Anda di halaman 1dari 14

PENGKAJIAN KLIEN DENGAN

GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN

Pengkajian merupakan salah satu urutan/bagian dari proses keperawatan yang sangat menentukan
keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan. Tanpa pengkajian yang baik, maka rentetan proses
selanjutnya tidak akan akurat, demikian pula pada pasien dengan gangguan persarafan.
Gangguan persarafan dapat berentang dari sederhana sampai yang kompleks. Beberapa gangguan
persarafan menyebabkan gangguan/hambatan pada aktifitas hidup sehari-hari bahkan berbahaya.
Komponen utama pengkajian persarafan adalah :
1. Riwayat kesehatan klien secara komprehensif
2. Pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan status persarafan
3. Diagnostik test yang berhubungan dengan persarafan baik bersifat spesifik maupun bersifat
umum.
RIWAYAT KESEHATAN
Tujuan diperolehnya riwayat kesehatan klien adalah menentukan status kesehatan saat ini dan
masa lalu dan memperoleh gambaran kapan mulainya penyakit yang diderita saat ini. Riwayat kesehatan
ini meliputi : data biografi, keluhan utama dan riwayat penyakit saat ini, riwayat kesehatan masa lalu,
riwayat keluarga, riwayat psikososial dan pemeriksaan sistem tubuh.

Data Biografi :
Termasuk diantaranya adalah identitas klien, sumber informasi (klien sendiri atau orang
terdekat/significant other).

Keluhan utama :
Perawat memperoleh gambaran secara detail pada kondisi yang utama dialami klien. Memperoleh
informasi tentang perkembangan, tanda-tanda dan gejala-gejala : onset (mulainya), faktor pencetus dan
lamanya. Perlu menentukan kapan mulainya gejala tersebut serta perkembangannya.

Riwayat kesehatan masa lalu :


Mencakup penyakit yang pernah dialami sebelumnya, penyakit infeksi yang dialami pada masa
kanak-kanak, pengobatan, periode perinatal, tumbuh kembang, riwayat keluarga, riwayat psikososial dan
pola hidup. Penyakit saraf sering mempengaruhi kemampuan fungsi-fungsi tubuh. Perawat perlu
menanyakan perubahan tingkat kesadaran, nyeri kepala, kejang-kejang, pusing, vertigo, gerakan dan postur
tubuh.

Masalah kesehatan utama dan hospitalisasi :


Berbagai penyakit yang berhubungan dengan perubahan akibat gangguan persarafan misalnya
diabetes mellitus, anemia pernisiosa, kanker, berbagai penyakit infeksi dan hipertensi. Penyakit hati dan
ginjal yang menahun akan mengakibatkan gangguan metabolisme misalnya gangguan keseimbangan cairan
elektrolit dan asam basa akan mempengaruhi fungsi mental.
Perawat juga akan memperoleh informasi mengapa klien dirawat di rumah sakit, kecelakaan atau
pembedahan sehubungan dengan sistem persarafan seperti trauma kepala, kejang, stroke atau luka akibat
kecelakaan.

Pengobatan :
Perawat akan memperoleh informasi sehubungan dengan obat-obatan yang diperoleh klien.
Banyak obat-obat anti alergi dan pilek yang bisa dikomsumsi dapat mengakibatkan klien mengantuk.
Perawat harus mengkaji obat yang digunakan, jenis obat, efek terapinya, efek samping yang ditimbulkan
dan lamanya digunakan.

Riwayat keluarga :
Perawat akan menanyakan pada keluarga sehubungan dengan gangguan persarafan guna
menentukan faktor-faktor resiko / genetik yang ada. Misalnya epilepsi, hipertensi, stroke, retardasi mental
dan gangguan psikiatri.

Riwayat psikososial dan pola hidup :


Perawat mengajukan pertanyaan sehubungan faktor psikososial klien seperti yang berhubungan
dengan latar belakang pendidikan, tingkat penampilan dan perubahan kepribadian. Perawat memperoleh
____________________________________
informasi tentang aktifitas klien sehari-hari. Juga menanyakan adanya perubahan pola tidur, aktifitas
olahraga, hobi dan rekreasi, pekerjaan, stressor yang dialami dan perhatian terhadap kebutuhan seksual.

PENGKAJIAN NEUROLOGIK BERDASARKAN 11 POLA FUNGSI :


HEALTH PERCEPTION – HEALTH MANAGEMENT
● Apakah klien pernah mengalami ganguan neurologik, terjatuh/trauma, atau pembedahan; termasuk
kejang, stroke, trauma kepala, trauma spinal; infeksi, tumor, meningitis atau enchepalitis
● Apakah klien pernah mengalami masalah-masalah yang berhubungan dengan kemampuan
pergerakan bagian-bagian tubuhnya. Uraikan
● Apakah klien dapat berpikir dengan jelas. Uraikan
● Apakah klien memiliki masalah yang berhubungan dengan penglihatan, pendengaran, pengecapan,
atau pembauan
● Jika klien menjawab ya dari pertanyaan ini, bagaimana klien melakukan/mengatasi permasalahan
tersebut
● Apakah klien pernah melakukan tes diagnostik terkait dengan masalah neurologik, kapan dan untuk
apa?
● Apakah klien menjalani pengobatan kejang, sakit kepala, atau gangguan neurologik lainnya, jenis apa
dan dosisnya.
● Apakah klien menggunakan tembakau atau minum alkohol, jenisnya apa, seberapa banyak, sudah
berapa lama?

