Anda di halaman 1dari 11

PROPOSAL WEBMINAR

MENCEGAH MENTAL BREAKDOWN KALA PANDEMI

Oleh :

HIMA PRODI D3 KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

STIKES KARYA HUSADA KEDIRI

Jalan Soekarno Hatta No. 7 Pare Kediri

Tahun 2019/2020
HIMA PRODI D3 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
Jl. Soekarno Hatta No. 07 Telp. (0354) 39912 Fax :393888 PO BOX 153
Pare Kediri

LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL


ZOOMINAR MENCEGAH MENTAL BREAKDOWN KALA
PANDEMI

Ketua Pelaksana
Ketua HIMA

Natasya Adistya Giti As Fitri


Ratna Susanti Ningsih
NIM: 201903040
NIM : 201903045

Mengetahui dan Menyetujui,

SIE KEMAHASISWAAN
PUKET III

\ Nove Lestari, S.Kep.,Ns.,M.Kes


Enur Nurhayati Muchsin S.ST.,M.Kes
NIK : 073128-11-1-2-17
NIK : 073128-03-00-2-06

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
KETUA,

Lilik Setiawan,S.Pd.,S.Kep.Ns.,M.Kep
NIK : 073128-03-98-04
HIMA PRODI D3 KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
Jl. Soekarno Hatta No. 07 Telp. (0354) 39912 Fax :393888 PO BOX 153
Pare Kediri

PROPOSAL
I. DASAR PEMIKIRAN
Virus covid-19 atau yang dikenal sebagai virus corona telah menjadi
pandemik yang melumpuhkan berbagai sektor negara – negara di dunia. Tentu hal itu
tidak hanya berdampak pada kesehatana fisik saja, tetapi juga pada kesehatan mental.
Berbagai kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya pencegahannya.
Seperti kebijakan Social/Psysical Distancing dan Lock Down misalnya yang
menyebabkan segala hal harus dilaksanakan secara virtual atau berbasis online.
Dengan segala perubahan mendadak dari kondisi dunia seluruh lapisan masyarakat
dituntut untuk patuh dan beradaptasi secara cepat.
Hal inilah yang kemudian mengakibatkan perubahan signifikan pada kondisi
mental seseorang. Selain itu, banyaknya informasi yang beredar dan pemberitaan
terkait penjangkitan covid-19 ditambah dengan krisis ekonomi serta sosial membuat
masyarakat juga harus bergulat dengan berbagai emosi seperti kecemasan, keraguan,
kesedihan, ketakutan dan kehilangan atau yang disebut sebagai Mental Breakdown.
Oleh karena itu, himpunan mahasiswa program studi keperawatan STIKES
Karya Husada Kediri bermaksud menyelenggarakan Zoominar Mencegah Mental
Breakdown Kala Pandemi pada tanggal 27 Februari 2020 sebagai tindakan preventif
dan memberi pemahaman agar meski dalam kondisi seperti ini kesehatan mental
dapat terjaga.

II. LATAR BELAKANG


Johns Hopkins University menyebutkan sampai sekarang Covid-19 telah
menginfeksi setidaknya hampir 3,5 juta manusia dengan 240 ribu lebih diantaranya
meninggal dunia (Johns Hopkins University, 4/5/20). Sampai dengan tanggal 25
Maret 2020, dilaporkan total kasus yang terkonfirmasi COVID-19 sejumlah 414.179
dengan 18.440 kematian (CFR 4,4%) berdasarkan laporan di 192 negara/wilayah. Di
antara kasus tersebut, beberapa petugas kesehatan dilaporkan terinfeksi COVID-19.
Pada tanggal 12 April 2020, Indonesia melaporkan kasus konfirmasi COVID-19
sebanyak 4.241 kasus.

Menurut WHO (2020), munculnya pandemi dapat menimbulkan stres pada


berbagai lapisan masyarakat. Meskipun sejauh ini belum terdapat ulasan sistematis
tentang dampak COVID-19 terhadap kesehatan jiwa, namun sejumlah penelitian
terkait pandemi (antara lain flu burung dan SARS) menunjukkan adanya dampak
negatif terhadap kesehatan mental penderitanya. Penelitian pada penyintas SARS
menunjukkan bahwa dalam jangka menengah dan panjang, 41—65% dari penyintas
mengalami berbagai macam gangguan psikologis (Maunder, 2009). Sebuah penelitian
di Hong Kong menunjukkan bahwa masalah psikologis pada penyintas SARS tidak
berkurang dalam kurun waktu satu tahun setelah kejadian. Bahkan, diperkirakan 64%
dari penyintas berpotensi mengalami gangguan psikiatrik (Lee, dkk., 2007).

