OLEH :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NUSA NIPA INDONESIA
2021
1. Jelaskan konsekuensi apabila suatu Peradilan Adat dikonversi menjadi Pengadilan adat!
Jawab :
1) Peradilan & Pengadilan Adat
Istilah “Peradilan” (rechtspraak) pada hakikatnya mengenai proses penegakan hukum
dan keadilan yang dilakukan dengan sistem persidangan (permusyawaratan) untuk
menyelesaikan perkara di luar pengadilan dan/atau di muka pengadilan. Dalam konteks
hukum adat maka disebut “peradilan hukum adat” atau “peradilan adat”.
Peradilan adat dapat dilaksanakan oleh anggota masyarakat secara perorangan, oleh
keluarga/tetangga, kepala kerabat atau kepala adat (hakim adat), kepala desa (hakim desa)
atau oleh pengurus perkumpulan organisasi, sebagaimana telah dikemukakan diatas
dalam penyelesaian delik adat secara damai untuk mengembalikan keseimbangan
masyarakat yang terganggu.
Dalam UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dalam pasal 2 ayat (1)
dan (2) mengatur bahwa peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa” dan peradilan negera menerapkan dan menegakan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila. Dalam pasal 4 UU Kekuasaan Kehakiman menjelaskan bahwa
pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang dan
pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan
rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Dari
kedua uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, pengadilan adalah lembaga tempat
subjek hukum mencari keadilan, sedangkan peradilan adalah sebuah proses dalam rangka
menegakan hukum dan keadilan atau suatu proses mencari keadilan itu sendiri.
Jawab:
1) Delik Adat
Yang dimaksud dengan delik adat adalah suatu peristiwa atau perbuatan yang
mengganggu keseimbangan masyarakat dan dikarenakan adanya reaksi dari masyarakat
maka keseimbangan itu harus dipulihkan kembali. Peristiwa atau perbuatan itu apakah
berwujud atau tidak berwujud, apakah ditujukan kepada manusia atau yang ghaib, yang
telah menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat harus dipulihkan dengan hukuman
denda atau dengan upacara adat.
2) Obyek Hukum
Segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum (manusia dan badan hukum) dan
yang dapat menjadi pokok (obyek) permasalahan dan kepentingan bagi para subyek
hukum, karena sesuatu itu dapat dikuasai oleh subyek hukum.
Untuk dapat menjadi suatu obyek hukum maka perlu adanya kesesuaian dengan
syarat-syarat yang ada, antara lain:
a) Benda Bergerak
Menurut Sifatnya, benda itu tidak bisa dipindahkan atau yang melekat
diatasnya;
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan, obyek pengadilan adat merupakan suatu
perisitiwa atau perbuatan yang melibatkan suatu benda, atau yang mengganggu keseimbanga
masyarakat. Oleh karena hal-hal inilah yang kemudian dapat menjadi sumber/ penyebab
terjadinya suatu sengketa keperdataan dalam lingkup peradilan dalam pengadilan adat.
DAFTAR PUSTAKA
Hadikusuma, Hilman. (1992). Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Bandar Lampung:
Cv. Mandar Maju.
SatuHukum. (2020). Apa Itu Objek Hukum. Diakses pada 7 November 2021, dari
https://www.satuhukum.com/2020/06/objek-hukum.html
Tunady, W. (2012). Subjek Hukum dan Objek Dalam Hukum Perdata. Diakses pada 7
November 2021, dari https://www.jurnalhukum.com/subyek-hukum-dan-obyek-hukum-dalam-
hukum-perdata/