NUTRITIONAL - METABOLIC
● Tanyakan tentang kebiasaan makan klien selama 24 jam. Apaka klien makan makanan dari semua
golongan makanan atau tidak adakag makanan pantang bagi klien
● Apakah klien memiliki kesukaran mengunyah atau menelan

ELIMINATION
● Apakah klien mengalami perubahan pada kebiasaan b a k atau b a b
● Apakah klien menggunakan laksatif, suppositoria, bantuan enema, jenis apa dan seberapa sering.
● Apakah klien mampu berjalan ke kamar mandi dengan bantuan atau tanpa dibantu. Uraikan
kebiasaan rutin klien

ACTIVITY – EXERCISE
● Jelaskan jnis aktifitas kliens selama 24 jam
● Apakah klien memiliki kesulitan terhadap keseimbangan, koordinasi atau berjalan. Apakah klien
menggunakan alat bantu jalan
● Apakah klien menaglami kelemahan pada lengan atau kaki
● Apakah klien mampu menggerakkan seluruh bagian tubuhnya
● Jika klien kejang, apakah klien mampu mengidentifikasi faktor pencetusnya. Bagaimana perasaannya
setelah kejang
● Apakah klien memiliki pengalaman tremor/gemetar. Dimana bagian mana?

SLEEP-REST
● Apakah masalah kesehatan ini memiliki pengaruh terhadap kemampuan tidur dan isitrahat. Jika
demikian, bagaimana ?
● Apakah klien pernah memilki nyeri yang timbul pada malam hari, Jelaskan
● Uraikan tentang tingkat energi. Apakah tidur dan istirahat menyimpan kekuatan dan energi

COGNITIVE-PERCEPTUAL
● Uraikan tentang pengalaman sakit kepala klien termasuk frekuensi, jenis, lokasi dan faktor
pencetusnya
● Pernahkah klien merasakan pingsan atau pusing. Pernahkah klien merasakan berada di ruangan
pemintalan
● Apakah klien pernah mengalami perasaan kebas, terbakar atau perasaan geli. Dimana areanya
dan kapan
____________________________________
● Apakah klien pernah mengalami masalah visual seperti penglihatan ganda, penglihatan seperti
dibatasi embun
● Apakah klien pernah mengalami masalah pendegaran
● Apakah klien mengalami perubahan pada pengecapan dan pembauan
● Apakah klien mneglami kesulitan mengingat

SELF PERCEPTION-SELF CONCEPT


● Bagaimana masalah neurologik mempengaruhi perasaanmu tentang dirimu
● Bagaimana masalah neurologik mempengaruhi perasaanmu tentang hidupmu
● Bagaimanaperasaannmu tentang kelemahan yang mungkin disebabkan dari masalah neurologic

ROLE-RELATIONSHIP
● Adakah riwayat masalah neurologik keluarga seperti alzheimer disease, tumor otak, epilepsi
● Apakah klien sulit mengekspresikan dirinya.
● Apakah masalah neurologik berpengaruh terhadap perannya dalam keluarganya. Bagaimana
● Apakah masalah neurologik berpengaruh terhadap interaksi dengan anggota keluarga yang lain,
dengan teman-temannya, pekerjaannya, dan aktifitas sosialnya
● Apakah maslah neurologik berpengaruh terhadap kemampuan kerjanya

SEXUALITY-REPRODUCTIVE
● Apakah aktifitas sexual klien mengalami gangguan oleh adanya masalah neurologik
● Apakah klien pernah menerima informasi tentang cara lain dalam mengekspresikan aktifitas
sexual jika klien mengalami gangguan neurologik
● Uraikan bagaimana masalah neurologik membuat klien merasakan dirinya laki–laki atau wanita

COPING-STRESS
● Uraikan apa yang klien lakukan untuk mengatasi stress
● Bagaimana gangguan neurologik mempengaruhi cara klien mengatasi stress
● Apakah dengan stres yang meningkat semakin memperburuk masalah neurologik
● Siapa dan apa yang dapat membantu klien dalam mengatasi stres dengan masalah neurologik

VALUE-BELIEF
● Siapa orang terdekat, praktisian, atau aktifitas apa yang dapat membantu mengatasi stres
dengan gangguan neurologik
● Apa yang dapat klien lihat yang dapat menjadi sumber kekuatan terbesar saat ini
● Apa yang klien rasakan/percayai untuk waktu mendatang dengan gangguan neurologik ini

PHYSICAL ASSESMENT:
Abbreviated Neurological Assesment
● Asses LOC (auditory and/tactile stimulus)
● Obtain vital sign (BP, P, R)
● Check pupillary response to light
● Asses strength of hand grip and movement of extremities
● Determine ability to sense touch/pain in ekstremities
PENGKAJIAN FISIK DAN TEST DIAGNOSTIK
Pemeriksan fisik sehubungan dengan sistem persarafan untuk mendeteksi gangguan fungsi persarafan.
Dengan cara inspeksi, palpasi dan perkusi menggunakan refleks hammer.

