Anda di halaman 1dari 35

PEGANGAN TUTOR

MODUL 1

WABAH PENYAKIT MENULAR


MODUL 1

WABAH PENYAKIT MENULAR DALAM SUATU KOMUNITAS

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa dapat melaksanakan Penanggulangan wabah


penyakit menular ( Kejadian Luar Biasa) yang menimpa suatu komunitas secara tuntas dan
membuat perencanaan untuk mencegah berulangnya wabah pada masa yang akan datang

KOMPETENSI MINIMAL :

1. Mampu mengenali dan memberikan gambaran WABAH PENYAKIT bila mencari


informasi dalam di literatur atau korespendensi dan mengetahui cara mendapatkan
informasi lebih lanjut.
2. Mampu membuat diagnosis WABAH berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologis. dan
mampu melaporkan kejadian wabah ke pihak yang lebih ahli untuk dilakukan upaya
penanggulangan wabah.
3. 3A. Mampu membuat diagnosis wabah berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologis
dan mampu memutuskan dan melakukan tindakan penanggulangan tahap pertama
(mencegah agar wabah tidak meluas , kasus baru tidak bertambah secara siknifikan dan
tidak terjadi lagi korban jiwa) sebelum merujuk ke pihak yang lebih ahli
3B. Mampu membuat diagnosis wabah berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologis
dan mampu memutuskan dan melakukan tindakan penanggulangan wabah tahap lanjut
(sampai tahap penghentian wabah) sebelum merujuk ke pihak yang lebih ahli .

4. Mampu membuat diagnosis wabah berdasarkan hasil penyelidikan


epidemiologis dan mampu memutuskan dan melakukan tindakan
penanggulangan wabah sampai tuntas termasuk pencegahan wabah pada masa
yang akan datang secara mandiri, berdasarkan Undang-Undang Wabah Penyakit.
SASARAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa :


1. Mampu menjelaskan pengertian wabah penyakit, kriteria wabah , faktor
determinan terjadinya wabah serta Undang-Undang tentang wabah sebagai
payung hukum penanggulangan wabah.
2. Mampu menjelaskan proses terjadinya epidemic, pandemic dan endemisitas
suatu penyakit.,
3. Mampu melaksanakan penanggulangan WABAH yang meliputi :
(a) Penyelidikan epidemiologis.
(b) Pemeriksaan penderita, agent penyakit, sumber penyebaran wabah (air ,
racun dll),
(c) Pengobatan penderita
(d) Perawatan dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina.
(e) Pencegahan dan pengebalan (imunisasi)
(f) Pemusnahan penyebab penyakit
(g) Penanganan jenazah akibat wabah
(h) Penyuluhan kepada masyarakat
(i) Dan penanggulangan lainnya.
4. Terampil melakukan penyelidikan epidemiologis dalam upaya penanggulangan
wabah
yang bertujuan untuk :
(a) Mengetahui agent penyebab penyakit wabah
(b) Menentukan factor penyebab timbulnya wabah
(c) Mengetahui kelompok masyarakat yang terancam terkena wabah
(d) Menentukan cara penanggulangan.
5. Melaksanakan pengumpulan data primer dan atau data sekunder penyakit
penyebab WABAH dalam suatu komunitas.
6. Mampu mengolah data yang diperoleh berdasarkan variable waktu, tempat dan
orang secara manual dan komputerisasi.
7. Mampu menyajikan data dalam bentuk table, grafik, dan polygon secara manual
dan komputerisasi dari kasus WABAH yang terjadi dalam suatu komunitas
8. Mampu menganalisis data hasil penyelidikan WABAH dan mendistribusikan
informasi hasil analisis data kepada lintas sector terkait
9. Menjelaskan karakteristik virus/ bakteri/ parasit dll yang menyebabkan terjadinya
WABAH dalam suatu komunitas.
10. Menjelaskan factor resiko yang merupakan determinan terjadinya WABAH dalam
suatu komunitas
11. Menjelaskan factor ekologi yang merupakan determinan terjadinya WABAH
dalam suatu komunitas
12. Menjelaskan factor social budaya yang merupakan determinan terjadinya
WABAH
13. Menjelaskan Penatalaksanaan Kasus (Case Management) dalam suatu WABAH
14. Menjelaskan cara mengatasi dan menghentikan WABAH
15. Menjelaskan upaya-upaya preventif yang dibutuhkan agar tidak lagi terjadi
WABAH pada masa yang akan datang.
16. Menjelaskan dan mempraktekkan upaya promotif dan melakukan penyuluhan
PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) di masyarakat yang terkait dengan
WABAH guna merubah perilaku komunitas dari perilaku negative (tidak peduli
dengan pencegahan WABAH) menjadi perilaku positif (bersedia dan
melaksanakan upaya pencegahan)
17. Menjelaskan dan membuat system kewaspadaan dini (SKD) WABAH PENYAKIT
MENULAR
18. Menjelaskan Kebutuhan dan pengelolaan logistic farmasi dalam penanganan
WABAH
19. Mengetahui cara pengelolaan bahan bahan yang mengandung penyebab
penyakit
20. Mampu menggalang peran serta masyarakat dalam pencegahan dan
penanggulangan wabah.
21. Mampu membuat laporan lengkap hasil penanggulangan WABAH

PEMICU

KASUS 1 :

KLB DEMAM BERDARAH DENGUE .

1. Informasi yang di berikan oleh Kepala puskesmas kepada kelompok mahasiswa


dalam bentuk satu lembar laporan Wabah berupa formulir laporan W1, yang
telah diisi gejala gejala penyakit tanpa menyebutkan (mendiagnosis) jenis KLB
yang terjadi

a. Informasi yang akan disampaikan oleh kepala puskesmas tsb merupakan kasus
yang riel terjadi dalam suatu komunitas diwilayah kerja puskesmas.
b. Informasi dari masing-masing kepala puskesmas ( terdapat 8 puskesmas) ber
beda-beda sesuai dengan kenyataan yang ada sebagai suatu evidence.

c. Informasi yang diberikan oleh Kepala Puskesmas merupakan KASUS terbaru


yang SEDANG terjadi pada hari disampaikan informasi tersebut oleh kepala
puskesmas dan kasusnya masih berjalan.

d. Selanjutnya mahasiswa melaksanakan tahap demi tahap sesuai petunjuk lebih


lanjut. Sbb :

TAHAP PERTAMA:

Merupakan pertemuan pertama dilakukan dalam kelas besar dengan tatap muka
satu arah untuk penjelasan dan tanya jawab tentang wabah penyakit dari modul
satu.
TAHAP KEDUA

Tahap kedua merupakan TUTORIAL PERTAMA, mahasiswa dibagi dalam 10


kelompok.

a. Pada tahap ini kegiatan berlangsung selama 2 X 50 menit,


b. Tiap kelompok di dampingi oleh tutor dari Puskesmas dan atau dosen
yang ditunjuk.
c. Pada tahap ini, kasus tersebut didiskusikan dalam kelompok dengan
menggunakan metode curah pendapat, mahasiswa diharapkan
memecahkan problem wabah yang terdapat dalm formulir W1, dengan
mengikuti 7 langkah penyelesaian masalah.
d. Pada Tutorial pertama ini mahasiswa menyelesaikan langkah 1 sampai
langkah 5.

TAHAP KETIGA.
a. Mahasiswa belajar mandiri untuk memecahkan masalah wabah tersebut.
b. Berhubung masalah ini hanya dapat diselesaikan apabila mahasiswa
melakukan penyelelidikan epidemiologis wabah penyakit di Puskesmas
dan masyarakat, maka pada tahap ini, seluruh anggota kelompok harus
ke puskesmas berdasarkan wilayah dimana KLB terjadi.
c. Penyelidikan epidemiologis di Puskesmas dilakukan pada keesokan
harinya ( tanggal 29 April 2010),
d. Mahasiswa secara sendiri sendiri atau berkelompok datang ke puskesmas
dan diterima oleh kepala puskesmas (Tutor) pada jam 08.30 pagi di
puskesmas masing- masing. Dimana sebelumnya yaitu pada tahap kedua
kepala puskesmas menginformasikan dengan jelas alamat puskesmas
masing- masing,
e. Pada penyelidikan epidemiologis ini, mahasiswa mengumpulkan data
sekunder sesuai dengan kasus dan agar proses berjalan dengan lancar
maka masing -masing kepala puskesmas (TUTOR) telah menyiapkan
data tersebut di puskesmas.
f. Setelah memperoleh data,dan berdiskusi dengan staf puskesmas maka
mahasiswa melakukan penyelidikan wabah dengan mengunjungi salah
satu rumah di lokasi wabah yang dekat dengan puskesmas, rumah
tersebut telah dipersiapkan sebelumnya oleh tutor dan telah disampaikan
pada pemilik rumah, apabila tidak ada kasus yang dekat dengan
puskesmas maka dilakukan laksana kasus.
g. Tujuan penyelidikan epidemiologi di masyarakat ini adalah agar
mahasiswa mempelajari factor lingkungan, factor perilaku dan factor lain
yang merupakan factor risiko terjadinya wabah.
h. Mahasiswa diwajibkan mengambil dokumentasi ( foto atau video) tentang
faktor risiko yang ditemukan pada saat berada di masyarakat .untuk
nantinya dipresentasikan dalam LOKAKARYA MINI PUSKESMAS.
i. Data yang diperoleh di puskesmas dibuat dalam bentuk table dan grafik ,
serta menghitung batas wabah, selanjutnya mahasiswa menetapkan
apakah telah terjadi wabah atau tidak, tetapi dalam proses pembelajaran
ini maka data yang disiapkan oleh puskesmas adalah data yang telah
didiagnose sebelumnya bahwa telah terjadi wabah.
TAHAP EMPAT DAN LIMA
Dengan terdiagnosanya wabah ini, maka selanjutnya mahasiswa mendiskusikan
untuk mencapai Tujuan Instruksional Khusus serta membuat laporan hasil
penyelidikan wabah penyakit dan Plan Of Action (POA) (TUTORIAL KEDUA)

TAHAP ENAM

POA ini selanjutnya dipresentasikan dalam acara LOKAKARYA MINI


PUSKESMAS ( PENGGANTI DISKUSI PANEL PADA TAHAP ENAM ) yang
diadakan di puskesmas pada tanggal 1 Mei 2010 diikuti oleh semua staf
puskesmas, Lurah, tim penggerak PKK, kader posyndu dll, sekaligus dilakukan
proses TANYA PAKAR, (Kepala Puskesmas, dokter puskesmas termasuk dokter
spesialis yang ada dipuskesmas dan lurah serta PKK) dapat juga di rangkaikan
dengan pelatihan kader oleh mahasiswa.
CONTOH
Ini adalah salah satu contoh informasi dari kepala puskesmas untuk penyakit DBD.

Kepala RT V/RW 3 Desa Barombong, datang ke Puskesmas Barombong melaporkan


kepada Kepala Puskesmas bahwa diwilayahnya telah terjadi Wabah dengan
menyerahkan laporan wabah ( LAPORAN W1).

Laporan ini SELANJUTNYA diberikan oleh kepala puskesmas kepada setiap


mahasiswa yang berperan sebagai “”KEPALA PUSKESMAS””.

KASUS 2 DAN KASUS SELANJUTNYA, IDEM DENGAN KASUS


PERTAMA.

TUGAS MAHASISWA

1. Setelah memperoleh informasi dalam bentuk skenario yang disampaikan oleh


Kepala Puskesmas ( yang merangkap sebagai Tutor) maka mahasiswa
melakukan tanya jawab dengan Kepala Puskesmas untuk memperjelas skenario
yang diberikan.
2. Mahasiswa kemudian melakukan diskusi kelompok yang bertujuan untuk
membahas substansi dan kata kunci dari informasi yang diberikan serta
mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk melakukan kunjungan
lapangan ke Puskesmas, ke Rumah Sakit atau ke Masyarakat sesuai dengan
kebutuhan dan permasalahan yang ada, hal yang perlu dipersiapkan antara lain
membuat kuesioner penyelidikan epidemiologis (Investigasi wabah) serta
pembahagian tugas untuk masing-masing mahasiswa.
3. Diskusi ini dilakukan sampai pada langkah lima yang bertujuan untuk mencapai
tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK) dalam
modul ini, namun tidak menutup kemungkinan dapat memperluas bahan diskusi
dengan hal hal yang relevant.
4. Selanjutnya Mahasiswa melakukan penyelidikan epidemiologis ( investigasi
wabah) dengan melakukan kunjungan lapangan ke Puskesmas/Masyarakat
untuk mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan.
5. Setelah menyelesaikan seluruh proses penyelidikan epidemiologis di puskesmas
dan masyarakat, mahasiswa mendiskusikan dalam kelompok masing2 hasil
penyelidikan epidemiologis tersebut.
6. Setelah mendiskusikan dalam kelompok mahasiswa diwajibkan membuat:
a) Laporan lengkap hasil penyelidikan epidemiologis dan
b) POA ( Plan of action) penanggulangan dan pencegahan wabah penyakit.
7. Setiap kelompok membuat satu laporan lengkap hasil penyelidikan epidemiologis
dan satu POA ( Plan of Action) penanggulangan dan pencegahan wabah
penyakit
POA penanggulangan dan pencegahan wabah penyakit dipresentasikan rapat
pleno. yang dilaksanakan di Kampus UMI dilanjutkan dengan tanya pakar,
Format kuesioner penyelidikan epidemiologis, Laporan lengkap hasil
penyelidikan epidemiologis dan POA ( Plan of action) penanggulangan dan
pencegahan wabah penyakit akan diberikan contoh pada bagian terpisah.
BEBERAPA TEORI TENTANG
WABAH PENYAKIT

YANG DIHARAPKAN BERKEMBANG DALAM


DISKUSI KELOMPOK
BAHAN I

KEGIATAN PENANGGULANGAN WABAH

Untuk dapat melakukan penanggulangan wabah banyak kegiatan yang harus dilakukan. Untuk
suatu PUSKESMAS kegiatan tersebut secara sederhana dapat dibedakan atas empat macam
yakni :

1. Menetapkan terjangkitnya keadaadaan wabah


Kegiatan pertama yang harus dialakukan ialah menetapkan terjangkitnya suatu wabah.
Untuk dapat menetapkan terjangkitnya atau tidaknya wabah tersebut, perlu dilakukan
pengumpulan data, penganalisaan data dan pernarikan kesimpulan. Agar kesimpulan t
ersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya yang perlu dimiliki suatu pedoman
pengambilan kesimpulan. Pedoman yang dimaksud dikenal dengan nama Nilai Batas
Keadaan Wabah.

2. Melaksanakan penanganan keadaan wabah


Apabila telah dibuktikan adanya wabah, kegiatan selanjutnya yang perlu dilakukan ialah
melaksanakan menanganan wabah. Untuk itu ada tiga hal yang harus dilakukan yakni :
a. kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada penderita.
b. kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada masyarakat.
c. kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada lingkungan.
3. Menetapkan berakhirnya keadaan wabah
Keadaan wabah adalah suatu keadaan darurat, dan karena itu perlu ditetapkan masa
berakhirnya. Cara menetapkan berakhirnya keadaan wabah adalah sama dengan
menetapkan terjangkitnya wabah., yakni melakukan pengumpulan data, penganalisaan
data dan penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan disini juga memanfaatkan Nilai
Batas Keadaan Wabah yang telah ditetapkan.
4. Pelaporan wabah
Kegiatan lain yang harus dilakukan ialah melaporkan keadaan wabah. Pada dasarnya
laporan wabah tersebut meliputi laporan terjangkitnya keadaan wabah, laporan
penanganan wabah serta laporan berakhirnya keadaan wabah. Semua laporan ini
dipersiapkan oleh PUSKESMAS untuk dikirimkan ke Dinas Kesehatan Tingkat II. Adanya
laporan yang seperti ini dipandang penting dalam rangka penyusunan rencana-rencana
dan pelaksanaan rencana kerja penanggulangan wabah itu sendiri.
Perlu disampaikan disini bahwa keempat kegiatan ini tidak hanya dilakukan oleh
PUSKESMAS saja, tetapi juga mengikutsertakan berbagai pihak yang ada di masyarakat,
baik instansi pemerintah, instansi swasta dan ataupun masyarakat sendiri.

BAHAN II

PERISTIWA WABAH
PENDAHULUAN
Untuk dápat melakukan penanggulangan wabah yang sebaik-baiknya, perlulah diketahui pula
apa yang dimaksud dengan peristiwa wabah itu sendiri serta bagaimana munculnya peristiwa
wabah tersebut. Pengetahuan yang seperti ini, tidak hanya penting untuk mengenal keadaan
wabah tetapi amat penting urituk menangani terjangkitnya keadaan wabah.

Jika ditinjau dan sejarah perkembangan penanggulangan wabah yang pernah dikenal, ada atau
tidaknya peptahuan yang seperti ini amat menentukan tindakan yang dilakukan. Pada masa
lalu, sebagai akibat pengetahuan yang belum sempurna, tindakan penanggulangan wabah
selalu dikaitkan dèngan sesuatu yang bersifat supra natural. Keadaan yang seperti ini bukan saja
ákan menyebabkan wabah tidak mungkin ditanggulangi, tetapi juga dapat menyulitkan
kehidupan masyarakat, seperti misalnya yang pernah terjadi pada penanggulangan wabah
penyakit pes pada jaman era kegelapan.

Pada saat ini sejalan dengan kemajuan ilmu dan tekno logi kedokteran, pengetahuan tentang
munculnya keadaan wabah telah banyak diketahui. Namun bukan berarti masalah yang ada
kaitannya dengan keadaan wabah telah berhasil dituntaskan. munculnya beberapa peristiwa
wabah seperti penyakit AIDS sebagaimana yang terjangkit kini, pada beberapa bagian tetap
menjadi misteri bagi kalangan kedokteran.

BATASAN

Sebagaimana telah disebutkan ada perbedaan pengertian wabah dari sudut epidemiologi dan
dari sudut peraturan perundang-undangan. Dan sudut epidemiologi yang dimaksud dengan
wabah ialah suatu keadaan dimana jumlah penderita suatu penyakit tertentu dalam waktu dan
tempat tertentu berada dalam jumlah yang berbeda bermakna dan keadaan biasa.
Sedangkan dari sudut peraturan perundang-undangan yang dimaksud dengan keadaan wabah
ialah kejadian terjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan
daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
Adanya perbcdaan yang seperti ini tidak perlu terlalu dirisaukan. Masih diutamakannya
keadaan wabah hanya untuk penyakit menular saja, karena memanglah untuk Indonesia
penyakit menular masih banyak ditemukan.

Sampai saat ini penyebab dari masih tingginya angka penyakit dan angka kematian di Indonesia,
memang masih berhubungan erat dengan sering ditemukannya wabah penyakit menular. Jika
wabah penyakit menular ini dapat dicegah, maka pada gilirannya dapatlah diharapkan
menurunnya angka penyakit dan angka kematian yang dimaksud.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA WABAH

Timbul atau tidaknya wabah suatu penyakit menular dipengarui oleh banyak faktor. Faktor-
faktor tersebut, sebagaimana dikemukakan oleh Gordon dan Le Richt ialah terdapat pada
pejamu, bibit penyakit dan Iingkungan.

