal : Bersih dan tidak bau)
 Cara berpakaian (Normal : Benar/ tidak terbalik)
 Postur dan cara berjalan
 Bentuk dan ukuran tubuh
 Cara bicara. (Relaks, lancar, tidak gugup)
 Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.
 Dokumentasikan hasil pemeriksaan

4. Pengukuran Tanda Vital 

Posisi klien : duduk/ berbaring

1) Suhu tubuh (Normal : 36,5-37,50c)


2) Tekanan darah (Normal : 120/80 mmHg)
3) Nadi
a. Frekuensi = Normal : 60-100x/menit ; Takikardia: >100 ; Bradikardia: <6
span="">
b. Keteraturan= Normal : teratur
c. Kekuatan= 0: Tidak ada denyutan; 1+:denyutan kurang teraba; 2+: Denyut
an mudah teraba, tak mudah lenyap; 3+: denyutan kuat dan mudah teraba.
5) Pernafasan
a. Frekuensi: Normal= 15-20x /menit; >20: Takipnea; <15 bradipnea="" span
="">
b. Keteraturan= Normal : teratur
c. Kedalaman: dalam/dangkal
d. Penggunaan otot bantu pernafasan: Normal : tidak ada.

5
Setelah diadakan pemeriksaan tanda-tanda vital evaluasi hasil yang di
dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat.

5. Pemeriksaan Kulit dan Kuku 

Tujuan :

1) Mengetahui kondisi kulit dan kuku


2) Mengetahui perubahan oksigenasi, sirkulasi, kerusakan jaringan setempat, dan
hidrasi.

Persiapan

1) Posisi klien: duduk/ berbaring


2) Pencahayaan yang cukup/lampu
3) Sarung tangan (utuk lesi basah dan berair)

Prosedur Pelaksanaan

a) Pemeriksaan kulit
 Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat, sianosis, da
n ikterik.
Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.
 Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor kuli
t, dan edema.
Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema.

Setelah diadakan pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi hasil yang di


dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan
hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

b) Pemeriksaan kuku
 Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku
Normal: bersih, bentuk normal tidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing fi
nger), tidak ikterik/sianosis.
 Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refile ( pengisian kapiler ).
Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.

Setelah diadakan pemeriksaan kuku evaluasi hasil yang di dapat


dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

6. Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut, leher, dada,


abdomen, ekstremitas atas dan bawah, dan genetalia

6
Posisi klien : duduk , untuk pemeriksaan wajah sampai dengan leher
perawat berhadapan dengan klien.

1) Pemeriksaan kepala

Tujuan :

1. Mengetahui bentuk dan fungsi kepala


2. Mengetahui kelainan yang terdapat di kepala

Persiapan alat

1. Lampu
2. Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka)

Prosedur Pelaksanaan

 Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau tid
ak, kebersihan rambut dan kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan distribu
si rambut.
Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda ke
kurangan gizi(rambut jagung dan kering).
 Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.· Normal:
tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat dan kuat/tidak rapuh.

Setelah diadakan pemeriksaan kepala evaluasi hasil yang di dapat


dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat.

2) Pemeriksaan wajah
 Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan.
Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik, simetris.
 Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang - Normal: tidak ada
nyeri tekan dan edema.

Setelah diadakan pemeriksaan wajah evaluasi hasil yang di dapat


dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

3) Pemeriksaan mata

Tujuan :

1. Mengetahui bentuk dan fungsi mata


2. Mengetahui adanya kelainan pada mata.

7
Persiapan alat :

1. Senter Kecil
2. Surat kabar atau majalah
3. Kartu Snellen
4. Penutup Mata
5. Sarung tangan

Prosedur Pelaksanaan

 Inspeksi: bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata, kesim
estrisan, bola mata, warna konjunctiva dan sclera (anemis/ikterik), penggu
naan kacamata / lensa kontak, dan respon terhadap cahaya.
Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva pi
nk, dan sclera berwarna putih.

- Tes Ketajaman Penglihatan

Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda dengan orang


lain. Tajam penglihatan tersebut merupakan derajat persepsi deteil dan
kontour beda. Visus tersebut dibagi dua yaitu:

a) Visus sentralis.

Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan
visus sentralis dekat.

 Visus centralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melih


at benda benda yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak me
lakukan akomodasi. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).
 Visus centralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk
melihat benda benda dekat misalnya membaca, menulis dan lain lai
n. Pada keadaan ini mata harus akomodasi supaya bayangan benda
tepat jatuh di retina. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).

b) Visus perifer

Pada visus ini menggambarkan luasnya medan penglihatan dan


diperiksa dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk
mengenal tempat suatu benda terhadap sekitarnya dan pertahanan
tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari samping. Dalam
klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan menggunakan grafik
huruf Snellen yang dilihat pada jarak 20 feet atau sekitar 6 meter. Jika
hasil pemeriksaan tersebut visusnya e”20/20 maka tajam
penglihatannya dikatakan normal dan jika Visus <20 adalah=""

8
anomaly="" bermacam="" dikatakan="" kelainan="" kurang=""
macam="" maka="" peglihatan="" pembiasan.="" penglihatanya=""
penurunan="" penyebab="" refraksi="" salah="" satunya=""
seseorang="" span="" tajam="">

4) Pemeriksaan telinga

Tujuan :

Mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga, dan


fungsi pendengaran.

Persiapan Alat :

1. Arloji berjarum detik


2. Garpu tala
3. Speculum telinga
4. Lampu kepala

Prosedur Pelaksanaan :

 Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi telinga,


warna, liang telinga (cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar.
Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus, warna sama
dengan kulit lain, tidak ada tanda-tanda infeksi, dan alat bantu dengar.
 Palpasi : nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragus - Normal: tidak ada nye
ri tekan.

Setelah diadakan pemeriksaan telinga evaluasi hasil yang di dapat


dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

Pemeriksaaan Telinga Dengan Menggunakan Garpu Tala

a. Pemeriksaan Rinne

 Pegang agrpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku
jari tangan yang berlawanan.
 Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus klien.  Anjurka
n klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak
 merasakan getaran lagi.
 Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan di depan lubang telinga
klien 1-2 cm dengan posisi garpu tala parallel terhadap lubang telinga l
uar klien.

9
 Instruksikan klien untuk member tahu apakah ia masih mendengarkan
suara atau tidak.
 Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut. b. Pemeriksaan Webber
 Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku
jari yang berlawanan.
 Letakkan tangkai garpu tala di tengah puncak kepala klien.
 Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua tel
inga atau lebih jelas pada salah satu telinga.
 Catat hasil pemeriksaan dengan pendengaran tersebut.

5) Pemeriksan hidung dan sinus

Tujuan :

1. Mengetahui bentuk dan fungsi hidung


2. Menentukan kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi atau infeksi

Persiapan Alat :

1. Spekulum hidung
2. Senter kecil
3. Lampu penerang
4. Sarung tangan (jika perlu)

Prosedur Pelaksanaan :

 Inspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan), rongga,


hidung ( lesi, sekret, sumbatan, pendarahan), hidung internal (kemerahan, l
esi, tanda2 infeksi).
Normal: simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain, tidak ada lesi,
tidak ada sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
 Palpasi dan Perkusi frontalis dan, maksilaris (bengkak, nyeri, dan septum d
eviasi).
Normal: tidak ada bengkak dan nyeri tekan.

Setelah diadakan pemeriksaan hidung dan sinus evaluasi hasil yang di


dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan
hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

6) Pemeriksaan mulut dan bibir

Tujuan :

Mengetahui bentuk kelainan mulut.

10
Persiapan Alat :

1. Senter kecil
2. Sudip lidah
3. Sarung tangan bersih
4. Kasa

Prosedur Pelaksanaan :

 Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir, tekstur ,
lesi, dan stomatitis.
Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada lesi dan st
omatitis.
 Inspeksi dan palpasi strukur dalam : gigi lengkap/penggunaan gigi palsu, p
erdarahan/ radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan lang
it2.
Normal: gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau kerusakan
gigi, tidak ada perdarahan atau radang gusi, lidah simetris, warna pink, lan
git2 utuh dan tidak ada tanda infeksi.

Gigi lengkap pada orang dewasa berjumlah 36 buah, yang terdiri dari
16 buah di rahang atas dan 16 buah di rahang bawah. Pada anak-anak gigi
sudah mulai tumbuh pada usia enam bulan. Gigi pertama tumbuh dinamakan
gigi susu di ikuti tumbuhnya gigi lain yang disebut gigi sulung. Akhirnya pada
usia enam tahun hingga empat belas tahun, gigi tersebut mulai tanggal dan dig
anti gigi tetap.

Pada usia 6 bulan gigi berjumlah 2 buah (dirahang bawah), usia 7-8
bulan berjumlah 7 buah(2 dirahang atas dan 4 dirahang bawah) , usia 9-11
bulan berjumlah 8 buah(4 dirahang atas dan 4 dirahang bawah), usia 12-15
bulan gigi berjumlah 12 buah (6 dirahang atas dan 6 dirahang bawah), usia 16-
19 bulan berjumlah 16 buah (8 dirahang atas dan 8 dirahang bawah), dan pada
usia 20-30 bulan berjumlah 20 buah (10 dirahang atas dan 10 dirahang
bawah).

Setelah diadakan pemeriksaan mulut dan bibir evaluasi hasil yang di


dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan
hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

7) Pemeriksaan leher

Tujuan :

1. Menentukan struktur integritas leher


2. Mengetahui bentuk leher serta organ yang berkaitan

11
3. Memeriksa system limfatik

Persiapan Alat :

Stetoskop

Prosedur Pelaksanaan :

 Inspeksi leher: warna integritas, bentuk simetris.


Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk simetri
s, tidak ada pembesaran kelenjer gondok.
 Inspeksi dan auskultasi arteri karotis: lokasi pulsasi. - Normal: arteri karoti
s terdengar.
Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid (nodus/difus, pembesaran,batas, konsis
tensi, nyeri, gerakan/perlengketan pada kulit), kelenjer limfe (letak, konsist
ensi, nyeri, pembesaran), kelenjer parotis (letak, terlihat/ teraba). - Normal:
tidak teraba pembesaran kel.gondok, tidak ada nyeri, tidak ada pembesaran
kel.limfe, tidak ada nyeri.
 Auskultasi : bising pembuluh darah.

Setelah diadakan pemeriksaan leher evaluasi hasil yang di dapat


dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

8) Pemeriksaan dada( dada dan punggung) 

Posisi klien: berdiri, duduk dan berbaring

Cara/prosedur:

a) System pernafasan

Tujuan :

1. Mengetahui bentuk, kesimetrisas, ekspansi, keadaan kulit, dan dinding


dada.
2. Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernafasan,
3. Mengetahui adanya nyeri tekan, masa, peradangan, traktil premitus.

Persiapan alat :

1. Stetoskop
2. Penggaris centimeter
3. Pensil penada

Prosedur pelaksanaan :

12
 Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi, i
rama, kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pe
rnafasan), warna kulit, lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan.
 Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distr
ess pernapasan, warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak ikterik/
sianosis, tidak ada pembengkakan/penonjolan/edema.
 Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremit
us. (perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk meng
ucapkan angka “tujuh-tujuh” atau “enam-enam” sambil melakukan per
abaan dengan kedua telapak tangan pada punggung pasien.)
 Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda p
eradangan, ekspansi simetris, taktil vremitus cendrung sebelah kanan le
bih teraba jelas.
 Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi
dengan satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi
ke sisi).
 Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bag
ian udara=pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari
bagian padat=hiperesonan (“deng deng deng”), batas jantung=bunyi re
nsonan----hilang>>redup.
 Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan m
enggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas man
ubrium dan di atas trachea)
 Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.

Setelah diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di dapat


dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

b) System kardiovaskuler

Tujuan :

1. Mengetahui ketifdak normalan denyut jantung


2. Mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara kasar
3. Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal
4. Mendeteksi gangguan kardiovaskuler

Persiapan alat :

1. Stetoskop
2. Senter kecil

Prosedur pelaksanaan :

13
 Inspeksi : Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri karotis - Palpa
si: denyutan
Normal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.
 Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping
ke tengah dada, dan dari atas ke bawah sampai bunyi redup).
Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis
mid sterna, pada RIC 4,5,dan 8.
 Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian diafragma da
n bell dari stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung.
Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (du
b), tidak ada bunyi jantung tambahan (S3 atau S4).

Setelah diadakan pemeriksaan system kardiovaskuler evaluasi


hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

9) Pemeriksaan Abdomen (Perut) 

Posisi klien: Berbaring

Tujuan :

1. Mengetahui bentuk dan gerakan-gerakan perut 


2. Mendengarkan suara peristaltic usus
3. Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut benjolan dala
m perut.

Persiapan alat

1. Stetoskop
2. Penggaris kecil 
3. Pensil gambar 
4. Bantal kecil 
5. Pita pengukur

Prosedur pelaksanaan :

 Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy, dis
tensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan dinding pe
rut.
Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak te
rdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.
 Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian diafra
gma dari stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub :aorta, a.ren
alis, a. illiaka (bagian bell).

14
Normal: suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar denyutan art
eri renalis, arteri iliaka dan aorta.
 Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah jar
um jam, perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman kualitas bunyiny
a. - Perkusi hepar: Batas
 Perkusi Limfa: ukuran dan batas. - Perkusi ginjal: nyeri
Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan apabila banya
k cairan = hipertimpani
 Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa, karakte
ristik organ, adanya asistes, nyeri irregular, lokasi, dan nyeri.dengan cara p
erawat menghangatkan tangan terlebih dahulu
Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan
penumpukan cairan.

Setelah diadakan pemeriksaan abdomen evaluasi hasil yang di dapat


dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

10) Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan) 

Tujuan :

1. Memperoleh data dasar tetang otot, tulang dan persendian


2. Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagia
n-bagian tertentu.

Alat :

1. Meteran

Prosedur pelaksanaan :

Posisi klien: Berdiri. Duduk

 Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, Integritas ROM


kekuatan dan tonus otot.
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penu
h.
 Palpasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis.
Normal: teraba jelas
 Tes reflex :tendon trisep, bisep, dan brachioradialis. - Normal: reflek bisep
dan trisep positif.

15
Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas atas evaluasi hasil yang di
dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan
hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

11) Pemeriksaan ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki dan tel
apak kaki)
 Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, integritas kulit,
posisi dan letak, ROM, kekuatan dan tonus otot
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penu
h
 Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan
Normal: teraba jelas
 Tes reflex :tendon patella dan archilles.
Normal: reflex patella dan archiles positif

Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas bawah evaluasi hasil yang


di dapat dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

12) Pemeriksaan genitalia (alat genital, anus, rectum) 

Posisi Klien : Pria berdiri dan wanita litotomy.

Tujuan:

1. Melihat dan mengetahui organ-organ yang termasuk dalam genetalia.


2. Mengetahui adanya abnormalitas pada genetalia, misalnya varises, edema,
tumor/ benjolan, infeksi, luka atau iritasi, pengeluaran cairan atau darah.
3. Melakukan perawatan genetalia.
4. Mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil atau persalinan.

Alat :

1. Lampu yang dapat diatur pencahayaannya


2. Sarung tangan

13) Pemeriksaan rectum : 

Tujuan :

1. Mengetahui kondisi anus dan rectum


2. Menentukan adanya masa atau bentuk tidak teratur dari dinding rektal
3. Mengetahui intregritas spingter anal eksternal
4. Memeriksa kangker rectal dll

16
Alat :

1. Sarung tangan sekali pakai


2. Zat pelumas
3. Penetangan untuk pemeriksaan

Prosedur Pelaksanaan :

a. Wanita:
 Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit, contour sime
tris, edema, pengeluaran.
Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris tidak ad
a edema dan tanda-tanda infeksi (pengeluaran pus /bau).
 Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa, pengeluaran
 Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi dan, mas
sa. - Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema, haemor
oid,
 fistula ani pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-
tanda infeksi dan pendarahan.

Setelah diadakan pemeriksaan di adakan pemeriksaan genitalia


evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal,
dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

b. Pria :
 Inspeksi dan palpasi penis: Integritas kulit, massa dan pengeluaran
Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau pembengkakan, tidak
ada pengeluaran pus atau darah
 Inspeksi dan palpassi skrotum: integritas kulit, ukuran dan bentuk, turu
nan testes dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan
 Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema, hemoroid, f
istula ani, pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri , tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tand
a-tanda infeksi dan pendarahan.

Setelah diadakan pemeriksaan dadadan genitalia wanita


evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan
normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

2.6 Evaluasi

Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan yang mereka berikan


dengan mengevaluasi hasil intervensi keperawatan. Keterampilan pengkajian fisik

17
meningkatkan evaluasi tindakan keperawatan melalui pemantauan hasil asuhan
fisiologis dan perilaku. Keterampilan pengkajian fisik yang sama di gunakan untuk
mengkaji kondisi dapat di gunakan sebagai tindakan evaluasi setelah asuhan
diberikan.