Pemeriksaan pada sistem persarafan secara menyeluruh meliputi : status mental, komunikasi dan bahasa,
pengkajian saraf kranial, respon motorik, respon sensorik dan tanda-tanda vital.
Secara umum dalam pemeriksaan fisik klien gangguan sistem persarafan, dilakukan pemeriksaan :

Status mental :
Masalah persarafan sering berpengaruh pada status mental, kadang-kadang perawat mengalami kesulitan
memperoleh riwayat kesehatan yang akurat langsung dari klien. Status mental, termasuk kemampuan
berkomunikasi dan berbahasa serta tingkat kesadaran dilakukan dengan pemeriksaan Glasgow Coma Scale
(GCS).

____________________________________
Orientasi
Tanyakan tentang tahun, musim, tanggal, hari dan bulan.
Tanyakan “kita ada dimana” seperti : nama rumah sakit yang ia tempati, negara, kota, asal daerah, dan
alamat rumah. Berikan point 1 untuk masing-masing jawaban yang benar

Registration (memori)
Perlihatkan 3 benda yang berbeda dan sebutkan nama benda-benda tersebut masing-masing dalam waktu 1
detik. Kemudian suruh orang coba untuk mengulang nama-nama benda yang sudah diperlihatkan. Berikan
point 1 untuk masing-masing jawaban benar

Perhatian dan perhitungan


Tanyakan angka mulai angka 100 dengan menghitung mundur. Contoh angka 100 selalu dikurangi 7.
berhenti setelah langkah ke 5.
Untuk orang coba yang tidak bisa menghitung dapat menggunakan kata yang dieja. Contoh kata JANDA,
huruf ke 5, ke 4, ke 3 dst. berikan skor 1 unuk masing-masing jawaban benar

Daya ingat (recall)


Sebutkan tiga benda kemudian suruh Orang coba mengulangi nama benda tersebut. Nilai 1 untuk masing-
masing jawaban benar

Bahasa :
Memberikan nama
Tunjukkan benda (pensil dan jam tangan) pada Orang coba, dan tanyakan nama benda tersebut (2 point)

Pengulangan kata
Ucapkan sebuah kalimat kemudian Suruh Orang coba mengulang kalimat tersebut. Contoh ‘saya akan
pergi nonton di bioskop’ (skor 1)

Tiga perintah berurutan


Berikan Orang coba selembar kertas yang berisi 3 perintah yang berurutan dan ikuti perintah tersebut
seperti contoh. Ambil pensil itu dengan tangan kananmu, lalu pindahkan ke tangan kirimu kemudian
letakkan kembali dimeja. (skor tiga)

Membaca
Sediakan kertas yang berisi kalimat perintah contoh. (tutup matamu). Suruh Orang coba membaca dan
melakukan perintah tersebut (skor 1)

Menulis
Suruh Orang coba menulis sebuah kalimat pada kertas kosong (skor 1)

Mengkopi(menyalin)
Gambarlah suatu objek kemudian suruh orang coba meniru gambar tersebut (nilai 1)

Skor maksimun pada test ini adalah 30, sedangkan rata-rata normal dengan nilai 27.

▪ Gangguan berbahasa (afasia) :


1. Afasia motorik, karena lesi di area Broca, klien tidak mampu menyatakan pikiran dengan kata-
kata, namun mengerti bahasa verbal dan visual serta dapat melaksanakan sesuatu sesuai perintah.
2. Afasia sensorik / perseptif, karena lesi pada area Wernicke, ditandai dengan hilangnya
kemampuan untuk mengerti bahasa verbal dan visual tapi memiliki kemampuan secara aktif
mengucapkan kata-kata dan menuliskannya. Apa yang diucapkan dan ditulis tidal mempunyai arti
apa-apa.
3. Disatria, gangguan pengucapan kata-kata secara jelas dan tegas karena lesi pada upper motor
neuron (UMN) lateral bersifat ringan dan lesi UMN bilateral bersifat berat.

▪ Tingkat kesadaran :
1. Alert : Composmentis / kesadaran penuh
▪ Klien sadar, normal.
____________________________________
▪ Klien dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya

2. Apatis
▪ Klien seperti segan untuk berhubungan dengan sekitarnya
▪ Sikapnya acuh tak acuh.

3. Delirium
▪ Klien gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi,
kadang berhayal

4. Samnolen/latergi
▪ Kesadaran menurun, respon psikomotor yang melambat, mudah tertidur,
▪ Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan rangsang verbal.
▪ Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan stimulus.
▪ Kesadarn dapat pulih bila di rangsangan, mudah dibangunkan tapi tertidur lagi

5. Sporo Coma (Supor)


▪ Seperti tertidur lelap tetapi ada respon terhadap nyeri

6. Coma
▪ Tidak dapat memberikan respon walaupun dengan stimulus maksimal, tanda vital mungkin
tidak stabil.
▪ Tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil
terhadap cahaya)

▪ Glasgow Coma Scale (GCS) :


Didasarkan pada respon dari membuka mata (eye open = E), respon motorik (motorik response = M),
dan respon verbal (verbal response = V).
Dimana masing-masing mempunyai “scoring” tertentu mulai dari yang paling baik (normal) sampai
yang paling jelek. Jumlah “total scoring” paling jelek adalah 3 (tiga) sedangkan paling baik (normal)
adalah 15.