Penelitian yang juga dilakukan di Hong Kong bahkan menunjukkan bahwa 30


bulan paskainfeksi SARS, 25.6% dari penyintas mengalami Post Traumatic Disorders
(PTSD) dan 15.6% mengalami gangguan depresi. Secara rata-rata, setidaknya 30%
penyintas mengalami salah satu dari gejala tersebut (Mak dkk., 2009). Berdasarkan
penelitian tentang dampak tsunami pada tahun 2004, semua masalah kesehatan jiwa
meningkat hampir dua kali lipat setelah 12 bulan, yaitu gangguan jiwa berat (severe
mental disorder) dari 2-3% menjadi 3-4%, gangguan jiwa sedang ke berat (mild to
moderate mental disorder) dari 10% menjadi 15-20%, sedangkan distres psikososial
sedang ke berat (mild to severe psychosocial distres) mencapai 30-50%, dan distres
psikososial sedang (mild psychosocial distress) 20-40% (WHO, 2005).

Begitu banyak hal dalam pandemi ini yang mengakibatkan orang mengalami
kecemasan(mental breakdown), bukan hanya dikarenakan takut terinfeksi virus,
melainkan juga karena berbagai stressor lain yang dihadapi dalam waktu bersamaan.
Terbatasnya interaksi sosial, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), dan
ketidakpastian akhir pandemi Covid-19 menjadi stressor yang tidak kalah
mencemaskan dibanding virus itu sendiri.

Sebagaimana diketahui bersama, demi menekan penyebaran Covid-19 banyak


negara memberlakukan kebijakan pembatasan sosial/fisik (social/physical distancing)
atau bahkan lockdown. Kebijakan ini memaksa masyarakat untuk tetap di rumah
sehingga mereka kehilangan interaksi tatap muka dan intervensi sosial tradisional. Hal
ini juga menimbulkan stres (Zhang, dkk, 2020). Meskipun kini telah tersedia banyak
media komunikasi, tapi interaksi tatap muka (face to face) tetap tidak tergantikan.

Di sisi lain, pemberlakuan kebijakan lockdown dan semisalnya memaksa


pelaku usaha untuk merumahkan atau mem-PHK pegawainya karena terhentinya
produksi. Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization – ILO)
memprediksi bahwa 25 juta orang akan kehilangan pekerjaan sebagai dampak dari
Covid-19 (ILO, 2020). Farre, Fasani, dan Mueller (2018) dalam penelitiannya
terhadap dampak pemutusan hubungan kerja (PHK) pada resesi ekonomi di Spanyol
mengungkapkan bahwa kehilangan pekerjaan membuat individu mengalami masalah
mental seperti stres, putus asa dan merasa tidak berguna (mental breakdown).

Selanjutnya, akhir pandemi Covid-19 yang tidak pasti juga turut berperan
dalam memengaruhi kondisi psikologis massa. Sampai saat ini para ahli hanya bisa
memperkirakan akhir Covid-19 dengan perkiraan yang berbeda-beda. Hal tersebut
semakin menegaskan ketidakpastian pandemi ini. Dar, Iqbal & Mustahaq (2017)
dalampenelitiannya melaporkan bahwa ketidakpastian pengendalian penyakit dan
tingkat risikonya adalah salah satu kondisi yang paling membuat stres bagi manusia.
Dalam tiap keadaan yang menekan, baik karena bencana, pandemi, ketakutan dan
ketidakpastian, berbagai macam permasalahan psikologis seperti kecemasan, depresi
dan stres memang kerap muncul (Dar, dkk, 2017; Xiang, dkk, 2020). Permasalahan
psikologis tersebut dapat menimpa siapa saja, baik petugas medis, korban yang
terinfeksi, keluarga korban, bahkan masyarakat secara umum (Kang, dkk, 2020).

Keadaan tersebut dapat diperparah dengan pemberitaan yang kerap muncul


baik di media elektronik maupun daring. Berita palsu (hoaks) yang sering muncul di
media sosial dapat menimbulkan kecemasan, kebencian dan bahkan rasisme (Kadam
& Atre, 2020). Tidak hanya berita palsu, berita yang jelas dan akurat pun berpotensi
menimbulkan kecemasan jika salah dipersepsi oleh publik (Jones, Waters, Holland,
Bevins, & Iverson, 2010).

