Anda di halaman 1dari 12

MODUL 3

KONSEP PEMBANGUNAN

Pendahuluan

Pembangunan sebagai suatu kegiatan nyata dan berencana, menjadi menonjol


sejak selesainya Perang Dunia II. Dengan merdekanya bangsa-bangsa yang tadinya
berada di bawah jajahan Negara colonial, maka sejak saat itu pulahlah mereka mulai
berkesempatan untuk membenahi nasib masing-masing, dalam arti membangun
Negara dan kehidupan rakyatnya.
Pada modul ini akan dijelaskan seputar aliran peikiran arus utama, baik
ideology maupun teori-teori pembangunan yang mendasari praktik pembanguan di
beberapa Negara dunia ketiga. Sebagai bahan perbandingan, pada modul ini juga
disuguhkan model pembangunan yang relevan serta potret pembangunan Indonesia.
Analisis yang coba ditawarkan adalah mengkritisi praktik pembanguan yang telah
berlangsung yang dipengaruhi hal-hal di atas sekaligus solusi pendekatannya.

3.1 Definisi Pembangunan


Beragamnya rumusan ataupun definisi dari pembangunan menimbulkan
berbagai interpretasi berbeda dari para ahli. Walaupun setiap rumusan mempunyai
perspektif yang berbeda-beda, tetap saja ada yang dianggap relevan bagi
pembangunan masyarakat. Perkembangan pemikiran tentang pembangunan saat ini
mengalami tren peningkatan menuju kristalisasi ide yang selalu dikaitkan dengan isu-
isu global kemasyarakatan. Tak dapat disangkal, kenyataan ini membawa
problematika sendiri pada dimensi teoretis dan pragmatis. Meskipun pada tingkat
konseptual, paradigma pragmatis maupun istilah mengalami koreksi dan adaptasi dari
berbagai aspek, rumusan atau definisi pembangunan belum juga mempermudah
22
menjelaskan pemahaman pembangunan secara holistic. Bahkan pada masa-masa
awal, istilah pembangunan selalu dikaitkan dengan modrenisasi, industrialisasi,
westernisasi, pertumbuhan, evolusi social budaya, perubahan social, termasuk
reformasi social-politik-budaya. Menurut Arjomand, definisi pembangunan
mengandung bias revolusioner. Berger, dkk mendefinisikan pembangunan sebagai
fenomena historis yang diasosiasian untuk menggambarkan masyarakat. Alhasil,
interpretasi pembangunan selalu beragam.
Berikut ini beberapa batasan dari para ahli yang dapat menggambarkan bahwa
pengertian pembangunan ternyata banyak diambil dari sudut pandang yang
berlaianan, antara lain :
Inayatullah (dalam Dilla 2007:57), mendefinisikan pembangunan sebagai
perubahan menuju pola-pola masyarakat yang lebih baik dengan nilai-nilai
kemanusiaan yang memungkinkan suatu masyarakat mempunyai control yang lebih
besar terhdap lingkungan dan tujunan politiknya, juga memungkinkan warganya
memperoleh control yang lebih terhadap diri mereka.
Seers (dalam Dilla 2007:57), mendefinisikan pembangunan sebagai suatu
istilah teknik, yang berarti membangkitkan masyarakat di Negara-negara sedang
berkembang dari kemiskinan, tingkat melek huruf yang rendah, penggangguran, daan
ketidakadilan social. Sedangkan Rogers (1969 dan 1971), mendefinisi pembangunan
sebagai proses yang terjadi pada level atau tingkatan system social, sedangkan
modernisasi sebagai proses yang terjadi pada level individu. Definisi ini kemudian
diralat kembali dengan menyatakan bahwa pembangunan sebagai suatu proses social
yang bersifat pertisipatori seacar luas untuk memajukan keadaaan social dan
kebendaan bagi mayoritas masyarakat melalui masfaat yang diperoleh serta control
terhadap lingkungan.
Rogers dan Soemaker (dalam Dilla 2007: 58), mendefinisikan pembangunan
sebagai suatu jeniks perubahan social untuk menghasilkan pendapatan perkapita dan
tingkat kehudpan yang lebih tinggi melalui metode produksi yang lebih modern dan

