Anda di halaman 1dari 9

PROBLEMATIKA ANTARA

HAK ASASI MANUSIA (HAM) DAN HUKUM PIDANA MATI

Disusun Oleh

NAMA MAHASISWA NIM PRODI/ FAKULTAS

GLEN DANIEL FEBRIAN ONGKIO BUOL 091200011 HUKUM/ HUKUM

UNIVERSITAS NUSA NIPA


MAUMERE
TAHUN AJARAN
2021/2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Pada dasarnya peraturan hukum dibuat untuk manusia, bukan manusia untuk
hukum. Begitu juga dengan, pihak yang menjalankan hukum dan pihak yang
memberikan hukum masing-masing tentunya memiliki hak dan kewajibannya
sendiri. Maka, pihak yang menjalankan hukum wajib menaati peraturan atau hukum
yang ada, dan pihak yang membuat hukum atau peraturan tersebut wajib membuat,
mengeluarkan, serta menyesahkan aturan yang mampu dan bisa mengayomi
kebutuhan dalam lingkungan masyarakat serta mengetahui keperluan peraturan atau
hukum dalam masyarakat.

Sampai saat ini negara Indonesia masih menggunakan serta memberlakukan


KUHP dan KUHper sebagai peraturan hukum yang SAH, bukan hanya oleh karena
Indonesia adalah bekas negara jajahan saja, melainkan juga oleh karena peraturan
dan hukum yang ada mampu mengikuti perkembangan zaman dalam kehidupan
masyarakat dan negara.

Dalam setiap peraturan hukum yang ada semuanya memiliki konsekuensi yang
akan diterima jika melanggar peraturan tersebut. Di dalam KUHP pasal 10 tertulis
jenis-jenis pidana bagi seseorang yang melakukan tindak pidana antara lain; pidana
mati, pidana kurungan, pidana penjara, pidana denda, dan pidana tutupan yang diatur
dalam KUHP UU no 2 tahun 1946. Dan ada juga pidana tambahan; pencabutan hak-
hak tertentu, perampasan barang, dan putusan hakim.

Pada dasarnya akibat-akibat hukum tersebut dibuat untuk menciptakan sikap jera
dan takut untuk melakukan tindak pidana kembali dan lagi. Namun, sering kali akibat
hukum yang diberikan tidak mampu melahirkan sikap jera dan rasa takut tersebut,
bahkan hingga dilaksanakannya pidana mati.
Tetapi apakah, orang-orang yang melakukan tindak pidana sudah tidak memiliki
lagi yang Namanya HAM? Ataukah hak-hak tersebut dicabut secara paksa oleh
negara? Ditahun 2019 terdapat 274 terpidana mati di Indonesia.1 Perlukah
pengorbanan nyawa yang terjadi hanya untuk menegakan peraturan hukum di
Indonesia? Yang mana mayoritas adalah terkait kasus narkoba, lalu bagaimana
dengan koruptor?

Hingga saat ini pun masih menjadi perbincangan pihak-pihak tertentu dalam
negara salah satunya partai nasdem yang menjadi pengusul untuk ditetapkannya
pidana mati bagi koruptor, yang pada akhirnya akan menjadi meja perdebatan di DPR
yang hingga kini terdiri dari parpol-parpol yang masing-masing mempunyai
pengaruh.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan masalah-masalah yang ada dalam latar belakang penelitian ini maka
dapat ditarik beberapa pokok masalah dalam penelitian ini yaitu:
a. Ruang lingkup HAM
b. Pasal-pasal pengatur HAM
c. Pasal-pasal pengatur pidana mati
d. Bagaimanakah hubungan antara Pidana mati dan HAM

1
https://news.detik.com/berita/d-4741811/fakta-274-terpidana-mati-di-indonesia-gembong-narkoba-
hingga-pembunuh-biadab
1.3 Orisinalitas penelitian