Kecemasan ini akan memunculkan egoisme seperti panic buying, perilaku


kapitalis, xenofobia, dan kecenderungan untuk mempercayai setiap berita di sosial
media (Nicomedes & Avila, 2020). Perilaku panic buying selama pandemi Covid-19
ditemukan di berbagai belahan dunia, mulai dari benua Eropa, Amerika, Australia,
bahkan Asia. Hal ini akan mendatangkan dampak yang lebih buruk seperti kekacauan
dan terganggunya stok pangan dan alat kesehatan.

Meski belum ada penelitian yang mengukur masalah kesehatan jiwa dan
psikososial masyarakat terkait dengan pandemi ini, namun berdasarkan hasil
penelitian WHO (2005) saat bencana tsunami, maka perlu untuk segera melakukan
promosi kesehatan jiwa dan psikososial, pencegahan terjadinya masalah kesehatan
jiwa dan psikososial, serta mendeteksi dan memulihkan masalah kesehatan jiwa dan
psikososial. Jika berbagai permasalahan mental tersebut tidak ditangani, maka
dampak terburuknya adalah individu dapat melakukan bunuh diri. Sejauh ini telah
terjadi tujuh kasus bunuh diri sebagai dampak pandemi Covid-19 di berbagai belahan
dunia. Penyebabnya adalah karena kecemasan, depresi, putus asa, ketakutan hingga
trauma (Thakur & Jain, 2020).

WHO dalam dokumen Mental Health Action Plan 2013-2020 menekankan


bahwa faktor-faktor penentu kesehatan dan gangguan mental tidak sebatas pada
kompetensi individu untuk mengelola pikiran, emosi, perilaku dan interaksi dengan
orang lain. Lebih dari itu, ada juga peran sosial, budaya, ekonomi, politik dan
lingkungan, termasuk juga kebijakan nasional, perlindungan sosial, standar hidup,
kondisi kerja, dan dukungan sosial masyarakat.Oleh karena itu, upaya terbaik
meningkatkan kesehatan mental masyarakat tidak boleh hanya berfokus pada upaya
kuratif saja (berfokus pada klien), melainkan melalui upaya integratif dan
komprehensif dengan meningkatkan kegiatan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
Selain itu, pada Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Jiwa disebutkan bahwa upaya promotif ditujukan untuk menghilangkan stigma,
diskriminasi, dan pelanggaran hak asasi yang sering menyasar penderita gangguan
mental. Promosi kesehatan mental juga ditujukan untuk meningkatkan pemahaman
dan peran serta masyarakat terhadap kesehatan mental.Kemudian upaya preventif
diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mencegah terjadinya gangguan mental dengan
melibatkan peran serta keluarga, lembaga dan masyarakat.
Selain mencegah terjadinya gangguan mental, upaya preventif juga berperan
untuk mencegah timbulnya dampak yang lebih besar, seperti masalah psikososial,
sedangkan upaya kuratif merupakan kegiatan pemberian pelayanan kesehatan
terhadap penderita gangguan mental yang mencakup proses diagnosis dan
penatalaksanaan yang tepat sehingga mereka dapat berfungsi kembali secara wajar di
lingkungan keluarga, lembaga, dan masyarakat. Upaya ini membutuhkan keahlian
dari tenaga medis yang kompeten di bidangnya, seperti psikolog dan psikiater.

III. MAKSUD DAN TUJUAN


1. MAKSUD
Menambah pengetahuan akan bagaimana menjaga kesehatan jiwa, mental dan
psikosial meski tengah berada dalam pandemi covid -19

2. TUJUAN
Tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan berikut antara lain:
1. Merealisasikan Program Kerja Hima D3 Keperawatan Periode 2019/2020
2. Sebagai upaya preventif dan memberi pemahaman terkait kesehatan jiwa dan
psikososial
3. Mengetahui cara mencegah stress dan terhindar dari mental breakdown saat
pandemi
4. Memberikan edukasi kesehatan jiwa, mental dan psikososial di masa pandemi
covid-19

IV. TEMA KEGIATAN


Tema : Mencegah Mental Breakdown Kala Pandemi

V. BENTUK KEGIATAN
Zoominar (Zoom dan Live Youtube)
Peserta dapat mengikuti Zoominar Mencegah Mental Breakdown Kala Pandemi
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Share atau posting banner pamflet pada Instastory dan tag akun HIMA PRODI D3
Keperawatan
2. Follow Akun HIMA PRODI D3 Keperawatan
3. Melakukan registrasi
VI. MATERI DAN PEMBICARA
1. PEMBICARA
Pembicara 1 : Ariani Sulistyorini, S.Kep.Ns.,M.Kep
Pembicara 2 : Darwis Mahendra
Pembicara 3 : Dr. Ns. Retno Lestari, S.Kep.,MNurs

VII. No Materi Pembicara


.