23
organisasi social yang lebih baik. Pembangunan adalah modernisasi pada tingkat
sisitem social. Berger (1987) juga memandang modrenisasi sebagai suatu rangkaian
fenomena historis yang jauh lebih spesifik, yang diasosiasikan dengan tumbuhnya
masyarakat-masyarakat industrial. Arjomand berpendapat bahwa sebagai suatu
konsep, pembangunan menunjukan bias evolusioner (Berger, 1987). Tehranian
(1979), mengartikan istilah kemajuan, pembangunan, dan modrenisasi, sebagai suatu
fenomena historis yang sama, yaitu suatu transisis dari masyarakat agraris ke
masyarakat industrial. Menurut PBB, pembangunan masyarakat sendiri ataupun
kegiatan pemerintahan dalam rangka memperbaiki kondisi ekonomi, social, dan
budaya.
Rogers sendiri pada tahun 1987 mengubah rumusan yang pernah dibuatnya
tentang pembangunan sebagi suatu proses perubahan social yang bersifat
partisipatoris secara luas untuk memajukan keadaan social dan kebendaan (termasuk
keadilan yang lebih besar, kebebasan, dan kualitas yang dinilai tinggi yang lainnya)
bagi mayoritas masyarakat melalui perolehan mereka akan control yang lebih besar
terhadap lingkungannya.

3.2 Paradigma dan Teori Awal Pembangunan


Semenjak diperkenalkan hingga digunakan, konsep pembangunan di Negara-
negara Dunia Ketiga diklaim sebagai awal paradigma pembangunan dilaksanakan.
Munculnya berbagai ide dan gagasan pembaharuan terhdapt kondisi pembangunan
masyarakat dab Negara Dunia Ketiga, merupakan alasan terhadap kondisi
pemabangunan pada mulanya banyak inspirasi oleh 3 (tiga) teori besar tentang
perubahan social pada masyarakat, yakni : teori modrenisasi, teori ketergantungan,
dan teori system dunia. Masing-masing teori ini bersaing ketat. Pada akhir tahun
1950-an, teori modrenisasi lahir. Kemudian pada akhir tahun1960-an lahir aliran
paradigma yang lebig radikal, yaitu teori ketergantungan. Selanjutnya pada
pertengahan 1970-an lahir aliran baru, yaitu teori system ekonomi dunia, yang telah

24
menguji isu-isu pembangunan kedua teori terdahulu. Akhir tahun 1980-an, ketiga
bergerak saling melakukan sintesis. Singkatannya, sisi pandang dari 3 (tiga) teori ini
melihat kondisi keterbelakangan dan keterpurukan ekonomi akibat berbagi situasi.
Teori-teori ini menawarkan formulasi penanggulangan terhadap kondisi tersebut
dengan cara pandang masing-masing.
1. Teori Modernisasi
Teori modernisasi lahir sekitar tahun 1950-an, yang ditandai beberapa
momentum panting, yaitu : pertama, terjadinya revolusi intelektual di setiap
Negara untuk melakukan respons terhadap Perang Dunia II. Kedua, terjadinya
perang dingin antara Negara komunis di bawah pimpinan Negara sosialis Uni
Soviet (USSR) yang berideologi sosialis dan Amerika Serikat yang
berideologi kapitalis. Persaingan antara kedua kubu ini tak bisa dibendung.
Perseteruan ini terutama terjadi ekspansi pengaruhpda Negara-negara Dunia
Ketiga yang baru merdeka, misalnya di Asia dan Afrika yang dulunya
merupakan Negara jajahan Eropa dan Amerika. Fakih (2003), melihat bahwa
Amerika khawatir dengan sikap sosialis yang diterapkan Rusia yang
cenderung direspon Negara-negara yang baru berkembang sehingga Amerika
mendorong para ilmuwan untuk melakukan dua hal, yakni : pertama,
mengembangkan teori untuk memahami Dunia Ketiga yang baru lahir, dan
kedua, menemukan resep teoretis dalam rangka membentuk sosialisme untuk
mendorong kapitalisme. Dalam konteks sejarah seperti inilah teori
modrenisasi dan pembangunan lahir. Keberhasilan ilmuwan Amerika meramu
dan merumuskan pijkan teoretis, akhirnya mampu mempenagruhi dan
membujuk Negara-negara baru berkembang dengan teori modernisasinya.
Semula teori ini hanya sebuah gagasan perubahan social, namun lambat laun
menjadi idelogi baru bagi Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Moderinasi sendiri mengandung tiga asumsi pokok yakni : pertama,
mempercayai kondisi tradisional serta modern sebagai kondisi yang