Berikut beberapa aspek yang menjadi dasar pernyataan penulis bahwa penelitian
ini benar hasil karya yang disusun oleh penyusun sendiri. Jika, dikemudian hari
terbukti bahwa penelitian ini adalah hasil duplikasi, plagiat, tiruan atau dibantu
secara keseluruhan maupun setengah maka penelitian ini dapat dikembalikan
kembali dan menerima konsekuensinya.
NO NAMA JUDUL ASAL INSTANSI RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana nilai-nilai hak
TINJAUAN HAK asasi manusia untuk hidup
ASASI MANUSIA diatur dalam sistem hukum di
TERHADAP Indonesia?
1. Veive Large Hamenda -
PENERAPAN 2. Bagaimana tinjauan Hak
HUKUMAN MATI DI Asasi Manusia terhadap
INDONESIA eksistensi hukuman mati di
Indonesia?
1.Bagaimana penerapan
EKSISTENSI PIDANA hukuman pidana mati dalam
MATI DALAM penegakkan hukum di
FAKULTAS
PENEGAKKAN Indonesia?
SYARI’AH DAN
HUKUM DI 2. Bagaimana hukuman pidana
2. AHMAD SYAHRUN HUKUM UIN
INDONESIA DI mati jika dihubungkan dengan
ALAUDDIN
TINJAU DARI ASPEK hak asasi manusia (HAM)?
MAKASSAR
HAK ASASI 3. Bagaimanakah pandangan
MANUSIA (HAM) islam terhadap penerapan
hukuman mati di Indonesia?
FAKULTAS
1. Bagaimana pengaturan
SYARI’AH DAN
PIDANA MATI DI pidana mati di Indonesia?
HUKUM
INDONESIA DALAM 2. Bagaimana analisis pidana
3. Dwi Priambodo Firdaus UNIVERSITAS
PERSPEKTIF HAK mati di Indonesia dalam
ISLAM NEGERI
ASASI MANUSIA perspektif Hak Asasi
WALISONGO
Manusia?
SEMARANG
1.4 Tujuan
Adapun tujuan yang terkandung dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu:
1) Tujuan umum
Melihat dan mengetahui hubungan antara HAM dan Pidana mati dalam
proses pelaksanaan hukum di Indonesia.

2) Tujuan khusus
Melihat pasal-pasal dan peraturan yang berkaitan dengan HAM dan
pidana mati serta mengkaji kaitan antara HAM dan pidana mati.

1.5 Manfaat
Berdasarkan tujuan yang ada maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan
manfaat berupa:
1) Manfaat teoritis
Dari penelitian ini dapat menjadi dasar awal untuk penelitian berikutnya
lebih jauh dan membuka wawasan berpikir kita terhadap tindakan hukum.

2) Manfaat praktis
Dari penelitian ini dapat menggerakan masyarakat untuk bekerja sama
dalam bertindak menegakan HAM ditengah masyarakat.
1.6 Landasan teoritis
1) Pengertian pidana mati
Pidana mati adalah pidana yang terberat menurut perundang-undangan
pidana kita (Indonesia) dan tidak lain berupa sejenis pidana yang merampas
kepentingan umum yaitu jiwa atau nyawa manusia. Hukuman atau pidana
mati adalah penjatuhan pidana dengan mencabut hak hidup seseorang yang
telah melakukan tindak pidana yang diatur dalam undang-undang yang
diancam dengan hukuman mati. Hukuman mati berarti telah menghilangkan
nyawa seseorang. Pidana mati adalah suatu hukuman atau vonis yang
dijatuhkan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sebagai bentuk
hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya.2

2) Hukuman Mati Dari Sudut Pandang Hukum HAM Internasional


Hukuman mati merupakan salah satu isu yang paling kontroversial dalam
Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi oleh
pemerintah Indonesia (International Covenant on Civil and Political Rights).
Meski diakui hak hidup sebagai non-derogable rights (hak yang tidak dapat
dikurang-kurangi), pada Pasal 6 (ayat 2, 4, dan 5) secara tekstual dinyatakan
bahwa hukuman mati masih diperbolehkan. Sementara itu pada Pasal 6 (ayat
6) kembali ditegaskan adanya semangat Kovenan ini untuk secara bertahap
dan progresif menghapuskan praktek hukuman mati.
Baru pada Protokol Tambahan Kedua Kovenan Internasional Hak-hak
Sipil dan Politik (Second Optional Protocol to the International Covenant on
Civil and Political Rights; aiming at the abolition of the death penalty) yang
diadopsi oleh Resolusi Mejelis Umum PBB pada 15 Desember 1989, secara
tegas praktek hukuman mati tidak diperkenankan. Tafsir progresifnya secara
implisit menunjukkan bahwa sebenarnya Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik
bukan membenarkan praktek hukuman mati, namun lebih menegaskan bahwa
Kovenan ini berusaha semakin memperketat dan memperkecil lingkup
praktek hukuman mati. Hal ini didasari pada argumen bahwa pada waktu