Pada dasarnya semua faktor yang terdapat pada pejamu, bibit penyakit serta lingkungan dapat
mempengaruhi timbulnya keadaan wabah. Hanya saja dari sekian banyak faktor yang terdapat
pada ketiga hal tersebut diatas, yang terpenting diantaranya ialah faktor herd immunity yang
terdapat pada pejamu, faktor patogenisiti yang terdapat pada bibit penyakit serta faktor
llngkungan yang buruk yang terdapat pada lingkungan.

1. Herd immunity yang rendah


Faktor pertama yang mempengaruhi timbulnya wabah ialah herd immunity atau
kekebalan masyarakat. Herd immunity ini terdapat pada pejamu yang peranannya amat
penting dalam menimbulkan keadaan wabah. Adapun yang dimaksud dengan herd
immunity atau kekebalan tersebut adalah daya tahan masyarakat terhadap penyebaran
penyakit infeksi karena sebagian besar anggota masyarakat memiliki kekebalan
terhadap penyakit infeksi tersebut.

Dan pengertian yang seperti ini jelas jika pada suatu daerah berhasil dilaksanakan
program imunisasi misalnya, maka kekebalan masyarakat terhadap penyakit yang ingin
dicegah dengan diimunisasi tersebut akan tinggi sehingga wabah tidak mudah terjadi.
Sebaliknya jika kekebalan masyarakat tersebut rendah, maka masyarakat mudah
terserang penyakit yang apabila jumlah penderitanya meningkat dengan pesat,
timbullah keadaan wabah
Dalam keadaan tertentu sekalipun sebagian besar anggota masyarakat telah memiliki
kekebalan, dapat saja timbul keadaan wabah. ini berarti terjadi penurunan herd
immunity pada masyarakat tersebut. Menurunnya kekebalan masyarakat tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni:
a. Bila sebagian besar dan anggota masyarakat telah tidak kebal lagi.
Keadaan yang seperti ini dapat ditemukan misalnya bila terjadi:
 Penambahan dan atau kedatangan orang-orang yang tidak kebal
pada kelompok tersebut.
 Pengurangan dan atau kepergian orang-orang yang kebal dan
kolompok tersebut.
 Terjadinya perubahan sifat antigenisiti dari bibit penyakit
tersebut.
b. Bila anggota masyarakat yang tidak memiliki kekebalan berkelompok
pada suatu daerah tertentu sedangkan yang memiliki kekebalan
berkelompok ditempat lain,
Lazimnya jika sebagian besar anggota masyara kat (sekitar 80%) memiliki
kekebalan, maka kelompok masyarakat tersebut dapat menjadi perisai
bagi kelompok masyarakat lainnya yang kebetulan tidak memiliki
kekebalan. Syaratnya ialah apabila ditemukan penyebaran yang merata
dari anggota masyarakat yang di maksud.
Tetapi jika kebetulan penyebaran tersebut tidak merata, dalam arti
terjadi pengelompokkan dimana anggota masyarakat yang memiliki
kekebalan berkelompok secara terpisah dengan anggota masyarakat
yang tidak memiliki kekebalan, sekalipun sebagian besar anggota
masyarakat telah memiliki kekebalan, tetap saja ada kemungkinan
terjadinya wabah.
Pada keadaan yang seperti ini penyakit tersebut akan menyerang
kelompok masyarakat yang tidak memiliki kekebalan, yang apabila
jumlahnya meningkat dengan cepat dapat menimbulkan wabah.
c. Tingginya kesempatan orang-orang yang tidak kebal berkontak satu sama
lainnya. Timbulnya wabah disini ialah karena orang- orang yang kebal
tidak lagi berfungsi sebagai perisai (pelindung) bagi yang tidak kebal.

2. Patogenesiti
Faktor kedua yang mempengaruhi timbulnya wabah ialah sifat patogenesi dari bibit
penyakit. Adapun yang dimaksud dengan patogenisiti disini, seperti yang telah diuraikan
ialah menunjuk kepada kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada
pejamu sehingga timbul penyakit.

Secara umum disebutkan bahwa makin besar kemampuan kuman menimbulkan


penyakit, maka besar pula kemungkinan penyakit tersebut menjadi wabah. Keadaan
yang seperti ini disebut bibit penyakit patogenisiti kuat (high pathogenicity) misalnya
virus cacar (smallpox). Pada penyakit cacar, hampir setiap orang yang kontak dengan
virus cacar akan menjadi sakit sehingga dapat mendorong timbulnya wabah.

Sebaliknya pada penyakit poliomylitis, tidaklah semua orang yang kontak dengan
poliovirus akan menjadi sakit. Oleh karena itu poliovirus digolongkan kedalam bibit
penyakit dengan patogenisiti lemah (low patoganasiti). Patogenisiti suatu agent
penyakit dapat dihitung dengan mempergunakan rumus sebagai berikut :

Jumlah yang sakit


Patogenesiti = -----------------------
Jumlah orang yang kontak

3. Lingkungan yang buruk


Faktor ketiga yang mempengaruhi timbulnya wabah ialah keadaan lingkungan yang
buruk. Adapun yang dimaksud dengan lingkungan disini ialah seluruh kondisi yan
terdapat disekitar organisme tetapi mempengaruhi kehidupan dan ataupun
perkembangan organisme tersebut.

Secara umum lingkungan tersebut dibedakan atas tiga macam yakni lingkungan fisik,
lingkungan biologis serta Iingkungan sosial. Apabila terjadi perubahan pada lingkungan
maka berubah pulalah pengaruhnya terhadap kehidupan dan ataupun perkembangan
organisme.

Berubahnya Iingkungan menjadi buruk pada dasarnya karena ekosistem yang ada telah
tidak mampu lagi menyerap perubahan yang terjadi. Mungkin karena perubahan
tersebut terjadi terlalu cepat (faktor waktu) dan ataupun mungkin karena volume
perubahan terlalu berat untuk ekosistem yang ada. Dalam keadaan yang seperti ini akan
timbul banyak masalah yang untuk bidang kesehatan antara lain dapat mendorong
timbulnya wabah.

Contoh terjadinya perubahan lingkungan yang buruk ialah ketika terjadi bencana alam.
Keadaan Iingkungan yang tidak menguntungkan (seperti misalnya banjir, kekeringan,
letusan gunung berapi dan tanah longsor) yang kesemuanya ini bersifat menguntungkan
bibit penyakit (lalat mudah berkembang biak) dan kemudian ditambah lagi dengan
menurunnya daya tahan tubuh (seperti misalnya kurang istirahat serta tidak cukup
makan) akan menyebabkan penyakit mudah terjangkit serta memudahkan timbulnya
wabah.

MACAM WABAH

Tergantung dari sifat-sifat yang dimilikinya, wabah dapat dibedakan atas tiga macam yakni :
1. Point source epidemic (common source epidemic).
Yang dimaksud dengan point source epidemic ialah suatu keadaan wabah yang ditandai
oleh:
a. timbulnya gejala penyakit (onset penyakit) yang cepat.
b. Masa inkubasi penyakit yang pendek
c. Episode penyakit merupakan peristiwa tunggal
d. Waktu munculnya penyakit jelas
e. Lenyapnya penyakit dalam waktu cepat.
Keadaan wabah yang seperti ini ditemukan misalnya pada peristiwa keracunan
makanan. Sekelompok orang yang selesai pesta tiba-tiba menderita penyakit muntah
berak.
Wabah yang muncul disini adalah merupakanperistiwa tunggal (penyakit muntah
berak), waktu munculnya penyakit jelas (setelah ikut pesta) serta sumber penyebabnya
adalah sama yakni karena memakan makanan yang disajikan dalam pesta (common
source/point source).
Lamanya masa inkubasi, saat timbul gejala penyakit serta saat lenyapnya penyakit
tergantung dari penyebab penyakitnya, tetapi pada umumnya lebih singkat daripada
wabah penyakit lainnya.
2. Contagious disease epidemic (propagated epidemic)
Yang dimaksud dengan contagious disease epidemic ialah suatu keadaan wabah yang
ditandai oleh :
a. timbulnya gejala penyakit (onset penyakit) yang pelan.
b. Masa inkubasi penyakit yang panjang
c. Episode penyakit yang bersifat majemuk
d. Waktu munculnya penyakit yang tidak jelas
e. Lenyapnya penyakit dalam waktu lama.
Keadaan wabah yang seperti ini umumnya berlaku untuk suatu penyakit menular.
Timbulnya keadaan wabah disini adalah karena adanya faktor-faktor yang
menguntungkan timbulnya wabah (propagated) serta karena adanya hubungan
(contact) antara penderita dengan orang lain yang rentan.
3. Mix source epidemic
Yang dimaksud dengan mix epidemic (wabah campuran) ialah suatu keadaan wabah
yang disamping ditemukan gejala-gejala dari wabah bentuk kedua. Karena gejala-gejala
pada wabah campuran ini tidak khas, sering mengacaukan interpretasi sehingga dapat
mempersulit upaya penanggulangannya.