25
dikotomis. Modern adalah kondisi kemajuan, rasionalitas, serta efisiensi
produksi, seperti yang terdapat pada masyarakat industry maju.
Kedua, percaaya bahwa factor-faktor penyebabkan keterbelakangan adalah
factor nonmaterial, terutama dunia ide dan alam pikiran. Ketiga, bersifat
positivistic. Modernisasi bersifat universal sehingga perubahan social yang
linier akan tercapai jika masyarakat tradisional membangun dengan cara yang
dipakai masyarakat modern.
Teori modrenisasi mengusung semangat pembangunan mengubah masyarakat
dari era tradisional menuju masyarakat modern. Intinya, apa yang dimaksud
dengan modrenisasi adalah nilai-nilai kapitalisme itu sendiri, yaitu mengejar
kemajuan, konsumsi tinggi, efesiensi, ekonomi, dan lain-lain.
2. Teori ketergantungan
Kemunculan teori ketergantungan merupakan hasil analisis terhdapat teori
modrenisasi, sehingga teori ini terlahir sebagai kritikan sekaligus tandingan
teori sebelumnya. Penjelasan teori ini merupakaan varian teori stuktural,
sehingga teori ini berinduk Marxist, namun dalam pakian baru. Asumsi yang
coba dikembangkan dalam teori ini hanya sebatas memberikkan kesempatan
kepda Negara-negara baru untuk berkembang melalui penyediaan fasilitas
penunjang dari Negara maju. Teori ketergantungan memiliki saran yang
radikal karena terori ini berada pada kategori paradigma Neo-Marxis. Sikap
radikal ini dianalogikan dengan perkiraan Marx tentang akan adanya
pemebrontakan kaum buruh terhadap kaum majikan dalam industry yang
bersistem kapitalisme. Lebih jauh Santos (1970) menyatakan bahwa ada 3
(tiga) bentuk ketergantungan, yaitu : ketergantungan colonial, ketergantungan
industri keuangan, keteragantungan teknologi industri.
3. Teori Sistem Dunia
Sebagaimana teori-teori sebelumnya, lahirnya teori system dunia merupakan
reaksi atas teori dependensi. Teori pertama kali muncul oleh gagasan

26
Wallerstein yang mengkritisi penjelasan teori dependensi. Dasar pemikiran
Wallerstein adalah sejarah dunia zaman dahulu yang dikuasai oleh system-
sistem kecil dalam bentuk kerajaan atau system lain yang tidak saling
berhubungan, kemudian terjasi penggabunagn, baik melalui penaklukan
militer maupun sukarela. Belajar dari sejarah ini, Wallerstein beranggapan
bahwa dengan perkembangan teknologi perhubungan dan bidang lain,
munculah system perekonomian dunia yang menyatu.
Kemudian Wallerstein membagi tiga kelompok Negara menjadi : pusat,
setengah peinggiran, dan pinggiran. Perbedaan ini dari ketiga kelompok ini
adalah kekuatan ekonomi dan politik dari masing-masing kelompok. Baginya,
dinamika ketiga kelompok tersebut ditentukan oleh system dunia. Berhubung
dinamika Negara ditentukan oleh system dunia, maka menurut Wallerstein,
suatu Negara bisa “naik atau turun kelas”. Dengan teori ini kita dapat
menjelskan perkembangan Negara-negara baru yang sangat pesat sehingga
berhasil menjadi Negara maju, seperti Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan
Singapura. Itnti dari teori Wallerstein ini adalah tiga strategi bagi terjadinya
kenaikan kelas Negara-negara dalam system perekonomian dunia, yakni:
pertama, kenaikan kels terjadi dengan merebut kesempatan yang dating.
Kedua, kenaikan kelas terjadi melalui undangan bejerja sama dengan
perusahaan-perusahaan multinasional. Ketiga, kenaikan kelas terjadi karena
kebijakan Negara untuk mendirikan negaranya.