Perawat membuat pengukuran yang akurat, terperinci, dan objektif melalui


pengkajian fisik. Pengukuran tersebut menentukan tercapainya atau tidak hasil asuhan
yang di harapkan. Perawat tidak bergantung sepenuhnya pada intuisi ketika
pengkajian fisik dapat digunakan untuk mengevaluasi keefektifan asuhan.

2.7 Dokumentasi

Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada
pemeriksaan atau pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki format
khusus yang mempermudah pencatatan data pemeriksaan. Perawat meninjau semua
hasil sebelum membantu klien berpakaian, untuk berjaga-jaga seandainya perlu
memeriksa kembali informasi atau mendapatkan data tambahan. Temuan dari
pengkajian fisik dimasukkan ke dalam rencana asuhan.

Data di dokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang hamper sama


dengan langkah-langkah proses keperawatan.

 Data (riwayat) Subjektif, yaitu apa yang dilaporkan klien


 Data (fisik) Objektif, yaitu apa yang di observasi, inspeksi, palpasi, perkusi dan a
uskultasi oleh perawat.
 Assessment (pengkajian) , yaitu diagnose keperawatan dan pernyataan tentang ke
majuan atau kemunduran klien
 Plan (Perencanaan), yaitu rencana perawatan klien
 Implementation (pelaksanaan), yaitu intervensi keperawatan dilakukan berdasark
an rencana

Evaluation (evaluasi), yaitu tinjauan hasil rencana yang sudah di implementasikan

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau


hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif
dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah
dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien.

Pemeriksaan fisik Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada klien yang
baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada klien
yang sedang di rawat, sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien. Jadi pemeriksaan fisik
ini sangat penting dan harus di lakukan pada kondisi tersebut, baik klien dalam
keadaan sadar maupun tidak sadar.

Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik


untuk untuk menegakkan diagnosa keperawatan memilih intervensi yang tepat untuk
proses keperawatan, maupun untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.

3.2 Saran

Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka perawat harus
memahami ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan pemeriksaan fisik ini harus
dilakukan secara berurutan, sistematis, dan dilakukan dengan prosedur yang benar.

19
MAKALAH

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

ELIMINASI DAN AKTIVITAS

Disusun untuk memenuhi tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II

Disusun oleh :

Kelompok 5

RSUD R. SYAMSUDIN, SH

Ruang H. M. Muraz Lt.3

Nadilla Choerunisa C1AA20062

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Asuhan Keperawatan Pada Klien Asma
ini tepat pada waktunya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rosliana Dewi, M.H.Kes., M.Kep.


selaku dosen pada mata kuliah kuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Sukabumi, 09 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
ELIMINASI DAN AKTIVITAS
KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
2.1 Definisi Eliminasi
2.2 Etiologi Eliminasi
2.3 Patofisiologi Eliminasi
2.4 Manifestasi Klinis Eliminasi
2.5 Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Eliminasi
2.6 Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Eliminasi
2.7 Mengetahui Definisi Aktivitas
2.8 Mengetahui Etiologi Eliminasi
2.9 Patofisiologi Eliminasi
2.10 Mengetahui Manifestasi Klinis Pada Eliminasi
2.11 Mengetahui Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Aktivitas
2.12 Mengetahui Penunjang Pada Kebutuhan Aktivitas
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik
berupa urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung
kemih bila kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam
terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan
uretra (Hidayat,2010)
Eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus di penuhi
oleh setiap manusia. Kebutuhan dasar manusia terbagi menjadi 14 kebutuhan
dasar, menyatakan bahwa kebutuhan eliminasi terdapat pada urutan ke tiga.
Apabila sistem perkemihan tidak dapat berfungsi dengan baik, sebenarnya
semua organ akhirnya akan terpengaruh. Secara umum gangguan pada ginjal
mempengaruhi eliminasi. Sehingga mengakibatkan masalah kebutuhan
eliminasi urine, antara lain : retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, dan
ureterotomi. Masalah kebutuhan eliminasi urine sering terjadi pada pasien-
pasien rumah sakit yang terpasang kateter tetap (Hidayat, 2010).
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan
oleh manusia menurut Abraham Maslow kebutuhan dasar manusia meliputi
lima kategori kebutuhan dasar, yakni kebutuhan fisiologis, kebutuhan
keselamatan dan rasa nyaman, kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki,
kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualitas diri. Kebutuhan fisiologis
memiliki prioritas tertinggi dalam hierarki maslow. Macam-macam
kebutuhan dasar fisiologis menurut hierarki maslow salah satunya adalah
kebutuhan aktivitas. Kemampuan melakukan aktivitas untuk memenuhi
kebutuhan misalnya berdiri, berjalan, dan bekerja. Aktivitas adalah keadaan
untuk bergerak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kemampuan aktivitas
seseorang dipengaruhi oleh adekuatnya sistem persarafan, otot dan tulang,
atau sendi (Mubarak 2015). Masyarakat sering kali mendefinisikan kesehatan
dan kebugaran fisikmereka berdasarkan aktivitas mereka karena kesejahteraan

1
mental dan keefektifan fungsi tubuh sangat tergantung pada status mobilitas
mereka.Misalnya saat seseorang berdiri tegak, paru lebih mudah untuk berkembang,
aktivitas usus (peristaltic) menjadi lebih efektif, dan ginjal mampu mengosongkan
kemih secara komplet. Selain itu, pergerakan sangat penting agar tulang dan otot
berfungsi sebagaimana mestinya (Kozier, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


1. Definisi Eliminasi
2. Etiologi Eliminasi
3. Patofisiologi Eliminasi
4. Manisfetasi Klinis Pada Eliminasi
5. Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Eliminasi
6. Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Eliminasi
7. Definisi Aktivitas
8. Etiologi Aktivitas
9. Patofisiologi Aktivitas
10. Manisfetasi Klinis Pada Aktivitas
11. Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Aktivitas
12. Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Aktivitas

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui Definisi Eliminasi
2. Mengetahui Etiologi Eliminasi
3. Mengetahui Patofisiologi Eliminasi
4. Mengetahui Manifestasi Klinis Pada Eliminasi
5. Mengetahui Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Eliminasi
6. Mengetahui Penunjang Pada Kebutuhan Eliminasi
7. Mengetahui Definisi Aktivitas
8. Mengetahui Etiologi Eliminasi
9. Mengetahui Patofisiologi Eliminasi
10. Mengetahui Manifestasi Klinis Pada Eliminasi
11. Mengetahui Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Aktivitas
12. Mengetahui Penunjang Pada Kebutuhan Aktivitas

2
3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Eliminasi


Eliminasi merupakan suatu proses pengeluaran zat-zat sisa yang
tidak diperlukan oleh tubuh. Eliminasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
eliminasi urine dan eliminasi fekal.Eliminasi urineSistem yang berperan
dalam eliminasi urine adalah sistem perkemihan. Dimana sistem ini terdiri
dari ginjal, ureter, kandung kemoh, dan uretra. Proses pembentukan urine
di ginjal terdiri dari 3 proses yaitu : filtrasi , reabsorpsi dan sekresi .Proses
filtrasi berlangsung di glomelurus. Proses ini terjadi karena permukaan
aferen lebih besar dari permukaan eferen.Proses reabsorpsi terjadi
penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fosfat,
dan beberapa ion karbonat.Proses sekresi ini sisa reabsorpsi diteruskan
keluar.Eliminasi fekalEliminasi fekal sangat erat kaitannya dengan
saluran pencernaan. Saluran pencernaan merupakan saluran yang
menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh
tubuh dengan proses penernaan (pengunyahan, penelanan, dan
pencampuran) dengan enzim dan zat cair dari mulut sampai anus.

Organ utama yang berperan dalam eliminasi fekal adla usus besar.
Usus besar memiliki beberapa fungsi utama yaitu mengabsorpsi cairan
dan elektrolit, proteksi atau perlindungan dengan mensekresikan mukus
yang akan melindungi dinding usus dari trauma oleh feses dan aktivitas
bakteri, mengantarkan sisa makanan sampai ke anus dengan
berkontraksi.Proses eliminasi fekal adalah suatu upaya pengosongan
intestin. Pusat refleks ini terdapat pada medula dan spinal cord. Refleks
defekasi timbul karena adanya feses dalam rektum.

4
2.2 Etiologi Eliminasi
1. Gangguan Eliminasi Urin

a. Intake cairan

Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama


yangmempengaruhi output urine atau defekasi. Seperti protein dan
sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi
meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan,
akibatnya outputurine lebih banyak.

c. Aktivitas

Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus


otot. Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih
yang baik untuk tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya
tonus ototkandung kemih terjadi pada masyarakat yang
menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama. Karena
urine secara terus menerusdialirkan keluar kandung kemih, otot-
otot itu tidak pernah merenggangdan dapat menjadi tidak
berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akanmempengaruhi jumlah
urine yang diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih besar
metabolisme tubuh.

2. Gangguan Eliminasi Fekal

a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna

Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi


eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting
untuk memperbesar volume feses. Makanantertentu pada beberapa
orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini
berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur

5
dari pengairan feses. Makanyang teratur mempengaruhi defekasi.
Makan yang tidak teratur dapatmengganggu keteraturan pola
defekasi. Individu yang makan padawaktu yang sama setiap hari
mempunyai suatu keteraturan waktu,respon fisiologi pada
pemasukan makanan dan keteraturan polaaktivitas peristaltik di
colon.

b. Cairan

Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses.


Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth:
urine,muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh
melanjutkanuntuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di
sepanjang colon.Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari
normal, menghasilkanfeses yang keras. Ditambah lagi
berkurangnya pemasukan cairanmemperlambat perjalanan chyme
di sepanjang intestinal, sehinggameningkatkan reabsorbsi cairan
dari chyme.

c. Meningkatnya stress psikologi

Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi.


Penyakit- penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus

6
pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi.
Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah
dapat meningkatkan aktivitas. peristaltik dan frekuensi diare.
Ditambah lagi orang yagn depresi bisamemperlambat motilitas
intestinal, yang berdampak pada konstipasi.

d. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.

Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi


penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan melambatnya
feses menuju rectumdalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi
cairan feses sehingga fesesmengerase.

e. Obat-obatan

Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat


berpengeruhterhadap eliminasi yang normal. Beberapa
menyebabkan diare; yanglain seperti dosis yang besar dari
tranquilizer tertentu dan diikutidengan prosedur pemberian
morphin dan codein, menyebabkankonstipasi. Beberapa obat
secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat
yang merangsang aktivitas usus danmemudahkan eliminasi feses.
Obat-obatan ini melunakkan feses,mempermudah defekasi. Obat-
obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl),
menekan aktivitas peristaltik dan kadang-kadang digunakan untuk
mengobati diare.

f. Usia

Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi


juga pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol
eliminasinyasampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya
antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasajuga mengalami perubahan
pengalaman yangdapat mempengaruhi proses pengosongan

7
lambung. Di antaranyaadalah atony (berkurangnya tonus
otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat
pada melambatnya peristaltik danmengerasnya (mengering) feses,
dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan
tekanan selama proses pengosonganlambung. Beberapa orang
dewasa juga mengalami penurunan kontrolterhadap muskulus
spinkter ani yang dapat berdampak pada prosesdefekasi.

g. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan


pada spinal cord dan tumor.

Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat


menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas
bisa membatasikemampuan klien untuk merespon terhadap
keinginan defekasi ketikadia tidak dapat menemukan toilet atau
mendapat bantuan. Akibatnya,klien bisa mengalami konstipasi.
Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena
sangat berkurangnya fungsi dari spinkter ani.

2.3 Patofisiologi Eliminasi


1. Gangguan Eliminasi Urin

Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah


dijelaskandi atas. Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh
etiologi yang berbeda. Pada pasien dengan usia tua, trauma yang
menyebabkan cederamedulla spinal, akan menyebabkan gangguan dalam
mengkontrol urin/inkontinensia urin. Gangguan traumatik pada tulang
belakang bisamengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis. Lesi
traumatik pada medulla spinalis tidak selalu terjadi bersama-sama dengan
adanya fraktur ataudislokasi. Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang
belakang, efek traumatiknya bisa mengakibatkan efek yang nyata di

8
medulla spinallis. Cedera medulla spinalis (CMS) merupakan
salah satu penyebab gangguanfungsi saraf termasuk pada persyarafan
berkemih dan defekasi.

Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik


dikaitkan dengan cedera medulla spinalis yang umumnya dikaitkan
sebagaisyok spinal. Syok spinal merupakan depresi tiba-tiba aktivitas
reflex padamedulla spinalis (areflexia) di bawah tingkat cedera. Dalam
kondisi ini, otot-otot yang dipersyarafi oleh bagian segmen medulla yang
ada di bawah tingkatlesi menjadi paralisis komplet dan fleksid, dan
refleks-refleksnya tidak ada. Hal ini mempengaruhi refleks yang
merangsang fungsi berkemih dan defekasi.Distensi usus dan ileus
paralitik disebabkan oleh depresi refleks yang dapatdiatasi dengan
dekompresi usus (Brunner & Suddarth, 2002). Hal senadadisampaikan
Sjamsuhidajat (2004), pada komplikasi syok spinal terdapat tanda
gangguan fungsi autonom berupa kulit kering karena tidak berkeringatdan
hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan
defekasi.

Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu


pengisian dan penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal
ini saling berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot
kandung kemihdalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol
oleh sistem saraf otonom dan somatik. Selama fase pengisian, pengaruh
sistem saraf simpatisterhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah
dengan meningkat kanresistensi saluran kemih. Penyimpanan urin
dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas kontraktil
otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher
kandung kemih dan proksimal uretra.

9
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi
yangsimultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini
dipengaruhi olehsistem saraf parasimpatis yang mempunyai

10
neurotransmiter utama yaituasetilkholin, suatu agen kolinergik.
Selama fase pengisian, impuls afferenditransmisikan ke saraf sensoris
pada ujung ganglion dorsal spinal sakralsegmen 2-4 dan informasikan ke
batang otak. Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran
parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase pengosongan
kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakraldihentikan dan
timbul kontraksi otot detrusor.

Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan


relaksasi pada otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan
sepanjang nervus pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan skelet
dari sphincter eksterna.Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi saluran
yang minimal. Pasien postoperasi dan post partum merupakan bagian
yang terbanyak menyebabkanretensi urine akut. Fenomena ini terjadi
akibat dari trauma kandung kemih danedema sekunder akibat tindakan
pembedahan atau obstetri, epidural anestesi,obat-obat narkotik,
peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik,nyeri insisi
episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yangmengosongkan
kandung kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine pos operasi
biasanya membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandungkemih
yang adekuat.

2. Gangguan Eliminasi Fekal

Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini
jugadisebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang
sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali
perminggu.Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika
gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan
rektum, saraf sensoris dalamrektum dirangsang dan individu menjadi
sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.

11
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu
refleksdefekasi instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum,
pengembangandinding rektum memberi suatu signal yang menyebar
melalui pleksusmesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada
kolon desenden, kolonsigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini
menekan feses kearah anus.Begitu gelombang peristaltik mendekati anus,
spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang
maka feses keluar.

Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf


dalamrektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4)
dankemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum.
Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik,
melemaskanspingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi
instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter
anus eksternal tenangdengan sendirinya.

Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut


dandiaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh
kontraksimuskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan
feses melaluisaluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi
paha yangmeningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang
meningkatkantekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi
diabaikan atau jikadefekasi dihambat secara sengaja dengan
mengkontraksikan muskulusspingter eksternal, maka rasa terdesak untuk
defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk
menampung kumpulan feses. Cairan fesesdi absorpsi sehingga feses
menjadi keras dan terjadi konstipasi.

2.4 Manifestasi Klinis Eliminasi


1. Tanda Gangguan Eliminasi urin

12
a. Retensi Urin

13
1) Ketidak nyamanan daerah pubis.

2) Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.

3) Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.

4) Meningkatnya keinginan berkemih dan resah.

5) Ketidaksanggupan untuk berkemih

b. Inkontinensia urin

1) pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di WC

2) pasien sering mengompol

2. Tanda Gangguan Eliminasi Fekal

a. Konstipasi

1) Menurunnya frekuensi BAB.

2) Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan.

3) Nyeri rektum

b. Impaction

1) Tidak BAB.

2) Anoreksia.

3) Kembung/kram.

4) nyeri rektum

c. Diare

1) BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk

2) Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat

3) Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang Menyebabkan

14
meningkatkan sekresi mukosa.

4) feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol

Dan menahan BAB.

d. Inkontinensia Fekal

1) Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,

2) BAB encer dan jumlahnya banyak,

3) Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma


spinalcord

dan tumor spingter anal eksternal

e. Flatulens

1) Menumpuknya gas pada lumen intestinal,

2) Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.

3) Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)

f. Hemoroid

1) pembengkakan vena pada dinding rectum

2) perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang

3) merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi

4) Nyeri

2.5 Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Eliminasi


Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi
meliputiinspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada

15
saluranintestinal. Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab
palpasi dapatmerubah peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus

16
meliputi inspeksi dan palpasi. Inspeksi feses, meliputi
observasi feses klien terhadap warna,konsistensi, bentuk permukaan,
jumlah, bau dan adanya unsur-unsur abdomen. Perhatikan tabel
berikut :

KARAKTERISTIK FESES NORAL DAN ABNORMAL


Karakteristik Normal Abnormal Kemungkinan Penyebab

Warna Dewasa : Pekat/Putih Adanya pigmen


Kecoklatan empedu(obstruksi
Bayi : empedu);
Kekuningan pemeriksaandiagnostik
menggunakan barium

Hitam Obat (spt. Fe);


PSPA(lambung, usus
halus);diet tinggi buah
merahdan sayur hijau
tua(spt. Bayam)

Merah PSPB (spt. Rektum),


beberapa makanan spt bit.

Pucat Mal absorbsi lemak;


diettinggi susu dan produk
susu danrendah daging,

Orenge atau Infeksi Usus


Hijau

Konsistensi Berbentuk Lunak, Keras, Dehidrasi,


Kering agak penurunanmotilitas usus
cair/Lembek, akibatkurangnya
Basah. serat,kurang
latihan,gangguan emosi

17
dan laksantif abuse

Diare Peningkatan motilitasusus


(mis. akibatiritasi kolon
oleh bakteri).

Bentuk Silinder (Bentuk Mengecil Kondisi Obstruksi Rectum


Rectum) dengan Bentuk Pensil
diameter 2,5 cm atau sperti
untuk orang benang
dewasa

Jumlah Tergantung diet


(100-400
gram/hari)

Bau Aromatik Tajam, Pedas sumber bau pada fesses


dipengaruhi berasal dari senyawa
oleh makanan indole, skatol, hydrogen,
yang dimakan sulfidedan amine
dan diproduksi oleh
flora/bakteri pembusukan protein oleh
bakteri perusak atau
pembusuk. Bau menusuk
hidung tanda terjadinya
peningkatan kegiatan
bakteri yang tidak kita
hendaki.

Unsur Pokok Sejumlah kecil Pus, Mukus, Infeksi bakteri, konsisi


bagian kasar Parasit, peradangan, perdarahan
makanan yang darah, lemak gastrointestinal,
tidak dicerna, dalam jumlah malabsropsi, salah makan
potongan besar, benda

18
bakteri yang asing.
mati, sel epitrl,
lemak, protein,
unsur-unsur
kering, cairan
pencernaan.

Frekuensi Lebih dari 6x Hipermotility


sehaari

19
2.6 Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Eliminasi
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan foto rontgen
3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses

2.7 Mengetahui Definisi Aktivitas


Aktivitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu kegiatan
atau keaktifan. Jadi, segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan
yang terjadi baik fisik maupun non-fisik merupakan suatu aktivitas.
Aktivitas fisik atau mekanika tubuh merupakan suatu usaha
mengkoordinasikan sistem muskuloskeletal dan sistem syaraf serta
mempertahankan keseimbangan, postur dan kesejajaran tubuh selama
mengangkat, membungkuk, bergerak, dan melakukan aktivitas sehari-hari
(Potter & Perry, 2005). Setiap manusia memiliki irama atau pola
tersendiri dalam aktivitas sehari-hari untuk melakukan kerja, rekreasi,
makan, istirahat dan lain-lain (Sustanto & Fitriana, 2017)
Aktivitas maupun latihan didefinisikan sebagai suatu aksi
energetikatau keadaan bergerak. Aktivitas tubuh merupakan kegiatan atau
kerjayang dilakukan oleh bagian-bagian tubuh. Umumnya tingkat
kesehatanseseorang dinilai dari kemampuannya untuk melakukan
aktivitas sehari-hari, misalnya berdiri, berjalan, bekerja, makan dan
minum. Kemampuan beraktivitas menjadi kebutuhan dasar yang
diharapkan oleh setiapmanusia.Dalam keperawatan banyak aspek-aspek
yang harus dikertahui dalam menjaga aktivitas dan latihan diantaranya,
gerakan setiap persendian, postur tubuh, latihan dan kemampuan
seseorang dalaam melakukan suatu aktivitas.

20
2.8 Mengetahui Etiologi Eliminasi
Kebutuhan aktivitas dan latihan seseorang secara umum
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :

21
a. Gaya hidup dan kebiasaanOrang yang biasa berolahraga akan memiliki
mobilitas yang lebihlentur dan lebih kuat daripada orang yang tidak terbiasa
berolahraga.

b. Keadaan sakit atau cedera (trauma langsung pada sistem musculoskeletal /


neurovaskuler) Keadaan sakit atau cedera dapat mempengaruhi fungsi sistem
tubuh sehingga mempengaruhi pula mobilitas seseorang. Contohnya
orangyang keseleo akan lebih sulit berjalan daripada orang yang sehat.

c. Tingkat energiEnergy merupakan sumber utama melakukan


aktivitas/mobilisasi.Untuk dapat melakukan mobilisasi dibutuhkan energy
dalam jumlahyang adekuat.

d. Usia dan status perkembanganAktivitas atau mobilitas pada setiap


tingkatan usia dan perkembangan berbeda-beda. Hal ini berhubungan dengan
kematangan dan penurunan fungsi alat gerak yang sejalan dengan
perkembangan usia. Anak kecil belum dapat melakukan gerakanyang sulit
karena alat gerakntya belum berkembang dengansempurna. Lansia umumnya
sudah tidak dapat bergerak dengancepat karena fungsi alat geraknya
menurun.

e. Kekakuan otot

2.9 Patofisiologi Eliminasi


Proses terjadinya gangguan aktivitas tergantung dari penyebab
gangguanyang terjadi. Ada tiga hal yang dapat menyebabkan gangguan
tersebut,diantaranya adalah :

22
a. Kerusakan OtotKerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun
fisiologisotot. Otot berperan sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses
pergerakan jika terjadi kerusakan pada otot, maka tidak akan

23
b. terjadi pergerakan jika otot terganggu. Otot dapat rusak oleh beberapa
halseperti trauma langsung oleh benda tajam yang merusak kontinuitasotot.
Kerusakan tendon atau ligament, radang dan lainnya.

c. Gangguan pada skeletRangka yang menjadi penopang sekaligus poros


pergerakan dapatterganggu pada kondisi tertentu hingga mengganggu pergerakan
ataumobilisasi. Beberapa penyakit dapat mengganggu bentuk, ukuranmaupun
fungsi dari sistem rangka diantaranya adalah fraktur, radangsendi, kekakuan
sendi dan lain sebagainya.

d. Gangguan pada sistem persyarafanSyaraf berperan penting dalam


menyampaikan impuls dari otak.Impuls tersebut merupakan perintah dan
koordinasi antara otak dananggota gerak. Jadi, jika syaraf terganggu maka akan
terjadigangguan penyampaian impuls dari dank e organ target. Dengantidak
sampainya impuls maka akan mengakibatkan gangguan mobilisasi.

PATHWAY

24
2.10 Mengetahui Manifestasi Klinis Pada Eliminasi
a. Keterbatasan rentan gerak
b. Dispnea setelah beraktivitas
c. Gerakan Bergetar
d. Pergerakan tidak terkoordinasi
e. Pergerakan Lambat
f. Ketidakstabilan postur
g. Tremor akibat pergerakan
h. Penurunan aktu reaksi (lambat)

2.11 Mengetahui Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Aktivitas


1. Pemeriksaan Dasar TTV Dasar)
1) GCS
2) Kesadaran
3) Tekanan Darah
4) Nadi
5) Suhu
6) RR
2. Pemeriksaan Muskuloskeletal
 Inspeksi
1) Bentuk Vertebrae
2) Kesimetrisan Tulang
3) Pergerakan Otot Tidak Disadari
4) ROM
5) Simetrisitas Otot
 Palpasi
1) Edema Ekstremitas
2) Kekuatan Otot

25
26
2.12 Mengetahui Penunjang Pada Kebutuhan Aktivitas
a. Laboratorium
1. Pemeriksaan Hb
2. Pemeriksaan darah dan urine
b. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar X, untuk menggambarkan kepadatan tulang, tekstur,dan
perubahan hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang
tertentu tulang yang terkena dan dapatmemperlihatkan tumor jaringan
lunak atau cidera ligamentatau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang
sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medanmagnet, gelombang radio,
dan komputer untukmemperlihatkan abnormalitas (tumor, penyempitan jalur
jaringan lunak melalui tulang)

26
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus di penuhi oleh
setiap manusia. Kebutuhan dasar manusia terbagi menjadi 14 kebutuhan dasar,
menyatakan bahwa kebutuhan eliminasi terdapat pada urutan ke tiga. Apabila sistem
perkemihan tidak dapat berfungsi dengan baik, sebenarnya semua organ akhirnya
akan terpengaruh. Secara umum gangguan pada ginjal mempengaruhi eliminasi.
Sehingga mengakibatkan masalah kebutuhan eliminasi urine, antara lain : retensi
urine, inkontinensia urine, enuresis, dan ureterotomi. Masalah kebutuhan eliminasi
urine sering terjadi pada pasien-pasien rumah sakit yang terpasang kateter tetap
(Hidayat, 2010).
Kemampuan melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan misalnya
berdiri, berjalan, dan bekerja. Aktivitas adalah keadaan untuk bergerak untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Kemampuan aktivitas seseorang dipengaruhi oleh
adekuatnya sistem persarafan, otot dan tulang, atau sendi (Mubarak 2015).
Masyarakat sering kali mendefinisikan.
kesehatan dan kebugaran fisikmereka berdasarkan aktivitas mereka karena
kesejahteraan mental dan keefektifan fungsi tubuh sangat tergantung pada status
mobilitas mereka.Misalnya saat seseorang berdiri tegak, paru lebih mudah untuk
berkembang, aktivitas usus (peristaltic) menjadi lebih efektif, dan ginjal mampu
mengosongkan kemih secara komplet. Selain itu, pergerakan sangat penting agar
tulang dan otot berfungsi sebagaimana mestinya (Kozier, 2010).

3.2 Saran
Kita harus lebih memperhatikan kebutuhan eliminasi dan aktivitas agar selalu
terpenuhi.

27
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/29388064/LP-ELIMINASI
https://dokumen.tips/documents/karakteristik-feses-normal-dan-abnormal.html

https://www.scribd.com/document/445532487/LAPORAN-PENDAHULUAN-
KEBUTUHAN-AKTIVITAS-DAN-LATIHAN-1-docx

http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/378/3/6.BAB%20II-converted.pdf

https://www.scribd.com/doc/256011829/Makalah-Eliminasi-Urine

iv
MAKALAH

KEAMANAN DAN KESELAMATAN SERTA PSIKOSOSIAL

Disusun untuk memenuhi tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II

Disusun oleh :

Kelompok 5

RSUD R. SYAMSUDIN, SH

Ruang H. M. Muraz Lt.3

Nadilla Choerunisa C1AA20062

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayatnya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas Early Exposure I (Keperawatan Dasar II).

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yang jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan laporan pendahuluan yang akan penulis buat selanjutnya agar
lebih baik lagi, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adanya saran yang
membangun.

Penulis mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam pembuatan laporan
pendahuluan ini dan juga penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan laporan pendahuluan ini. Semoga laporan pendahuluan ini
dapat memenuhi tugas dan bermanfaat bagi kita semua amin.

Sukabumi, 09 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH
KEAMANAN DAN KESELAMATAN SERTA PSIKOSOSIAL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pencegahan Infeksi
2.2 Perawatan Luka
2.3 Prosedur Pemberian Obat
2.4 Penatalaksanaan Spesimen
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan


oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupuan
psikologis, yang manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis
maupuan psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan
kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan dasar tentunya bertujuan untuk
mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan menyatakan bahwa
setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis,
keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri keamanan, cinta harga diri,
dan aktualisasi diri. Dalam mengaplikasikan kebutuhan dasar manusia yang
dapat digunakan untuk memahami hubungan antara kebutuhan dasar manusia
pada saat digunakan untuk memahami hubungan antara kebutuhan dasar
manusia pada saat memberikan perawatan. Beberapa kebutuhan manusia
tertentu lebih mendasar daripada kebutuhan lainnya. Oleh karena itu beberapa
kebutuhan harus dipenuhi sebelum kebutuhan lainnya.

Dalam mengaplikasikan kebutuhan dasar manusai tersebut dapat


digunakan untuk memahami hubungan antara kebutuhan dasar manusai dalam
mengaplikasikan ilmu keperawatan di dunia kesehatan. Walaupun setiap orang
mempunyai sifat tambahan, kebutuhan yang unik, setiap orang mempunyai
kebutuhan dasar yang sama. Besarnya kebutuhan dasar yang terpenuhi
menentukan tinngkat kesehatan dan posisi pada tentang sehat-sakit.

Adapun kebutuhan adalah sesuatu yang harus tercukupi bagi makhluk


hidup untuk melangsungkan hidupnya sebagai tujuan untuk bertahan hidup.
Kebutuhan manusia wajib dipenuhi. Namun tak selamabnya yang kita
inginkan itu adalah kepuasan diri kita atas apa yang kita dapatkan dan kita
peroleh. Kebutuhan bukan hanya orang orang yang

1
sedang dalam keadaan normal. Namun, kebutuhan juga ada pada orang yang
sedang sakit serta pemenuhan lebutuhan pada orang sakit berbeda dengan pemenuhan
kebutuhan pada orang yang tidak dalam keadaan sakit (sehat).

Henderson menguraikan definisi keperawatan dengan mengidentifikasi 14


kebutuhan yang mendasari asuhan keperawatan, 8 dari kebutuhan ini berkaitan
langsung dengan fungsi tubuh, sedangkan 6 sisanya berhubungan dengan keselamatan
dan menemukan arti dalam hidup.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pencegahan infeksi?


2. Apa yang dimaksud dengan perawatan luka?
3. Apa yang dimaksud dengan prosedur pemberian obat?
4. Apa yang dimaksud dengan penatalaksanaan spesimen?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui mengenai pencegahan infeksi


2. Untuk mengetahui mengenai perawatan luka
3. Untuk mengetahui mengenai prosedur pemberian obat
4. Untuk mengetahui mengenai penatalaksanaan spesimen

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pencegahan Infeksi

1. Pengertian

Risiko infeksi merupakan keadaan dimana seorang individu berisiko


terserang oleh agen patogenik dan oportunistik (virus, jamur, bakteri,
protozoa, atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal, sumber-sumber
eksogen dan endogen. Infeksi adalah invasi tubuh pathogen atau
mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit (Perry & Potter, 2005).

2. Etiologi

Penyebab dari resiko infeksi dalam klasifikasi NANDA (2012) antara lain:

1) Prosedur invasive

2) Tidak cukup pengetahuan dalam menghindari paparan pathogen

3) Trauma

4) Destruksi jaringan dan peningkatan paparan lingkungan

5) Rupture membrane amnionik

6) Agen parmasetikal (misalnya imunosupresan)

7) Malnutrisi

8) Peningkatan paparan lingkungan terhadap pathogen

9) Imunosupresi

10) Imunitas yang tidak adekuat

11) Pertahanan sekunder tidak adekuat (Hb menurun, Leukopenia,


Penekanan respon inflamasi)

12) Pertahanan respon primer tidak adekuat (kulit tak utuh, trauma jaringan,
penurunan

3
13) gerak silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi Ph, perubahan peristaltik)
Penyakit kronis

3. Faktor predisposisi/Faktor pencetus

Beberapa faktor yang mencetuskan risiko infeksi pada pasien menurut Potter
& Perry (2005) adalah:

1) Agen Yaitu penyebab infeksi atau mikroorganisme yang masuk bisa karena
agennya sendiri atau karena toksin yang dilepas.

2) Host Host itu yang terinfeksi, jadi biarpun ada agen, kalau tidak ada yang bisa
dikenai, tidak ada infeksi..Host biasanya orang atau hewan yang sesuai dengan
kebutuhan agen untuk bisa bertahan hidup atau berkembang biak.

3) Environment (lingkungan)Environment itu lingkungan di sekitar agen dan host,


seperti suhu, kelembaban, sinar matahari, oksige dan sebagainya. Ada agen
tertentu yang hanya bisa bertahan atau menginfeksi pada keadaan lingkungan
yang tertentu juga.

4. Tanda dan gejala

Tanda dan Gejala yang lazim terjadi, pada infeksi (Smeltzer, 2002) sebagai
berikut :

1) Rubor

Rubor atau kemerahan merupakan hal yang pertama yang terlihat di daerah
yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran
arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah
mengalir ke mikrosirkulasi local dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh
dengan darah. Keadaan ini disebut hyperemia atau kongesti, menyebabkan warna
merah local karena peradangan akut.

2) Kalor

4
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor
disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki
suhu 37 derajat celcius disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih
banyak daripada ke daerah normal.

3) Dolor

Perubahan pH local atau konsentrasi local ion-ion tertentu dapat merangsang


ujung ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamine atau bioaktif lainnya dapat
merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan meninggi akibat
pembengkakan jaringan yang meradang.

4) Tumor

Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan


oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial.

5) Functio Laesa

Merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui
secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang.

5. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang langsung berhubungan dengan infeksi antara


lain pemeriksaan darah lengkap yang meliputi: hemoglobin, leukosit, hematokrit,
eritrosit,trombosit, MCH, MCHV, hitung jenis: basofil, eosinofil, batang segmen,
limfosit, dan monosit, kimia klinik: LED, GDS, dan albumin.

5
2.2 Perawatan Luka

1. Pengertian

Perawatan luka merupakan tindakan merawat luka dan melakukan pembalut


dengan tujuan mencegah infeksi silang (masuk melalui luka) dan mempercepat proses
penyembuhan. Luka adalah keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh yang
dapat menyebabkan fungsi tubuh terganggu sehingga mengganggu aktivitas sehari-
hari. Bagian tubuh yang umumnya berhbungan dengan tubuh adalah kulit.

2. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka


1) Vaskularisasi, sistem peredaran darah yang baik akan mempercepat proses
penyembuhan luka
2) Kondisi dakit, beberapa penyakit misalnya anemia dan diabetes melitus dapat
memperlambar proses penyembuhan luka
3) Usia, pada orang yang sudah lanjut usia, kecepatan perbaikan sel akan menurun
sehingga memperlambat proses penyembuhan luka
4) Nutrisi, beberapa vitamin dapat membantu perbaikan sel, misalnya citamin A,
vitamin B, vitamin C dan vitamin K.
5) Pengonsumsian obat-obatan dan rokok, obat obatan dan rokok dapat
memperlambat proses penyembuhan luka
6) Stress, orang yang mengalami stress akan mengalami proses penyembuhan luka
yang lebih lama

3. Tujuan Perawatan Luka


1) Agar terhindar dari infeksi
2) Agar luka tetap bersih
3) Mempercepat penyembuhan
4) Mencegah masuknya kuman dan kotoran ke dalam luka
5) Mencegah terjadinya pencernaan oleh cairan dan kuman yang berasal dari luka
sekitar
6) Mencegah terjadinya infeksi silang
7) Mengistirahatkan bagian yang luka atau sakit
8) Memberikan rasa aman dan nyaman

6
4. Indikasi Perawatan Luka
1) Luka bersih
a. Luka bersih tidak terkontaminasi dengan luka steril
b. Balutan kotor darah basah akibat external
c. Ingin mengkaji keadaan luka
d. Mempercepat debrademen jaringan nekrotik
2) Luka kotor
a. Pasien yang luka dekubitus
b. Pasien yang luka gangren
c. Pasien dengan luka luka venous

5. Kontraindikasi perawatan luka

1) Luka bersih

a. Pada luka dengan ditandai adanya push,necrose dan serum

b. Balutan tidak kotor dan tidak ada rembesan atau eksudat

2) Luka kotor

a. Pasien yang luka decubitus pada pasien yang mobilisasiasi

6. Efek samping

1) Infeksi, keadaan alat dan bahan yang kurang steril dapat menyebabkan
terjadinya infeksi serta penatalaksanaan yang tidak memperhatikan pencegahan
infeksi juga bisa menyebabkan infeksi saat melakukan perawatan pada luka
pasien

2) Rasa nyeri, efek samping yang umum terjadi pada perawatan luka yaitu rasa
nyeri namun setiap individu memiliki tingkat nyeri yang berbeda beda

7. Mekanisme terjadinya luka

7
1) Luka insisi, terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam misal yang terjadi
akibat pembedahan. Luka bersih biasanya tertutup oleh sutura stelah seluruh
pembuluh darah yang luka diikat.

2) Luka memar terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristrik oleh
cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak

3) Luka lecet terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda yang tidak tajam

4) Luka tusuk terjadi akibat adanya benda seperti peluru atau pisau yang masuk
kedalam dengan diameter yang kecil

5) Luka gores terjadi akibat benda yang tajam seperti kaca atau oleh kawat

6) Luka bakar

7) Luk atembus yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal
luka masuk diameternya kecil

8. Proses penyembuhan Luka

1) Fase inflamasi atau peradangan, pada tahap awal proses penyembuhan luka
pembuluh darah akan menyempit untuk menghentikan pendarahan setelah
dilakukan perawatan luka dihari pertama keadaan luka tidak berbau ataupun
perdarahan mengangkat jaringan-jaringan yang mati sampai bersih dan ditutupi
dengan bakutan kasa

2) Fase poliferasi atau fibroflasi, setelah dilakukan keperawatan luka yang kedua
kondisi luka tambahan bersih dan semakin membaik untuk perawatan luka sama
seperti hari pertama tetapi lukanya lebih baik sudah tidak ada kotoran

3) Fase komedelling/fase reabsorbsi/fase penyudahan, pada tahapan ini kondisi


luka tetap sama membaik akan tetapi tidak menyembuhkan luka tersebut hanya
saja memberikan perawatan luka yang tujuannya untuk membersihkan.

2.3 Prosedur Pemberian Obat

1. Pengertian

8
Pemberian obat adalah suatu tindakan untuk membantu proses penyembuhan
dengan cara memberikan obat-obatan salah satunya melalui mulut (oral) dan dengan
injeksi (suntikan) lain sesuai dengan program pengobatan dari dokter. Pemberian
injeksi merupakan prosedur invasif yang harus dilakukan dengan menggunakan
teknik steril. Obat adalah alat utama terapi yang dugunakan dokter untuk mengobati
klien yang memiliki masalah kesehatan. Obat adalah substtansi yang diberikan
kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, bahkan
pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya.

2. Jenis Pemberian Obat

a. oral

Memberikan obat oral adalah suatu tindakan untuk membantu proses


penyembuhan dengan cara memberikan obat-obatan melalui mulut sesuai
dengan program pengobatan dari dokter.

b. Pemberian obat secara parental

Pemberian obat secara parenteral merupakan pemberian obat melalui


injeksi atau infus. Sediaan parenteral merupakan sediaan steril. Sediaan ini
diberikan melalui beberapa rute pemberian, yaitu Intra Vena (IV), Intra Spinal
(IS), Intra Muskular (IM), subcutan (SC), dan Intracutan (IC). Obat yang
diberikan secara parenteral akan di absorbs lebih ra parenteral akan diabsorbs
lebih banyak dan bereaksi lebih cepat dibandingkan dengan obat yang
diberikan secara topical atau oral. Perlu juga diketahui bahwa pemberian obat
parenteral dapat menyebabkan resiko infeksi. Resiko infeksi dapat terjadi bila
perawat tidak memperhatikan dan melakukan tekhnik aseptic dan antiseptik
pada saat pemberian obat. Karena pada pemberian obat parenteral, obat
diinjeksikan melalui kulit menembus system pertahanan kulit. Komplikasi
yang sering terjadi adalah bila pH osmolalitas dan kepekatan cairan obat yang
diinjeksikan tidak sesuai dengan tempat penusukan sehingga dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan sekitar tempat injeksi.

Pada umumnya pemberian obat secara parenteral di bagi menjadi 4,


yaitu :

9
 Pemberian obat via jaringan intracutan merupakan cara memberikan atau
memasukkan obat ke dalam jaringan kulit. Intracutanbiasanya digunakan
untuk mengetahui sensivitas tubuh terhadap obat yang di suntikkan.
Pemberian obat intracutan bertujuan untuk melakukan skin test atau
terhadap reaksi alergi jenis obat yang akan digunakan. Pemberian obat
melalui jaringan intracutan ini dilakukan dibawah dermis atau epidermis,
secara umum dilakukan pada daerah dilakukan dibawah dermis atau
epidermis, secara umum dilakukan pada daerah lengan tangan bagian
ventral.

Daerah penyuntikan:

- Dilengan bawah:bagian depan lengan bawah 1/3 dari lekukan siku atau
2/3 dari pergelangan tangan pada kulit yang sehat, jauh dari PD.

-Dilengan atas: 3 jari di bawah sendi bahu, ditengah daerah muskulus


deltoideus

 Pemberian obat via jaringan subkutan merupakan cara memberikan obat


melalui suntikan di bawah kulit yang dapat dilakukan pada daerah lengan
bagian atas sebelah luar atau sepertiga bagian dari bahu, paha sebelah luar,
daerah dada dan sekitar umbilicus (abdomen). pemberian obat melalui
jaringan subukutan ini pada umumnya dilakukan dengan program
pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol kada gula darah.
Pemberian insulin 2 terdapat 2 tipe larutan yaitu jernih dan keruh karena
adanya penambahan protein sehingga memperlambat absorbsi obat atau
juga termasuk tipe lambat.

Daerah penyuntikan:

-Otot bokong (musculus gluteus maximus) kana dan kiri; yang tepat
adalah 1/3 bagian dari yang tepat adalah 1/3 bagian dari Spina Iliaca Anterior
Superior ke tulang ekor (os. Spina Iliaca Anterior Superior ke tulang ekor
(os. Cox Coxygeus)

-Otot paha bagian luar ( muskulus quadriceps femori

10
-Otot pangkal lengan ( muskulus deltoideus)

 Pemberian obat via jaringan intra vena secara langsung, cara mmberikan
obat pada vean secara langsung diantaranya vena mediana kubiti/vena
cephalika (lengan), vena sephanous (tungkai), vena jugularis (leher), vena
frontalis/temporalis (kepala). pemberian obat intra vena secara langsung
bertujuan agar obat dapat bereaksi langsung dan masuk ke dalam pembuuh
darah. Adapun pemberian obat vena secara tidak langsung merupakan cara
memberikan obat dengan menambahkan obat e dalam wadah cairan intra
vena. Pemberian obat intra vena secara tidak langsung bertujuan untuk
meminimalkan efek samping dan mempetahankan kadar terapeutik dalam
darah.

Daerah penyuntikan:

-Pada lengan (v. Mediana cubiti / v. Cephalika)

-Pada tungkai ( v. Spahenous)

-Pada leher ( v. Jugularis)

-Pada kepala ( v. Frontalis atau v. Temporalis) khusus anak- anak

 Pemberian obat via intramuskular, merupakan cara memasukan obat ke


dalam jaringan otot. Lokasi penyuntikan dapat dilakukan pada daerah paha
(vastus lateralis) dengan posisi ventrogluteal (posisi berbaring), dorsogluteal
(posisi tengkurap), atau lengan atas (deltoid). agar obat di absorbsi tubuh
dengan cepat.

Daerah penyuntikan:

-Bagian lateral bokong (vastus lateralis)

-Butoks (bagian lateral gluteus maksimus)

-Lengan atas (deltoid)

11
3. Prosedur

Pemberian obat harus memperhatikan prinsip 6 benar obat agar aman bagi
pasien yaitu sebagai berikut:

1) Klien yang benar

Klien yang benar dapat di pastikan dengan cara memeriksa gelang identifikasi
Klien yang benar dapat di pastikan dengan cara memeriksa gelang identifikasi klien
yaitu: No. Register, nama lengkap klien, alamat klien, dll, jika pasien sadar suruh
pasien menyebut namanya sendiri.

2) Obat yang benar

Untuk memastikan benar obat pastikan obat yang di berikan harus sesuai yang
di Untuk memastikan benar obat pastikan obat yang di berikan harus sesuai yang di
resepkan oleh dokter yang merawat, dan pastikan membaca label obat sampai 3
resepkan oleh dokter yang merawat, dan pastikan membaca label obat sampai 3 kali
yaitu saat : melihat kemasan obat, saat menuangkan obat dan sesudah menuangkan
obat.

3) Dosis yang benar

Untuk mendapatkan dosis yang benar perawat harus melihat dosis yang Untuk
mendapatkan dosis yang benar perawat harus melihat dosis yang diresepkan dokter,
dan harus mengkaji ulang berat badan pasien agar diresepkan dokter, dan harus
mengkaji ulang berat badan pasien agar mendapatkan dosis yang tepat jika obat
tersebut di berikan berdasarkan mg/kg mendapatkan dosis yang tepat jika obat
tersebut di berikan berdasarkan mg/kg BB.

4) Waktu yang benar

12
Agar tepat waktu maka perawat harus tau waktu paruh(t) obat panjang atau
Agar tepat waktu maka perawat harus tau waktu paruh (t) obat panjang atau pendek,
jika (t) panjang pemberian 1x24 jam, jika (t) pendek 3x24 jam dan (t) sedang 2x24
jam, perawat juga harus memperhatikan kapan waktu obat diberikan sedang 2x24
jam, perawat juga harus memperhatikan kapan waktu obat diberikan setelah makan
atau sesudah makan. Misal obat untuk menetralisir getah lambung harus diminum
sebelum makan, dan obat dengan reaksi kuat harus di minum sesudah makan.

5) Rute yang benar

Maksudnya adalah kita harus mengetahui lewat rute mana obat tersebut harus
ana obat tersebut harus diberikan oral atau parentral, jika oral apakah : oral, buccal,
sublingual. Dan jika parentral/injeksi apakah harus: IV, IM, SC, IC.

6) Dokumentasi yang benar

Dokumentasi sangat penting jadi setelah memberikan obat kita harus


segeramemasukkan obat ke format dokumentasi dengan benar. Fungsi dokumentasi
adalah sebagai catatan perkembangan pasien dan sebagai alat untuk bukti melakukan
suatu tindakan.

2.4 Penatalaksanaan Spesimen

1. Pengambilan Spesimen Urine


a. Pengertian
Urine adalah cairan sisa yang diekskresikan ginjal yang kemudia akan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Pengambilan spesimenn urine
adalah suatu prosedur melakukan pengambilan contoh urine dari klien untuk
pemeriksaan diagnostik.
b. Tujuan

13
1) Melakukan pemeriksaan kesehatan klien secara umum dan memeriksa
apakah urine klien normal atau tidak. Urine normal adalah urine yang tidak
terdapat bakteri, kotoran, darah, protein/zat adiktif
2) Mendiagnosa penyakit metabolic atau sistemik yang mempengaruhi fungsi
ginjal
3) Mendiagnosa kelainan endokrin untuk tes ini dilakukan pemeriksaan urine
24 jam
4) Melakukan monitoring klien dengan diabetes
5) Melakukan tes kehamilan
c. Manfaat
1) Tes kehamilan
2) Mengetahui zat asing
3) Perkembangan penyakit
4) Mendiagnosis penyakit mendeteksi gejala penyakit
5) Pemeriksaan kesehatan rutin
d. Indikasi
1) Adanya dugaan penyakit tertentu, misal penyakit yang berkaitan dengan
sistem perkemihan, endokrin
2) Adanya penyakit penyakit metabolik/sistemik
3) Ingin memastikan apakah klien dalam keadaan hamil/tidak.

2. Pengambilan Spesimen Feses


a. Pengertian
Feses adalah buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui
anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang saluran sistem
pencernaan.
b. Tujuan
Untuk mendapatkan spesiemn feses yang memenuhi persyaratan untuk
pemeriksaan feses rutin dan mendeteksi adanya kuman
c. Indikasi
1) Adanya diare dan konstipasi
2) Adanya icterus
3) Adanya gangguan pencernaan
4) Adanya lendir dalam feses
14
5) Adanya darah dalam feses
6) Kecurigaan penyakit gastrointestinal
d. Waktu
Pengambilan dilakukan setiap saat terutama pada gejala awal dan
sebagainya sebelum pemberian antibiotic feses yang di ambil dalam keadaan
segar.