A. Ariani Sulistyorini, S.Kep.Ns.,M.Kep

B. Marendra Darwis

C. Dr. Ns. Retno Lestari, S.Kep.,MNurs

WAKTU DAN PELAKSANAAN


Acara ini akan dilaksanakan pada :
Hari/ tanggal : Sabtu, 27 Februari 2020
Pukul : 08.00 – selesai
Peserta : Umum

MEDIA
1. Zoom
2. Live Youtube

VIII. SUSUNAN KEPANITIAN


Pelindung : Ns.Lilik Setiawan, S.Pd.,M.Kep.
Puket III : Enur Nurhayati Muchsin S.ST.,M.Kes
Sie Kemahasiswaan : Nove Lestari, S.Kep.Ns.,M.Kes
Penangung jawab : Ratna Susanti Ningsih
Ketua                        : Natasya Adistya Giti As Fitri
Sekertaris 1 : Siti Nur Khoifa
Sekertaris 2 : Agustin Silviana Putri
Bendahara 1 : Nia Megya Pratiwi
Bendahara 2 : Diana Julia Shinta
Sie Humas : 1. Fadhilah Nur Rahayu
2. Irma Kamelia
3. Rizza Wanda K
4. Sela Dwi Prasetianing
5. Mila
6. Selly

Sie Acara : 1. Rizza Wanda


2. Nofi Juwitasari
3. Frischa
4. Gayatri
5. Kartika

Sie Dekdok : 1. Dewi Kusumaningtyas


2. Sely Ayu Oktavia

IX. SUSUNAN ACARA


Tanggal/
Kegiatan Pelaksanaan Penanggung jawab
Waktu
Promosi Seminar Seluruh Panitia Sie Humas
Umum : Irma Umum : Irma
TK 1 & 2: Nofi TK 1 & 2: Nofi
Registrasi TK 3 : Mila TK 3 : Mila
ALUMNI: Agustin ALUMNI: Agustin
SMA/Umum : SMA/Umum :
Gayatri Gayatri
Umum : Irma Umum : Irma
TK 1 & 2: Novi TK 1 & 2: Novi
TK 3 : Mila TK 3 : Mila
Absensi
ALUMNI: Ifa ALUMNI: Ifa
SMA/Umum : SMA/Umum :
Gayatri Gayatri
MC formal
Pembukaan Nofi
Fadhilah
Menyanyikan
Peserta Laurenctia
indonesia raya dan
PPNI
1. YAYASAN
Laporan dan
2. STIKES Natasya
sambutan
3. Ketupel

Doa Frischa Rizza


Foto Bersama Selly Tyas

Moderator Inge Rizza

Ariani Sulistyorini,

Pembicara 1 S.Kep.Ns.,M.Kep Ifa

Pembicara 2 Darwis Mahendra Gayatri

Dr. Ns. Retno Lestari,


Pembicara 3 S.Kep.,MNurs Irma

Penutup Moderator Sie acara


TK 1: Sela
TK 2 : Rizza
Pembagian TK 3 : Nofi
Sie acara
sertifikat SMA/Umum : selly &
tyas
ALUMNI : Diana

X. ANGGARAN DANA
I. Pemasukan
1. Dana seminar mahasiswa Prodi D III Keperawatan
7.400.000,-
II. Pengeluaran
1. Pembicara
1) Pembicara 1
a. Honorarium + Transportasi Rp

Rp.

2) Pembicara 2
a. Honorarium + Transportasi Rp
Rp.
3) Pembicara 3 ( Institusi )
a. Honorarium + Transportasi Rp

1) Seminar Kit Rp
2) Akreditasi PPNI Propinsi Rp
3) Transportasi pengurusan akreditasi PPNI Rp
4) Amplop + Undangan Rp
5) Biaya Pengiriman Undangan
Rp.
Rp
2. Bidang Perlengkapan
1) Banner Rp
Rp

3. Bidang Konsumsi
1) Gladi bersih
Makan untuk Panitia + Dosen Rp.
Minum (air mineral) Rp.
2) Pelaksanaan Seminar
EO Rp
Rp
XI. PENUTUP
Demikian proposal kegiatan dan penganggaran dana Zoominar, kami ajukan
sebaik – baiknya. Dalam hal ini, kiranya berkenan menyetujui kegiatan dan
penganggaran dana tersebut di atas. Atas perhatian dan kerjasamanya kami sampaikan
terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai