Anda di halaman 1dari 3

Tugas Review Pertemuan 4 Psikologi Sosial

Pemimpin adalah individu yang paling berpengaruh atau paling berkuasa dalam suatu
kelompok, serta paling bertanggung jawab dalam menentukan arah dan sasaran kelompok. Hal-
hal yang membuat seseorang menjadi pemimpin secara tradisional adalah para pemimpin
dianggap sebagai individu-individu yang menonjol dari anggota lain dalam suatu kelompok dan
memiliki sifat-sifat kepribadian unik yang membuat mereka secara ideal tepat atau layak untuk
mengarahkan orang lain. Ada pemahaman umum atau faktor penentu yang berupa kepribadian
yang menyatakan bahwa para pemimpin memiliki sifat-sifat kepribadian istimewa yang
memungkinkan mereka memiliki pengaruh kuat terhadap orang lain. Beberapa bukti empiris
yang menunjukkan adanya hubungan antara kepribadian dan kepemimpinan yaitu, para
pemimpin punya kepercayaan diri, kepandaian bicara, dan kecerdasan di atas rata-rata.
Meta analisis terhadap 73 Studi (yang mempercayai adanya hubungan antara kepribadian
dan kepemimpinan) menemukan bahwa sifat ekstrovert, terbuka pada pengalaman, dan berhati
nurani memiliki korelasi positif dengan kepemimpinan. Selain itu, karakteristik fisik juga
memiliki korelasi dengan kepemimpinan. Para pemimpin biasanya cenderung sedikit lebih tinggi
dan lebih menarik secara fisik daripada para pengikutnya. Sedangkan neurotisisme berkorelasi
negatif dengan kepemimpinan, artinya seseorang yang mempunyai neurotisisme tidak mungkin
menjadi seorang pemimpin. Tetapi pendapat-pendapat di atas memiliki banyak pendapat pro dan
kontra. Pendapat-pendapat yang kontra di antaranya adalah banyak penelitian lain yang gagal
menemukan hubungan yang dapat diterima antara kepemimpinan dan kepribadian. Kemudian
sedikit pemimpin yang dapat mempertahankan posisi kepemimpinannya dalam jangka waktu tak
terbatas.
Ternyata ada faktor-faktor penentu yang berupa situasi. Kebanyakan ahli Psikologi Sosial
saat ini meyakini bahwa karakteristik pemimpin dan situasi berinteraksi (saling mempengaruhi)
dalam menentukan keberhasilan kepemimpinan. Ada beberapa bukti bahwa karakteristik
kepribadian seorang individu mungkin saja membuat mereka cocok untuk memimpin
kelompoknya dalam beberapa situasi, tetapi tidak cocok dalam situasi yang lain. Contoh, Pak
Ridwan Kamil cocok untuk memimpin jawa barat dikarenakan kepribadian beliau dan kondisi
daerah Jawa Barat, tetapi Pak Ridwan Kamil belum tentu cocok jika disuruh memimpin Jawa
Tengah. Pemimpin dalam budaya kolektivis dan individualis memiliki ciri yang berbeda.
Pemimpin masyarakat kolektivis terbaik adalah orang-orang yang mampu memupuk atau
mengembangkan hubungan positif di antara anggota-anggota kelompok dan mendorong
terciptanya suasana kerja yang kohesif-kooperatif (saling memperkuat dan saling membantu).
Sedangkan pemimpin terbaik untuk masyarakat individualis adalah orang-orang yang secara
langsung lebih berfokus pada pencapaian sasaran kelompok, ketimbang pada dinamika
kelompok, dan yang menghargai prestasi-prestasi individu.
Macam-macam gaya kepemimpinan, pertama ada pemimpin otokratis, yaitu pemimpin
yang selalu menjaga jarak dan berfokus untuk mengatur aktivitas kelompok serta memberikan
perintah kepada anggota kelompok. Kedua ada pemimpin demokratis, yaitu pemimpin yang
sangat aktif, yang mendiskusikan rencana-rencananya dengan para anggota kelompok dan
membuat mereka mengambil bagian dalam keputusan apapun yang dibuat. Ketiga ada pemimpin
Laissez-Faire, yaitu pemimpin yang menunjukkan sedikit perhatian pada aktivitas kelompok dan
umumnya membiarkan kelompok mengatur dan menyelesaikan sendiri aktivitasnya, pemimpin
hanya campur tangan ketika sungguh-sungguh diperlukan. Tipe otokratis kurang populer tetapi
sangat produktif, karena tipe ini menciptakan suasana agresif, yaitu hanya produktif jika
pemimpin hadir untuk memandu semua aktivitas. Sedangkan tipe demokratis sangat populer dan
sangat produktif, karena tipe ini mengembangkan suasana bersahabat, kooperatif dan berorientasi
pada tugas, baik pemimpin hadir atau tidak. Lalu yang terakhir tipe laissez-faire sangat populer
tetapi kurang produktif, karena tipe ini menciptakan suasana menyenangkan dan kooperatif,
tetapi produktivitas rendah. Produktivitas akan meningkat jika pemimpin tidak hadir.
Kepemimpinan berfokus tugas dan kepemimpinan berfokus sosio-emosional.
Kepemimpinan berfokus tugas lebih tertarik pada pencapaian tujuan dan sasaran kelompok,
memastikan tujuan terwujud dengan memfokuskan pada tugas, berpengetahuan banyak atau luas,
suka memerintah, sangat efisien, dan cenderung menjauhkan diri dari anggota kelompok.
Sedangkan kepemimpinan berfokus pada sosio-emosional lebih mencurahkan perhatian pada
dinamika kelompok, memastikan terwujudnya kelompok yang bersatu padu dan bersahabat,
pemimpin bersifat ramah atau bersahabat, empatik, dan cakap dalam mengatasi perselisihan. Jadi
gaya kepemimpinan otokratis mempunyai fokus tugas yang tinggi dan fokus sosio-emosional
yang rendah, sedangkan gaya kepemimpinan demokratis punya fokus tugas dan fokus sosio-
emosional yang sama-sama tinggi, lalu gaya kepemimpinan laissez-faire punya fokus tugas yang
rendah dan fokus sosio-emosional yang tinggi.
Kepemimpinan Transformasional yaitu jenis kepemimpinan di mana pemimpin menonjol
sebagai orang yang sangat berpengaruh. Pemimpin tidak hanya memimpin kelompok secara
efektif, tetapi juga secara dramatis mengubah arah kelompok serta mempengaruhi sikap dan
perilaku para anggotanya. Ciri-cirinya yaitu karismatik, menginspirasi, memotivasi, memikat,
sangat memperhatikan, menghargai, dan menghormati pengikut, serta mendorong stimulasi
intelektual dan mendorong untuk berpikir dengan cara baru.
Teori situasi dan gaya ada dua, yang pertama Teori Contingency, berpandangan bahwa
gaya kepemimpinan seseorang berinteraksi (saling mempengaruhi) dengan situasi dalam
menentukan bagaimana kepemimpinannya akan sukses. Contoh, saat Pak Soeharto memimpin
Indonesia, gaya kepemimpinan beliau cocok dengan situasi Indonesia saat itu, tetapi jika
sekarang beliau memimpin Indonesia lagi, maka gaya kepemimpinan beliau tidak akan cocok
dengan situasi Indonesia saat ini. Kedua, ada teori Leader-Member Exchange dan Pendekatan
identitas sosial yang berfokus pada interaksi (hubungan saling mempengaruhi) antara gaya
kepemimpinan dan anggota kelompok yang dipimpin. Contoh gaya kepemimpinan Pak Jokowi
yang sangat cocok dengan warga negara Indonesia (pengikut), belum tentu cocok juga dengan
warga negara Australia. Maka dari itu, Pak Jokowi hanya akan berhasil jika memimpin
Indonesia.
Menurut Teori Contingency, para pemimpin memiliki kecenderungan terus-menerus
untuk menjadi sosio-emosional atau berorientasi-tugas. Gaya mana yang paling efektif,
tergantung pada kendali situasi yang dimiliki oleh pemimpin (tinggi, sedang atau rendah).
Kendali situasi ditentukan oleh 3 faktor yaitu, apakah hubungan antara pemimpin dan anggota
harmonis, apakah struktur tugas kelompok jelas dan sasaran-sasaran telah ditetapkan dengan
baik, serta apakah pemimpin memiliki otoritas yang sah atas anggota kelompok. Ketika kendali
situasi rendah dan kelompok membutuhkan panduan yang kuat, maka gaya berfokus-tugas
mungkin yang paling efektif. Karena bersikap menyenangkan kepada anggota kelompok tidak
dapat membantu kelompok mencapai sasarannya saat tugas dirumuskan dengan buruk (tidak
jelas).
Oleh karena itu, situasi ini memerlukan seorang pemimpin yang mengambil kendali serta
memperjelas sasaran dan peran setiap anggota. Kemudian saat kendali situasi tinggi dan
hubungan antara pemimpin dan anggota sudah harmonis. Maka situasi ini tidak lagi menuntut
pemimpin memboroskan waktu untuk membina hubungan positif dengan anggota kelompok.
Sebaiknya lebih meningkatkan kinerja kelompok dan fokus pada pencapaian sasaran kelompok.
Jadi hanya ketika kendali situasinya sedang, maka gaya sosio-emosional yang paling efektif.
Karena ketika tugas agak tidak jelas dan pemimpin tidak memiliki kendali total terhadap
kelompok, maka pendekatan interaktiflah yang paling mungkin untuk membangun kembali
kekuasaan bagi pemimpin dan mencari solusi kreatif atas masalah yang dihadapi oleh kelompok.
Menurut pendekatan identitas sosial, jika keanggotaan individu dalam suatu kelompok
tertentu itu sangat menonjol, mereka akan lebih memandang diri sendiri dalam kerangka
identitas sosial mereka daripada sebagai individu yang unik. Tetapi jika identitas sosial para
anggota kelompok itu menonjol dan orang-orang melihat kelompok mereka sebagai prototipe,
terdiri atas para anggota yang menunjukkan norma-norma kelompok, anggota prototipe akan
dipersepsikan sebagai pemimpin yang efektif. Individu-individu prototipe adalah orang-orang
yang dengan kuat mengidentifikasi dirinya dengan kelompok dan mematuhi sikap-sikap dan
nilai-nilai kelompok itu.
Alasan mengapa pengambilan keputusan banyak dihasilkan di dalam kelompok adalah
karena keputusan di dalam kelompok dianggap lebih rasional dan lebih sedikit memiliki bias
dibandingkan dengan keputusan individu. Selain itu, keputusan dalam kelompok dibuat dalam
prosedur yang demokratis dan keputusan yang diambil merupakan keputusan yang
menguntungkan relasi interpersonal. Keputusan kelompok juga memiliki kesempatan yang baik
untuk terimplementasi daripada keputusan individu.
Ada 5 macam cara pemecahan perbedaan pendapat di dalam kelompok, yang pertama ada
unanimity, yaitu diskusi yang berfungsi untuk menekan mereka yang deviant (menolak) untuk
konform (menerima). Kedua ada majority wins, yaitu diskusi yang berfungsi untuk menguatkan
posisi mayoritas, yang kemudian menjadi posisi kelompok. Ketiga ada truth wins, yaitu diskusi
yang memunculkan posisi yang dianggap benar. Keempat ada two-thirds majority, yaitu
keputusan kelompok diambil hanya jika tercapai mayoritas 2/3 dari anggota kelompok. Kelima
ada first shift, yaitu kelompok mengambil keputusan konsisten dengan peralihan opini yang
pertama kali dikemukakan oleh anggota kelompok.
Brainstorming adalah proses di mana kelompok sebanyak mungkin, sebisa mungkin dan
secepat mungkin menghasilkan ide-ide serta mengemukakan apa adanya ide-ide yang muncul
dalam pikiran tanpa menilai benar atau salahnya. Aturan brainstorming ada 4. Pertama,
mengesampingkan kritik, evaluasi negatif harus disimpan terlebih dahulu. Kedua, bebas
mengemukakan saran, semakin liar idenya semakin baik, akan lebih mudah menjinakkan ide
daripada menciptakan ide. Ketiga, mengharapkan kuantitas, karena semakin banyak ide, semakin
besar kemungkinan diterima. Keempat, melakukan kombinasi dan perbaikan selain memberi
saran ide, individu juga harus mengusulkan cara agar ide orang lain dapat diubah menjadi lebih
baik atau mengusulkan cara memadukan dua atau tiga ide.
Faktor tidak optimalnya brainstorming di dalam kelompok ada 4. Pertama evaluation
apprehension, meskipun telah secara eksplisit diberikan instruksi untuk menghasilkan sebanyak
mungkin ide, namun menampilkan kesan yang baik masih tetap menjadi perhatian. Penjagaan
kesan baik ini mengarahkan para anggotanya pada self-censorship dan berkurangnya
produktifitas. Kedua social loafing dan free riding, yaitu adanya demotivasi di dalam kelompok
karena merasa idenya telah diwakili oleh anggota lain atau merasa ada ide yang lebih bagus
daripada dirinya. Ketiga production matching, yaitu anggota kelompok menggunakan kinerja
rata-rata kelompok untuk menentukan norma kinerja yang mengarahkan pengemukaan ide-ide.
Keempat production blocking, yaitu kreatifitas dan produktifitas individu berkurang karena
orang lain mengemukakan ide-ide yang sama pada saat bersamaan.
Setidaknya ada 3 pendekatan untuk menjelaskan terjadinya polarisasi kelompok. Pertama
social comparation, pendapat individu, di mana orang lain berupaya untuk menonjolkan diri dan
ingin tampil diatas rata-rata. Kedua argumen persuasif, yaitu semakin banyak mendukung suatu
pandangan, maka semakin besar kemungkinan anggota kelompok mengadopsi pandangan orang
untuk mendapatkan informasi baru dari pro dan kontra. Ketiga proses identitas sosial, dalam
diskusi, individu berfokus pada identifikasi dirinya di dalam kelompok dan mendorong
mengubah pendapatnya sesuai dengan norma kelompok.
Bahaya potensial pengambilan keputusan kelompok ada 3 yaitu, pertama pikiran
kelompok (group think), yaitu cara berfikir kohesif di mana keinginan untuk mencapai
kesepakatan atau konsensus yang demikian tinggi menyebabkan berkurangnya motivasi untuk
mendapatkan keputusan yang tepat dan rasional. Kedua pemrosesan yang bias, kelompok lebih
suka mendiskusikan informasi yang dianggap diketahui oleh sebagian besar anggota kelompok
dengan menegaskan menolak diskusi perihal informasi yang hanya diketahui oleh segelintir
anggota kelompok saja. Hal itu menyebabkan keputusan kelompok bergantung pada informasi
yang umum dan tidak mewujudkan hal yang baru. Ketiga, dibatasinya berbagi informasi (restrice
sharing information). Kelompok membahas informasi yang sudah diketahui bersama daripada
informasi yang belum diketahui. Sehingga keputusan yang dihasilkan mencerminkan informasi
yang telah diketahui bersama. Informasi juga tidak menyebar dengan rata, karena informasi
diolah dan dibatasi pada informasi yang telah diketahui bersama saja.

Anda mungkin juga menyukai