Score : 3 : Coma
4-6 : Soporo coma
7-9 : Delirium
10-11: Samnolen
12-13 : Apatis
14-15 : Compos Mentis

Adapun scoring tersebut adalah :


RESPON SCORING
1. Membuka Mata = Eye open (E)
▪ Spontan membuka mata 4
▪ Terhadap suara membuka mata 3
▪ Terhadap nyeri membuka mata 2
▪ Tidak ada respon 1
2. Motorik = Motoric response (M)
▪ Menurut perintah 6
▪ Dapat melokalisir rangsangan sensorik di kulit (raba) 5
▪ Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak 4
▪ Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)/postur dekortikasi 3
▪ Ekstensi abnormal/postur deserebrasi 2
▪ Tidak ada respon 1
3. Verbal = Verbal response (V)
▪ Berorientasi baik 5
▪ Bingung 4
▪ Kata-kata respon tidak tepat 3
▪ Respon suara tidak bermakna 2
____________________________________
▪ Tidak ada respon 1
Saraf kranial :
1. Test nervus I (Olfactorius)
2. Test nervus II ( Optikus)
3. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens).
4. Test nervus V (Trigeminus)
5. Test nervus VII (Facialis)
6. Test nervus VIII (Acustikus)
7. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
8. Test nervus XI (Accessorius)
9. Nervus XII (Hypoglosus)

Fungsi sensorik :
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara pemeriksaan sistem persarafan yang
lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang
pada kesempatan yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena
pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan geli (tingling), mati rasa
(numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang
lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan
sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik
meliputi:

1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada perlengkapan refleks hammer),
untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
▪ Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
▪ Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk pemeriksaan
stereognosis
▪ Pen / pensil, untuk graphesthesia.

Sistem Motorik :
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri, impuls berjalan ke kapsula
interna, bersilangan di batang traktus pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor
neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai persendian secara
pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh
pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus
otot.
Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut kaku. Bila kekuatan
otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan
spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan
ekstensi extremitas klien.
Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan terhadap fleksi pasif
sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan.
Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif menahan tenaga yang
ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan
singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
____________________________________
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan
atau gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.

Aktifitas refleks :
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks hammer. Skala untuk
peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )
2 = normal ( ++ )
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap
abnormal ( +++ )
4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++)

Refleks-refleks yang diperiksa adalah :


1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 30 0. Tendon patella
(ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa
kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.

2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90 0 , supinasi dan lengan bawah ditopang pada alas
tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku),
kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan
pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau
sendi bahu.

3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok dengan refleks hammer
(tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan
hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus
yang sementara.

4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa bisa
diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.

5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu,
umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.

6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk
melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan
kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan
dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.

Pemeriksaan rangsangan meningeal)


Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1. Kaku kuduk
____________________________________
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada
---- kaku kuduk positif (+).

2. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada klien untuk
mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif.
Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.

3. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara pasif akan
diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.

4. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normal,
bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.

Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.

5. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang m.
ischiadicus.

Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :


▪ Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal. Nampak kedua lengan atas
menutup kesamping, kedua siku, kedua pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi
dengan memutar kedalam dan kaki plantar fleksi.

▪ Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau diencephalon.
Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi, ekstensi dan menutup
kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.

TEST DIAGNOSTIK
Lima Prosedur diagnostik yang lazim dilakukan yaitu Lumbal Pungsi, Angiografi, Elekto Encephalografi,
Elektromiografi, Computerized Axial Tomografi Scan (CT Scan) Otak

A. Lumbal Pungsi
1. Pengertian
Adalah suatu cara pengambilan cairan cerebrospinal melalui pungsi pada daerah lumbal

2. Tujuan
Mengambil cauran cerebrospinaluntuk kepentingan pemeriksaan/diagnostik maupun kepentingan
therapi

3. Indikasi
a. Untuk diagnostik
- kecurigaan meningitis
- Kecurigaan perdarahan sub arachnoid
- Pemberian media kontras pada pemeriksaan myelografi
- Evaluasi hasil pengobatan

b. Untuk Therapi
- Pemberian obat anti neoplastik atau anti mikroba intra tekal
- Pemberian anesthesi spinal
- Mengurangi atau menurunkan tekanan CSF

4. Persiapan
a. Persiapan pasien

____________________________________
- Memberi penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang lumbal pungsi meliputi tujuan,
prosedur, posisi, lama tindakan, sensasi-sensasi yang akan dialami dan hal-hal yang mungkin
terjadi berikut upaya yang diperlukan untuk mengurangi hal-hal tersebut
- Meminta izin dari pasien/keluarga dengan menadatangani formulir kesediaan dilakukan tindakan
lumbal pungsi.
- Meyakinkan klien tentang tindakan yang akan dilakukan

b. Persiapan Alat
- Bak streil berisi jarum lumbal, spuit dan jarum, sarung tangan, kassa dan lidi kapas, botol kecil
(bila akan dilakukan pemeriksaan bakteriologis), dan duk bolong.
- Tabung reaksi tiga buah
- Bengkok
- Pengalas
- Desinfektan (jodium dan alkohol) pada tempatnya
- Plester dan gunting
- Manometer
- Lidokain/Xilocain
- Masker. Gaun, tutup kepala

5. Prosedur pelaksanaan
a. Posisi pasien lateral recumbent dengan bagian punggung di pinggir tempat tidur. Lutut pada
posisi fleksi menempel pada abdomen, leher fleksi kedepan dagunya menepel pada dada (posisi
knee chest)
b. Pilih lokasi pungsi. Tiap celah interspinosus vertebral dibawah L2 dapat digunakan pada orang
dewasa, meskipun dianjurkan L4-L5 atau L5-S1 (Krista iliaca berada dibidang prosessus spinosus
L4). Beri tanda pada celah interspinosus yang telah ditentukan.
c. Dokter mengenakan masker, tutup kepala, pakai sarung tangan dan gaun steril.
d. Desinfeksi kulit degan larutan desinfektans dan bentuk lapangan steril dengan duk penutup.
e. Anesthesi kulit dengan Lidokain atau Xylokain, infiltrasi jaringan lebih dapam hingga ligamen
longitudinal dan periosteum
f. Tusukkan jarum spinal dengan stilet didalamnya kedalam jaringan subkutis. Jarum harus
memasuki rongga interspinosus tegak lurus terhadap aksis panjang vertebra.
g. Tusukkan jarum kedalam rongga subarachnoid dengan perlahan-lahan, sampai terasa lepas. Ini
pertanda ligamentum flavum telah ditembus. Lepaskan stilet untuk memeriksa aliran cairan
serebrospinal. Bila tidak ada aliran cairan CSF putar jarumnya karena ujung jarum mungkin
tersumbat. Bila cairan tetap tidak keluar. Masukkan lagi stiletnya dan tusukka jarum lebih dalam.
Cabut stiletnya pada interval sekitar 2 mm dan periksa untuk aliran cairan CSF. Ulangi cara ini
sampai keluar cairan.
h. Bila akan mengetahui tekananCSF, hubungkan jarum lumbal dengan manometer pemantau
tekanan, normalnya 60 – 180 mmHg dengan posisi pasien berrbaring lateral recumbent. Sebelum
mengukur tekanan, tungkai dan kepala pasien harus diluruskan. Bantu pasien meluruskan kakinya
perlahan-lahan.
i. Anjurkan pasien untuk bernafas secara normal, hindarkan mengedan.
j. Untuk mengetahui apakah rongga subarahnoid tersumbat atau tidak, petugas dapat melakukan
test queckenstedt dengan cara mengoklusi salah satu vena jugularis selama I\10 detik. Bila
terdapat obstruksi medulla spinalis maka tekanan tersebut tidak naik tetapi apabila tidak terdapat
obstruksi pada medulla spinalis maka setelah 10 menit vena jugularis ditekan, tekanan tersebut
akan naik dan turun dalam waktu 30 detik.
k. Tampung cairan CSF untuk pemeriksaan. Masukkan cairan tesbut dalam 3 tabung steril dan yang
sudah berisi reagen, setiap tabung diisi 1 ml cairan CSF. Cairan ini digunakan untuk pemeriksaan
hitung jenis dan hitung sel, biakan dan pewarnaan gram, protein dan glukosa. Untuk pemeriksaan
none-apelt prinsipnya adalah globulin mengendap dalam waktu 0,5 jam pada larutan asam sulfat.
Cara pemeriksaanya adalah kedalam tabung reaksi masukkan reagen 0,7 ml dengan menggunakan
pipet, kemudian masukkan cairan CSF 0,5 . diamkan selama 2 – 3 menit perhatikan apakah
terbentuk endapan putih. Cara penilainnya adalah sebagai berikut:
( -) Cincin putih tidak dijumpai
(+) Cincin putih sangat tipis dilihat dengan latar belakang hitam dan bila dikocok
tetap putih
____________________________________
( ++ ) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi
opolecement (berkabut)
( +++ ) Cincin putih jelas dan bila dikocok cairan menjadi keruh
( ++++ ) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi sangat keruh

Untuk test pandi bertujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan globulin dan
albumin, prinsipnya adalah protein mengendap pada larutan jenuh fenol dalam air.
cAranya adalah isilah tabung gelas arloji dengan 1 cc cairan reagen pandi
kemudian teteskan 1 tetes cairan CSF, perhatikan reaksi yang terjadi apakah ada
kekeruhan.
l. Bila lumbal pungsi digunakan untuk mengeluarkan cairan liquor pada pasien dengan
hydrocepalus berat maka maksimal cairan dikeluarkan adalah 100 cc.
m. Setelah semua tindakan selesai, manometer dilepaskan masukan kembali stilet jarum lumbal
kemudian lepaskan jarumnya. Pasang balutan pada bekas tusukan.
6. Setelah Prosedur
a. Klien tidur terletang tanpa bantal selama 2 – 4 jam
b. Observasi tempat pungsi terhadap kemungkinan pengeluaran cairan CSF
c. Bila timbul sakit kepala, lakukan kompres es pada kepala, anjurkan tekhnik relaksasi, bila perlu
pemberian analgetik dan tidur sampai sakit kepala hilang.