3. Pengambilan spesiemn dahak/sputum


a. Pengertian
Dahak adalah bahan yang dikeluarkan dari paru-paru trachea melalui
mulut, biasanya juga disebut dengan ecpetorian
b. Tujuan
1) Sputum Kultur, mengidentifikasi jenis mikroorganisme secara spesifik
sehingga dapat diketahui sebab masalah kesehatan klien dan menentukan
terapi yang tepat
2) Sputum sitology, mengidentifikasi bentuk, strktur, fungsi, dan patologi sel.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya sel kanker dalam
paru-paru serta spek sel tersebut
3) Sputum AFB (Acid-Fast Bacillus) bakteri tahan adam (BTA), dilakukan
secara berseri sebanyak 3 kali berturut-turut
4) Menilai efektivitas terapi yang sudah dilakukan
c. Indikasi
Efektif dilakukan pada klien dengan suspect penyakit pernapasan
bronchitis, TBC, kanker paru.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Infeksi adalah invasi tubuh pathogen atau mikroorganisme yang mampu


menyebabkan sakit (Perry & Potter, 2005).

Luka adalah keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh yang dapat


menyebabkan fungsi tubuh terganggu sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.

Pemberian obat adalah suatu tindakan untuk membantu proses penyembuhan


dengan cara memberikan obat-obatan salah satunya melalui mulut (oral) dan dengan
injeksi (suntikan) lain sesuai dengan program pengobatan dari dokter.

Pengambilan spesimen adalah tindakan pengambilan urine, feses atau sputum


dari pasien untuk dijadikan data diagnosa penunjang.

3.2 Saran

Dengan adanya pembahasan mengenai pencegahan infeksi, perawatan luka,


pemberian obat dan penatalaksanaan pengambilan spesimen. Diharapkan para
pembaca dapat lebih memahami mengenai teori dalam tindakan tersebut

16
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa

YasminAsih, Jakarta : EGC.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I

Made Kariasa, Made Sumarwati, Jakarta: EGC.

Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2008). Nursing outcome classification

(NOC). Philadelphia: Mosby.

McCloskey & Gloria M Bulechek. (2008). Nursing intervention classification (NIC).

USA:Mosby.

NANDA. (2012). NANDA Internasional: Diagnosis keperawatan definisi dan

klasifikasi. Jakarta: EGC.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner

& Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica

Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC.

iv
MAKALAH

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

SPIRITUAL, CAIRAN, DAN ELEKTROLIT

Disusun untuk memenuhi tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II

Disusun oleh :

Kelompok 5

RSUD R. SYAMSUDIN, SH

Ruang H. M. Muraz Lt.3

Nadilla Choerunisa C1AA20062

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Asuhan Keperawatan Pada Klien Asma
ini tepat pada waktunya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rosliana Dewi, M.H.Kes., M.Kep.


selaku dosen pada mata kuliah kuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Sukabumi, 09 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
SPIRITUAL, CAIRAN, DAN ELEKTROLIT
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2 Patofisiologi
2.3 Manifestasi Klinis
2.4 Pemeriksaan Fisik
2.5 Pemeriksaan Penunjang
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini
termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian; kebutuhan akan harapan
dan keyakinan hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan.
Ada 5 dasar kebutuhan spiritual manusia, yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan
misteri, pengabdian, rasa percaya dan harapan di waktu kesusahan (Hawari, 2002).
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolism
e tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stresor fisiologi
s.
Seseorang perlu untuk memenuhi kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit bagi
kelangsungan hidupnya. Jika ketiga kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akan me
nimbulkan gangguan fisiologi atau patofisiologi yang cukup fatal. Dalam kebutuhan s
piritual, seperti distres spiritual, ansietas, ketidakefektifan koping, dan keputusasaan.
Dalam kebutuhan cairan dan elektrolit, seperti kekurangan volume cairan terjadi ketik
a tubuh kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah jumlah yang perposional. Kond
isi seperti ini disebut juga hipovolemia.
Maka dari itu perlu adanya pembahasan mengenai kebutuhan spiritual, cairan da
n elektrolit.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit?
2. Apa saja patofisiologi kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit?
3. Apa saja manifestasi klinis kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit?
4. Apa saja pemeriksaan fisik kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit?

1.3 Tujuan
a. Umum

1
Untuk mengetahui tentang Kebutuhan Spiritual, Cairan, dan Elektrolit.
b. Khusus
1. Untuk mengetahui definisi kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit.
2. Untuk mengetahui patofisiologi kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit.
4. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik kebutuhan spiritual, cairan, dan elektroli
t.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang kebutuhan spiritual, cairan, dan ele
ktrolit.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
a. Kesehatan Spiritual
Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini te
rmasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian; kebutuhan akan harapa
n dan keyakinan hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuh
an. Ada 5 dasar kebutuhan spiritual manusia, yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaa
n misteri, pengabdian, rasa percaya dan harapan di waktu kesusahan (Hawari, 200
2).
Menurut Burkhardt dalam Hamid (2000) spiritualitas meliputi aspek sebag
ai berikut:
1. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui.
2. Ketidakpastian dalam kehidupan.
3. Menemukan arti dan tujuan hidup.
4. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri s
endiri.
5. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha
Tinggi.

b. Cairan dan Elektrolit


1. Distribusi cairan tubuh
Cairan tubuh di distribusi dalam dua kompartemen, yaitu:
a) Cairan ekstrasel (CES)
 Cairan interstitial (CI): cairan diantara sel, sekitar 15% berat tubuh.
 Cairan intra vaskular (CIV): terdiridari plasma (cairan limfe) dan dara
h, menyusun 5% berat tubuh.
b) Cairan intra sel (CIS): cairan dalam membransel, membentuk 40% berat t
ubuh.

2. Komposisi cairan tubuh

1
a) Elektrolit: senyawa yang jika larut dalam air akan pecah menjadi ion dan
mampu membawa muatan listrik.
 Kation: elektrolit yang mempunyai muatan positif
 Anion: elektrolit yang mempunyai muatan negatif
b) Mineral: senyawa jaringan dan cairan tubuh, berfungsi dalam:
 mempertahankan proses fisiologis;
 sebagai katalis dalam respons saraf, kontraksiotot, dan metabolisme za
t gizi;
 mengatur keseimbangan elektrolit dan produksi hormon, menguatkan
struktur tulang.
c) Sel: unit fungsional dasar dari jaringan tubuh, contohnya eritrosit dan leuk
osit.

3. Pergerakan cairan tubuh


a) Difusi
Yaitu proses dimana partikel berpindah dari daerah berkonsentrasi
tinggi kedaerah berkonsentrasi rendah, sehingga distribusi partikel dalam
cairan merata atau melewati membran sel yang permeabel. Contoh: geraka
n oksigen dari alveoli paru ke darah kapiler pulmoner.
b) Osmosis
Yaitu perpindahan pelarut melalui membran semipermeabel dari la
rutan dengan zat pelarut (solut) konsentrasi rendah kelarutan dengan solut
konsentrasi tinggi.
c) Filtrasi
Yaitu proses gerakan air dan zat terlarut dari area dengan tekanan
hidrostatik tinggi ke area dengan tekanan hidrostatik rendah. Tekanan hidr
ostatik adalah tekanan yang dibuat oleh berat cairan. Filtrasi penting dala
m mengatur cairan keluar dari arteri ujung kapiler.
d) Transporaktif
Transporaktif memerlukan aktivitas metabolik dan pengeluaran en
ergi untuk menggerakkan berbagai materi guna menembus membran sel d
ari daerahv konsentrasi rendah atau sama ke daerah konsentrasi sama atau

2
lebih besar. Contoh: pompa natrium kalium, natrium dipompa keluar dari
sel dan kalium dipompa masuk ke dalam sel.

2.2 Patofisiologi
a. Kesehatan Spiritual
1. Distres Spiritual
Gangguan kemampuan untuk mengalami dan mengintegrasikan makna
dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain, seni, musik,
literatur, alam, dan atau kekuatan yang lebih besar dari pada diri sendiri.
2. Ansietas
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon au
tonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu) pe
rasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupak
an isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya d
an memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.
3. Ketidakefektifan Koping
Ketidak mampuan untuk membentuk penilaian valid tentangstresor, keti
dakadekuatan pilihan respon yang dilakukan, dan atau ketidakmampuan untuk
menggunakan sumber daya yang tersedia.
4. Keputusasaan
Kondisi subjektif yang ditandai dengan individu memandang hanya ada
sedikit atau bahkan tidak ada alternatif atau pilihan pribadi dan tidak mampu
memobilisasi energi demi kepentingan sendiri.

b. Cairan dan Elektrolit


Kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elek
trolit dalam jumlah jumlah yang perposional. Kondisi seperti ini disebut juga hipo
volemia. Umumnya gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan intravaskuler,
lalu diikuti dengan perpindahan cairan intraseluler menuju intraveskuler menuju i
ntraveskuler sehingga menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler. Secara umu
m, defisit volume cairan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan cairan ab
normal melalui kulit, penurunan asupan cairan, pendarahan dan pergerakan cairan
ke lokasi ketiga (lokasi tempat cairan berpindah dan tidak mudah untuk mengemb

3
alikannya ke lokasi semula dalam kondisi cairan ekstraseluler istirahat). Cairan da
pat berpindah dari sisi intravaskuler menuju lokasi potensial seperti pleura, perito
neum, pericardium, atau rongga sendi. Selain itu, kondisi tertentu seperti terperan
gkapnya cairan dalam saluran pencernaan, dapat terjadi akibat obstruksi saluran p
encernaan (Faqih, 2011).

2.3 Manifestasi Klinis


a. Kesehatan Spiritual
1. Pasien kesepian
Pasien dalam keadaan sepi dan tidak ada yang menemani akan
membutuhkan bantuan spiritual karena mereka merasakan tidak ada kekuatan
selain kekuatan Tuhan, tidak ada yang menyertainya selain Tuhan.
2. Pasienketakutan dan cemas
Adanya ketakutan atau kecemasan dapat menimbulkan perasaan kacau,
yang dapat membuat pasien membutuhkan ketenangan pada dirinya dan
ketenangan yang paling besar adalah bersama Tuhan.
3. Pasienmenghadapipembedahan
Menghadapi pembedahan adalah sesuatu yang sangat
mengkhawatirkan karena akan timbul perasaan antara hidup dan mati. Pada
saat itulah keberadaan pencipta dalam hal ini adalah Tuhan sangat penting
sehingga pasien selalu membutuhkan bantuan spiritual.
4. Pasien yang harusmengubahgayahidup
Perubahan gaya hidup dapat membuat seseorang lebih membutuhkan
keberadaan Tuhan. Pola gaya hidup dapat membuat kekacauan keyakinan bila
kearah yang lebih buruk. Akan tetapi bila perubahan gaya hidup kearah yang
lebih baik, maka pasien akan lebih membutuhkan dukungan spiritual.

b. Cairan dan Elektrolit


1. Haus
2. Anoreksia Perubahan tanda-tanda vital
3. Cemas atau pucat
4. Rasa malas
5. Perubahan status mental

4
6. Penurunan volume/tekanan nadi
7. Penurunan turgor kulit/lidah
8. Penurunan saluran urin
9. Kulit/membran kulit mukosa kering

2.4 Pemeriksaan Fisik


a. Kesehatan Spiritual
Pada umumnya karakteristik klien yang berpotensi mengalami distres
spiritual adalah sebagai berikut:
1. Klien yang tampak kesepian dan sedikit pengunjung
2. Klien yang mengepresikan rasa takut dan cemas
3. Klien yang mengekspresikan keraguan terhadap sistem kepercayaan agama
4. Klien yang mengepresikan rasa takut terhadap kematian
5. Klien yang akan dioperasi
6. Penyakit yang berhubungan dengan emosi atau implikasi sosial dan agama
7. Mengubah gaya hidup
8. Peokupasi tentang hubungan agama dengan kesehatan
9. Tidak dapat dikunjungi oleh pembuka agama
10. Tidak mampu atau menolak melakukan ritual spiritual
11. Memverbalisasikan bahwa penyakit yang dideritanya merupakan hukuman da
ri Tuhan
12. Mengekspresikan kemarahannya terhadap Tuhan
13. Mempertayakan rencana terapi karena bertentangan dengan keyakinan agama
14. Sedang menghadapi sakaratul maut

b. Cairan dan Elektrolit


1. Integumen: keadaan turgor kulit edema, kelelahan, kelemahan otot, tetani, dan
sensasi rasa.  
2. Kardiovaskuler: distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin, dan buny
i jantung.
3. Mata: cekung, air mata kering.
4. Neurologi: refleks, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.

5
5. Gastrointestinal: keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-muntah, da
n bising usus.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Kesehatan Spiritual
1. Lab
2. Fotorontgen
3. USG
b. Cairan dan Elektrolit
1. Pemeriksaanelektrolit
2. Darah lengkap
3. pH
4. Beratjenisurin
5. Analisa Gas Darah (AGD)

6
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini
termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian; kebutuhan akan harapan
dan keyakinan hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan.
Ada 5 dasar kebutuhan spiritual manusia, yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan
misteri, pengabdian, rasa percaya dan harapan di waktukesusahan (Hawari, 2002).
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalahsuatu proses dinamik karena metabolisme
tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stresor fisiologis.
Etiologi kebutuhan spiritual dipengaruhi oleh tahap perkembangan seseorang, k
eluarga, latar belakang etnik dan budaya, pengalaman hidup sebelumnya, krisis dan pe
rubahan, terpisah dari ikatan spiritual, isu moral terkait dengan terapi, dan asuhan kep
erawatan yang kurang sesuai. Adapun etiologi kebutuhan cairan, seperti kekurangan v
olume cairan, kelebihan volume cairan, sindrom ruang ketiga, ketidakseimbangan hip
erosmolar, dan ketidakseimbanganhipoosmolar. Etiologi kebutuhan elektrolit, seperti
hyponatremia, hypernatremia, hipokalemia gastrointestial, hiperkalemia, hipokalsemi
a, dan hiperkalsemia.
Patofisiologi kebutuhan spiritual, seperti distres spiritual, ansietas,
ketidakefektifan koping, dan keputusasaan. Dalam kebutuhan cairan dan elektrolit,
seperti kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit
dalam jumlah jumlah yang perposional. Kondisi seperti ini disebut juga hipovolemia.
Manifestasi klinis kebutuhan spiritual, seperti pasien kesepian, pasien ketakutan
dan cemas, pasien menghadapi pembedahan, dan pasien yang harus mengubah gaya
hidup. Dalam kebutuhan cairan dan elektrolit, seperti haus, anoreksia, perubahan
tanda-tanda vital, cemas atau pucat, rasa malas, dan lainnya.
Pemeriksaan fisik kebutuhan spiritual, seperti klien yang tampak kesepian dan
sedikit pengunjung, klien yang mengepresikan rasa takut dan cemas, klien yang
mengekspresikan keraguan terhadap sistem kepercayaan agama, klien yang
mengepresikan rasa takut terhadap kematian, klien yang akan dioperasi dan lainnya.

1
Dalam kebutuhan cairan dan elektrolit, seperti keadaan turgor kulit, edema, kelelahan,
distensi vena jugularis, gastrointestinal, dan lainnya.
Pemeriksaan penunjang kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit, sepertilab,
fotorontgen, usg, pemeriksaan elektrolit, darahlengkap, ph, berat jenis urin, dan
analisa gas darah (AGD).

3.2 Saran
Perlu adanya penyesuaian dan pembelajaran lebih baik dari mahasiswa
perawat dalam mengetahui dan mengaplikasikan pengetahuan mengenai kebutuhan
spiritual, cairan, dan elektrolit sehingga dapat mencegah dan menangani penyakit
yang diderita oleh klien.

2
DAFTAR PUSTAKA

Andayani, Risma. 2021. LaporanPendahuluanKebutuhanCairan dan Elektrolit.


https://id.scribd.com/document/323507719/LAPORAN-PENDAHULUAN-
KEBUTUHAN-CAIRAN-DAN-ELEKTROLIT. (diakses pada tanggal 11 Desember
2021)
Rahayu, Suharsih, Addi Mardi Harnanto. 2016. Kebutuhan Dasar Manusia II. Jakarta: Pusdik
SDM Kesehatan.
Tria, Sunita. 2021. LaporanPendahuluan Spiritual.
https://id.scribd.com/doc/283151922/Laporan-Pendahuluan-Spiritual. (diakses pada
tanggal 11 Desember 2021)

iv
MAKALAH

PROSEDUR HYGIENE, PERAWATAN DIRI, ISTIRAHAT DAN TIDUR

Disusun untuk memenuhi tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II

Disusun oleh :

Kelompok 5

RSUD R. SYAMSUDIN, SH

Ruang H. M. Muraz Lt.3

Nadilla Choerunisa C1AA20062

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Asuhan Keperawatan Pada Klien Asma
ini tepat pada waktunya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rosliana Dewi, M.H.Kes., M.Kep.


selaku dosen pada mata kuliah kuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Sukabumi, 09 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH
PROSEDUR HYGIENE, PERAWATAN DIRI, ISTIRAHAT DAN TIDUR
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Patofisiologi
2.4 Manifestasi Klinis
2.5 Pemeriksaan Fisik
2.6 Pemeriksaan Penunjang
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebersihan sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Dalam kehidupan sehari-
hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena
kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu
sendiri sangat berpengaruh diantaranya kebudayaan, sosial, keluarga, pendidikan.
Persepsi seseorang terhadap kesehatan,serta perkembangan ( dalam Tarwoto &
Wartonah 2006).

Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya
jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri
adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi,
berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).

Kebersihan lingkungan merupakan hal yang tak terpisahkan dari kehidupan


manusia dan merupakan unsur yang fundamental dalam ilmu kesehatan dan
pencegahan. Yang dimaksud dengan kebersihan lingkungan adalah menciptakan
lingkungan yang sehat sehingga tidak mudah terserang berbagai penyakit seperti
demam berdarah, muntaber dan lainnya. Ini dapat dicapai dengan menciptakan suatu
lingkungan yang bersih indah dan nyaman.

Istirahat merupakan keadaan relaks tanpa adanya tekanan emosional, bukan


hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi juga kondisi yang membutuhkan
ketenangan. Kata istirahat berarti berhenti sebentar untuk melepaskan lelah, bersantai
untuk menyegarkan diri atau melepaskan diri dari segala hal yang membosankan,
menyulitkan bahkan menjengkelkan (Hidayat, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


1. Definisi Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
2. Etiologi Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur

1
3. Patofisiologi Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
4. Manifestasi Klinis Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
5. Pemeriksaan Fisik Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
6. Pemeriksaan Penunjang Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
2. Mengetahui Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
3. Mengetahui Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
4. Mengetahui Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
5. Mengetahui Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
6. Mengetahui Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
A. Prosedur Hygiene
Menurut Depkes RI (2005) higiene adalah upaya kesehatan dengan cara me
melihara dan melindungi kebersihan individu, misalnya mencuci tangan untuk keb
ersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang ba
gian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan.
Sedang dalam Depkes RI (1994) lebih kepada upaya penyehatan diri.
Pengertian hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan m
elindungi kebersihan individu, maka dapat disimpulkan bahwa higiene adalah usah
a kesehatan yang preventif yang menitik beratkan kegiatannya pada usaha kesehata
n individu maupun usaha kesehatan pribadi hidup manusia. Dalam kata lain, Higie
ne adalah ilmuyang berkaitan dengan pencegahan penyakit dan pemeliharaan kese
hatan (thesciene concerned witht heprevention of illness and maintanance of healt
h)(Wulan,2014).

B. Perawatan Diri
Menurut ( Depkes 2000) Salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu
keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri..
Menurut Poter. Perry (2005), perawatan diri (Personal hygiene) adalah
suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana
seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto
dan Wartonah 2000).

C. Kebersihan Lingkungan dan Istirahat Tidur


- Kebersihan Lingkungan
Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal, tempat bekerja, dan
berbagaisarana umum. Kebersihan tempat tinggal dilakukan dengan cara melap jendela dan

3
perabot rumah tangga, menyapu dan mengepel lantai, mencuci peralatan masak dan peralatan
makan misalnya dengan abu gosok, membersihkan kamar mandi dan jamban, sertamembuang
sampah. Kebersihan lingkungan dimulai dari menjaga kebersihan halaman danselokan, dan
membersihkan jalan di depan rumah dari sampah

- Istirahat Tidur
Istirahat dan tidur adalah komponen esensial dari pemeriksaan fisik, mental dan
penyimpangan energi. Semua individu membutuhkan periode tertentu untuk tenang dan
mengurangi aktivitas sehingga badan akan mengembalikan energy dan membangun stamina.
Kebutuhan istirahat dan tidur dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, level perkembangan, status
kesehatan, dan aktifitas.

2.2 Etiologi
a. Prosedur Hygiene
Menurut Potter & Perry (2005), ada 7 faktor yang memengaruhi seseorang
untuk melakukan personal hygiene, antara lain:
- Citra Tubuh
Penampilan fisik seseorang adalah konsep subjektif dari citra tubuh. Citra tubuh
memengaruhi cara seseorang mempertahankan hygiene. Adanya perubahan fisik
yang disebabkan oleh pembedahan ataupun penyakit, makan dibutuhkan usaha
yang lebih untuk tetap mempertahankan hygiene.
- Praktik Sosial
Kelompok-kelompok sosial dalam pergaulan seseorang dapat sangat
memengaruhi hygiene. Saat usia anak-anak, praktik hygiene didapatkan dari orang
tua. Kebiasaan hidup di rumah, kebersihan lingkungan rumah, dan bagaimana anak
diajarkan cara merawat diri. Seiring dengan bertambahnya usia, pergaulan di
sekolah akan merubah cara praktik personal hygiene.
- Status Sosial Ekonomi
Pendapatan seseorang juga menjadi faktor yang sangat memengaruhi hygiene.
Kemampuan seseorang untuk membeli peralatan dan bahan-bahan untuk merawat
kebersihan diri dan lingkungan.
- Pengetahuan

4
Saat ini tidak sedikit seseorang yang tidak paham mengenai
pentingnya hygiene bagi kesehatan. Oleh karena itu, faktor pengetahuan juga
memengaruhi walaupun pengetahuan itu sendiri tidak cukup untuk memotivasi
seseorang untuk menerapkan personal hygiene dalam dirinya.
- Kebudayaan
Kebudayaan memengaruhi personal hygiene karena cara yang diterapkan di satu
daerah dan daerah lainnya akan berbeda. Penggunaan air untuk membersihkan diri
setelah dari jamban adalah budaya yang ada di Indonesia. Sedangkan, untuk di
negara-negara luar, seperti Jepang, China, dan Korea, cukup
menggunakan tissue saja.
- Pilihan Pribadi
Setiap individu pada dasarnya punya caranya sendiri untuk melakukan perawatan
terhadap dirinya, kapan waktu yang tepat, dan dengan apa perawatan diri itu
dilakukan.
- Kondisi Fisik
Pada saat sakit, terutama sakit keras, tentu kondisi fisik akan menurun, sehingga
kemampuan untuk merawat diripun berkurang. Perlu bantuan orang lain untuk
merawar diri.

b. Perawatan Diri
Perawatan diri erat kaitannya dengan kebersihan diri (personal hygiene), dima
na hal ini perlu diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari karena memengaruhi kes
ehatan dan psikis seseorang. Kebersihan merupakan bagian dari penampilan dan ha
rga diri sehingga jika seseorang mengalami keterbatasan dalam pemenuhan kebutu
han tersebut mungkin saja akan memengaruhi kesehatan secara umum.
Tarwoto & Wartonah (2015) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang me
mengaruhi personal hygiene:
1. Citra tubuh Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersi
han diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak pedul
i dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik sosial Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kem
ungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.

5
3. Status sosioekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabu
n, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang u
ntuk menyediakannya.
4. Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien menderita diab
etes 14 melitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya Pada sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dima
ndikan.
6. Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu
dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.
7. Kondisi fisik atau psikis Pada penyakit tertentu kemampuan pasien untuk mera
wat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya

c. Kebersihan Lingkungan dan Istirahat Tidur


Hal yang terkecil  yang bisa di lakukan adalah dengan membuang sampah pa
da tempatnya. Lingkungan yang bersih dan nyaman itu akan membuat hati kita ter
asa damai. Dan dengan menjaga lingkungan agar tetap bersih itu akan membuat k
ita jauh dari berbagai macam penyakit.
1. Buanglah sampah pada tempatnya
Buanglah sampah pada tempatnya. Akan lebih baik jika kita membuangnya
dengan membedakan sampah basah dengan sampah kering, dan sampah organik
dan non organik.

2. Buatlah jadwal piket


Buatlah jadwal untuk membersihkan rumah. Apabila kita tinggal dilingkungan
yang bersih, maka kita akan lebih merasa nyaman untuk tinggal dan terhindar dari
penyakit karena kotoran dan debu.

3. Biasakan membersihkan rumah


Biasakan kita untuk membersihkan kamar, kamar mandi, Dapur, halaman
rumah, selokan, dan area sekitar rumah secara rutin.

4. Membersihkan selokan-selokan

6
Tujuan dari membersihkan selokan adalah agar air di selokan tidak tersumbat
oleh sampah-sampah. Apabila selokan tersumbat bisa saja akan menimbulkan
aroma yang tidak sehat dan menimbulkan datangnya serangga seperti kecoa.

5. Bakar sampah yang tertimbun


Sampah yang sudah dibuang kalau sudah banyak sebaiknya dibakar agar tidak
berterbangan dan berserakan kembali.

6. Lakukan langkah 3 M
o Menutup tempat penyimpanan air
o Menguras bak mandi secara ritun
o Mengubur barang-barang bekas

7. Selalu terapkan 3B
o Buang sampah di tempat yang sudah di sediakan
o Bersihkan segala sesuatu yang kotor
o Biasakanlah untuk hidup sehat dan bersih

2.3 Patofisiologi
- Prosedur Hygiene
Dampak yang muncul pada masalah personal hygiene
a. Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita oleh seseorang karena tidak terperih
aranya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi
adalah gangguan integritas kulit, gangguan mukosa mulut, infeksi pada mata da
n telingga serta gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak Psikologi
Masalah social yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan k
ebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencinntai, kebutuhan harga dir
i dan kebutuhan interaksi sosial.

- Perawatan Diri

7
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000) , penyebab kurang perawatan diri adalah k
elelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes (2000) dalam Mukhripah
Damaiyanti (2014). Penyebab kurang perawatan diri adalah: 1. Faktor Predisposisi
c. Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingg
a perkembangan inisiatif terganggu.
d. Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakuka
n perawatan diri.
e. Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampua
n realitas yang kurang menyebabkan ketidak pedulian dirinya dan lingkung
an termasuk perawatan diri.
f. Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkunga
n.Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan
diri.
2. Faktor Presipitasi Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adal
ah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/le
mah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu mela
kukan perawatan diri.

- Kebersihan Lingkungan dan Istirahat Tidur


- Kebersihan Lingkungan
Lingkungan yang sehat terkadang sering tidak kita perhatikan karena kesibuka
n dalam bekerja sehingga lingkungan sekitar tidak dijaga kebersihannya. Akib
at dari lingkungan yang tidak sehat dapat menimbulkan berbagai macam penya
kit, salah satu yang mengkhawatirkan adalah deman berdarah (DBD) karena d
apat menyebabkan kematian.

- Istirahat Tidur
Salah satu model yang digunakan untuk menjelaskan patofisiologi gangguan ti
dur adalah model neurokognitif. Model ini menerangkan bahwa faktor predisp
osisi, presipitasi, perpetuasi, dan neurokognitif adalah faktor-faktor yang mend
asari berkembangnya insomnia dan menjadikannya gangguan kronik. Model la
in yang bisa digunakan untuk adalah model psychobiologic inhibition, yang m
enunjukkan bahwa tidur yang baik membutuhkan otomatisasi dan plastisitas.
Otomatisasi artinya bahwa inisiasi tidur dan maintenance tidur bersifat involu
8
nter, yang dikendalikan oleh homeostatis dan regulasi sirkadian. Plastisitas ada
lah kemampuan sistem tubuh untuk mengakomodasi berbagai kondisi lingkun
gan. Pada kondisi normal, tidur terjadi secara pasif (tanpa atensi, niat, atau usa
ha). Situasi hidup yang penuh dengan stres bisa memicu berbagai respon arous
al fisiologis dan psikologis, yang menimbulkan inhibisi terhadap de-arousal y
ang berhubungan dengan tidur dan menimbulkan gejala gangguan tidur

2.4 Manifestasi Klinis


- Prosedur Hygiene
Fisik
- Kulit kepala kotor dan rambut kusam, acak-acakan
- Hidung kotor telingga juga kotor
- Gigi kotor disertai mulut bau
- Kuku panjang dan tidak terawatt
- Badan kotor dan pakaian kotor
- Penampilan tidak rapi
Psikologis
- Malas, tidak ada inisiatif
- Menarik,diri,isolasi
- Merasa tidak berdaya,rendah diri dan hina
Social
- Interaksi kurang
- Kegiatan kurang
- Tidak mampu berprilaku sesuai norma, missal : cara makan berantakan, buang
air besar/kecil sembarangan, tidak dapat mandi/sikat gigi tidak dapat berpakaian se
ndiri

- Perawatan Diri
Fisik
- Kulit kepala kotor dan rambut kusam, acak-acakan
- Hidung kotor telingga juga kotor
- Gigi kotor disertai mulut bau
- Kuku panjang dan tidak terawatt

9
- Badan kotor dan pakaian kotor
- Penampilan tidak rapi
Psikologis
- Malas, tidak ada inisiatif
- Menarik,diri,isolasi
- Merasa tidak berdaya,rendah diri dan hina
Social
- Interaksi kurang
- Kegiatan kurang
- Tidak mampu berprilaku sesuai norma, missal : cara makan berantakan, buang
air besar/kecil sembarangan, tidak dapat mandi/sikat gigi tidak dapat berpakaian se
ndiri

- Istirahat dan Tidur


- Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai mual, muntah, rasa kepala bera
t, nafsu makan turun, lidah pucat,lelah,nadi lemah,pusing (dizziness), nyeri ke
pala, penglihatan kabur,mulut pahit dan mata merah dan gelisah

2.5 Pemeriksaan Fisik


- Prosedur Hygiene
Menurut Wahit Iqbal Mubarak dkk,2015 terdapat beberapa macam penata laksana
personal hygiene, yaitu:
a. Personal hygiene pada kulit Cara merawat kulit sebagai berikut: 1) Mandi mini
mal dua kali sehari/ setelah beraktifitas
b. Gunakan sabun yang tidak bersifat iritatif
c. Jangan gunakan sabun mandi untuk wajah
d. Menyabuni seluruh tubuh terutama daerah lipatan kulit, misalnya sela-sela jari,
ketiak dan belakang telinga.
e. Mengeringkan tubuh dengan handuk yang lembut dari wajah, tangan, badan, hi
ngga kaki. b. Personal hygiene pada kuku dan kaki Cara merawat kuku: 1) Kuk
u jari tangan dapat di potong dengan pengikir atau memotong dalam bentuk ov
al(bujur) atau mengikuti bentuk jari.