BAHAN III
MENETAPKAN TERJANGKITNYA KEADAAN WABAH
PENDAHULUAN
Telah disebutkan bahwa langkah pertama yang harus dilakukan pada penganggulangan wabah
ialah menetapkan terjangkitnya keadaan wabah. Pada dasarnya menetapkan ada atau tidaknya
keadaan wabah tersebut merupakan tanggung jawab masyarakat secara keseluruhan. Mudah
dipahami karena hanya dengan adanya keikutsertaan masyarakatlahakan dapat dilakukan
penemuan wabah yang sedini-dininya. Dengan ikut sertanya masyarakat tersebut, bukan saja
keadaan wabah akan dapat diketahui, tetapi juga yang terpenting ialah akan dapat digerakkan
keikutsertaan masyarakat dalam penanganan wabah selanjutnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, sekalipun adanya peran serta masyarakat amat penting, namun
untuk dapat menjamin segera diketahui terjangkitnya atau tidaknya keadaan wabah,
keterlibatan petugas kesehatan tetap diperlukan. Sesuai dengan peranan, wewenang dan
tanggung jawab yang dimiliki, keterlibatan yang dimaksud terutama adalah dalam hal
pengambilan inisiatif. Inisiatif yang seperti ini makin bertambah penting jika kebetulan
berhadapan dengan kelompok masyarakat yang karena tingkat kehidupan sosial ekonomi dan
pendidikannya, belum begitu memahami akan pentingnya kesehatan.

Untuk Indonesia inisiatif yang seperti ini terutama diharapkan dari petugas kesehatan yang
bekerja di fasilitas kesehatan lini terdepan. Fasilitas yang dimaksud ialah PUSKESMAS yang oleh
pemerintah telah didirikan hampir diseluruh pelosok tanah air.

BATASAN

Batasan tentang penetapan terjangkitnya keadaan wabah banyak macamnya. Secara sederhana
yang dimaksud dengan penetapan keadaan wabah ialah suatu proses pengumpulan dan
penganalisaan data dari suatu penyakit disuatu daerah tertentu serta menarik kesimpulan
atasnya sehingga dapat segera diketahui ada atau tidaknya keadaan wabah didaerah tersebut.

Dari batasan sederhana yang seperti ini jelaslah untuk dapat melakukan penetapan
terjangkitnya keadaan wabah ada beberapa kegiatan yang harus dilaksanakan, yang jika
disederhanakan dapat dibedakan atas tiga macam yakni:
1. Melakukan pengumpulan data
Kegiatan pertama yang harus dilaksanakan ialah melakukan pengumpulan data. Untuk
Indonesia jenis data yang dikumpulkan masih bersifat terbatas. Disesuaikan dengan UU
No. 4 tahun 1984, maka yang perlu dikumpulkan hanyalah data tentang penyakit
menular saja.
Sekalipun data yang dikumpulkan masih bersifat terbatas, namun untuk melakukan
pengumpulan data tersebut secara aktif tidaklah semudah yang diperkirakan. Masalah
pokok yang dihadapi ialah karena terbatasnya tenaga, dana dan sarana yang dimiliki.
Untuk mengatasinya, sering dimanfaatkan data yang dikumpulkan secara pasif saja.
Data yang dimaksudkan disini secara umum dapat dibedakan atas dua macam yakni:
a. Data kegiatan rutin
Untuk PUSKESMAS data kegiatan rutin ini misalnya adalah laporan pelayanan
berobat jalan yang diselenggarakan oleh Balai Pengobatan yang ada di tiap
PUSKESMAS.
b. Data laporan masyarakat.
Karena terjangkitnya penyakit dengan jumlah yang besar akan menggelisahkan
masyarakat, maka masyarakat sering melaporkannya ke instansi kesehatan. Data
tersebut dapat dimanfaatkan untuk menetapkan ada atau tidaknya wabah
disuatu daerah.
Sekalipun kedua jenis data ini dapat dimanfaatkan, haruslah diingat bahwa data yang
diperoleh tersebut tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Data kegiatan rutin
PUSKESMAS misalnya, tidaklah lengkap. Dimasyarakat masih ditemukan banyak
penderita lain, yang karena satu dan lain hal, tidak datang berobat ke PUSKESMAS,
sehingga datanya tidak dimiliki.
2. Melakukan analisa data
Kegiatan kedua yang harus dilaksanakan adalah melakukan analisa data dalam bentuk
mengolah dan menyajikan data yang telah terkumpul. Pada analisa data ini dilakukan
pula beberapa perhitungan termasuk perhitungan tentang jumlah dan penyebaran
orang-orang yang terserang penyakit tersebut.
3. Menarik kesimpulan.
Kegiatan ketiga yang perlu dilakukan ialah menarik kesimpulan dari hasil analisa data
yang dilakukan. Untuk dapat menarik kesimpulan ini tentu diperlukan suatu tolak ukur.
Tolok ukur yang dimaksud dikenal dengan nama nilai Batas Keadaan Wabah.
Kesimpulan yang dapat ditarik pada dasarnya dapat dibedakan atas dua macam yakni:
a. Tidak terjadi keadaan wabah
Disebut tidak terjadi keadaan wabah apabila jumlah dan penyebaran penderita
tidak berbeda bermakna dengan Nilai Batas Keadaan Wabah yang telah
ditetapkan
b. Telah terjadi keadaan wabah
Disebut telah terjadi keadaan wabah apabila jumlah dan penyebaran penderita
meningkat secara cepat dan berbeda bermakna dengan melebihi Nilai Batas
Keadaan Wabah yang telah ditetapkan.

NILAI BATAS KEADAAN WABAH

Yang dimaksud dengan Nilai Batas Keadaan Wabah ialah suatu nilai yang dipakai untuk
menentukan terjadi atau tidaknya suatu wabah. Tergantung dari jenis penyakitnya, ciri-ciri
penduduk yang terserang serta situasi dan kondisi daerah yang terjangkit, maka Nilai Batas
Keadaan Wabah ini tidaklah sama.

Bertitik tolak dari pendapat yang seperti ini jelaslah untuk menentukan ada atau tidaknya
wabah disuatu daerah, tidaklah tepat jika dipergunakan nilai nasional. Cara yang tepat untuk
menentukan ada atau tidaknya wabah pada suatu daerah ialah menghitung Nilai Batas Keadaan
Wabah untuk daerah itu sendiri.

Untuk menghitung Nilai Batas Keadaan Wabah ini diperlukan tersedianya dua angka yakni yang
menunjukkan keadaan yang lazim (normal) dari suatu penyakit yang dapat diketahui dengan
menghitung jumlah rata-rata penderita (mean) serta nilai standar penyimpangan (standard
deviasi) dari penyakit tersebut.

Perhitungan kedua nilai ini adalah untuk suatu kurun waktu tertentu. Kurun waktu tertentu
tersebut yang disesuaikan dengan situasi dengan kondisi PUSKESMAS ialah untuk satu minggu.
Apabila data tersedia, perhitungan dilakukan dengan memanfaatkan data tahun yang lalu.
Tetapi jika tidak tersedia, dapat dimanfaatkan data untuk 12 minggu.
Nilai Batas Keadaan Wabah suatu penyakit ialah nilai jumlah rata-rata penderita penyakit
ditambah dengan dua kali nilai standar penyimpangannya.

CONTOH:

Pencatatan terhadap penyakit A selama 12 minggu memperlihatkan jumlah penderita baru dari
minggu pertama sampai minggu ke 12 berturut-turut 8 orang, 10 orang, 13 orang, 9 orang, 9
orang, 15 orang, 10 orang, 8 orang, 11 orang, 13 orang, 14 orang dan 14 orang. Berapakah nilai
rata-rata (mean) dan standar penyimpangan (SD) dari penyakit A tersebut untuk 1 minggu?.
Untuk mencari nilai mean dipergunakan rumus sebagai berikut:
X= Ex
N
X = nilai rata-rata kasus perminggu
Ex = jumlah seluruh kasus
N = jumlah minggu

Hasil yang diperoleh adalah:


= 134 = 11
12
Artinya jumlah kasus penyakit A rata-rata seminggu adalah sebanyak 11 orang.
Untuk mencari nilai standar deviasi dipergunakan rumus sebagai berikut:

SD = Standard deviasi
X = jumlah kasus seminggu
X = nilai rata-rata kasus seminggu
N = jumlah minggu

Untuk memudahkan perhitungan nilai standard deviasi ada baiknya data tentang penyakit
tersebut disusun dalam bentuk tabel. Hasil yang diperoleh terlihat sebagai berikut :

Minggu ke Jumlah Kasus (x – X) (x – X)2


Baru
(N)
Penyakit A (x)

1 8 -3 9

2 10 -1 1
3 13 2 4

4 9 -2 4

5 9 -2 4

6 15 4 16

7 10 -1 1

8 8 -3 9

9 11 0 0

10 13 2 4

11 14 3 9

12 14 3 9

TOTAL 134 71

Dengan demikian nilai standar deviasi untuk penyakit A dalam seminggu adalah :

Dari perhitungan yang seperti ini dapatlah ditetapkan nilai batas keadaan wabah yakni nilai
rata-rata ditambah dua standard deviasi. Nilai yang diperoleh ialah : 11 + 2 (2,54) = 16 kasus
baru (dibulatkan).
Artinya kalau dalam waktu satu minggu jumlah kasus baru penyakit A mencapai 17 penderita
atau lebih maka ditempat tersebut terjadi wabah atau kejadian luar biasa untuk penyakit A.
Perlu dikemukakan disini, penetapan nilai batas keadaan wabah dengan cara ini haruslah
berhati-hati, karena data yang dipergunakan tidaklah lengkap. Dimasyarakat ditemukan
penderita yang tidak datang berobat, berobat sendiri, berobat ketempat lain atau bahkan ada
yang meninggal dunia yang datanya sama sekali tidak tercatat.
Selanjutnya, perlu pula dikemukakan bahwa Nilai Batas Keadaan Wabah yang diperoleh harus
selalu ditinjau secara berkala. Siapa tahu telah terjadi perubahan yang dapat mempengaruhi
jumlah dan penyebaran suatu penyakit.
KESIMPULAN TERJANGKIT TIDAKNYA KEADAAN WABAH.
Setelah analisa data berhasil dilakukan dilanjutkan dengan menarik kesimpulan dari data yang
telah dianalisa. Tujuannya adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya keadaan wabah disuatu
daerah. Untuk dapat menarik kesimpulan ini banyak cara yang dapat dipergunakan. Dua
diantaranya yang terpenting ialah mempergunakan teknik grafik penyakit disatu pihak serta
teknik tabel penyakit dipihak yang lain.
1. Teknik grafik penyakit.
Pada teknik ini data tentang nilai batas keadaan wabah yang telah dihitung diubah
kedalam bentuk grafik. Pada contoh diatas, gambaran grafik yang diperoleh terlihat
sebagai berikut:
Keterangan :
Daerah A ; daerah dimana terjadi wabah
Daerah B ; daerah dimana pengamatan harus lebih intensif
Daerah C ; daerah dimana keadaan penyakit normal/lazim.