7. Komplikasi
a. Herniasi Tonsiler
b. Meningitis dan empiema epidural atau sub dural
c. Sakit pinggang
d. Infeksi
e. Kista epidermoid intraspinal
f. Kerusakan diskus intervertebralis

B. ANGIOGRAFI
1. Pengertian
Melihat secara langsung sistem pembuluh darah otak. Zat kontras dimasukkan melalui arteri. Biasanya
pada arteri carotis dan arteri vertebra, atau mungkin juga pada arteri brchialis dan arteri femoralis

2. Angiografi dapat mendeteksi :


a. sumbatan pada pembuluh darah cerebral seperti pada stroke
b. Anomali congenital pembuluh darah
c. Pergeseran pembuluh darah yang mungkin mengindikasikan SOL (Space Ocupaying Lession)
d. Malformasi vaskuler, seperti pada aneurisma atau angioma

3. Persiapan Pasien
Menciptakan rasa aman dan nyaman pada diri klien. Persiapan ini meliputi :
a. Menjelaskan prosedur pelaksanaan, sensasi yang terjadi (rasa terbakar saat penyuntikan zat
kontras yang lama kelamaan akan menghilang)
b. Hal yang perlu dilakukan setelah tindakan dilakukan
c. Surat izin tindakan telah ditandatangani klien
4. Komplikasi
a. Hematom pada daerah suntikan. Dapat dicegah dengan melakukan balut tekan pada daerah
suntikan
b. Keracunan zat kontras. Dapat dicegah dengan pemberian anti alergi sesuai program

5. Setelah prosedur
a. observasi tanda-tanda vital setiap jam sampai kondisi stabil
b. Kompres es pada daerah suntikan untuk menghilangkan rasa nyeri dan mengurangi/mencegah
hematom
c. Klien tidur terlentang tanpa bantal selama 24 jam.
d. Jika penyuntikan dilakukan pada daerah femoralis, tungkai harus tetap lurus selama 6-8 jam
e. Catat perubahan-perubahan neurologi setelah tindakan angiografi.
____________________________________
C. Elektro Encephalografi (EEG)
1. Pengertian
Adalah suatu cara untuk merekam aktifitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh.
2. Prinsip Kerja
Dengan elektroda yang ditempelkan pada berbagai daerah tengkorak, potensial permukaan otak
direkam. Perekaman ini berlangsung terus menerus untuk beberapa menit. Tegangan yang tercatat
pada kertas yang bergerak berupa gelombang-gelombang. Dengan memasang 16 elektroda pada
tengkorak aktivitas seluruh otak dapat di tekan dan diselidiki. Tegangan otak sebesar 50 mikrovolt
agar dapat direkam harus diperkuat sampai 1 juta kali. Oleh karena itu aliran listrik dari sumber
lain seperti gerakan otot kepala atau generator listrik juga ikut tercatat (artefak)
Seluruh korteks serebri merupakan medan listrik yang diproduksi pada ujung-ujung dendrit.
Tegangan potensial neuron pada setiap waktu berbeda sehingga potensial dendrit juga berubah-
ubah. Fluktuasi ini yang tercatat pada kertas EEG.
3. Macam-macam EEG
Seluruh korteks serebri merupakan medan listrik yang mencerminkan adanya gaya listrik yang
diproduksikan pada ujung-ujung dendrit, sebagai fenomena potensial aksi neuron-neuron yang
disalurkan kedndrit-dendritnya dikorteks serebri. Potensial dendrit pada korteks selalu berubah-
ubah juga. Fluktuasi inilah yang tercatat pada kertas EEG. Dari sekian banyak fluktuasi, maka
dapat dibedakan menurut frekuensinya dan menurut pada gelombangnya.
a. Empat gelombang menurut frekuensinya :
1) Gelombang Alfa, bersiklus 8 – 13 perdetik
2) Gelombang Beta, bersiklus lebih dari 13 perdetik
3) Gelombang teta, bersiklus 4 – 7 perdetik
4) Gelombang Delta, bersilus kurang dari 4 perdetik
b. Fluktuasi potensial otak menurut pola gelombang
1) gelombang lamda, muncul sebagai gelombang positif dekat lobus oksipitalis terutama
jika mata menatap sesuatu dengan penuh perhatian.
2) Gelombang tidur, sekelompok gelombang dengan frekuensi 10 – 15 siklus perdetik yang
hilang pada waktu tidur dangkal, berbentuk “spindel”.
3) Kompleks K, pola gabungan yang terdiri dari satu atau beberapa gelombang lambat
berbaur dengan gelombang-gelombang berfrekuensi cepat, timbul karena ada rangsangan
sewaktu tidur dangkal.
4) Gelombang verteks, pola gelombang berbentuk jam, bilateral simetrik didaerah para
sagital, antara daerah dan post sentral, sering muncul bersama kompleks K pada waktu
tidur dangkal.
c. Gelombang patologis
1) Gelombang runcing (Spike) yaitu gelombang yang runcing dan berlalu cepat (kurang dari
60 milidetik) sering ia muncul secara folifasik, yaitu dengan defleksi keatas kebawah
secara berselingan.
2) Gelombang tajam (sharp wave) yaitu gelombang yang meruncing tetapi berlalu lebih
lama dari 60 milidetik. Juga gelombang tajam timbul secara polifasik.
3) Gelombang runcing (spike wave)ialah kompleks yang terdiri dari gelombang runcing
yang langsung disusul oleh gelombang lambat. Kompleks tersebut muncul dengan
frekuensi 3 spd secara teratur, sinkron bilateral dan hilang timbul secara tiba-tiba.
4) Gelombang runcing multipel ialah ledakan dari sejumlah gelombang runcing yang
bangkit sekali atau berkali-kali dan biasanya disusul oleh gelombang lambat.
5) Hypsarithmia ialah kompleks yang terdiri dari gelombang lambat yang bervoltase tinggi
dan iramanya tidak teratur dimana berbaur gelombang runcing dan tajam.

