Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN

UJI LABORATORIUM TERHADAP PARAMETER FISIK DAN KIMIA


KUALITAS UDARA

Disusun Oleh:
AYU KOMALADEWI (NIM. 18012008)
LIONI HARSANTI (NIM. 18012027)

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


STIKES HANGTUAH PEKANBARU
PEKANBARU
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Makalah dengan judul “Uji Laboratorium Terhadap Parameter
Fisik Dan Kimia Kualitas Udara”. Tujuan pembuatan makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah analisis kualitas lingkungan dan untuk mengetahui
serta mempelajari tentang metode analisis parameter kualitas udara.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh
dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
teman-teman terutama dosen pengajar untuk perbaikan di masa mendatang.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan semua pihak yang membacanya.

Pekanbaru, Desember
2018
Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ......................................................................................

KATA PENGANTAR .......................................................................................

ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................

iii

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................

1.1 Latar Belakang ........................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................

1.3 Tujuan......................................................................................................

BAB 2 PEMBAHASAN ....................................................................................

2.1 Alat dan Metode Pengukuran Kualitas Udara ........................................

2.2 Penentuan Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Udara Ambien .........

2.3 Metode Analisis Parameter Kualitas Udara ............................................

iii
BAB 3 KESIMPULAN .....................................................................................

13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................

14

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pencemaran udara merupakan faktor penting dalam pencemaran
lingkungan, pencemaran udara yang terjadi meliputi pencemaran udara di luar
ruangan (outdoor air pollution) dan pencemaran udara dalam ruangan (indoor air
pollution). Pencemaran udara luar ruangan sumber utamanya adalah dari emisi
kendaraan bermotor dan asap industry (Mangkunegoro, 1996), sedangkan
pencemaran udara dalam ruangan menurut penelitian The National Institute of
Occupational Safety and Health (NIOSH) sumbernya antara lain dari kegiatan
penghuni (asap rokok dan bahan kimia untuk keperluan rumah tangga) dan
pencemar dari luar (gas buangan kendaraan bermotor, cerobong asap dapur, asap
buangan industri) (Kementerian Lingkungan Hidup, 2005).
Pencemar udara didasarkan pada baku mutu udara ambien menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999, yang meliputi Karbonmonoksida
(CO), Ozon (O3), Nitrogen Oksida (NO₂), Sulfur Dioksida (SO₂), benda
partikulat, hidrokarbon (HC), Ozon atau Asap kabut fotokimiawi, dan Pb (Timah
Hitam) (Balihristi, 2007). Pencemaran udara akan terjadi jika ke dalam udara itu
masuk sejumlah bahan pencemar seperti asap, gas, debu, dan sebagainya dalam
jumlah dan bentuk tertentu yang dapat menimbulkan gangguan terhadap
kehidupan. Udara yang tercemar pada mulanya akan mengganggu saluran
pernafasan, namun ada pula yang dapat menyebabkan kematian. Bahan penting
yang mencemari udara antara lain Nitrogen Dioksida yang berasal dari kendaraan
bermotor dan industri, Karbon Monoksida terutama yang dikeluarkan kendaraan
bermotor (Daryanto, 2004).
Konsentrasi pencemar di udara akan menentukan kualitas udara pada
daerah tersebut. Hal yang mempengaruhi pencemaran udara yaitu laju emisi dari
sumber, laju perubahan baik fisik maupun kimia dari pencemar, serta disperse dan
transportasi pencemar dari suatu wilayah ke wilayah lainnya. Total suspended
particulate (TSP) adalah komponen yang sangat penting dari parameter kualitas
udara ambien. Komponen “debu” tersebut termasuk dalam parameter kualitas

1
udara yang wajib diukur sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Pada jumlah tertentu dengan relatif
rendah, TSP tidak akan menimbulkan efek negatif, namun jika dalam udara
ambien melebihi baku mutu maka akan menimbulkan efek negatif yang berbahaya
dan merugikan, baik dari aspek ekonomi maupun dari aspek lingkungan.
Komposisi dan ukuran TSP dapat menentukan tingkat resiko yang terjadi.
Ukuran TSP bervariasi, namun yang dapat membahayakan kesehatan umumnya
berkisar antara 0,1 mikron sampai dengan 10 mikron. Sumber TSP secara alami
berasal dari debu tanah atau pasir halus yang terbang terbawa oleh angin kencang,
abu vulkanik akibat letusan gunung berapi, dan semburan uap air panas di sekitar
daerah sumber panas bumi. Sumber TSP akibat ulah manusia berasal dari
pembakaran batubara, proses industri, kebakaran hutan, dan gas buangan
transportasi (Wardhana, 2004). Oleh karena itu, pada makalah ini akan diuraikan
tentang uji laboratorium terhadap parameter fisik dan kimia kualitas udara.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalahnya yaitu bagaimana uji laboratorium terhadap
parameter fisik dan kimia kualitas udara?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
a. Mengetahui alat dan metode pengukuran kualitas udara
b. Mengetahui metode analisis parameter kualitas udara

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Alat dan Metode Pengukuran Kualitas Udara


Pengukuran kadar debu di udara bertujuan untuk mengetahui
apakah kadar debu pada suatu lingkungan, konsentrasinya sesuai dengan
kondisi lingkungan yang aman dan sehat bagi masyarakat. Dengan kata
lain, apakah kadar debu tersebut berada di bawah atau di atas nilai ambang
batas (NAB) debu udara (Asiah, 2008). Pengambilan/pengukuran kadar
debu di udara biasanya dilakukan dengan metode gravimetric, yaitu
dengan cara menghisap dan melewatkan udara dalam volume tertentu
melalui saringan serat gelas/kertas saring. Alat-alat yang biasanya
digunakan untuk pengambilan sampel debu total (TSP) di udara (Asiah,
2008), seperti:
1. High Volume Air Sampler
Alat ini menghisap udara ambien dengan pompa berkecepatan 1,1 - 1,7
m3/menit, partikel debu berdiameter 0,1-100 mikron akan masuk bersama
aliran udara melewati saringan dan terkumpul pada permukaan serat gelas.
Alat ini dapat digunakan untuk mengambil contoh udara selama 24 jam,
dan bila kandungan partikel debu sangat tinggi maka waktu pengukuran
dapat dikurangi menjadi 6-8 jam.
2. Low Volume Air Sampler
Alat ini dapat menangkap debu dengan ukuran sesuai yang kita inginkan
dengan cara mengatur flow rate. Untuk flow rate 20 liter/menit dapat
menangkap partikel berukuran 10 mikron. Dengan mengetahui berat kertas
saring sebelum dan sesudah pengukuran maka kadar debu dapat dihitung.
3. Low Volume Dust Sampler
Alat ini mempunyai prinsip kerja dan metode yang sama dengan alat low
volume air sampler.
4. Personal Dust Sampler (LVDS)
Alat ini biasa digunakan untuk menentukan Respiral Dust (RD) di udara
atau debu yang dapat lolos melalui filter bulu hidung manusia selama

3
bernapas. Untuk flow rate 2 liter/menit dapat menangkap debu yang
berukuran < 10 mikron. Alat ini biasanya digunakan pada lingkungan
kerja dan dipasang pada pinggang pekerja karena ukurannya yang sangat
kecil.

2.2. Penentuan Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Udara Ambien


Secara umum, sampel udara ambien diambil di daerah pemukiman
penduduk, perkantoran, kawasan industri, atau daerah lain yang dianggap penting.
Tujuannya adalah untuk mengetahui kualitas udara yang dapat dipengaruhi oleh
kegiatan tertentu. Kriteria yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan lokasi
pengambilan sampel udara ambien (Hadi, 2005), yaitu:
1. Daerah yang mempunyai konsentrasi pencemar tinggi
2. Daerah padat penduduk
3. Daerah yang diperkirakan menerima paparan pencemar dari emisi cerobong
industri
4. Daerah proyeksi untuk mengetahui dampak pembangunan
Di samping itu, faktor meteorologi, seperti arah angin, kecepatan angin,
suhu udara, kelembapan, dan faktor geografi, seperti topografi dan tata guna
lahan, harus dipertimbangkan. Beberapa acuan dalam menentukan titik
pengambilan (Hadi, 2005) adalah:
1. Hindari daerah yang dekat dengan gedung, bangunan, dan/atau pepohonan
yang dapat mengabsorpsi atau mengadsorpsi pencemar udara ke gedung atau
pepohonan tersebut.
2. Hindari daerah di mana terdapat pengganggu kimia yang dapat memengaruhi
polutan yang akan diukur.
3. Hindari daerah di mana terdapat pengganggu fisika yang dapat memengaruhi
hasil pengukuran. Sebagai ilustrasi, pengukuran total partikulat di dalam udara
ambien tidak diperkenankan di dekat insinerator.

2.3. Metode Analisis Parameter Kualitas Udara


2.4.1 Karbonmonoksida (CO)

4
Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senjawa karbon
monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna. Karbon
monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada
suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Tidak seperti
senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena
mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu
haemoglobin. Korban monoksida yang berasal dari alam termasuk dari
lautan, oksidasi metal di atmosfir, pegunungan, kebakaran hutan dan badai
listrik alam. Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama
yang menggunakan bahan bakar bensin. Berdasarkan estimasi, Jumlah CO
dari sumber buatan diperkirakan mendekati 60 juta Ton per tahun. Separuh
dari jumlah ini berasal dari kendaraan bermotor yang menggunakan bakan
bakar bensin dan sepertiganya berasal dari sumber tidak bergerak seperti
pembakaran batubara dan minyak dari industri dan pembakaran sampah
domestik. Didalam laporan WHO (1992) dinyatakan paling tidak 90% dari
CO diudara perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor. Selain itu
asap rokok juga mengandung CO.
Berikut ini adalah beberapa metode analisis gas CO:
a. Metode Nondispersive infrared (NDIR).
Pengukuran ini berdasarkan kemampuan gas CO menyerap sinar infra
merah pada panjang 4,6 µm . Banyaknya intensitas sinar yang diserap sebanding
dengan konsentrasi CO di udara. Analyzer ini terdiri dari sumber cahaya
inframerah, tabung sampel dan reference, detektor dan rekorder. Gas dalam alat
dapat menyerap energi infra merah sebanding dengan konsentrasinya

5
Gambar 2.1 Analyzer Nondispersive infrared (NDIR)

b. Metode oksidasi CO dengan campuran CuO-MnO2


Metode ini terjadi dalam suasana panas dan membentuk gas CO2.
Selanjutnya CO2 tersebut di absorpsi dengan larutan Ba(OH)2 berlebih.
Kelebihan Ba(OH) dititrasi asam oxalat menggunakan indikator phenol
phthalin . Metode yang lain adalah oksidasi CO oleh I2O5 dalam suasana
panas menghasilkan gas I2. Selanjutnya gas tersebut ditangkap oleh
larutan KI membentuk warna kuning dan diukur dengan specktrofotmeter.
Kedua metode ini hanya cocok untuk untuk konsentrasi CO relatif tinggi 5
ppm.

2.4.2 Oksida-oksida Nitrogen (NOx)


Oksida Nitrogen (NOx) adalah kelompok gas nitrogen yang
terdapat di atmosfir yang terdiri dari nitrogen monoksida (NO) dan
nitrogen dioksida (NO2). Walaupun ada bentuk oksida nitrogen lainnya,
tetapi kedua gas tersebut yang paling banyak diketahui sebagai bahan
pencemar udara. Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna
dan tidak berbau sebaliknya nitrogen dioksida berwarna coklat kemerahan
dan berbau tajam.
Kadar NOx di udara perkotaan biasanya 10–100 kali lebih tinggi
dari pada di udara pedesaan. Kadar NOx diudara daerahperkotaan dapat
mencapai 0,5 ppm (500 ppb). Seperti halnya CO, emisi NOx dipengaruhi

6
oleh kepadatan penduduk karena sumber utama NOx yang diproduksi
manusia adalah dari pembakaran dan kebanyakan pembakaran disebabkan
oleh kendaraan bermotor, produksi energi dan pembuangan sampah.
Sebagian besar emisi NOx buatan manusia berasal dari pembakaran arang,
minyak, gas, dan bensin.
Berikut ini adalah metode analisis gas NOx:
a. Metode Griess-Saltman-spectrofotometri
NO2 di udara direaksikan dengan pereaksi Griess Saltman
(absorbent) membentuk senyawa yang berwarna ungu. Intensitas warna
yang terjadi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 520
nm.
Susunan perlatan untuk sampling NO2 terdiri atas Fritted
Impinger, trap, rotameter, dan pompa hisap. Absorber untuk
penangkapan NO2 adalah absorber dengan desain khusus dan porositas
frittednya berukuran 60 µm. Untuk pengukuran NO, sample gas harus
dilewatkan ke dalam oxidator terlebih dahulu ( seperti KMnO4, , Cr2O3).