2
Tolib Setiady, Pokok-pokok Hukum Penitensier Indonesia, Alfabeta, Bandung, 2010, hlm 19
penyusunan Kovenan ini, mayoritas negara di dunia masih mempraktekan
hukuman mati, namun semakin hari negara yang memberlakukan
abolisi(penghapusan) hukuman mati semakin bertambah dan bahkan hingga
hari ini justru mayoritas negara di dunia adalah kelompokabolisionis.
Sebelumnya pada tahun 1950 Konvensi HAM Eropa, European Convention
on Human Rights/Convention for The Protection of Human Rights and
Fundamental Freedoms pada Pasal 2-nya menegaskan larangan hukuman
mati.
Konvensi regional Eropa ini merupakan treaty HAM tertua dan ide
penghapusan hukuman mati berangkat dari Konvensi ini. Ketentuan hukuman
mati kemudian juga dihapuskan diberbagai mekanisme pengadilan HAM
internasional meskipun juridiksinya mencakup kejahatan paling berat dan
serius di bawah hukum internasional. Statuta Tribunal HAM Internasional ad
hoc untuk Negara-Negara Bekas Yugoslavia (Statute of International
Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia/ICTY) dan Rwanda (Statue of
International Criminal Tribunal for Rwanda/ICTR). Demikian pula ketentuan
ini ditiadakan pada Statua Roma Mahkamah Pidana Internasional (Rome
Statute of the International Criminal Court), yang merupakan Pengadilan
HAM Internasional yang permanen.3

3
http://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/12/BEBERAPA-PANDANGAN-TENTANG-
HUKUMAN-MATI-DEATH-PENALTY-DAN-RELEVANSINYA-DENGAN-PERDEBATAN-HUKUM-DI-
INDONESIA.pdf
3) Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang dimiliki manusia bukan
berdasarkan hukum positif yang berlaku atau yang diberikan kepadanya oleh
masyarakat, melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia, di mana
hak itu tidak bisa dihilangkan atau dinyatakan tidak berlaku oleh manusia.
Ham adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha
Pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati). Pada hakikatnya HAM terdiri dari
atas dua hak dasar yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak
kebebasan. Dari kedua hak dasar inilah lahir HAM yang lainnya atau tanpa
kedua hak dasar ini hak asasi manusia lainnya sulit ditegakkan.4

4
Amran Suadi, Filsafat Hukum, Kencana, Jakarta, 2019, hlm 165
1.7 Kajian pustaka
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa literatur yang masih berkaitan dengan
penelitian dan pembahasan yang dimaksud diantaranya adalah sebagai berikut:
Prof. Dr. Marwan Effendy, S.H, dalam bukunya yang berjudul Diskresi, Penemuan
Hukum, Korporasi dan Tax Amnesty Dalam Penegakkan Hukum. Dalam buku ini di jelaskan
tentang wacana penghapusan hukuman mati dan eksistensi keberadaan hukuman mati dalam
penegakkan hukum di Indonesia. Dalam sebuah buku yang di tulis oleh Yon Artiono Arba’i
dengan judul buku Aku Menolak Hukuman Mati: Telaah Atas Penerapan Pidana Mati.
Penjelasan dalam buku ini adalah tentang sejarah munculnya hukuman mati di tinjau dari
sejarah pemidanann, mulai dari sejarah hukuman mati di Mancanegara sampai di Indonesia,
beberapa metode eksekusi mati dan pandangan agama tentang adanya hukuman mati itu
sendiri. Sumber referensi berikut yang menjadi tambahan pembahasan penulis adalah buku
yang di tulis oleh Yahya Ahmad Zein, S. H, M. H, dengan judul buku Problematika Hak Asasi
Manusia. Dalam buku di jelaskan problematika penerapan pidana mati dalam prespektif Hak
Asasi Manusia (HAM), yang di mana pidana mati di anggap suatu hukuman yang sangat
ekstrim yang menyebabkan hilangnya hak asasi yang paling pokok yaitu hak hidup. Maka dari
itu ini merupakan pertentangan yang menarik di kaji lebih jauh dalam buku ini.
Yang berikut yaitu Menguak Realitas Hukum, buku yang di tulis oleh Prof. Dr. Achmad
Ali, S. H, M. H, mencoba menjelaskan masih perlunya pidana mati diterapkan sebagai hukum
nasional. Hal ini di lihat dari beberapa faktor kejahatan 12 yang kemudian penulis
mengemukakan pendapat singkat bahwasannya pidana mati masih menjadi hukuman yang
patut di pertahankan. Sumber yang berikut adalah buku tentang Hukum Pidana Indonesia,
membahasa tentang teori pemidanaan dan juga membahas tentang ketentuan undang-undang
yang mengatur tata cara pelaksanaan pidana mati. Buku ini ditulis oleh Erdianto Effendi, S.H.,
M. Hum. Nanang M. Hidayatullah, dalam bukunya yang berjudul Kedudukan Hukum Islam
Dalam Tata Hukum Nasional Indonesia, disini penulis mengkaji tinjauan historis kedudukan
hukum islam di Indonesia dan juga membahas tentang sistem hukum di Indonesia. Cita dan
Citra Hak-Hak Asasi Manusia Di Indonesia, buku ini ditulis oleh Ramdlon Naning, S. H. Buku
ini membahas tentang hakekat, sejarah, perkembangan, dan macam-macam hak asasi
manusia.

Anda mungkin juga menyukai