Anda di halaman 1dari 4

Kelompok 5 :

- Ida Ayu Putu Yulia Wulandari (7)


- Ni Ketut Puja Trianti (13)
- Ni Komang Ditia Astriani (15)
- Ni Komang Trisna Sulistyowati (17)
- Ni Putu Rika Sukma Wati (32)

Continuous improvement

Pengertian continuous improvement


Continuous improvement (dalam bahasa Jepang disebut kaizen) merupakan teknik
manajemen dalam hal kualitas dan faktor keberhasilan kritis.
Awalnya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan manufaktur Jepang dimana mereka secara terus
menerus mengejar kualitas.
Continuous improvement sering kali di kaitkan dengan benchmarking dan total quality yang
dimana perusahaan mencari dan mengidentifikasi perusahaan lain sebagai model dan
mempelajari bagaimana meningkatkan faktor keberhasilan kritisnya

Sebelum lanjut alangkah baiknya kita mengetahui apa itu benchmarking dan total quality saya
ringkas secara singkat saja
Yang pertama benchmarkng

Pengertian Benchmarking
Benchmarking adalah suatu proses mengidentifikasikan “praktek terbaik” terhadap dua produk
dan proses produksinya hingga produk tersebut dikirimkan.
Benchmarking dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan Tolak Ukur atau Patokan.
Tujuan utama dari Benchmarking adalah untuk memahami dan mengevaluasi proses
ataupun produk saat ini sehingga menemukan cara atau “Praktek Terbaik” untuk meningkatkan
proses maupun kualitas produk.

Yang kedua yaitu total quality


Pengertian Total Quality Management (TQM)
Total Management System atau disingkat dengan TQM adalah suatu sistem manajemen kualitas
yang berfokus pada Pelanggan dengan melibatkan semua level karyawan dalam melakukan
peningkatan atau perbaikan yang berkesinambungan (secara terus-menerus). Total Quality
Management atau TQM menggunakan strategi, data dan komunikasi yang efektif untuk meng-
integrasikan kedisplinan kualitas ke dalam budaya dan kegiatan-kegiatan perusahaan.
Singkatnya, Total Quality Management adalah pendekatan manajemen untuk mencapai
keberhasilan jangka panjang melalui Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction).

Kapan Kita Menggunakan Continuous Improvement?

Penurunan kualitas tidak dapat dibenarkan dengan kemampuan untuk melakukan sesuatu lebih
cepat atau murah. Untuk menjaga standar kualitas namun juga menghemat waktu dan biaya,
perusahaan mencari cara kerja yang Lean, termasuk juga continuous improvement.

Dengan memperhatikan best practice dalam continuous improvement, perusahaan dapat mencari
cara untuk melanjutkan usaha sebagaimana biasanya sambil turut menganalisa peluang
perbaikan.

Untuk perusahaan yang timnya tak dapat mempraktekkan continuous improvement pada
pekerjaan sehari-harinya, cara terbaik yang bisa ditempuh untuk mempopulerkan konsep ini
adalah dengan mengadakan kegiatan continuous improvement, atau yang dikenal juga dengan
Rapid Improvement events atau Value Stream Mapping.
Selain itu, bisa dilakukan juga Kaizen Event. Kegiatan ini dapat berlangsung selama 1-5 hari,
tergantung kedalaman dan luasnya cakupan topik, dan anggota tim biasanya diberikan daftar hal
yang harus dilakukan untuk mendukung berjalannya proses baru dalam organisasi dan
memerlukan lebih sedikit waktu untuk melakukannya.

Banyak perusahaan yang telah mengadopsi teknik perbaikan Lean sebagai standard di mana
semua project dan pekerjaan dijalankan. Continuous improvement membantu perusahaan
menghemat biaya dengan mengidentifikasi ketidakefisienan dalam suatu project team yang
terdiri dari banyak lapisan manajemen atau tim produksi yang setiap pergerakannya memiliki
nilai.

Ada 8 langkah mudah untuk melakukan continuous improvement:

1. Tetapkan masalah yang dihadapi


Banyaknya masalah yang dihadapi oleh organisasi atau perusahaan dapat dipetakan melalui
matrik masalah. Berikan nilai berdasarkan urgensi permasalahan menggunakan pendekatan
diagram pareto untuk mengetahui frekuensi permasalahan dan menetapkan parameter dominan.

2. Pengumpulan data
Kumpulkan data terkait masalah yang akan diselesaikan. Data yang dikumpulkan harus jelas dan
valid.

3. Mencari akar masalah


Dalam mencari akar masalah, metode Fishbone Diagram atau dikenal juga dengan Cause-Effect
Diagram dapat diterapkan. Fishbone Diagram membantu dalam mengidentifikasi berbagai sebab
potensial dari suatu masalah.

Selain metode Fishbone Diagram, pendekatan 5-Why juga dapat menjadi pilihan untuk
mengurutkan akar masalah. Dengan mengumpulkan orang-orang yang relevan dan memiliki
semangat perbaikan, tanyakan 5 mengapa suatu masalah bisa terjadi.

4. Cari alternatif perbaikan


Setelah memahami masalah yang terjadi, rumuskan alternatif perbaikan dalam bentuk matrik
sehingga memudahkan untuk melihat solusi mana yang paling baik. Tetapkan dua atau tiga
alternatif perbaikan yang akan dijalankan.

5. Menjalankan solusi
Terapkan solusi di lokasi atau tempat sesuai dengan data yang ada. Kemudian melakukan
pengukuran hasilnya berdasarkan periode data awal, misal 1 minggu, 1 bulan atau 3 bulan.

6. Analisa hasil pengukuran


Lakukan analisa apakah sudah sesuai dengan target ingin dicapai? jika belum kembali ke
langkah 3 (mencari akar masalah), jika sudah sesuai maka dapat berlanjut ke langkah 7.

7. Standarisasi
Buat standarisasi berupa SOP apabila hasil yang ditargetkan tercapai.

8. Mencari masalah baru (Continuous improvement)


Petakan lagi masalah-masalah baru untuk terus melakukan perbaikan.
Activity-Based Costing dan Activity-Based Management

Activity-Based Costing

Sistem activity-based costing (ABC) adalah metode akuntansi yang dapat Anda gunakan untuk
mencari total biaya aktivitas yang diperlukan untuk membuat suatu produk.
Biasanya digunakan untuk meningkatkan akurasi analisis biaya dengan memperbaiki cara
penelusuran biaya ke objek biaya
Sistem ABC menetapkan biaya untuk setiap aktivitas yang masuk ke produksi, seperti pekerja
yang menguji suatu produk.
Dengan kata lain, ABC adalah pendekatan penentuan biaya produk yang membebankan biaya ke
produk atau jasa berdasarkan konsumsi sumber daya yang disebabkan karena aktivitas.
Serangkaian aktivitas tentu saja menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya.
Jadi, sumber daya dibebankan ke aktivitas, kemudian aktivitas di bebankan ke objek biaya
berdasarkan penggunaannya.

Fungsi Activity Based Costing :

• Untuk memberikan akurasi yang lebih tinggi dalam penghitungan biaya produk dan layanan
dibandingkan dengan sistem penetapan biaya tradisional, karena semua produk tidak diproduksi
secara merata dan beberapa produk diproduksi dalam jumlah besar dan beberapa dalam jumlah
kecil, sehingga biaya overhead produksi telah meningkat secara signifikan dan tidak lagi
berkorelasi dengan jam kerja mesin produktif atau jam kerja langsung.
• Untuk memahami biaya produk dan pelanggan.
• Untuk memahami profitabilitas berdasarkan proses produksi atau pelaksanaan.
• Untuk memiliki analisis terstruktur sehubungan dengan proses yang kompleks.
• Untuk menyediakan banyak informasi kepada manajemen untuk membantu dalam pengambilan
keputusan.
• Menghilangkan aktivitas yang tidak menambah nilai karena keragaman produk.
• Untuk meningkatkan aktivitas nilai tambah karena keragaman permintaan pelanggan
berkembang pesat.