Jika pada pengamatan 12 minggu kemudian didapatkan data penyakit yang sama
sebagai berikut :

Minggu Jumlah Kasus


Baru
1 6
2 9
3 12
4 8
5 15
6 24
7 27
8 19
9 15
10 9
11 11
12 8

Bagaimana mengetahui bahwa keadaan penyakit tersebut masih lazim atau sudah
menjadi wabah?.
Dengan mempergunakan teknik grafik penyakit, maka data tentang penyakit A selama
12 minggu tersebut dipindahkan kedalam grafik yang telah dibuat. Gambaran yang
terlihat adalah sebagai berikut :
Dari gambaran grafik yang seperti ini dapatlah disimpulkan bahwa pada minggu ke 6, 7
dan 8 telah terjadi wabah penyakit A dan menurun lagi pada minggu ke 9 dan
seterusnya.
Adanya keterangan yang seperti ini sekalipun telah memadai (menunjuk pada waktu =
time), tetapi belum lengkap. Keterangan yang diperoleh tersebut perlu dilengkapi
dengan data tentang siapa yang terkena (man), dan alamat penderita (place).
Keterangan seperti ini, dapat diperoleh dari buku Register Rawat Jalan yang tersedia.
Setelah jelas tempat dan orang-orangnya yang terkena dilakukan penelitian di tempat
tersebut untuk mencari kasus-kasus lain.
2. Teknik tabel penyakit
Bila penyakit yang diamati terdiri dari beberapa penyakit dengan nilai batas keadaan
wabah yang berbeda-beda, dapat dipergunakan teknik lain yang disebut dengan nama
Teknik Tabel Penyakit. Pada dasarnya membuat Tabel Penyakit adalah sama dengan
membuat Grafik Penyakit yakni perlu melakukan perhitungan nilai rata-rata jumlah
penyakit, nilai standard deviasi serta nilai batas keadaan wabah untuk setiap jenis
penyakit.
Setelah masing-masing nilai ini diperoleh, dilanjutkan dengan membuat tabel penyakit.
Hal yang khusus pada tabel penyakit ini ialah dipergunakannya perbedaan nilai
pengamatan dengan nilai batas keadaan wabah sebagai tolok ukur menentukan ada
tidaknya wabah. Hasil yang diperoleh dapat dibedakan atas tiga macam yakni:
a. nilai negatif artinya tidak terjadi wabah
b. nilai 0 artinya tidak terjadi wabah
c. nilai positif artinya terjadi wabah
Untuk memudahkan pemahaman perhatikan contoh di bawah ini :
Ada 5 penyakit menular yang perlu diawasi yakni A, D, C, dan E . Nilai Batas Keadaan
Wabah untuk masing-masing penyakit tersebut adalah 16, 28, 48, 37, dan 52. Pada
pengamatan selama 8 minggu didapatkan hasilnya sbb:

No Nama Batas Batas Wabah


Penyakit Wabah
1 2 3 4 5 6 7 8
1 A 16 6 9 9 12 14 19 24 15
2 B 28 13 21 19 24 23 18 15 17
3 C 48 32 38 48 56 72 52 37 35
4 D 37 21 28 27 33 28 21 31 28
5 E 52 48 37 42 35 31 28 42 39

Bagaimana mengetahui bahwa penyakit-penyakit tersebut masih berada dalam batas-


batas normal atau telah terjadi wabah.
Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dipergunakan tabel penyakit sebagaimana
terlihat sebagai berikut.
LAPORAN KASUS DARI MASYARAKAT
Telah disebutkan bahwa data laporan kasus dari masyarakat dapat pula dimanfaatkan untuk
menentukan ada atau tidaknya wabah disuatu daerah. Lazimnya laporan tersebut diperoleh
dari ketua RT, RW atau Kepala Desa/Lurah setempat.
Ikut sertanya masyarakat dalam pengamatan wabah memang dianjurkan, sebagaimana yang
dapat dilihat pada pasal 6 Bab V Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1984
yakni :
Pasal 6 ayat (1)
Upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 5 ayat (1) dilakukan
dengan mengikut sertakan masyarakat secara aktif.
Pasal 6 ayat (2)
Tatacara dan syarat-syarat peran serta masyarakat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Mengingat pentingnya peran serta masyarakat tersebut, perlulah diketahui cara-cara untuk
memunculkan peran serta yang dimaksud. Untuk ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan
yakni:
1. Melakukan persiapan PUSKESMAS
Agar peran serta masyarakat dapat diwujudkan secara maksimal, hal pertama yang
perlu dilakukan ialah mempersiapkan kalangan PUSKESMAS sendiri. Tujuannya ialah
agar segala perangkat kerja PUSKESMAS siap menghadapi masalah wabah.
Persiapan tersebut dapat dilakukan misalnya dengan memanfaatkan Lokakarya Mini
yang diselenggarakan oleh PUSKESMAS. Melalui Lokakarya ini bukan saja segala
perangkat PUSKESMAS dapat dipersiapkan, tetapi dapat pula diatur pembagian wilayah
kerja serta penunjukan petugas PUSKESMAS sebagai penanggung jawab untuk tiap-tiap
wilayah.
2. Melakukan persiapan masyarakat.
Hal yang kedua yang harus dilakukan ialah mempersiapkan masyarakat sehingga dapat
berperan aktif dalam melakukan pengamatan penyakit. Persiapan masyarakat ini dapat
ditugaskan kepada petugas kesehatan penanggung jawab wilayah yang telah ditunjuk
oleh Lokakarya Mini.
Agar tugas ini berhasil, tentu perlu dilakukan penataran terlebih dahulu dan kalau dapat
dilengkapi pula dengan buku pegangan sederhana. Sebelum terjun ke masyarakat ada
baiknya petugas kesehatan tersebut diperkenalkan secara resmi kepada Pamong Desa
dan masyarakat di wilayah kerjanya. Perkenalan resmi ini dapat mengangkat ‘status’
petugas kesehatan sehingga dengan demikian dapatlah diharapkan hasil kerja yang lebih
optimal.
Apabila peran serta masyarakat telah berhasil dimunculkan, maka kegiatan selanjutnya
yang harus dilakukan ialah mengarahkan peran serta tersebut, yang dapat dilakukan
antara lain dalam bentuk penyuluhan.
Apabila pengarahan ini berhasil dilakukan, dapatlah dihindari kemungkinan terjadinya
“Peran serta Berlebihan” atau “ Peran serta Kurang”.
“Peranserta berlebihan” diartikan bahwa masyarakat terlalu sering melaporkan adanya
wabah, padahal yang ada hanya satu atau dua orang yang menderita bukan penyakit
menular. Misalnya, dilaporkan adanya penduduk yang menderita muntah berak. Ketika
diteliti ternyata hanya menderita penyakit masuk angain saja.
Kerugian dari “Peranserta berlebih” ialah petugas PUSKESMAS akan disibukkan untuk
menangani laporan yang tidak benar. Kecuali itu jika laporan yang tidak benar tersebut
sering ditemukan, akan mengurangi ketanggapan petugas. Pada suatu ketika terjadi
wabah yang sebenarnya, petugas puskesmas kurang memperhatikannya.
“Peranserta kurang” diartikan bahwa masyarakat sangat apatis, sehingga adanya wabah
tidak segera dilaporkan, atau datangnya laporan sangat terlambat.
Kerugian dari “Perangserta kurang” ialah wabah dapat menjalar lebih besar dan ini
mempersulit penanggulangannya. Kecuali itu dapat timbul kesan seolah-olah
PUSKESMAS tidak berfungsi dengan baik.
Untuk menghindari adanya “Peranserta berlebih” dan atau “Peranserta kurang”, maka
dalam penyuluhan harus pula dijelaskan keburukan dan kerugian terjadinya kedua hal
tersebut.
3. Memanfaatkan fasilitas kesehatan swasta.
Memanfaatkan fasilitas kesehatan swasta yang ada diwilayah kerja dipandang penting
untuk membantu tugas pengamatan wabah. Untuk ini pelbagi fasilitas kesehatan swasta
yang ada perlu didekati dan diajak bekerjasama.
Jangan pula dilupakan tenaga kesehatan tradisional seperti dukun bayi, karena
dimasyarakat pedesaan peranan pengobatan tradisional tersebut masih cukup besar.
Telah disebutkan bahwa laporan yang diterima dari masyarakat dibuat oleh mereka
yang tidak ahli. Karena itu petugas kesehatan harus melakukan pemeriksaan tentang
kebenarannya. Ini artinya melakukan diagnosa ulang.
Adapun yang dimaksud dengan diagnosa ulang ialah melakukan pemeriksaan klinik di
lokasi wabah, terhadap tersangka penderita penyakit menular oleh petugas medis untuk
memastikan diagnosa penyakitnya. Periksalah apakah kasus yang dilaporkan benar atau
tidak.
Apabila diagnosa ulang membenarkan laporan masyarkat, lanjutkanlah dengan
menentukan ada atau tidaknya wabah. Caranya dengan membandingkan jumlah
penderita dengan Nilai Batas Keadaan Wabah penyakitnya.
Kalau jumlah penderita tersebut sudah melampaui Nilai Batas Keadaan Wabah maka
dapatlah dipastikan adanya wabah. Kadang-kadang keadaan wabah juga ditetapkan
pada penemuan kasus yang tunggal, asal saja kasus tersebut merupakan kasus yang
sudah lama tidak ditemukan atau kasus baru yang sama skali belum dikenal.
Data yang diperoleh ini perlu dilengkapi dengan keterangan tentang waktu (time),
tempat (place) dan orang (man) yang dapat diperoleh apabila dilakukan wawancara
dengan penderita atau keluarganya.
BAHAN IV
PENANGANAN WABAH
PENDAHULUAN
Apabila telah dapat dibuktikan terjangkitnya wabah disuatu wilayah maka langkah selanjutnya
yang harus dilakukan ialah menangani wabah tersebut. Upaya penanganan wabah merupakan
suatu yang amat penting. Dengan dilakukannya upaya penanganan wabah tersebut, disatu
pihak penderita akan dapat diobati dan dipihak lain akan dapat dicegah makin menyebarnya
wabah yang dimaksud.
Jika dibandingkan dengan upaya pengamatan maka upaya penanganan wabah ini lebih
memerlukan pengetahuan dan keterampilan medis. Mudah dipahami karena dalam
penanganan wabah dilakukan antara lain upaya pencegahan dan pengobatan penyakit yang
dalam banyak hal memang memerlukan keterlibatan profesi kedokteran.
Demikianlah, sekalipun pada upaya penanganan wabah, keikutsertaan masyarakat juga
diperlukan, namun untuk dapat tuntasnya masalah wabah tersebut, diperlukan keterlibatan
petugas kesehatan yang sebaik-baiknya.
Untuk itu, sebagaimana juga pada pengamatan wabah, banyak hal yang perlu dipersiapkan.
Salah satu diantaranya ialah yang menyangkut pengetahuan dan keterampilan dalam
menangani wabah itu sendiri.
BATASAN
Batasan penanganan wabah banyak macamnya. Secara sederhana yang dimaksud dengan
penanganan wabah ialah upaya mengobati penderita dan mencegah makin bertambahnya
jumlah penderita sedeMikian rupa sehingga masalah wabah dapat diatasi.

