Anda di halaman 1dari 7

PENDAHULUAN

Kemajuan yang dicapai saat ini di berbagai bidang obat


dan pengobatan semakin meningkat, sehingga dirasakan sangat
memperbaiki taraf kesehatan, dan di antaranya termasuk ke-
sehatan usia lanjut. Kesehatan usia lanjut akhir-akhir ini
banyak dibicarakan dalam forum-forum ilmiah dan bahkan
telah pula tercetus gagasan untuk menyediakan sarana pelayan-
an kesehatan khusus yang memang dinilai cukup relevan meng
-
ingat permasalahannya yang cukup kompleks dan memerlukan
penanganan tersendiri. Mengingat bahwa pada usia lanjut telah
terjadi berbagai perubahan sebagai akibat kondisi fisiologik
dan patologik, penggunaan obat bagi usia lanjut perlu ditangani
secara lebih cermat.
Upaya untuk penyembuhan penyakit dan mempertahan-
,kan kesehatan usia lanjut yang dihubungkan dengan pelayanan
obat di apotik belum pernah diungkapkan secara rinci dan
berapa jauh dapat dijangkau. Makalah ini sekedar ingin menge-
tengahkan hal-hal yang masih mungkin dilakukan di apotik
yang diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan atau
sumbangan gagasan serta partisipasi dalam menunjang
pelayanan kesehatan usia lanjut.
USIA LANJUT DAN PERMASALAHANNYA
Usia lanjut yang didefinisikan dengan usia di atas 65 tahun
lebih menggambarkan usia secara kronologik, sedangkan usia
biologik atau fisiologik lebih menunjukkan keadaan yang men-
dekati keadaan masing-masing individu.
Respons terhadap obat pada usia lanjut sangat dipengaruhi
oleh berbagai faktor antara lain faktor-faktor farmakokinetik
dan farmakodinamik.
Faktor-faktor farmakokinetik : absorpsi, distribusi, biotrans-
formasi dan ekskresi obat akan mempengaruhi berapa jumlah
obat yang dapat mencapai jaringan tempat kerja obat untuk
bereaksi dengan reseptornya.
Faktor-faktor farmakodinamik : sensitivitas reseptor dan
mekanisme homeostatik akan mempengaruhi intensitas efek
farmakologik dari obat tersebut.
Faktor-faktor tersebut dengan meningkatnya usia akan
cenderung mengalami perubahan. Perubahan dari kedua jenis
faktor ini disebabkan karena terjadinya perubahan kondisi
fisiologik dan kondisi patologik serta terjadinya interaksi
obat
l
.
Di samping itu pada usia lanjut seringkali didapatkan lebih
dari satu penyakit sekaligus, sehingga jumlah penggunaan jenis
obatpun akan meningkat pula. Dalam keadaan demikian ke-
mungkinan terjadinya interaksi obat dan bahkan efek samping
obat semakin meningkat pula.
Faktor lain yang perlu diperhatikan pada para usia lanjut
adalah ketertiban melaksanakan petunjuk pengobatan yang
pada umumnya tertera pada label obat, terutama bagi yang
masih mampu meaakukan sendiri. Nampaknya perawatan di
rumahsakit lebih sesuai bagi para usia lanjut. Walaupun
demikian masih ada faktor lain lagi yang tidak boleh dilupakan
yaitu faktor lingkungan yang sulit diciptakan, terutama untuk
penyembuhan psikologik. Demikian Pula faktor diet yang
serir}gkali sulit dilakukan pada perawatin di luar rumahsakit.
Banyaknya faktor yang mempengaruhi upaya penyembuh-
an penyakit pada usia lanjut ini kemudian mendasari gagasan
didirikannya rumahsakit khusus bagi para penderita usia lanjut.
Pelayanan obat di rumahsakit memang lebih mudah
dilaksanakan, apotik tinggal menyiapkan (bat yang diminta
sedangkan pengawasan penggunaannya dilakukan tersendiri.
Hanya dalam hal tertentu dan bila diperlukan komunikasi
dokter dan apotik selalu dapat dilakukan dengan mudah.
Namun tidak demikian halnya dengan pelayanan obat bagi
para usia lanjut di apotik luar rumahsakit. Pada umumnya resep
bagi para usia lanjut tidak dapat dibedakan clan resepresep
lainnya bagi orang dewasa. Sampai saat ini resep hanya
dibedakan berdasarkan umur pada kelompok anak dan resep
bagi orang dewasa. Mengingat bahwa pada usia lanjut telah
timbul berbagai keterbatasan tidakkah seyogyanya penulisan
resep bagi pars usia lanjut dicantumkan pula umur pasien.
Walaupun pada umumnya apotik hanya bertindak sebagai
Cermin Dunia Kedokteran No. 48, 1988 27

penyiap obat atas permintaan dokter, namun setidak-tidaknya


apotik akan merasa lebih yakin terhadap hasil pelayanan yang
telah diberikan. Di samping itu pelayanan dapat ditingkatkan
pula dengan memberikan informasi yang lebih jelas dan leng-
kap, untuk lebih memudahkan para usia lanjut atau pendam-
pingnya dalam membaca aturan pakai yang harus diikuti
dengan patuh.
Walaupun tidak ada kewenangan apoteker untuk meng-
ubah resep, namun setidak-tidaknya dengan bekal pengetahuan
yang memadai apoteker dapat melakukan komunikasi dengan
dokter terutama bila dirasakan terdapat hal-hal yang perlu di-
pertimbangkan kembali, misalnya karena diperkirakan akan
terjadi interaksi obat atau hal-hal yang dapat merugikan pasien
lainnya. Dalam hal ini keterbukaan merupakan sikap yang
paling diperlukan.
PRESKRIPSI OBAT DI APOTIK
Apabila disimak dari resep-resep yang masuk di apotik,
baik apotik rumah sakit maupun apotik yang mandiri (apotik
swasta), dapat terlihat kecenderungan preskripsi obat secara
umum. Dari observasi terhadap penulisan ramp antibiotika
pada beberapa apotik di Jakarta (1982), dilaporkan bahwa di
samping penggunaan antibiotika yang tertinggi, nampak pula
golongan obat-obat lain yang cukup banyak dipreskripsi.
Berturut-turut yaitu : obat saluran nafas, analgetika, psiko-
tropika, vitamin dan roboransia, anti alergi dan hormon.
Sedangkan anti inflamasi, antasida dan obat kardiovaskuler
walaupun tidak setinggi golongan obat yang lain namun
nampak banyak dipreskripsi pula
2
.
Dari hasil penelitian pola preskripsi obat yang dikaitkan
dengan diagnosa di unit rawat jalan rumah sakit umum kelas C,
kelas D dan puskesmas (1985) diperoleh urut-urutan menurut
kelas terapi sebagai berikut : antibakteri sistemik tertinggi,
vitamin mineral dan obat gizi menempati urutan kedua, se-
lanjutnya analgetika-antipiretika, obat penyakit saluran per-
nafasan, obat saluran pencernaan dan antialergi/antihistamin.
(lihat Tabel 1)
3
.
Tabel 1. Persentase frekuensi preskripsi obat berdasarkan kelas terapi
obat di unit rawat jalan rumah saldt umum kelas C, kelas D
dan
puskesmas
No.
Fasilitas yan.kes.
Kelas terapi
RSU-C
N1=2213
RSU-D
N2=2240
PKM
N3=7124
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Antibakteri sistemik
Vitamin, mineral, obat gizi
Analgetika-antipiretika
Obat penyakit saluran nafas
Obat penyakit saluran cerna
Antialergi/antihistamin
23,4
17,3
16,0
7,1
5,2
4,8
27,7
22,6
13,2
2,3
6,7
8,8
24,9
22,2
17,2
5,7
3,7
13,4
Dikutip dari Arini Setiawati
1
hal : 4.
Keterangan : N1, N2, N3 = Jmlah preskripsi (Rx) di RSU
RSU = Rumah sakit Umum
PKM = Puskesmas

Sedangkan menurut laporan hasil penelitian pola preskrip-


si obat-obat psikotropika di 3 apotik rumah sakit kelas C, di
samping penggunaan psikotropilca sandhi banyak dipreskripsi
obat-obat golongan lain dengan urut-urutan sebagai berikut :
analgetika-antipiretika, antibakteri sistemik, obat penyakit
saluran cerna, obat penyakit saluran pernafasan, vitamin mi-
neral dan obat gizi, dan antialergi/antihistamin (1985)
4
.
Walaupun telah dapat dilihat pola preskripsi obat di apotik
namun berapa banyak yang diperuntukkan para usia lanjut
tidak pernah diketahui, baik jenis maupun jumlahnya. Dari
salah satu hash penelitian di Amerika dilaporkan bahwa 3,2%
dari preskripsi obat yang diberikan kepada para usia lanjut
yang mandapatkan perawatan dengan fasilitas rumah sakit
khusus dan melalui praktek dokter swasta, menunjukkan kon-
traindikasi (200 dari 6160 preskripsi) dan melibatkan 136
pasien (23,7%). Dari penelitian tersebut juga terlihat adanya
interaksi obat yang dapat mengakibatkan pengobatan menjadi
suboptimal, di samping penggunaan obat yang dinilai sangat
berbahaya bagi para usia lanjut. Sedangkan frekuensi kesalahan
preskripsi lebih banyak terjadi di luar rumah sakit (5,3%)
daripada di rumah sakit (2,9%). Obat yang pada umumnya
dipreskripsi di rumah sakit dan obat yang digolongkan obat
yang perlu mendapatkan perhatian khusus dapat dilihat pada
Tabel 2 dan 3
5
.
Walaupun di Indonsia belum pernah dilakukan penelitian
secara khusus, namun kiranya pengalaman negara lain dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan.
Masalah polifarmasi yang banyak diungkapkan melalui
penelitian-penelitian di Indonsia, apabila ditujukan bagi para
usia lanjut dikhawatirkan akan memberikan efek yang tidak
diinginkan, bahkan terjadi efek yang sebaliknya atau efek
samping obat. Insidens efek samping obat meningkat dengan
bertambahnya umur dan jumlah obat yang digunakan (di-
minum). Bagi para usia lanjut yang mendapatkan perawatan di
rumah akan lebih rawan lagi, yaitu karena kesukaran dalam
memonitor regimen obat
l-6
.
Preskripsi obat bagi para usia lanjut pada umumnya di-
tujukan untuk pemeliharaan kesehatan dan menghilangkan ke-
lompok gejala-gejala tertentu sebagai akibat penuaan (aging)
serta upaya pengobatan penyakit-penyakit usia lanjut, antara lain
yaitu : obat untuk susunan saraf pusat dan meningkatkan sirku-
lasi darah pada otak, obat untuk meningkatkan sirkulasi perifer,
obat untuk menormalisir lipida darah, vitamin mineral, hormon
dan lain sebaganya'. Sedangkan untuk menanggulangi penyakit
umum lainnya nampaknya tidak ada perbedaan preskripsi.
Apabila dilihat menurut urutan banyaknya obat yang di-
preskripsi menurut kelas terapi hasil penelitian di atas, nam-
paknya _ obat yang seringkali diperlukan bagi usia lanjut ter-
masuk dalam urutan obat yang cukup banyak dipreskripsi
kecuali hormon yang kemungkinan memang lebih spesifik
kegunaannya.
Apotik sebagai suatu unit yang khusus diberi wewenang un-
tuk melakukan peracikan obat, secara tidak langsung dapat ber-
tindak sebagai pengawas konsumen obat. Apoteker sebagai tena-
ga profesional diharapkan dapat memberikan masukan kepada
dokter penulis resep bila diperlukan, misalnya bila terjadi
penulisan resep dengan obat sejenis yang diberikan oleh lebih
dari.seorang dokter terhadap seorang pasien lanjut usia yang
sama. Dalam hal demikian tidak. mustahil dapat terjadi peng-
gunaan obat secara berlebihan dan kemungkinan keracunan
obatpun tidak dapat dihindari lagi. Dan bila keadaan demikian
terjadi siapa yang akan bertanggung jawab? Siapakah yang pa-
ling cepat dapat memberikan informasi tersebut kepada pasien?
Banyak hal yang mungkin dapat dilakukan di apotik
Cermin Dunia Kedokteran No. 48, 1988
28
Tabel 2. Obat yang pada umumnya dipreskripsi di rumah sakit
Jumlah pasien
Obat/kelompok obat
Jumlah %
Antibiotika
Analgetika
Duretika
Hipnotik/Sedativa
Garam Kalium
Digoxin
Antasida
Laxan
Hipoglikemik agents
Steroida
Bronkodilator
NSAIDs
Beta bloker
Antidepresan
Antikoagulan
Peptis ulser terapi (bukan antasida)
Antiparkinson
Besi
Tiroksin
Antiaritmia
Nitrat
402
375
290
204,
138
90
84
64
63
54
54
46
45
45
36
34
33
33
27
23
17
70,1
65,4
50,6
35,6
24,0
15,7
14,6
11,1
11,0
9,4
9,4
8,0
7,
g
7,8
6,3
5,9
5,7
5,7
4,7
4,0
2,9
Dikutip dari Gosney M, Tanis R
5
hal : 565.
Tabel 3. Beberapa obat yang perlu mendapatkan perhatian khusus
Nama obat
Jumlah kasus
Digoxin
Digoxin dosis penuh
Nonkardioselektif
Metformin
Heparin
Aspirin
Carbenoxolone
:Diazepam
Haloperidol
Metoclopramide
Spironolactone
Chlorpropamide
Trimetoprim
13
7
2
7
3
7
4
3
2
2
1
1
1
Jumlah 60
Dikutip dari Gosney M, Tallis R
5
hal : 595.