b. Metode chemiluminescence
Gas NO diudara direaksikan dengan gas ozon membentuk nitrogen
dioksida tereksitasi. NO2 yang tereksitasi akan kembali pada posisi ground
state dengan melepaskan energi berupa cahaya pada panjang gelombang
600 - 875 nm. Intensitas cahaya yang diemisikan diukur dengan
photomulltifier , Intensitas yang dihasilkan sebanding dengan konsentrasi
NO di udara. Sedangkan gas NO2 sebelum direaksikan dengan gas ozon
terlebih dahulu direduksi dengan katalitik konventor

7
Gambar 2.2 Skema Chemiluminescent NOx Analyzer

Prinsip kerja chemiluminescent analyzers dengan cara mengukur


energi cahaya yang dihasilkan oleh reaksi gas pencemar yang akan diukur
dengan gas reagen, energi cahaya ditangkap oleh tabung photomultiplier,
diperkuat dan dipancarkan ke pembaca. Energi cahaya yang diukur
sebanding dengan kuantitas pencemar reaktif.

2.4.3 Sulfurdioksida (SO2)


Metode yang digunakan untuk pengujian kadar SO2 di udara
memakai metode pararosaniline-spectrofotometri. Acuan metode
pararosaniline-spectrofotometri (referensi : Methods of air sampling and
analysis 3rd edition James P.Lodge,JR, Metode 704 A).
Prinsip dasarnya yaitu SO2 di udara diserap/diabsoprsi oleh larutan
kalium tetra kloromercurate (absorbent) dengan laju flowrate 1 liter/menit.
SO2 bereaksi dengan kalium tetra kloromercurate membentuk komplek
diklorosulfitomercurate . Dengan penambahan pararosaniline dan
formaldehide akan membentuk senyawa pararosaniline metil sulfonat yang
berwarna ungu kemerahan. Intensitas warna diukur dengan
spectrofotometer pada panjang gelombang 560 nm.
Selain itu, bisa digunakan pengukuran gas SO2 dengan UV-
spectrofotometri. Dasar pengukuran gas SO2 dengan sinar ultra violet
adalah ber-dasarkan kemampuan molekul SO2 berinteraksi dengan cahaya

8
pada pan-jang gelombang 190 –230 nm, menyebabkan elektron terluar
dari molekul gas SO2 akan tereksitasi pada tingkat energi yang lebih
tinggi (excited state). Elektron pada posisi tereksitasi akan kembali ke
posisi ground state dengan melepaskan energi dalam bentuk panjang
gelombang tertentu . Dengan mengukur intensitas cahaya tersebut maka
dapat ditentukan kon-sentrasi gas SO2. Metode ini praktis mudah
dioperasikan, stabil dan akurat, metode ini metode yang dipakai untuk alat
pemantauan kualitas udara scara automatik dan kontinyu. Perlu diketahui
bahwa ketelitian dan keaku-ratan metode ini, sangat dipengarhui oleh
sistem kalibrasi alat tersebut . Pada gambar,- 2.3, diperlihatkan skema alat
SO2 analyzer.

Gambar. 2.3 Skema Pulsed Fluorenscent SO2 Analyzer

2.4.4 Hidrokarbon
Hidrokarbon merupakan senyawa yang terdiri atas unsur Hidrogen
dan karbon. Bentuk fisik dari komponen ini dapat berupa gas, cair, dan
padat berdasarkan banyaknya unsur karbon yang terkandung didalamnya.
Hidrokarbon yang mengandung 1-4 unsur karbon memiliki ciri berbentuk
gas karena semakin besar jumlah unsure karbon yang dikandung, maka
bentuknya akan semakin padat. Hidrokarbon yang menimbulkan masalah
di udara merupakan hidrokarbon yang berbentuk gas pada suhu normal
dan berbentuk cair yang bersifat volatile/ mudah menguap pada suhu

9
tersebut. Hidrokarbon yang berupa gas akan tercampur dengan gas-gas
hasil buangan lainnya. Sedangkan bila berupa cair maka hidrokarbon akan
membentuk semacam kabut minyak, bila berbentuk padatan akan
membentuk asap yang pekat dan akhirnya menggumpal menjadi debu.
Menurut SNI 19-4843-1998, pencemaran hidrokarbon di udara
adalah adanya hidrokarbon di udara dalam jumlah dan waktu tertentu,
yang dapat menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuhan,
dan atau benda. Polusi gas hidrokarbon di udara berasal dari proses biologi
makhluk hidup seperti dekomposisi bahan organik, dan aktivitas
geothermal seperti gas alam, minyak bumi, api alam dan sebagainya.
Selain itu, hidrokarbon juga berasal dari proses industri yang diemisikan
ke udara dan kemudian menjadi sumber fotokimia dari ozon. Kegiatan
industri yang berpotensi menimbulkan cemaran dalam bentuk hidrokarbon
adalah industri plastik, resin, pigmen, zat warna, pestisida dan pemrosesan
karet. Diperkirakan emisi industri sebesar 10 % berupa hidrokarbon.
Sumber hidrokarbon dapat pula berasal dari sarana transportasi. Kondisi
mesin yang kurang baik akan menghasilkan hidrokarbon.
Berikut ini adalah beberapa metode analisis hidrokarbon di udara:
a. Pengukuran secara langsung dengan Gas Chromatograf
Hidrokarbon diukur sebagai total hidrokarbon (THC) dan Non Methanic
Hydrocarbon (NMHC). Metode yang digunakan adalah kromatografi gas dengan
detektor Flame Ionisasi (FID). Metode ini menggunakan kolom dengan absorbent
padat berlapis senyawa cair pada tekanan uap rendah. Hidrokarbon dari udara
dibakar pada flame yang berasal dari gas hidrogen membentuk ion-ion. Ion yang
terbentuk pada flame akan ditangkap oleh elektrode negatif. Banyaknya arus ion
yang terbentuk menunjukkan konsentrasi hidrokarbon
b. Metode adsorpsi dengan adsorbent karbon aktif
Sample gas dilewatkan ke dalam tube karbon aktif dengan laju alir
gas tertentu ( ± 0, 3 liter/menit). Waktu sampling tergantung kepada
konsentrasi hidrokarbon dan banyaknya adsorben karbon aktif yang
digunakan. Untuk melepaskan hidrokarbon , karbon aktif dilarutkan dalam
pelarut tertentu ( seperti CS2), kemudian disuntikan ke dalam GC. Atau

10
karbon aktif di “purging“ dengan gas inert seperti N2, atau He, kemudian
dialirkan /disuntikan ke dalam GC.

2.4.5 Suspended Particulate Matter /Debu


Suspended partikulat adalah partikel halus di udara yang terbentuk pada
pembakaran bahan bakar minyak. Terutama partikulat halus yang disebut PM10
sangat berbahaya bagi kesehatan Suspended partikulat adalah debu yang tetap
beradadi udara dan tidak mudah mengendap serta melayang di udara.Paparan dari
Total Suspended Particulate ini juga banyak yang mengandung partikel timah
hitam dalam hal ini dikenal sebagai Pb yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan
banyak berhubungan dengan tempat kerja. Secara fisik debu atau particulate
dikategorikan sebagai pencemar yaitu dust udara aerosol.
Material pencemar memiliki ukuran diameter antara 10-3 sampai
10 μm, konsentrasi partikel yang berukuran lebih kecil dari 10 mikron
(μm) disebut debu. Kira - kira 90% semua partikel di atmosfer dihasilkan
oleh sumber dari alam. Sumber emisi lainnya adalah aktivitas manusia
seperti proses pembakaran batubara, pembakaran minyak oleh automobile,
dan kegiatan industri. Semua kegiatan tersebut akan menghasilkan emisi
partikulat. Pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh debu adalah :
1. Penurunan visiabilitas (jarak pandang), hal ini disebabkan terserapnya
partikel padat atau bahan pencemar lain yang berbentuk cair oleh cahaya.
Penurunan visiabilitas memberikan efek psikologis dan dapat
membahayakan aktivitas transportasi.
2. Pengaruh terhadap kesehatan manusia, alergi yang ditimbulkan pada
saluran pernapasan serta akibatnya pada paru - paru akan mempengaruhi
kemampuan penyerapan oksigen.