27
3.3 Pembangunan : Penyebab dan Akibatnya
Berbagai factor yang melingkupi pemasalahan pemabngunan, perlu
mendapatkan perhatian dan kajian secara mendalam. Munculnya ketimpangan dan
kelemahan yang mneyertai proses pembangunan tersebut, lebih disebabkan
penggunaan peradigma teori pembangunan yang tidak relevan dengan kondisi
masyarkat dan Negara. Dari beberapa alasan yang dijelaskan sebelumnyanya, dapat
ditarik kesimpulan bahwa yang menjadi penyebab kegagalan peradigma awal
pembangunan, sebagai berikut :
1. Konsep pembangunan dimaknai hanya sebatas ideology tunggal yang bersifat
universal. Pada konteks ini terjadi penyeragaman asumsi, dan analisis dalam
praktik pembangunan.
2. Pendekatan pembangunan yang digunakan, yaitu pendekatan teori ekonomi-
politik. Pendekatan ini didominasi aliran pemikiran Marxisme yang kapitalis,
dengan prioritas pembangunan sector ekonomi. Bangunan hipotesis diukur
dengan indicator tingkat pertumbuhan ekonomi dan system ekonomi.
3. Terjadi penyimpangan peristilah konsep pembangunan yang digunakan. Pada
posisi ini, penyelewengan atau monopoli makna, termasuk sasaran dan tujuan
hakiki sangat dimungkinkan terjadi
4. Praktik pembangunan yang dilakukan belum berpihak kepada rakyat.
Kenyataan ini tidak memberi peluang yang cukup bagi masyarakat untuk
berpartisipasi secara aktif yang merefleksikan pada situasi, kondisi, ananlisis,
dan evaluasi permasalahan.
5. Agenda perubahan lebih bernuansa pendekatan proyek ketimbang pendekatan
program. Hakikat pembangunan yang sesungguhnya tidak mendapat priorotas
utama. Paket pembangunan yang dilaksanakan mengutamakan pekerjaan
proyek pembangunan daripada kegiatan pembangunan yang menumbuhkan
partisipasi masyarakat.

28
Jika kelima hal tersebut tidak mendapatkan perhatian, dan telaah secara ilmiah
serta praktis, pastinya akan memicu berbagai persoalan pada tingkat akar rumput atau
masyarakat. Hal inilah yang kemudian memicu timbulnya kasus-kasus perlawanan
ataupun penolakan rakyat terhadap pembangunan yang telah dilaksanakan. Konsep
pembangunann pada paradigma ini selalu dilihat sebagai fenomena ekonomi.
Menyadari kompleksitas permasalahan pembangunan, pendekatan ini dihadapkan
pada tuntutan perbaikan pada hasil-hasil pembangunan. Gagasan model trickle down
effect atau “yang menetes ke bawah” sebagai alternative pendekatan, akhirnya
menjadi pilihan untuk mendapatkan keuntungan pembangunan secara luas.
Fakta empiris menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tidak
mempertimbangkan factor social budaya, tidak menjamin terwujudnya pemerataan
hasil pembangunan dengan baik. Hasil ini bisa dilihat pada tahun 1970-an ketika
hilangnya kredibilitas masyarakat terhadap konsep dan praktik pembangunan. Di
Indonesia, model pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan eknomi ini, tidak
mewujudkan kesejahteraan yang diiginkan, bahkan jauh dari yang diharapkan ibarat
pepatah jauh panggang dari api.
Besarnya tuntutan perubahan dimaksud tersebut, bentuk pendekatan atau
paradigma dan teori-teori pembangunan yang digunakan seyogyanya mulai bergeser.
Terdapat dua potensi yang menjadi alasan perubahan ini. Pertama, isi dan ide
pembangunan harus mewakili potensi masusia dan konteks sosialnya. Kedua,
perkembangan dan perubahan pada teknologi informasi dan komunikasi. Berbagai
temuan pemanfaatan saluran komunikasi bagi suatu inovasi pembangunan menjadi
titik tolak model persuasive yang dilakukan para peneliti, khususnya di Negara-
negara berkembang.