Yang dimaksud dengan pengobatan dan pencegahan disini tidak hanya dalam arti medis tetapi
juga yang menyangkut aspek non medis. Jika ditinjau dari kehendak meniadakan wabah, aspek
non medis ini tampak amat penting. Mudah dipahami karena timbul atau tidaknya keadaan
wabah dipengaruhi antara lain oleh pelbagai faktor sosial budaya, sosial ekonomi dan sosial
pendidikan masyarakat setempat.

Apabila faktor-faktor non medis ini tidak sempurna, tidak mengherankan jika penyakit mudah
terjangkit yang apabila terus berkelanjutan, maka pada gilirannya akan mendorong
bertambahnya jumlah penderita sehingga timbul keadaan wabah.

TINDAKAN

Tindakan penanganan wabah banyak macamnya. Secara sederhana tindakan tersebut menurut
sasarannya dapat dibedakan atas tiga macam yakni terhadap kasus, terhadap masyarakat dan
terhadap lingkungan.
1. Tindakan terhadap kasus
Pada dasarnya tindakan yang dilakuakan terhadap kasus, adalah dalam rangka
mengobati penyakit yang diderita dan karena itu pada umumnya adalah sama dengan
tindakan pengobatan biasa. Hanya saja karena penyakit yang diderita adalah penyakit
menular maka pada tindakan terhadap kasus ini harus ditambahkan dengan tindakan
yang lain sesuai dengan tindakan terhadap penyakit menular.
Tindakan terhadap kasus secara garis besarnya dibedakan atas beberapa macam yakti:
a. Anamnesa
Anamnesa dapat ditujukan terhadap kasus atau keluarga kasus. Pada anamnesa
ini dikumpulkan pelbagai keterangan yang diperlukan. Keterangan yang
dimaksud paling tidak harus mencakup:
o identitas penderita yaitu nama, alamat, umur, jenis kelamin,
perkerjaan dan agama.
o keluhan utama, keluhan tambahan dan riwayat penyakit.
Pada pertanyaan tentang riwayat penyakit perhatian perlu dicurahkan pada
keterangan disekitar dan selama nasa iknubasi. Keterangan-keterangan tersebut
diperlukan untuk menentukan sumber penularan disatu pihak serta untuk
pencarian kasus baru dipihak lain.
Adapun sumber penularan banyak macamnya secara umum dibedakan atas
manusia, binatang atau benda mati yang dipergunakan oleh penyebab penyakit
sebagai tempat tinggal dan berkembang biak. Sedangkan pencarian kasus baru
dapat dilakukan dengan mengamati orang-orang kontak dengan penderita
selama masa inkubasi atau masa awal penyakit.
Sekalipun lengkapnya semua keterangan ini adalah penting, namun perlu diingat
bahwa Anamnesa yang terlalu lama tidaklah bijaksana.
Penderita dan juga keluarganya membutuhkan pengobatan bukan tanya jawab.
Jika memang diperlukan keterangan yang lengkap dan diperkirakan akan
membutuhkan waktu yang lama sebaiknya keterangan tersebut ditanyakan
setelah tindakan pengobatan diberikan.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap kasus adalah sama seperti
pemeriksaan penderita biasa yakni meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskulturasi terhadap tubuh dan atau organ tubuh yang dicurigai sesuai dengan
penyakit yang diderita. Penerapannya tentu saja perlu disesuaikan dengan jenis
penyakit menular yang diderita.
c. Pengambilan sediaan untuk pemeriksaan laboratorium
Pengambilan sediaan untuk pemeriksaan laboratorium sangat penting untuk
konfirmasi diagnosa yang akan ditegakkan. Sediaan (specimen) yang diambil
dapat berupa :
o Darah.
Pengambilan darah biasanya sebanyak lebih kurang 10 cc. Darah
tersebut perlu diberi anti koagulansia dan kemuadian disimpan
dalam botol steril. Umumnya pengambilan darah tersebut
dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada masa akut dan pada masa
penyembuhan. Dari sediaan darah dapat dilakukan pelbagai
pemeriksaan termasuk pemeriksaan sera.
o Tinja
Tinja biasanya diambil untuk beberapa gram. Bila tidak tersedia
dapat dilakukan rectal swab. Tinja yang diambil tersebut harus
disimpan dalam botol steril berisi cairan garam fisiologis.
o Contoh makanan
Apabila timbulnya keadaan wabah ada hubungannya dengan
makanan, perlu diambil contoh makanan yang umumnya antara
100 – 500 gram. Contoh makanan tersebut dibungkus dengan
rapat dan kuat agar tidak mudah rusak.
Pengambilan sediaan harus dilengkapi dengan pemasangan label
yang berisi keterangan tentang tempat pengambilan, waktu
pengambilan, nama pasien, pemeriksaan yang diminta.
d. diagnosa
Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosa penyakit.
Cara mengambil diagnosa yang seperti ini disebut dengan nama diagnosa klinis.
Untuk lebih memastikan diagnosa klinis perlu dilengkapi dengan keterangan hasil
laboratorium.
Hanya saja jika pemeriksaan laboratorium tidak mungkin atau hasilnya terlalu
lama, konfirmasi yang seperti ini dapat diabaikan. Dengan perkataan lain adanya
diagnosa klinik telah dianggap cukup untuk menentukan tindakan yang akan
dilakukan selanjutnya.
e. Terapi
Apabila diagnosa telah ditegakkan, lanjutkanlah dengan pemberian pengobatan
sesuai dengan penyakit yang menderita. Terapi yang dapat diberikan ada yang
bersifat etiologis dan ada pula yang bersifat simtomatis. Jika memang
diperlukan, dapat ditambahkan dengan perawatan penderita.
f. Isolasi.
Karena yang dihadapi pada wabah adalah penyakit menular, maka perlu
dipikirkan tindakan isolasi. Adapun yang dimaksud dengan isolasi disini adalah
memisahkan penderita dari orang lain untuk beberapa waktu, pada tempat dan
kondisi khusus untuk mencegah secara langsung atau tidak langsung adanya
pemindahan penyebab penyakit dari penderita kepada orang lain yang rentan
atau yang mungkin menyebarkan bibit penyakit pada yang lain. Lamanya masa
isolasi ini tergantung dari lamanya masa inkubasi dari penyakit tersebut.
Patut disampaikan disini bahwa pabila memang kemampuan PUSKESMAS tidak
memungkinkan, dapat diminta bantuan dari fasilitas lain yang lebih tinggi,
misalnya mengirimkan kasus ke Rumah Sakit. Tindakan yang seperti ini dikenal
dengan nama rujukan, yang karena ruang lingkupnya untuk masalah kedokteran
disebut dengan nama rujukan medis.
2. Tindakan terhadap Masyarakat.
Yang dimaksud dengan masyarakat disini adalah penduduk yang bertempat tinggal
didaerah yang terjangkit wabah. Tindakan yang dilakukan disini secara umum dapat
dibedakan atas tiga macam yakni:
a. Tindakan health promotion.
Tujuan tindakan promotif ini ialah untuk lebih meningkatkan status kesehatan
masyarakat sehingga dengan demikian dapat terhindar dari kemungkinan
terserang penyakit yang sedang mewabah. Cara yang dipakai biasanya dalam
bentuk penyuluhan kesehatan
Pokok uraian yang disampaikan umumnya berkisar pada penyakit yang sedang
mewabah terutama yang menyangkut aspek pencegahannya.
Ambil contoh jika sedang berhadapan dengan wabah penyakit D.H.F. (Dengue
Haemorrhagic Fever) nisalnya, disini diberikan penyuluhan kesehatan mengenai:
- Pembersihan sarang nyamuk (PSN)
- Penyemprotan nyamuk dewasa
- Abatisasi
b. Tindakan spesifik protection
Tujuan tindakan preventif ialah melindungi pejamu (host) dari penyakit tertentu,
dengan cara atau sarana yang bersifat khusus. Pada saat ini dikenal beberapa
bentuk specific protection yakni :
- Dengan memberikan kekebalan pada pejamu (host) melalui imunisasi.
- Dengan memberikan obat yang juga bersifat pencegahan penyakit,
misalnya Klorokuin untuk mencegah penyakit malaria.
- Dengan cara mematikan vektor penyebab penyakit, misalnya dengan cara
abatisasi dan fogging (pengasapan) untuk mematikan nyamuk Aedes
Aegypti, vektor penyakit demam berdarah.
c. Pencarian kasus
Tindakan lain yang dilakukan terhadap masyarakat ialah mencari kemungkinan
adanya kasus baru di masyarakat tersebut. Cara mencari kasus baru ini secara
umum dapat dibedakan atas dua macam yakni :
1. Cara telusur kebelakang (Backward Tracking)