Karakteristik Activity Based Costing:

• Meningkatkan jumlah kumpulan biaya yang digunakan untuk mengakumulasi biaya overhead.
Jumlah nilai tergantung pada biaya kegiatan produksi. Jadi, alih-alih mengumpulkan biaya
overhead-dalam satu kumpulan perusahaan atau kumpulan departemen, biaya diakumulasikan
oleh aktivitas.
• Membebankan biaya overhead untuk pekerjaan atau produk yang berbeda sebanding dengan
biaya aktivitas dalam bisnis berdasarkan biaya tenaga kerja langsung atau jam langsung atau jam
mesin.
• Meningkatkan keterlacakan biaya overhead yang menghasilkan data biaya unit yang lebih
akurat untuk manajemen.
• Identifikasi biaya selama aktivitas dan penyebabnya tidak hanya membantu dalam perhitungan
biaya yang lebih akurat dari suatu produk atau pekerjaan tetapi juga menghilangkan aktivitas
non-nilai tambah. Penghapusan aktivitas non-nilai tambah akan menurunkan biaya produk.

Activity Based Management


Activity Based Management atau sering disebut (ABM) merupakan pusat dari sistem
manajemen biaya oleh karena itu untuk mengelola organisasi atau perusahaan dengan baik, harus
menekankan pada ABM.
Dengan kata lain ABM adalah pengelolaan aktivitas untuk meningkatkan nilai bagi pelanggan
dan laba perusahaan.
ABM menggunakan ABC sebagai sumber informasi Utamanya.
Tujuan ABM (Activity Based Management)
ABM bertujuan untuk meningkatkan nilai produk atau jasa yang diterima oleh para
konsumen, dan oleh karena itu dapat digunakan untuk mencapai laba dengan menyediakan nilai
tambah bagi konsumennya.

Tujuan penting dari ABM adalah untuk mengidentifikasi dan menghilangkan aktivitas dan biaya
tak bernilai tambah. Aktivitas yang tidak bemilai tambah adalah operasi yang tidak perlu dan
tidak penting, perlu tapi tidak efisien dan tidak dapat dikembangkan. Biaya yang tidak bernilai
tambah adalah hasil dari beberapa aktivitas. Dari beberapa aktivitas yang bisa dihilangkan tanpa
menodai kualitas produk, daya guna, dan nilai yang dirasakan.

Manfaat yang diperoleh dengan menggunakan ABM adalah


a. manajemen dapat menentukan wilayah untuk melakukan perbaikan operasi, mengurangi
biaya, atau meninggkatkan nilai bagi pelanggan. Dengan mengidentifikasi sumber daya
yang dipakai konsumen, produk, dan aktivitas, ABM memperbaiki fokus manajemen atas
faktor-faktor kunci perusahaan dan meningkatkan keunggulan kompetitif
b. Mengukur kinerja keuangan dan pengoperasian (nonkeuangan) organisasi dan aktivitas-
aktivitasnya.
c. Menentukan biaya-biaya dan profitabilitas yang benar untuk setiap tipe produk dan jasa.
d. Mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas dan mengendalikannya. d. Mengelompokkan
aktivitas-aktivitas bernilai tambah dan tidak bernilai tambah.
e. Mengefisienkan aktivitas bernilai tambah dan mengeliminasi aktivitas aktivitas tidak
bernilai tambah.
f. Menjamin bahwa pembuatan keputusan. perencanaan dan pengendalian didasarkan pada
isu-isu bisnis yang keluar dan tidak semata berdasar informasi keuangan.

Anda mungkin juga menyukai