4. Indikasi Pemasangan
a. penderita dicurigai atau dengan epilepsi
b. Membedakan kelainan otak organik
c. Mengidentifikasi infark pembuluh darah atau adanya lesi (tumor, hematom, abses)
d. Diagnosa retardasi mental atau over dosis obat
e. Menentukan kematian jaringan otak

5. Penatalaksanaan
____________________________________
a. Persiapan pasien
1) Penyuluhan kesehatan
a) Penderita diberitahu hal-hal yang akan dilakukan. EEG akan dikerjakan diruangan
yang aman (laboratory diagnostik) oleh teknisian EEG. Didalam ruanga penderita
akan dipasang elektroda sebanyak 16-24 dengan pasta, elektroda yang kecil tersebut
akan dihubungkan dengan mesin EEG, tunjukkan melalui gambar atau video cassate
bila memungkinkan..
b) Menganjurkan pada pasien untuk membebaskan rasa gelisah selama 45-60 menit,
pemasangan alat bukan merupakan alat yang berbahaya.
c) Melakukan pendekatan kepada pasien untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
stres, kecemasan atau gemetaran akibat pemasangan elektroda.
d) Menjelaskan kepada pasien bahwa pada waktu pemeriksaan harus dalam keadaan
relaksasi sempurna, duduk atau tiduran dengan tanpa gerakan sedikitpun sehingga
mendapatkan hasil yang baik.
e) Anjurkan pasien mengikuti perintah petugas selam proseur, antara lain:
- hiperventilasi selam 3-5 menit
- usahakan untuk tetap dapat menutup mata
2) Fisik
a. obat-obatan depresan susunan saraf pusat (alkohol atau tranqualizer) atau stimulan
tidak diberikan selama 24 jam sebelum pemeriksaan dilakukan karena akan
memberikan pengaruh terhadap aktivitas listrik otak. Dokter akan memberikan
instruksi untuk pemberian anti konvulsi bila perlu 24 – 48 jam sebelum tindakan.
b. Cairan yang mengandung caffein seperti kopi, cokelat dan the tidak diberikan selama
24 jam sebelum tindakan dilakukan
c. Rambut harus bersih, bebas dari spray, minyak lotion dan hair fastener.
d. Pasien harus makan pagi sebelum melakukan pemeruiksaan, karen ahipoglikemia
menyebabkan ketidak normalan potensial listrik.
3) Pelaksanaan
a) posisi pasien berbaring, ciptakan suasana sedemikian rupa sehingga nyaman bagi pasien
b) petugas EEG menempelkan 14-16 elektroda pada lokasi yang spesifik pada kulit kepala
serta menghubungkannya. Melalui kawat penghubung ke mesin/alat EEG.
c) Pencetakan garis dasar (gambar dasar) dihasilkan mengikuti 3 urutan pemeriksaan yaitu
hiperventilasi, stimulasi “photic” dan tidur.
Hiperventilasi :
Pasien dianjurkan untuk melakukan hiperventilasi dengan cara mengambil nafas 30-40 nafas
melalui mulut setiap menitnya selama 3-5 menit. Perlu diingat kenaikan PH serum kira-kira
7,8 akan menaikkan rangsangan neuron dan akan menyebabkan serangan aktivitas pada
pasien epilepsi
Photic stimulasi :
Cahaya yang silau difokuskan kepasien dimana pasien dianjurkan untuk menutup matanya .
stimulasi ini akan menyebabkan aktivitas serangan bagi pasien yang mempunyai
kecenderungan mendapat serangan
Tidur :
Pasien dianjurkan untuk tidur, jika pasien tidak bisa tidur dapat diberikan hipnotik yang
bekerjanya cepat. Hasil perekaman dari aktifitas listrik tersebut diinterpretasikan oleh
neurologi
4) Setelah tindakan
- bersihkan dan cuci rambut pasien
- ciptakan lingkungan yang tenang sehingga pasien dapat beristirahat dengan tenang
- berikan posisi tidur yang baik dan perhatikan pernafasan pasien terutama yang menggunakan
obat hipnotik
- observasi aktivitas kejang bagi pasien yang cenderung untuk mendapat serangan kejang.