10
f. jangan memotong kuku terlalu pendek karena bisa melukai selaput kulit dan ku
lit di sekitar kuku.
g. Jangan membersihkan kotoran di balik kuku dengan benda tajam, sebab akan
merusak jaringan di bawah kuku.
h. Potong kuku seminggu sekali atau sesuai kebutuhan.
i. Khusus untuk jari kaki sebaiknya kuku di potong segera setelah mandi atau di r
endam dengan air hangat terlebih dahulu.
j. Jangan menggigiti kuku karena akan merusak bagian kuku.
k. Personal hygiene pada rambut Cara merawat rambut:
o Cuci rambut 1-2 kali seminggu (sesuai kebutuhan) dengan memakai sampo
yang cocok.
- Perawatan Diri
Personal hygiene pada mata Cara merawat mata:
1) Usaplah kotoran mata dari sudut mata bagian dalam kesudut bagian luar
2) Saat mengusap mata gunakanlah kain yang paling bersih dan lembut
3) Lindungi mata dari kemasukan debu dan kotoran
4) Bila menggunakan kacamata, hendaklah selalu dipakai
5) Bila mata sakit cepat periksakan kedokter
Personal hygiene pada hidung Cara merawat hidung:
1) Jaga agar lubang hidung tidak kemasukan air atau benda kecil
2) Jangan biarkan benda kecil masuk kedalam hidung
3) Sewaktu mengeluarkan debu dari lubang hidung, hembuskan secara perlahan de
ngan membiarkan lubang hidung terbuka. 17
4) Jangan mengeluarkan kotoran dari lubang hidung dengan menggunakan jari kar
ena dapat mengiritasi mukosa hidung.
Personal hygiene pada gigi dan mulut Cara merawat hidung dan mulut :
1) Tidak makan-makanan yang terlalu manis dan asam
2) Tidak menggunakan gigi atau mencongkel benda keras.
3) Menghindari kecelakaan seperti jatuh yang menyebabkan gigi patah.
4) Menyikat gigi sesudah makan dan khususnya sebelum tidur.
5) Menyikat gigi dari atas kebawah dan seterusnya
6) Memakai sikat gigi yang berbulu banyak, halus dan kecil.
7) Memeriksa gigi secara teratur setiap enam bulan.
Personal hygiene pada telinga Cara merawat telinga :
11
1) Bila ada kotoran yang menyumbat telinga keluarkan secara perlahan dengan me
nggunakan penyedot telinga
2) Bila menggunakan air yang disemprotkan lakukan dengan hati-hati agar tidak te
rkena air yang berlebihan
3) Aliran air yang masuk hendaklah diarahkan kesaluran telingan dan bukan langsu
ng kegendang telinga.
4) Jangan menggunakan alat yang tajam untuk membersihkan telinga karena dapat
merusak gendang telinga.
Personal hygiene pada genetalia Cara merawat genetalia:
1) Wanita: perawatan perineum dan area genetalia eksterna di lakukan pada saat m
andi 2x sehari
2) Pria: perawatan di lakukan 2x sehari pada saat mandi. Pada pria terutama yang b
elum di sirkumsisi karena adanya kulup pada penis yang menyebabkan urine muda
h terkumpul di sekitar gland penis yang lama kelamaan dapat menyebabkan timbul
nya berbagai penyakit seperti kanker penis.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


- Prosedur Hygiene
program Jamkesmas. Program jamkesmas merupakan upaya pemerintah untuk
memenuhi hak pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin sebagaimana
diamanatkan Undang Undang Dasar 1945 pasal 28H dan Undang Undang Nomor
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

- Perawatan Diri
a. Pemeriksaan laboratorium Meliputi : pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan uri
n rutin, pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan serologi.
b. Pemeriksaan radiagnostik (x-foto tulang belakang, x–foto kpeal dsb)
c. Pemeriksaan penunjang yang lain ( CT Joan , LP) 8) Diagnosa Banding
a. Defisit Perawatan Diri : Mandi
b. Defisit Perawatan Diri : Berpakaian
c. Defisit Perawatan Diri : Makan
d. Defisit Perawatan Diri : Eliminasi Diri :

- Istirahat dan Tidur

12
Polisomnografi, yaitu studi tidur yang menilai kadar oksigen, pergerakan tubuh,
dan gelombang otak untuk menentukan cara mereka mengganggu
tidur.Electroencephalogram, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai
aktivitas elektrik di dalam otak dan mendeteksi potensi masalah.
Pemeriksaan darah genetik, umumnya berguna untuk mendiagnosis narkolepsi dan
kondisi kesehatan lainnya yang mungkin menyebabkan gangguan tidur.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan individu, maka dapat disimpulkan bahwa higiene adalah usaha kesehatan
yang preventif yang menitik beratkan kegiatannya pada usaha kesehatan individu
maupun usaha kesehatan pribadi hidup manusia. Dalam kata lain, Higiene adalah
ilmuyang berkaitan dengan pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan
(thesciene concerned witht heprevention of illness and maintanance of health)
(Wulan,2014).Dampak yang muncul pada masalah personal hygieneDampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita oleh seseorang karena tidak terperiharanya
kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah
gangguan integritas kulit, gangguan mukosa mulut, infeksi pada mata dan telingga
serta gangguan fisik pada kuku. Dampak Psikologi Masalah social yang berhubungan
dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai
dan mencinntai, kebutuhan harga diri dan kebutuhan interaksi sosial.
Menurut Poter. Perry (2005), perawatan diri (Personal hygiene) adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan
fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah 2000).
Kebersihan Lingkungan Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat
tinggal, tempat bekerja, dan berbagaisarana umum. Kebersihan tempat tinggal dilakukan
dengan cara melap jendela dan perabot rumah tangga, menyapu dan mengepel lantai, mencuci
peralatan masak dan peralatan makan misalnya dengan abu gosok, membersihkan kamar mandi dan
jamban, serta membuang sampah. Kebersihan lingkungan dimulai dari menjaga kebersihan halaman
danselokan, dan membersihkan jalan di depan rumah dari sampah.
Istirahat TidurIstirahat dan tidur adalah komponen esensial dari pemeriksaan fisik, mental
dan penyimpangan energi. Semua individu membutuhkan periode tertentu untuk tenang dan
mengurangi aktivitas sehingga badan akan mengembalikan energy dan membangun stamina.
Kebutuhan istirahat dan tidur dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, level perkembangan, status
kesehatan, dan aktifitas.

14
3.2 Saran
Kita harus selalu menjaga kebersihan pada diri kita dan lingkungan agar kita
terhindar dari penyakit dan kita harus istirahat yang cukup agar tubuh kita fit selalu
bugar tidak mudah sakit.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.poltekkesdenpasar.ac.id/443/3/BAB%20II%20%20tinjauan%20 ustaka.pdf
https://www.psychologymania.com/2013/04/pengertian-perawatan-diri.html
https://www.alomedika.com/penyakit/psikiatri/gangguan-tidur/patofisiologi
https://www.academia.edu/24698007/Konsep_Istirahat_dan_Tidur

iv
MAKALAH

KEBUTUHAN PERIOPERATIVE DAN PERAWATAN JENAZAH

Disusun untuk memenuhi tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II

Disusun oleh :

Kelompok 5

RSUD R. SYAMSUDIN, SH

Ruang H. M. Muraz Lt.3

Nadilla Choerunisa C1AA20062

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Asuhan Keperawatan Pada Klien Asma
ini tepat pada waktunya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rosliana Dewi, M.H.Kes., M.Kep.


selaku dosen pada mata kuliah kuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Sukabumi, 09 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH
KEBUTUHAN PERIOPERATIVE DAN PERAWATAN JENAZAH
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Patofisiologi
2.4 Menifestasi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hapir
semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan
bagi pasien. Dan tidak jarang keluarga pasien mengalami kecemasan. Kecemasan yang
mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani
pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur
pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting
dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah
operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik
secara fisik maupun psikis Ada tiga faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu
penyakit pasien, jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor
tersebut faktor pasien merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit tersebut
tidakan pembedahan adalah hal yang baik/benar.
Tetapi bagi pasien sendiri pembedahan mungkin merupakan hal yang paling
mengerikan yang pernah mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah
pentig untuk melibatkan pasien dalam setiap langkah – langkah perioperatif. Tindakan
perawatan perioperatif yang berkesinambungan dan tepatakan sangat berpengaruh
terhadap suksesnya pembedahan dan kesembuhanpasien
Kehilangan merupakan suatu peristiwa dari pengalaman manusia yang
bersifatuniksecara individual. Kehilangan dalam suatu situasi aktual maupun potensial
dapat dialami oleh individu ketika berpisah dari suatu yang sebelumnya ada, baik
sebagian ataupun keseluruhan atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi
perasaan kehilangan.

1.2 RumusanMasalah
1. Apa Definisi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
2. Apa etiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?

1
3. Bagaimana patofisiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah ?
4. Bagaimana Menifestasi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?

1.3 Tujuan
Tujuan umum :
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan parioperative
2. Untuk membantu mahasiswa dalam melakukan keperawatan jenazah
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Definisi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
2. Untuk mengetahui etiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
3. Untuk mengetahui Patofisiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah ?
4. Untuk mengetahui Menifestasi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Keperawatan Parioterative adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien.
Kata perioperative adalah gabungan dari tiga fase pengalaman pembedahan yaitu : pre
operatif, intraoperatif dan post operatif.
Sedangkan definisi dari Kematian suatu keadaan alamiah yang setiap individu
pasti akan mengalaminya. Secara umum, setiap manusia berkembang dari bayi, anak-
anak, remaja, dewasa, lansia dan akhirnyamati.
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah,
serta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas
listrik otak, atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap
atau terhentinya kerja otak secara menetap. Terdapat beberapa perubahan tubuh setelah
kematian, diantaranya :
1. Algor mortis (Penurunan suhu jenazah)
Algor mortis merupakan salah satu tanda kematian yaitu terhentinya produksi
panas, sedangkan pengeluaran berlangsung terus menerus, akibat adanya perbedaan
panas antara mayat dan lingkungan.
Faktor yang mempengaruhi Algor mortis yaitu :
a. Faktor lingkungan
b. Suhu tubuh saat kematian ( suhu meningkat, a.m.makin lama)
c. Keadaan fisik tubuh serta pakaian yang menutupinya

2. Livor mortis (Lebam mayat)


Livor mortis (lebammayat) terjadi akibat peredaran darah terhenti
mengakibatkan stagnasi maka darah menempati daerah terbawah sehingga tampak
bintik merah kebiruan.

3. Rigor mortis (Kaku mayat)

1
Rigor mortis adalah kekakuan pada otot tanpa atau disertai pemendekan
serabut otot.
Tahapan tahapan rigor mortis:
a. 0-2 sampai 4 jam : kaku belum terbentuk
b. 6 jam : Kaku lengkap
c. 12 jam : kaku menyeluruh
d. 36 jam : relaksasi sekunder

4. Dekomposisi (Pembusukan)
Hal ini merupakan suatu keadaan dimana bahan-bahan organik tubuh
mengalami dekomposisi baik yang disebabkan karena adanya aktifitas bakteri,
maupun karena autolisis. Skala waktu terjadinya pembusukan
Mulai terjadi setelah kematian seluler. Lebih dari 24 jam mulai tampak warna
kehijauan di perut kanan bawah (caecum).

Jenazah adalah seseorang yang meninggal karena penyakit. Perawatan jenazah


adalah perawatan pasien setelah meninggal, termasuk menyiapkan jenazah untuk
diperlihatkan kepada anggota keluarga yang bersangkutan, transportasi kekamar jenazah dan
melakukan disposisi (penyerahan barang-barang) milik pasien. Perawatan jenazah biasanya
dilakukan karena ditundanya penguburan/kremasi, misalnya untuk menunggu kerabat yang
tinggal jauh di luar kota atau di luar negeri.
Perawatan jenazah pada penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu
menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang
dianut keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus dapat menasehati
keluarga jenazah dan mengambil tindakan yang sesuai agar penanganan jenazah tidak
menambah risiko penularan penyakit sepertihalnya hepatitis-B, AIDS, kolera dsb.
Tradisi yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat diizinkan
dengan memperhatikan hal yang telah disebut di atas, seperti misalnya mencium jenazah
sebagai bagian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup
dan berkembang dalam tubuh manusia hidup, maka beberapa waktu setelah penderita
infeksi-HIV meninggal, virus pun akan mati.

2
2.2 Etiologi
1. Etiologi perioperatif
Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan (Buku ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth ) seperti :
a. Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomieksplorasi
b. Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat apendiks yang i
nflamasi.
c. Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipek
d. Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah
e. Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, C
ontoh ketika selang gastrostomi dipasang untuk mengkompensasi terhadap kema
mpuan untuk menelan makanan

2. Etiologi perawatan jenazah


Kematian menurut ilmu kedokteran tidak berhubungan dengan jatuhnya manusia
kedalam dosa atau dengan Allah, melainkan diakibatkan tidak berfungsinya organ
tertentu dari tubuh manusia.
Kematian menurut dokter H. Tabrani Rab disebabkan empat faktor:
1. berhentinya pernafasan
2. matinya jaringan otak
3. tidak berdenyutnya jantung
4.adanya pembusukan pada jaringan tertentu oleh bakteri-bakteri
Seseorang dinyatakan mati menurut Dr. Sunatrio bilamana fungsi pernafasan/paru-
paru dan jantung telah berhenti secara pasti atau telah terbukti terjadi kematian batang
otak. Dengan demikian, kematian berarti berhentinya bekerja secara total paru-paru
dan jantung atau otak pada suatu makhluk. Dalam ilmu kedokteran, jiwa dan tubuh
tidak dapat dipisahkan. Belum dapat dibuktikan bahwa tubuh dapat dipisahkan dari
jiwa dan jiwa itu baka.

3
2.3 Patofisiologi
1. Patofisiologi Kebutuhan Perioperative
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman
pembedahan pasien. Kata “perioperatif” adalah suatu istilah gabungan yang
mencakup tiga fase pembedahan yaitu pre operatif, intra operatif, dan post operatif
(Hipkabi, 2014). Keahlian seorang perawat kamar bedah dibentuk dari pengetahuan
keperawatan profesional dan keterampilan psikomotor yang kemudian diintegrasikan
kedalam tindakan keperawatan yang harmonis. Kemampuan dalam mengenali
masalah pasien yang sifatnya resiko atau aktual pada setiap fase perioperatif akan
membantu penyusunan rencana intervensi keperawatan (Muttaqin, 2009).
2. Patofisiologi PerawatanJenazah
Kematian menurut ilmu kedokteran tidak berhubungan dengan jatuhnya
manusia kedalam dosa atau dengan Allah, melainkan diakibatkan tidak berfungsinya
organ tertentu dari tubuh manusia.
Kematian menurut dokter H. Tabrani Rab disebabkan empat faktor:
1) berhentinya pernafasan
2) matinya jaringan otak
3) tidak berdenyutnya jantung
4) adanya pembusukan pada jaringan tertentu oleh bakteri-bakteri
Seseorang dinyatakan mati menurut Dr. Sunatrio bilamana fungsi
pernafasan/paru-paru dan jantung telah berhenti secara pasti atau telah terbukti terjadi
kematian batang otak. Dengan demikian, kematian berarti berhentinya bekerja secara
total paru-paru dan jantung atau otak pada suatu makhluk. Dalam ilmu kedokteran,
jiwa dan tubuh tidak dapat dipisahkan. Belum dapat dibuktikan bahwa tubuh dapat
dipisahkan dari jiwa dan jiwa itu baka.

2.4 Menifestasi
1. Menifestasi Parioperative

4
Perioperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi diambil hingga
sampai ke meja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau  klasifikasi
pembedahan.
Keahlian seorang perawat perioperatif dibentuk dari pengetahuan keperawatan
professional dan keterampilan psikomotor yang kemudian diintegrasikan ke dalam
tindakan keperawatan yang harmonis. Kemampuan dalam mengenali masalah pasien
yang sifatnya risiko atau actual pada setiap fase perioperatif yang didasarkan atas
pengetahuan dan pengalaman keperawatan perioperatif akan membantu penyusunan
rencana intervensi keperawatan. Staf keperawatan yang merawat pasien bertanggung
jawab untuk mengelola aspek-aspek penting perawatan pasien dengan cara
mengimplementasikan rencana perawatan  yang berdasarakan pada tujuan yang
diprioritaskan, koordinasi seluruh anggota tim perioperatif, dan melibatkan tindakan
mandiri dan kolaboratif.
Asuhan keperawatan pra operatif pada praktiknya akan dilakukan secara
berkesinambungan, baik asuhan keperawatan pra operatif dibagian rawat inap,
poliklinik, bagian bedah sehari (one day care) atau di unit gawat darurat yang
kemudian dilanjutkan kamar operasi oleh perawat pra operatif. Asuhan keperawatan
pra operatif yang terintegrasi secara berkesinambungan terjadi saat beberapa masalah
pasien yang belum teratasi di ruang rawat inap, poliklinik, bedah sehari, atau unit
gawat darurat akan tetap dilanjutkan oleh perawat perioperatif di kamar operasi.
Dokumentasi yang optimal dapat membantu terciptanya komunikasi yang baik antara
perawat ruangan dengan perawat kamar operasi.

2. Manifestasi Perawatan Jenazah


Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, termasuk
menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan kepada anggota keluarga yang bersangkutan,
transportasi ke kamar jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan barang-baran)
milik pasien.
Perawatan jenazah biasanya dilakukan karena ditundanya
penguburan/kremasi, misalnya untuk menunggu kerabat yang tinggal jauh di luar kota
atau di luar negeri.

5
Perawatan jenazah pada penderita penyakit menular dilaksanakan dengan
selalu menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan
agama yang dianut keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus
dapat menasehati keluarga jenazah dan mengambil tindakan yang sesuai agar
penanganan jenazah tidak menambah risiko penularan penyakit seperti halnya
hepatitis-B, AIDS, kolera dsb.
Tradisi yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat
diizinkan dengan memperhatikan hal yang telah disebut di atas, seperti misalnya
mencium jenazah sebagai bagian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus
HIV hanya dapat hidup dan berkembang dalam tubuh manusia hidup, maka beberapa
waktu setelah penderita infeksi-HIV meninggal, virus pun akan mati.