29
3.4 Potret Pembangunan di Indonesia
Paradigma pembangunan senantiasa dipengaruhi oleh sumber kekuasaan
sebagi kekuatan penetrasinya. Pengaruh pemikiran arus utama yang berkembang saat
itu sulit dielakkan. Di Indonesia, hail pembangunan itu belum memperlihatkan
perkembangan signifikan bagi kebutuhan rakyat banyak. Sejak Orde Baru hingga era
reformasi, pergeseran pendekatan pembangunan yang menyebabkan permasalahan
krusial pembangunan belum mendapat perhatian serius dari pemerintah. Proses
pembagunan yang dilakukan lebih kuat diwarnai oleh prespektif politik dan ekonomi
daripada prespektif social-budaya. Hal ini terlihat dengan adanya usaha mobilisasi
masyarakat dalam memanfaatkan sumber-sumber potensi local untuk kepentingan
politik tertentu. Masyarakat hanya dipandang sebagai modal pembangunan, bukan
sebagai mitra pembangunan. Pada saat yang hamper bersamaan proses pembangunan
yang dilaksanakan tidak memberikan ruang atau peluang bagi terwujudnya inisiatif
dan kreativitas masyarakat. Hakikat pembangunan yang menitik beratkan pada
pembangunan manusia seutuhnya dan seluruh rakyat semakin jauh dari harapan.
Proses pengambilan keputusan di Negara kita pun tidak memihak pada rakyat,
tetapi bermuara pada pemusatan kekuatan politis secara sepihak. Proses
pembangunan sendiri sebagai sebuah masalah strategi dalam menemukan solusi
memecahkan masalah tidak bertumpu pada usaha memberdayakan masyarakat dalam
arti luas yang memberi manfaat. Pada satu sisi, kuatnya pengaruh prespektif atau
paradigma pembangunan menimbulkan ketimpangan di berbagai aspek kehidupan
bermayarakat dan bernegara. Selain itu, pelaksanaan kebijakan, perencanaan, dan
pelaksanaan pembangunan sendiri masih dimonopoli pihak tertentu (pemerintah).
Pembangunan yang notabene dari – oleh dan untuk rakyat tidak menunjukan
keberpihakannya kepada keadilan dan kemakmuran rakyat.
Hal lain yang dianggap penting utnuk disikapi oleh kita adalah pengeseran
pola kebijakan pemerintah, dari kekuasaan yang sentralisasi menuju desentralisasi.
Hal ini haruslah dimaknai sebagai peluang dan tantangan pembangunan. Keinginan

30
inilah yang kemudian dianggap beberapa pihak mampu membawa angina segar bagi
perubahan yang menyeluruh. Namun, pergeseran tersebut tidak serta merta
berpengaruh pada semangat membangun di tiap-tiap daerah. Konsep desentralisasi
yang dimanifestasikan dalam praktik pemerintah dengan otonomi daerah, tidak juga
terjasi justrumasing-masing daerah tumbuh menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang
otonom. Fenomena ini menjadi lahan subur bagi timbulnya praktik korupsi.