D. Elektromyegrafi (EMG)
1. Pengertian
Adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengukur dan mencatat aliran listrik yang ditimbulkan
oleh otot-otot skeletal. Dalam keadaan istirahat otot tidak melepaskan listrik, tetapi bila oto
berkontraksi secara volunter potensial aksi dapat direkam.
____________________________________
2. Tujuan
a. membantu membedakan antara gangguan otot primer seperti distrofi otot dan gangguan
sekunder
b. membantu menetukan penyakit degeneratif saraf sentral
c. membantu mendiagnosa gangguan neuromuskular seperti myestania grafis
3. Penatalaksanaan
a. Persiapan pasien
- Menginformasikan kepada pasien seluruh pemeriksaan prosedur ini akan menyebabkan
gangguan rasa nyaman sementara. Khususnya bila pasien sendiri diberi rangsangan
listrik.
- Pastikan bahwa pasien tidak menggunakan obat-obat depresan atau sedatif 24 jam
sebelum prosedur.
- Cegah terjadinya syok listrik
- Mengurangi rasa sakit dan rasa takut
b. Prosedur
1) prosedur dapat dilakukan disamping tempat tidur atau diruang tindakan khusus.
2) elektroda ditempatkan pada syaraf-syaraf yang akan diperiksa.
3) Dimulai dengan dosis kecil rangsangan listrik melalui elektorda kesaraf dan otot, apabila
konduksi pada saraf selesai maka otot akan segera berkontraksi.
4) Untuk mengetahui potensial otot digunakan macam-macam jarum elektroda dari nomor
1,3 – 7,7 cm.
5) Pasien mungkin dianjurkan untuk melakukan aktifitas untuk menukur potensila otot
selama kontraksi minimal dan maksimal
6) Derajat aktifitas saraf dan otot direkam pada osiloskop dan akanmmemberikan gambaran
grafik yang dapat dibaca.
7) Perawat berusaha memberikan rasa nyaman dan memantau daerah penusukan tarhadap
kemungkinan terjadinya hematoama.
c. Setelah tindakan
- Berikan kompres es pada daerah hematoma untuk mengurangi rasa nyeri.
- Ciptakan lingkungan yang memudahkan klien untuk beristirahat

Computerized Axial Tomografi (CT Scan)


1. Pengertian
CT Scan adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mendapatkan gambaran dari berbagai sudut
kecil dari tulang tengkorak dan otak.
2. pemeriksaan ini mendeteksi :
a. gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses
b. perubahan vaskuler : malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark
c. brain contusion, brain atrofi, hydrocephalus
d. inflamasi
3. Hal-hal yang diperhatikan sebelum pemeriksaan
- berat badan klien dibawah 145 Kg ( pertimbangan tingkat kekuatan scanner)
- Kesanggupan klien untuk tidak mengadakan perubahan selama 20-45 meni (berkaitan dg
lamanya pemeriksaan)
- Kaji kemungkinan klien alergi terhadap iodine, sebab akan disuntik dg zat kontras berupa iodine
based contras material sebanyak 30 ml
4. Prinsip kerja
Film yang menerima proyeksi sinar diganti dengan alat detektor yang dapat mencatat semua sinar
secara berdipensiasi. Pencatatan ini dilakukan dengan mengkombinasikan tiga pesawat detektor, dua
diantaranya menerima sinar yang telah menmbus tubuh dan yang satunya berfungsi sebagai detektor
aferen yang mengukur intensitas sinar rontgen yang telah menembus tubuh dan penyinaran dilakukan
menurut proteksi dari tiga titik, menurut posisi jam 12, 10 dan jam 02 dengan memakai waktu 4,5
menit.
5. Penatalaksanaan
Persiapan pasien
Pasien harus diberitahu sebaiknya dengan keluarga. Pasien diberi gambaran tentang alat yang akan
digunakan. Bila perlu berikan gambaran dengan menggunakan kaset video atau poster, hal ini
dimaksudkan untuk memberikan pengertian pada pasien dengan demikian mengurangi stress sebelum
____________________________________
waktu prosedur dilaukuan. Test awal yang dilakukan meliputi: kekuatan untuk diam ditempat (dimeja
scanner) selama 45 detik; melakukan pernafasan dengan aba-aba ( untuk keperluan bila ada permintaan
untuk melakukannya) saat dilakukan pemeriksaan.; mengikuti aturan untuk memudahkan injeksi zat
kontras.
Penjelasan kepada klien bahwa setelah penyuntikan zat kontras wajah akan nampak merah dan terasa
agak panas pada seluruh badan. Hal ini merupakan hal yang normal dari reaksi obat tersebut.
Perhatikan keadaan klinik klien apakah pasien mengalami alergi terhadap iodine. Apabila pasien
merasakan adanya rasa sakit berikan analgetik dan bila pasien merasa cemas dapat diberikan minor
transqualizer. Bersihkan rambut pasien dari jelli dan obat-obatan. Rambut tidak boleh dikelabang dan
tidak memakai wig.

6. Prosedur
a. Posisi terlentang dengan tangan terkendali
b. Meja elektronik masuk kedalam meja scanner
c. Dilakukan pemantauan melalui komputer dan pengambilan gambar dari beberapa sudut yang
dicurigai adanya kelainan.
d. Selama prosedur berlangsung pasien harus diam absolut selama 20-45 menit
e. Pengambilan gambar dilakukan dari berbagai posisi dengan pengaturan komputer.
f. Selama prosedur berlangsung perawat harus menemani pasien dari luar dengan memakai protektif
lead approan.
g. Sesudah pengambilan gambarpasien dirapihkan.

7. Hal-hal yang perlu diperhatikan


a. observasi keadaan alergi terhadap zat kontras yang disuntikkan. Bila terjadi alergi dapat
diberikan benadryl 50 mg
b. mobilisasi secepatnya karena pasien mungkin akan kelelahan selama prosedur berlangsung
c. ukur intake dan output. Hal ini merupakan tindak lanjut setelah pemberian zat kontras yang
eliminasinya selama 24 jam. Oliguri merupakan gejala gangguan fungsi ginjal. Memerlukan
koreksi yang cepat oleh seorang perawat dan dokter

____________________________________

Anda mungkin juga menyukai