Tujuan dari cara ini ialah untuk menentukan sumber penularan. Cara yang ditempuh
dibedakan atas beberapa macam yang jika disederhanakan terdiri dari :
- menentukan masa inkubasi penyakit yang sedang mewabah
- menentukan tanggal mulainya inkubasi
- menentukan sumber penularan penyakit tersebut, orang, binatang, makanan,
minuman dan lain-lain
- menentukan sumber penularan yang kontak dengan kasus pada saat mulainya
masa inkubasi.
- Menentukan sumber penularan yang kontak dengan kasus pada saat mulainya
masa inkubasi
- Menentukan tempat atau lokasi terjadinya kontak tersebut.
Apabila semua keterangan ini berhasil diperoleh, maka dapatlah ditentukan sumber
penularan penyakit. Dengan diketahuinya sumber penularan penyakit akan dapat
dilakukan penyelidikan lebih lanjut disekitar sumber penularan yang dimaksud sehingga
dapatlah diharapkan ditemukannya adanya kasus lain yang mungkin terserang penyakit.
Terjadinya kontak dengan sumber penularan mungkin saja terjadi diluar wilayah kerja.
Dalam keadaan seperti ini perlu dilakukan kerjasama dan koordinasi dengan petugas
kesehatan yang lain yang berasal dari wilayah tersebut.
3. Cara telusur ke depan (Forward Tracking)
Tujuannya ialah untuk mencari kasus baru yang ditulari oleh penderita. Cara yang
ditempuh secara sederhana dapat diuraikan sebaagai berikut:
- tentukan masa inkubasi penyakit tersebut
- catat kemana saja kasus tersebut pergi selama masa inkubasi dan selama masa
sakit
- catat orang-orang yang mungkin tertulari penyakit
- catat sumber makanan/minuman atau barang lain yang tercemari
- Lakukan konfirmasi hasil diagnosa dengan hasil laboratorium.
- Awasi tersangka kontak, bila masih sehat awasi paling tidak untuk jangka waktu
selama masa inkubasi penyakit tersebut.
Dengan cara seperti ini diharapkan semua kasus cepat diketahui dan tindakan
pengobatan, yang juga merupakan upaya pemutusan rantai penularan, akan dapat
dilakukan.
Sama halnya dengan tindakan terhadap kasus, maka apabila kemampuan
PUSKESMAS tidak memadai dapat dimintakan bantuan dari instansi kesehatan yang
lebih tinggi yakni Dinas Kesehatan Tingkat II. Tindakan seperti ini disebut dengan
rujukan, yang karena ruang lingkupnya menyangkut masalah kesehatan masyarakat
disebut dengan nama rujukan kesehatan.
4. Tindakan terhadap lingkungan
Tindakan terhadap lingkungan dapat dibedakan atas dua macam yakni terhadap
lingkungan fisik dan terhadap lingkungan biologik.
a. Lingkungan fisik.
Tindakan terhadap lingkungan fisik dibedakan atas beberapa macam yakni :
1. Tindakan terhadap lingkungan fisik yang masih baik.
- Tujuannya ialah melindungi lingkungan fisik tersebut sehingga tidak sampai
berperan sebagai faktor yang mendorong timbulnya penyakit. Contoh tindakan
seperi ini ialah :
- perlindungan sumber air minum
- perlindungan makanan dan minuman.
2. Tindakan terhadap lingkungan fisik yang telah tercemar.
- Tujuannya ialah mengurangi kadar pencemaran yang telah terjadi. Contoh
tindakan seperti ini ialah :
- chloridasi sumber air
- pemberian antiseptik
- pemusnahan barang yang telah tercemar
3. Tindakan terhadap lingkungan fisik yang dipakai sebagai sarang vektor.
Tujuannya ialah mengupayakan agar lingkungan fisik tersebut bebas dari vektor
penyebab penyakit. Tindakan yang dilakukan dapat berbentuk ‘pengobatan’ atau
pemusnahan. Tindakan berbentuk ‘pengobatan’ dilakukan jika lingkungan fisik
tersebut masih diperlukan oleh manusia, misalnya abatisasi sumber air untuk
memusnahkan nyamuk Aedes Aegypty. Sedangkan tindakan pemusnahan
dilakukan jika lingkungan fisik tersebut tidak diperlukan oleh manusia, misalnya
penimbunan rawa.
d. Lingkungan biologik
Tindakan terhadap lingkungan biologik dapat dibedakan atas tiga macam yakni :
2. Tindakan terhadap binatang yang sehat.
Tujuannya ialah untuk melindungi binatang tersebut sehingga tidak sampai
menjadi reservoir bibit penyakit. Misalnya imunisasi rabies pada anjing yang
sehat.
3. Tindakan terhadap binatang yang sakit.
Tujuannya ialah agar binatang yang sakit tersebut tidak sampai menjadi
penyebab timbulnya penyakit. Misalnya membunuh anjing yang telah terserang
rabies.
4. Tindakan terhadap vektor.
Karena pada umumnya vektor tersebut tidak bermanfaat lagi bagi kehidupan,
maka tindakan yang dilakukan umumnya bersifat memusnahkannya. Misalnya
melakukan fogging pada penyakit demam berdarah serta spraying pada penyakit
malaria.
BAHAN V
MENETAPKAN BERAKHIRNYA KEADAAN WABAH.
PENDAHULUAN
Apabila penanganan wabah dapat dilaksanakan dengan baik, dapatlah diharapkan teratasinya
keadaan wabah tersebut. Seperti juga pada waktu menetapkan berakhirnya keadaan wabah ini
juga memerlukan pengetahuan dan keterampilan sendiri. Mudah dipahami karena pada
penetapan berakhirnya wabah tersebut tercakup pula pengetahuan dan keterampilan yang
bersifat teknis yang hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang memiliki pengetahuan dan
keterampilan saja.
Ditinjau dari upaya penganggulangan wabah, menetapkan berakhirnya keadaan wabah ini
adalah amat penting. Bukan saja akan dapat meringankan beban tugas PUSKESMAS, tetapi juga
akan dapat menghilangkan kekhawatiran masyarakat. Keadaan wabah, sebagaimana telah di
kemukakan, adalah suatu keadaan darurat, yang tentu saja jika tidak ada akhirnya akan
menyulitkan kehidupan masyarakat.
Hanya saja perlu diingat bahwa sekalipun menetapkan berakhirnya keadaan wabah adalah
penting dan karena itu harus dapat dilakukan oleh PUSKESMAS, namun pengertian tentang
penetapan berakhirnya wabah tersebut tidak sampai dengan ‘mencabut penetapan daerah
wabah’, karena yang terakhir ini merupakan wewenang Menteri Kesehatan sebagaimana yang
tercantum dalam pasal 4 ayat 2 Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah.

BATASAN

Yang dimaksud dengan menetapkan berakhirnya wabah disini ialah pengambilan kesimpulan
tentang berakhirnya keadaan wabah yang terjangkit disuatu daerah.
Sama halnya pada waktu menetapkan timbulnya keadaan wabah, maka pada waktu
menetapkan berakhirnya keadaan wabah ini, ada dua hal yang perlu diketahui yakni:
1. Keadaan lazim (normal) dari suatu penyakit
Untuk ini Nilai Batas Keadaan Wabah sebagaimana telah diuraikan, perlu dimiliki.
Hitunglah Nilai Batas Keadaan Wabah tersebut untuk tiap penyakit yang mewabah
2. Keadaan penyakit saat ini
Hal yang kedua yang perlu diketahui ialah keadaan penyakit saat ini. Untuk ini lakukan
pelbagai upaya pengumpulan data sebagaimana telah diuraikan. Ada baiknya data yang
dipergunakan tidak hanya data kegiatan rutin atau laporan masyarakat saja, tetapi juga data
yang dicari sendiri secara aktif dilapangan. Hitunglah nilai jumlah rata-rata penyakit
tersebut untuk satu minggu.
Yang menjadi masalah pada penetapan berakhirnya keadaan wabah ini ialah
mengetahui keadaan penyakit saat ini. Mudah dipahami karena upaya pengumpulan data
tentang kasus baru tidaklah semudah yang diperkirakan.
Aktif atau tidaknya pengurus PUSKESMAS atau berperan atau tidaknya Pemerintah
Daerah dan masyarakat setempat, turut menentukan kelengkapan data yang dimiliki. Inilah
sebabnya dalam melakukan penanggulangan wabah, perlu diupayakan adanya peran serta
masyarakat. Untuk ini sebagaimana telah dikemukakan, diperlukan adanya kejelian dan
ketanggapan dari petugas PUSKESMAS sendiri yakni dalam rangka menghindari adanya
“peranserta yang berlebihan” dan atau “peranserta yang kurang”.
Apabila data tentang kedua keadaan ini telah diketahui, lakukanlah perbandingan. Dari
hasil perbandingan ini akan dapat ditarik kesimpulan apakah keadaan wabah telah berakhir
atau tidak.