3.5 Perubahan Paradigma Pembangunan


Besarnya perhatian dan kekinginan masyarakat untuk ikut memikirkan
permasalahan pokok pembangunan di Negara-negara berkembang, menuntut para ahli
pembangunan dan ilmu social untuk memikirkan kembali model peradigma yang
relevan. Negara berkembang, paradigma pembangunan model ekonomi memiliki
kelemahan, dan kekurangan. Untuk itu, perlu diimbangi dengan pemikiran baru yang
lebih memadai. “…system ekonomi perlu dianalisis dan didudukan pada konteks
system social secara keseluruhan di Negara tertentu, dan tentu saja juga dalam
konteks global internasioan. System social yang dimaksud dalam hubungan-
hubungan yang saling terkait antara factor-faktor ekonomi dan non ekonomi”.
Analisis yang digunakan Todaro tersebut, mengurai permasalahan
pembangunan dengan menggugat paradigma yang dikembangkan sembari memberi
solusi yang harus dilakukan. Munculnya persoalan-persoalan ini merupakan dampak
konsep pendekatan (paradigma) pembangunan atau pun model pembangunan yang
tidak memihak rakyat. Pembangunan akhirnya keluar dari hakikat tujuannya, yaitu
untuk kemakmuran rakyat.

31
3.6 Perbandingan Model Pembangunan
Untuk kebutuhan analisis, pada pembahasan ini akan ditampilkan 3 (tiga)
model pembangunan yang relevan. Hak ini dimaksudkan untuk membandingkan
beberapa model pembangunan telah, sedang atau akan dilakukan. Dengan begitu kita
mempu melihat, menganalisis dan memilih strategi pendekatan yang tepat dan
relevan model pembangunna tersebut meliputi :
1. Model pembangunan dengan indicator pertumbuhan ekonomi. Apa yang
diterapkan konsep pembangunan di banyak Negara dunia ketiga termasuk
Indonesia telah memperlihatkan kuatnya model pembangunan gaya Rostow.
Asumsi model pembangunan masyarakat hanya diukur dari pertumbuhan
ekonomi semata.
2. Model pembangunan kebutuhan dasar’kesejahteraan lahir dari prakarsa
Gunnar Myrdal. Model ini mencoba memecahkan masalah kemiskinan
secara langsung dengan memenuhi kebutuhan sandang, pangan, perunahab
serta akses terhadap pelayanan public serta pendidikan, kesehatan, air bersih,
transportasi.
3. Model pembangunan yang berpusat pada rakyat. Focus sentral proses
pembangunan adalah penguatan, pemberdayaan, dan peningkatan kualitas
hidup manusia dan kesejahteraan, persamaan, dan pertumbuhan ekonomi
(GNP) atau pengadaan pelayanan social (Budiman, 2000).

Kesimpulan
Pembangunan merupakan hal ini tak dapat kita hindari dan selalu berjalan
beriringan dengan kepentingan masyarakat. Bukan hanya definisi yang beragam dari
masing-masing pakar tetapi paradigma dari teori awal pembangunan menuntut kita
bahwa pembangunan terus mengalami perubahan dari yang paling klasik sampai pada
yang terbaru. Pembangunan juga dihadapkan pada proses sebab dan akibat. Potret
pembangunan di Indonesia menjadi hal menarik lain yang telah dibahas pada modul 3

32
ini, karena sejak awal Orde Baru sampai pada Era Reformasi pembangunan terus
dilakukan setiap rezeim yang memimpin tetapi tetap saja pembangunan yang
ditekankan dari-oleh dan untuk rakyat masih menjadi tujuan yang belum dapat
terwujud dengan nyata. Perubahan paradigma dan perbandingan model pembangunan
diharapkan dapat memberikan warna proses pembangunan itu sendiri.

Pertanyaan Diskusi!
1. Jelaskan secara singkat potret pembangunan di Indonesia dahulu!
2. Jelaskan pendapat anda mengenai proses pembangunan yang terjadi di
Indonesia saat ini. Berikan analisis anda dan contoh yang memperkuat
argument anda!

33

Anda mungkin juga menyukai