6
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kebutuhan perioperative adalah periode sebelum, selama dan sesudah operasi
berlangsung, yang mana tugas seorang perawat yaitu memberikan kenyamanan
terhadap pasien supaya saat dilaksanakannya operasi hingga paska operasi sampai
pemulihan pasien, sampai pasien sembuh, pasien merasa nyaman dan tercukupi
kebutuhan-kebutuhannya
Dalam fase penyembuhan apabila pasien sudah di perbolehkan pulang, tugas perawat
yaitu memeberikan penyuluhan tindakan perawatan diri pasien, terhadap keluarga dan
pasien itu sendiri, supaya terjaga kesehatan pasien dan terawat dengan baik, sehingga
pasien sehat seperti sedia kala.
Adapun kesimpulan dari perawatan jenazah yaitu :
1. Perawatan jenazah dilakukan untuk membersihkan pasien yang baru meninggal se
rta memberikan penghormatan terakhir kepada pasien selama dirawat di rumah sa
kit.
2. Jenazah yang belum langsung dikuburkan akan diawetkan dengan pemberian baha
n kimia tertentu untuk menghambat terjadinya pembusukan serta menjaga penamp
ilan jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup. Pengawetan jenaza
h dapat dilakukan pada jenazah yang dalam beberapa hari tidak dikubur.
3. Dalam perawatan jenazah tidak boleh diotopsi. Dalam hal tertentu otopsi dapat dil
akukan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan rumah sakit serta keluarga ya
ng bersangkutan dan dilaksanakan oleh petugas yang mahir dalam hal tersebut.

3.2 Saran
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini untuk itu
kritik dan pembelajaran lebih baik dari mahasiswa perawat dalam mengetahui dan
mengaplikasikan pengetahuan mengenai Kebutuhan Perioperative dan Perawatan
Jenazah

20
DAFTAR PUSTAKA

https://seputarkuliahkesehatan.blogspot.com/2018/03/makalah-perawatan-jenazah.html
https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2018/04/Manual-CSL-Forensik-
Medikolegal-3-Pemeriksaan-Luar-pada-Jenazah.pdf
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/1621/6/BAB%20II.pdf
https://anestesi12.blogspot.com/2012/11/fase-preintrapost-operasi.html
http://data.kalbarprov.go.id/dataset/sop-bidang-penunjang/resource/91ac4ffb-79f9-4928-
8cba-ca0fbdcdcfe9

iv
MAKALAH

KEBUTUHAN RASA NYAMAN NYERI

Disusun untuk memenuhi tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II

Disusun oleh :

Kelompok 5

RSUD R. SYAMSUDIN, SH

Ruang H. M. Muraz Lt.3

Nadilla Choerunisa C1AA20062

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Asuhan Keperawatan Pada Klien Asma
ini tepat pada waktunya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rosliana Dewi, M.H.Kes., M.Kep.


selaku dosen pada mata kuliah kuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Sukabumi, 09 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH
KEBUTUHAN RASA NYAMAN NYERI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Nyeri
2.2 Etiologi
2.3 Patofisiologi
2.4 Manifestasi Klinis
2.5 Pemeriksaan Fisik
2.5 Data Penunjang
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehidupan sehari-hari kita sering merasakan rasa nyeri yang membuat
ketidaknyamanan dalam hidup, sebagian dari individu merasakan khawatir terhadap
nyeri dan sebagian individu merasa cemas terhadap nyeri. Menurut Smeltzer dan Bare
(2002), secara umum nyeri dikategorikan menjadi dua yaitu nyeri akut dan nyeri
kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga
kurang dari enam Bulan biasanya dengan awitan tiba-tiba dan umumnya berkaitan
dengan cidera fisik di mana nyeri akut mengindikasikan adanya kerusakan atau cidera
telah terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, biasanya menurun sejalan dengan
terjadinya penyembuhan, salah satunya adalah nyeri akibat pembedahan.

Hingga saat ini nyeri tercatat sebagai keluhan yang paling banyak membawa
pasien keluar masuk untuk berobat di rumah sakit. Banyak di antara individu yang
tidak bisa menahan rasa nyeri atau takut terhadap rasa nyeri untuk itu makalah ini
disusun untuk memberi petunjuk bagi pembaca dalam menyelesaikan masalah dalam
ketidaknyamanan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Nyeri?
2. Bagaimana Etiologi Nyeri?
3. Bagaimana Patofisiologi Nyeri?
4. Bagaimana Manifestasi Klinis Nyeri?
5. Bagaimana Pemeriksaan Pisik Nyeri?
6. Apa Data Penunjang Nyeri?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi Nyeri
2. Untuk mengetahui Etiologi Nyeri

1
3. Untuk mengetahui Patofisiologi Nyeri
4. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis Nyeri
5. Untuk mengetahui Pemeriksaan fisik Nyeri
6. Untuk mengetahui Data Penunjang Nyeri

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Nyeri


Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat darikerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Smatzler & Bare, 2002).
Nyeri adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau
yang dirasakan dalamkejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan IASP (dalam Potter
& Perry, 2006).Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri
tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri (Mc
Caffery dalam Potter & Perry, 2006)

2.2 Etiologi
Tidak hanya satu stimulus yang menghasilkan suatu yang spesifik dari nyeri,
tetapi nyeri memiliki suatu etiologi multimodal.

 Proses patologis
 Infeksi
 Keadaan inflamasi
 Trauma
 Kelainan degenerasi
 Keadaan toksik metabolik atau neoplasma.
 Iskemia Nyeri dapat juga timbul karena distorsi mekanis ujung ujung saraf misaln
ya karenameningkatnya tekanan di dinding viskus / organtiologi

Etiologi berdasarkan klasifikasi Nyeri

1. Nyeri akut

Nyeri akut dihubungkan dengan kerusakan jaringan dan durasi yang


terbatas setelah nosiseptor kembali ke ambang batas resting stimulus istirahat.

 Tertusuk

1
 Tergores
 Terbentur
 Terbakar
2. Nyeri kronis

Nyeri kronik bisa dikategorikan sebagai malignan atau nonmalignan.

 Nyeri kronik malignan biasanya disertai kelainan patologis dan indikasi sebag
ai penyakit yang life-limiting disease, seperti :- Kanker- End-stage organ dysf
unction- Infeksi HI, dll.
 Nyeri kronik nonmalignan- Nyeri punggung- Migrain- Artritis- Diabetik neuro
pati.
3. Nyeri nosiseptif
Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan ki
mia,mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada nosise
ptor perifer (sarafyang bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosisep
tif biasanya memberikanrespon terhadap analgesik opioid atau non opioid.4. Nyeri
neurotik Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan ne
ural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf af
eren sentral dan perifer.
 Nyeri neuropatik perifer- Nyeri tungkai phantom- Neuralgia pasca herpes- Sin
droma terowongan karpal)
 Nyeri neuropatik sentral- Nyeri luka di tulang belakang- Nyeri poststroke- Ny
eri multiple sclerosis
4. Nyeri viseral

Nyeri viseral biasanya menjalar dan mengarah ke daerah permukaan tubuh


jauh daritempat nyeri namun berasal dari dermatom yang sama dengan asal nyeri.-
Iskemia- Peregangan ligamen- Spasme otot polos- Distensi struktur lunak seperti
kantung empedu, saluran empedu, atau ureter. Distensi padaorgan lunak terjadi
nyeri karena peregangan jaringan dan mungkin iskemia karena kompresi
pembuluh darah sehingga menyebabkan distensi berlebih dari jaringan

5. Nyeri Somatik

2
Nyeri somatik digambarkan dengan nyeri yang tajam, menusuk, mudah
dilokalisasi danrasa terbakar yang biasanya berasal dari kulit, jaringan subkutan,
membran mukosa, ototskeletal, tendon, tulang dan peritoneum.- Nyeri insisi
bedah- Tahap kedua persalinan, atau iritasi peritoneal adalah nyeri somatik-
Penyakit yang menyebar pada dinding parietal

2.3 Patofisiologi
Menurut Potter & Perry (2006), terdapat tiga komponen fisiologis dalam nyeri
yaitu resepsi,persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls
melalui serabut saraf perifer.Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani
salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-
abu di medula spinalis. Terdapat pesan nyeridapat berinteraksi dengan sel-sel saraf
inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidakmencapai otak atau ditransmisi
tanpa hambatan ke korteks serebral, maka otakmenginterpretasi kualitas nyeri dan
memproses informasi tentang pengalaman danpengetahuan yang dimiliki serta
asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri.

1. Resepsi

Pemaparan terhadap panas atau dingin, tekanan, friksi dan zat-zat kimia
menyebabkanpelepasan substansi, seperti histamin, bradikinin dan kalium, yang
bergabung dengan lokasireseptor di nosiseptor (reseptor yang berespon terhadap
stimulus yang membahayakan) untukmemulai transmisi neural, yang dikaitkan
dengan nyeri. Beberapa reseptor hanya beresponpada satu jenis nyeri, sedangkan
reseptor yang lain juga sensitif terhadap temperatur dantekanan. Apabila
kombinasi dengan reseptor nyeri mencapai ambang nyeri (tingkat
intensitasstimulus minimum yang dibutuhkan untuk membangkitkan suatu impuls
saraf), kemudianterjadilah aktivasi neuron nyeri. Karena terdapat variasi dalam
bentuk dan ukuran tubuh, makadistribusi reseptor nyeri disetiap bagian tubuh
bervariasi.Impuls saraf, yang dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar
disepanjang serabut saraf periferaferen. Dua tipe serabut saraf perifer
mengkonduksi stimulus nyeri: Serabut A-Delta yangbermielinasi dengan cepat
dan serabut C yang tidak bermielinasi dan berukuran sangat kecilserta lambat.
Serabut A mengirim sensasi tajam, terlokalisasi, dan jelas yang

3
melokalisasisumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C
menghantarkan impuls yangterlokalisasi buruk, viseral, dan terus menerus.Ketika
serabut C dan A-delta mentransmisikan impuls dari serabut saraf perifer, maka
akanmelepaskan mediator biokimia yang mengaktifkan dan membuat peka
respons nyeri. Misalnya,kalium, prostaglandin dilepaskan ketika sel-sel lokal
mengalami kerusakan. Transmisi stimulusnyeri berlanjut sampai transmisi
tersebut berakhir dibagian kornu dorsalis medula spinalis. Didalam kornu dorsalis,
neurotransmiter, seperti substansi P dilepaskan, sehingga menyebabkansuatu
transmisi spinalis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini
memungkinkanimpuls nyeri ditransmisikan lebih jauh ke dalam sisitem saraf
pusat.

2. Neuroregulator

Neuroregulator memegang peranan yang penting dalam suatu pengalaman


nyeri. Sustansi iniditemukan di lokasi nosiseptor. Neuroregulator dibagi menjadi
dua kelompok, yaknineurotransmiter dan neuromodulator. Neurotransmiter seperti
substansi P mengirim impulslistrik melewati celah sinap diantara dua serabut saraf
(eksitator dan inhibitor).Neuromodulator memodifikasi aktivitas neuron dan
menyesuaikan atau memvariasikan transmisi stimulus nyeri tanpa secara langsung
menstransfer tanda saraf melalui sebuah sinap.Endorfin merupakan salah satu
contoh neuromodulator

2.4 Manifestasi Klinis


Nyeri merupakan kejadian ketidaknyamanan yang dalam perkembangannya
akan mempengaruhi berbagai komponen dalam tubuh. Efek nyeri dapat berpengaruh
terhadap fisik, perilaku, dan pengaruhnya pada aktivitas sehari-hari (Andarmoyo,
2017).

1. Tanda dan gejala

Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya untuk
tidak mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting untuk
mengobservasi keterlibatan saraf otonom. Saat awitan nyeri akut, denyut jantung,

4
tekanan darah, dan frekuensi pernapasan meningkat (Wahyudi & Abd.Wahid,
2016).

2. Efek fisik
a. Nyeri akut

Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai
efek yang membahayakan diluar ketidaknyamanan yang disebabkannya.
Selain merasakan ketidaknyamanan dan mengganggu, nyeri akut yang tidak
kunjung mereda dapat memengaruhi sistem pulmonary,
kardiovaskuler,gastrointestinal, endokrin, dan imunologik (Andarmoyo, 2017).

b. Nyeri kronis

Seperti halnya nyeri akut, nyeri kronis juga mempunyai efek negatif
dan merugikan. Supresi atau penekanan yang terlalu lama pada fungsi imun
yang berkaitan dengan nyeri kronis dapat meningkatkan pertumbuhan tumor
(Andarmoyo, 2017).

3. Efek perilaku

Pasien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah dan gerakan


tubuh yang khas dan berespons secara vokal serta mengalami kerusakan dalam
interaksi sosial. Pasien seringkali meringis, mengernyitkan dahi, menggigit bibir,
gelisah, imobilisasi, mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan melindungi
bagian tubuh sampai dengan menghindari percakapan, menghindari kontak sosial
dan hanya fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri (Wahyudi & Abd.Wahid,
2016).

a. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari

Pasien mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi


dalam aktivitas rutin, seperti mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan
higiene normal dan dapat mengganggu aktivitas sosial dan hubungan seksual
(Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).

2.5 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan terhadap nyeri harus dilakukan dengan seksama yng dilakukan
sebelum pengobatan dimulai, secara teratur setelah pengobatan dimulai, setiap saat

5
bila ada laporan nyeri baru dan setelah interval terapi 15-30 menit setelah pemberian
parenteral dan 1 jam setelah pemberian peroral.

1. Anamnesis yang teliti

Dalam melakukan anamnesis terhadap nyeri kita harus mengatahui


bagaimana kualitas nyeri yang diderita meliputi awitan, lama, dan variasi yang
ditimbulkan untuk mengetahui penyebab nyeri. Selain itu, kita juga harus
mengetahui lokasi dari nyeri yang diderita apakah dirasakan diseluruh tubuh atau
hanya pada bagian tubuh tertentu. intensitas nyeri juga penting ditanyakan untuk
menetapkan derajat nyeri. Tanyakan pula keadaan yang memperberat atau
memperingan nyeri. Tanyakan pula tentang penyakit sebelumnya, penggobatan
yang pernah dijalani, dan alergi obat.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang benar sangat diperlukan untuk menguraikan


patofisiologi nyeri. Pemeriksaan vital sign sangat penting dilakukan untuk
mendapatkan hubungannya dengan intensitas nyeri karena nyeri menyebabkan
stimulus simpatik seperti takikardia, hiperventilasi dan hipertensi. Pemeriksaan
Glasgow come scale rutin dilaksanakan untuk mengetahui apakah ada proses
patologi di intracranial. Pemeriksaan khusus neurologi seperti adanya gangguan
sensorik sangat penting dilakukan dan yang perlu diperhatikan adalah adanya
hipoastesia, hiperastesia, hiperpatia dan alodinia pada daerah nyeri yang penting
menggambarkan kemungkinan nyeri neurogenik.

3. Pemeriksaan psikologis

Mengingat faktor kejiwaan sangat berperan penting dalam manifestasi


nyeri yang subjektife, maka pemeriksaan psikologis juga merupakan bagian yang
harus dilakukan dengan seksama agar dapat menguraikan faktor-faktor kejiwaan
yang menyertai.Test yang biasanya digunakan untuk menilai psikologis pasien
berupa the Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI). Dalam
menetahui permasalahan psikologis yang ada maka akan memudahkan dalam
pemilihan obat yang tepat untuk penaggulangan nyeri

6
2.5 Data Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan bertujuan untuk mengatahui penyebab
dari nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan laboratorium dan
imaging seperti foto polos, CT scan, MRI atau bone scan.

7
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Nyeri merupakan hal seringkali kita jumpai pada dunia praktek kedokteran
yang sampai saat ini merupakan masalah dalam dunia kedokteran Nyeri merupakan
manifestasi dari suatu proses patologis yang terjadi di dalam tubuh. Nyeri akut
merupakan sensibel nyeri yang mempunyai manfaat. Bila pengelolaan nyeri dan
penyebab nyeri akut tidak dilaksanakan dengan baik, nyeri itu dapat berkembang
menjadi nyeri kronik.
Diagnostik nyeri sesuai dengan usaha untuk mencari penyebab terjadinya
nyeri Penyebabnya biasanya lebih mudah dapat ditentukan, sehingga
penanggulangannya biasanya lebih mudah pula. Nyeri akut ini akan mereda dan
hilang seiring dengan laju proses penyembuhan jaringan yang sakit. Diagnosa
penyebab nyeri akut harus ditegakkan lebih dahulu. Bersamaan dengan usaha
mengatasi penyebab nyeri akut, keluhan nyeri penderita juga diatasi.Pengobatan yang
direncanakan untuk menangulangi nyeri harus diarahkan kepada proses penyakit yang
mendasarinya untuk mengendalikan nyeri tersebut. Pemahaman tentang patofisiologi
terjadinya nyeri sangatlah penting sebagai landasan menanggulangi nyeri yang
diderita oleh penderita. Semua obat analgetika efektif untuk menanggulangi nyeri
akut ini

3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan melalui makalah ini kami selaku penyusun mengharapkan khususnya
semua mahasiswa dan mahasiswi dan para pembaca sekalian dapat mengetahui serta
memahami tentang Bermain dengan kebutuhan Rasa Nyeri

Anda mungkin juga menyukai