MENETAPKAN KESIMPULAN BERAKHIRNYA WABAH

Seperti juga pada waktu menetapkan munculnya keadaan wabah, maka cara mengambil
kesimpulan berakhirnya keadaan wabah, dapat mempergunakan teknik Tabel Penyakit.
1. Teknik Grafik Penyakit
Teknik Grafik Penyakit dipergunakan jika berhadapan dengan satu macam penyakit saja.
Berakhir atau tidaknya wabah dilihat dari gambar grafik yang dimiliki. Jika grafik
penyakit yang diamati berada dibawah garis horizon wabah, selama paling sedikit 2 kali
masa inkubasi penyakit tersebut, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa keadaan wabah
telah berakhir.
2. Teknik Tabel Penyakit
Teknik Tabel Penyakit dipergunakan jika berhadapan dengan beberapa macam penyakit.
Berakhir atau tidaknya wabah dapat dilihat dari data yang dimiliki. Jika perbedaan
antara data penyakit dengan data Nilai Batas Keadaan Wabah telah negatif selama
paling sedikit 2 kali masa inkubasi penyakit tersebut, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa
keadaan wabah telah berakhir.
Sekalipun hasil perhitungan yang dilakukan telah menunjuk kepada tanda-tanda
berakhirnya keadaan wabah, bukan berarti pengumuman berakhirnya keadaan wabah
dapat segera dilaksankan. Dimasyarakat mungkin saja ditemukan kasus yang baru
berada dalam masa inkubasi dan karena itu tidak tercatat sebagai penderita.
Untuk dapat menetapkan berakhir atau tidaknya keadaan wabah ini, perlu ditunggu
untuk satu kurun waktu tertentu. Kurun waktu yang dimaksud palin tidak untuk dua
masa inkubasi. Apabila dalam waktu dua masa inkubasi tidak ditemukan lagi kasus baru,
maka dapatlah dianggap berakhirnya keadaan wabah tersebut.
Untuk penyakit yang bersifat kronis cara yang ditempuh pada umumnya sama. Hanya
saja yang dipakai sebagai pedoman tidak hanya fluktuasi jumlah kasus baru, tetapi yang
terpenting adalah angka kematian karena penyakit kronis yang dimaksud.
Penetapan berakhirnya keadaan wabah ini harus diikuti dengan laporan yang dikirimkan
ke Dinas Kesehatan Tingkat II. Perlu disampaikan bahwa dengan berakhirnya keadaan
wabah bukan berarti pekerjaan penanggulangan wabah telah berhenti. Pekerjaan
penanggulangan wabah tersebut tetap dilanjutkan yakni kembali melakukan
pengamatan untuk menentukan apakah keadaan wabah tersebut terjangkit lagi atau
tidak.
BAHAN VI
PELAPORAN WABAH
PENDAHULUAN

Telah disebutkan bahwa kewajiban pertama PUSKESMAS apabila mengetahui terjangkitnya


wabah didaerah kerja ialah mengirimkan laporan. Selanjutnya ialah kewajiban PUSKESMAS pula
untuk melaporkan upaya yang dilakukan dalam menanggulangi wabah tersebut serta hasil yang
dicapai.
Ditinjau dari upaya penanggulangan wabah secara keseluruhan, adanya laporan ini amat
penting. Dengan adanya laporan tersebut bukan saja akan dapat segera diketahui
terjangkitatau tidaknya keadaan wabah, tetapi juga akan dapat disusun rencana kerja untuk
penanggulangan wabah yang sebaik-baiknya.
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tanggungjawab pelaporan ini
sebenarnya tidak berada ditangan Kepala Unit Kesehatan saja, tetapi juga menjadi tanggung
jawab Kepala Desa atau Lurah tempat dimana terjangkitnya wabah.
Hanya saja, sekalipun Kepala Desa atau Lurah juga diikut sertakan dalam pelaporan wabah,
peranan laporan dari Kepala Unit Kesehatan yang untuk Indonesia adalah PUSKESMAS terlihat
paling penting. Mudah dipahami karena pada pelaporan wabah tersebut terkait hal-hal yang
bersifat teknis medis, yang hanya dapat dilakukan oleh kalangan kesehatan saja.

JENIS LAPORAN

Untuk PUSKESMAS ada beberapa jenis laporan wabah yang dikenal. Laporan tersebut jika
disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas empat macam yakni:

1. Laporan terjangkitnya keadaan wabah


Laporan pertama yang harus dilakukan oleh PUSKESMAS ialah tentang terjangkitnya
keadaan wabah. Laporan ini harus dikirimkan dalam waktu 24 jam setelah keadaan
wabah tersebut diketahui. Karena itulah laporan terjangkitnya wabah dikenal pula
dengan laporan 24 jam .
Laporan 24 jam ini dilakukan dengan mempergunakan formulir W1. Ada tiga jenis
formulir W1 yakni formulir W1 Pu, W1 Ka dan W1 Pr. Yang dipergunakan oleh
PUSKESMAS ialah formulir W1 Pu (PUSKESMAS). Formulir ini setelah diisi dikirimkan ke
Dinas Kesehatan Tingkat II. Formulir W1 Ka (Kabupaten) yang dipergunkan oleh Dinas
Kesehatan Tingkat II untuk dikirimkan ke Dinas Kesehatan Tingkat I serta Formulir W1 Pr
(Propinsi) yang dipergunakan oleh Dinas Kesehatan Tingkat I untuk dikirimkan ke
Direktur Jenderal P3M-PLP.
Sekalipun laporan terjangkitnya wabah dari PUSKESMAS harus menggunakan formulir
W1 Pu, bukan berarti laporan dengan cara lain tidak diperlukan. Prinsip pokok
pelaporan wabah ialah ‘secepat-cepatnya’. Karena itulah mendahului dikirimnya
formulir W1 Pu, laporan wabah dapat disampaikan ke Dinas Kesehatan Tingkat II dengan
mempergunakan telepon, telegram atau kurir.
2. Laporan penyidikan epidemiologi sementara
Bersamaan dengan dikirimnya formulir W1 Pu, dikirim pula Laporan penyidikan
epidemiologi sementara yang dilakukan oleh PUSKESMAS. Disini dilaporkan jenis
penyakit yang mewabah, jumlah penderita yang terserang, lokasi tempat terjadinya
wabah serta waktu terjadinya wabah tersebut. Jika data telah dimiliki, lengkapi pula
dengan keterangan tentang sumber penularan penyakit yang dicurigai.

3. Laporan keadaan wabah


Laporan yang lain yang harus dilakukan ialah tentang keadaan penyakit wabah disatu
daerah. Pada keadaan wabah mencakup hasil penanggulangan yang dilakukan,
sedangkan keadaan tidak wabah menjelaskan keadaan penyakit wabah pada saat
tersebut. Laporan keadaan wabah ini harus dibuat setiap minggu dan karena itu dikenal
dengan laporan mingguan.
Laporan mingguan ini dibuat dengan mempergunakan formulir W2. Ada tiga jenis
formulir W2 yakni; W2 Pu, W2 Ka dan W2 Pr. Yang dipergunakan oleh PUSKESMAS ialah
formulir W2 Pu (PUSKESMAS). Formulir ini setelah diisi dikirimkan ke Dinas Kesehatan
Tingkat II. Formulir W2 Ka (Kabupaten) yang dipergunkan oleh Dinas Kesehatan Tingkat
II untuk dikirimkan ke Dinas Kesehatan Tingkat I serta Formulir W2 Pr (Propinsi) yang
dipergunakan oleh Dinas Kesehatan Tingkat I untuk dikirimkan ke Direktur Jenderal
P3M-PLP.
Laporan mingguan ini berisikan data tentang peristiwa penyakit (morbidity) dan
peristiwa kematian (mortality) beberapa penyakit yang potensi menimbulkan wabah.
Karena tujuannya untuk mengetahui keadaan penyakit wabah disuatu daerah, maka
laporan mingguan ini harus dibuat secara rutin, baik pada keadaan tidak ada wabah dan
apalagi pada keadaan wabah.
Sebagai bagian dari laporan rutin, maka formulir W2 ini harus diisi dan dikirimkan setiap
minggu sekali biasanya tiap hari Senin dan Selasa.
Pada formulir tersebut tersedia kolom-kolom yang menguraikan peristiwa terjangkitnya
penyakit yang termasuk dalam penyakit wabah menurut hari demi hari.
Jika ada kekeliruan pada laporan minggu yang lalu dapat dilakukan perbaikan dengan
menulis huruf K (koreksi) pada bagian kanan dari yang diperbaiki. Begitu pula jika ada
data susulan, dengan menulis huruf S (susulan) pada bagian kanan data yang disusulkan.

4. Laporan berakhirnya wabah


Laporan lain yang harus dikirimkan oleh PUSKESMAS ke Dinas Kesehatan Tingkat II ialah
laporan berakhirnya wabah. Sebagaimana namanya, laporan ini dibuat apabila keadaan
wabah telah berhasil ditanggulangi.

Anda mungkin juga menyukai