Berikut ini adalah metode analisis patikulat di udara:


a. Metode High Volume sampling
Metode ini digunakan untuk pengukuran total suspended partikulat
matter (TSP, SPM) , yaitu partikulat dengan diameter ≤ 100 µm, dengan
prinsip dasar udara dihisap dengan flowrate 40-60 cfm, maka suspended

11
particulate matter (debu) dengan ukuran < 100 µm akan terhisap dan
tertahan pada permukaan filter microfiber dengan porositas< 0,3 µm.
Partikulat yang tertahan di permukaan filter ditimbang secara gravimetrik,
sedangkan volume udara dihitung berdasarkan waktu sampling dan
flowrate

Gambar 2.4 High Volume Sampling (HVS)

b. Pengukuran PM 10 dan PM 2.5.


Pengertian PM10 dan PM 2.5 adalah partikulat atau debu dengan
diameter ≤ 10 mikron dan ≤ 2.5 mikron . Untuk pengukuran partikulat
dengan diameter tersebut di atas diperlukan teknik pengumpulan impaksi ,
dengan metode tersebut dimungkinkan untuk memisahkan debu
berdasarkan diameternya . Diameter yang lebih besar akan tertahan pada
stage paling atas , semakin ke bawah, maka semakin kecil diameter yang
dapat terkumpulkan permukaan stage . Setiap Cascade Impactor terdiri
dari beberapa stage , ada yang 3 , 5 sampai 9 stage (plate) tergantung
kepada keperluannya . Salah jenis Cascade Impactor yang terdiri dari 9
stage adalah Cascade Impactor buatan Graseby Andeson dengan gambar
sebagai berikut

12
Gambar 2.5 Cascade Impactor
Prinsip pengukuran Kertas saring yang telah ditimbang, disimpan
di masing-masing stage (plate) yang terdapat pada alat Cascade Impactor .
Selanjutnya udara dilewatkan ke dalam Cascade Impactor flow rate
tertentu dan dibiarkan selama 24 jam atau lebih tergantung kepada
konsentrasi debu di udara ambient . Setelah sampling selesai , debu-debu
yang terkumpul pada masing-masing stage ditimbang , menggunakan
neraca analitik .

13
BAB 3

KESIMPULAN

Pengukuran kadar debu di udara bertujuan untuk mengetahui apakah kadar


debu pada suatu lingkungan, konsentrasinya sesuai dengan kondisi lingkungan
yang aman dan sehat bagi masyarakat. Pengambilan/pengukuran kadar debu di
udara biasanya dilakukan dengan metode gravimetric. Alat-alat yang biasanya
digunakan untuk pengambilan sampel debu total (TSP) di udara yaitu High
Volume Air Sampler, Low Volume Air Sampler, Low Volume Dust Sampler dan
Personal Dust Sampler (LVDS). Sampel udara ambien diambil di daerah
pemukiman penduduk, perkantoran, kawasan industri, atau daerah lain yang
dianggap penting. Tujuannya adalah untuk mengetahui kualitas udara yang dapat
dipengaruhi oleh kegiatan tertentu.
Metode analisis gas CO yaitu metode Nondispersive infrared (NDIR) dan
oksidasi CO dengan campuran CuO-MnO2; analisis gas NOx yaitu menggunakan
metode Griess-Saltman-spectrofotometri dan chemiluminescence; analisis SO2 di
udara memakai metode pararosaniline-spectrofotometri dan pengukuran gas SO2
dengan UV-spectrofotometri; analisis hidrokarbon di udara yaitu menggunakan
pengukuran secara langsung dengan Gas Chromatograf dan adsorpsi dengan
adsorbent karbon aktif; analisis patikulat di udara menggunakan metode High
Volume sampling dan pengukuran PM 10 dan PM 2.5.

14
DAFTAR PUSTAKA

Asiah. 2008. Kadar Debu dan Keluhan Kesehatan Pekerja Usaha Pertukangan
Kayu Di Desa Sipare-Pare Kabupaten Batubara. [Skripsi Ilmiah]. Medan:
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Medan Universitas Sumatera Utara.

Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi (Balihristi) Propinsi


Gorontalo. (2008). Profil Sungai Gorontalo. Gorontalo. Balihristi.

Hadi, A. 2005. Prinsip pengelolaan Pengambilan Sample lingkungan. Gramedia


Pustaka Utama. Jakarta.

James P.Lodge,JR.1989. Methods of air sampling and analysis 3rd edition,


Metode 704 A

Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Jakarta.

Wardhana, A.W. 2001. Dampak pencemaran lingkungan.Yogyakarta: Andi.

15

Anda mungkin juga menyukai