untuk menunjang peningkatan pelayanan kesehatan usia lanjut,


namun hal ini kembali kepada fthak-fihak yang akan
menggunakan jasa apotik. Dan adalah tidak adil rasanya
apabila kepada apotik tidak diajukan pertanyaan : Sudah
siapkah anda ?
KESIMPULAN DAN SARAN
Sebagai kesimpulan dari tulisan ini adalah :
1.
Dalam rangka menunjang upaya peningkatan pelayanan
kesehatan usia lanjut, apotik perlu ikut berperanserta.
2.
Untuk dapat berperanserta secara optimal, hubungan
apoteker-dokter perlu lebih ditingkatkan..
3.
Banyaknya masalah yang berkaitan dengan usia lanjut perlu
disadari bersama dan diusahakan mengatasi semaksimal
mungkin.
4.
Untuk dapat melakukan pelayanan obat bagi para usia
lanjut dengan lebih cermat, disarankan preskripsi obat
seyogyanya dilengkapi dengan pemberitahuan umur pasien
dengan jelas.
5.
Belum cukupnya data yang menunjang upaya pengobatan
dan efek samping obat di Indonesia, disarankan untuk
melakukan studi tentang usia lanjut melalui penelitian-
penelitian yang relevan dengan permasalahan yang ada
pada usia lanjut.
KEPUSTAKAAN
1.
Arini Setiawati. Respons penderita usia lanjut terhadap obat. Dalam :
Kumpulan naskah lengkap simposium : Obat pada usia lanjut. Ikatan Ahli
Farmakologi Indonesia, Jakarta: 1983; 134.
2.
Retno Gitawati dan Ellen Wijaya. Observasi terhadap penulisan resep
antibiotika pada beberapa apotik di Jakarta. Majalah Kedokteran
Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia, 1987; vol 37 no 10, 560-4.
3.
Retno Gitawati dkk. Pola preskripsi obat yang dilcaitkan dengan diagnosa
di unit rawat jalan rumah sakit umum kelas C, kelas D dan puskesmas.
Seminar : Pola penggunaan obat di beberapa unit pelayanan kesehatan.
Jakarta, 1987.
4.
Ellen Wijaya dkk. Pola preskripsi obat-obat psikotropika di tiga apotik
rumah sakit kelas C. Seminar : Pola penggunaan obat di beberapa unit
pelayanan kesehatan. Jakarta, 1987.
5.
Gosney M, Tanis R. Prescription of contraindicated and interaction drugs
in elderly patients admitted to hospital. Lancet, 1984; 5647.
6.
Everitt DE, Avom J. Drug prescribing for the elderly, Arch Intern
Mad, 1986; vol 146, 23936.
7.
W.H.O. Regional Office For Europe. The control of drugs for the elderly.
Report on the ninth European symposium on clinical pharmacological
evaluation in drug control. Copenhagen: 198

Anda mungkin juga menyukai