Anda di halaman 1dari 42

1

MAKALAH PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN DALAM


KONTEKS SDGs

OLEH:

RONY RAHMAT HIDAYAT HASIBUAN 2021662001

PRODI ILMU PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PEMBANGUNAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan
dalam menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya,
penulis tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa
shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi agung Muhammad SAW yang
syafa’atnya kita nantikan kelak.Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT
atas limpahan nikmat sehat-Nya, sehingga makalah “Pengembangan penyuluhan
pertanian dalam kontek SDGs” Makalah ini disusun guna memenuhi Ujian Akhir
Semester Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan. Penulis berharap makalah tentang
pengembangan penyuluhan pertanian dalam konteks SDGs untuk dapat menjadi
referensi bagi pembaca untuk meningkatkan hasil pertanian yang berkualitas dan
membantu pembangunan yang berkelanjutan.

Penulis menyadari makalah bertema Pengembangan penyuluhan pertanian


dalam konteks SDGs ini masih perlu banyak penyempurnaan karena kesalahan
dan kekurangan. Penulis terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah
ini dapat lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik
terkait penulisan maupun konten, penulis memohon maaf.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata semoga tulisan dalam
makalah ini bermanfaat.

i
II

DAFTAR ISI

Halaman
KATAPENGANTAR................................................................................... I
DAFTAR ISI................................................................................................. Ii
BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
BAB II. KAJIAN TEORITIS…................................................................. 8
BAB III. CONTOH KASUS……………………........................................ 25
BAB IV. PEMBAHASAN……………….................................................... 29
BAB V. PENUTUP....................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
37

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan masa kini adalah pembangunan yang bersifat sementara dan


perkembangan masyarakat yang serba instan dan bersifat asal jadi menyebabkan
budaya konsumtif semakin mendarah daging pada sebagian besar masyarakat
(United Nations, 2014). Hingga akhirnya pada tahun 2000, untuk pertama kalinya
PBB memfasilitasi terbentuknya kesepakatan pembangunan multilateral yang
melibatkan seluruh Negara yang tergabung ke dalam PBB.

Kesepakatan ini bernama Millenium Development Goals yang berisi


berbagai indikator dan tujuan pembangunan internasional selama 15 tahun ke
depan. Isu-isu pinggiran seperti kesehatan reproduksi dan kesetaraan gender yang
tadinya kurang mendapat porsi lebih dalam pembangunan mulai mendapatkan
perhatian. Berbagai Negara menyadari pentingnya isu ini untuk mendukung
pembangunan dan perdamaian dunia (Prapti, 2015).

Di tahun 2015, MDGs berakhir. Banyak target yang terpenuhi dan banyak
juga yang masih jauh dari target. Dunia pun berubah. MDGs dari yang awalnya
berisi 8 tujuan dirasakan perlu disesuaikan dengan kondisi dunia terkini. Berbagai
actor pembangunan internasional pun merumuskan pengganti MDGs sehingga
terbentuk skema pembangunan multilateral terbaru yakni yang dikenal sebagai
Sustainable Development Goals/SDGs . Agenda SDGs atau disebut juga dengan
AGENDA 2030 akan menjadi kerangka kerja pembangunan global baru dalam
melaksanakan pembangunan berkelanjutan (Prapti, 2015).

Sustainable Development Goals(SDGs) dirancang sebagai kelanjutan dari


Milineum Development Goals(MDGs) yang belum tercapai tujuannya sampai
pada akhir tahun 2015. SDGs adalah suatu rencana aksi untuk umat manusia
2

planet dan kemakmuran. Juga tujuannya untuk memperkuat perdamaian universal


dalam kebebasan yang luas selain itu untuk mengatasi kemiskinan yang ekstrim
adalah tantangan global yang paling besar dan merupakan prasyarat yang tidak
dapat dilanjutkan untuk pembangunan berkelanjutan (Bappenas 2015).

Pada tahun 2000, para pemimpin dunia menyepakati tentang 8 tujuan


pembangunan global yang spesifik dan terukur yang disebut Millenium
Development Goals(MDGs). Target yang tercakup dalam MDGs sangat beragam,
mulai dari mengurangi kemiskinan dan kelaparan, menuntaskan tingkat
pendidikan dasar, mempromosikan kesamaan gender, mengurangi kematian anak
dan ibu, mengatasi HIV/AIDS dan berbagai penyakit lainnya, serta memastikan
kelestarian lingkungan hidup dan membentuk kemitraan dalam pelaksanaan
pembangunan. Pencapaian tujuan dalam MDGs memiliki target waktu hingga
2015 (Wahyuningsih 2017).

Arah pembangunan global saat inimerupakan pembangunan berkelanjutan


(sustainable development) yang memberikan wacana baru mengenai pentingnya
melestarikan lingkungan alam demi masa depan, generasi yang akan datang.
Budimanta (2005) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah
suatucara pandang mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan
terencana dalam kerangka peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan
lingkungan umat manusia tanpa mengurangi akses dan kesempatan kepada
generasi yang akan datang untuk menikmati dan memanfaatkannya. Pada bulan
September 2015, Sidang Umum PBB yang diikuti oleh 159 Kepala Negara,
termasuk Indonesia, telah menyepakati Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(TPB) atau Sustainable Development Goals(SDGs) menjadi agenda global 2030
(Sitorus 2017).

Berbeda halnya dengan MDGs yang ditujukan hanya pada negara-negara


berkembang, SDGs memiliki sasaran yang lebih universal. SDGs dihadirkan
untuk menggantikan MDGs dengan tujuan yang lebih memenuhi tantangan masa
3

depan dunia.Dokumen SDGs disahkan pada KTT Pembangunan berkelanjutan


PBB yang berlangsung di New York tanggal 25-27 September 2015. Dalam KTT
tersebut ditetapkan bahwa SDGs akan mulai diberlakukan pascatahun 2015
sampai tahun 2030 (Wahyuningsih 2017). Konsep SDGs ini diperlukan sebagai
kerangka pembangunanbaru yang mengakomodasi semua perubahan yang terjadi
pasca 2015-MDGs (Akhir 2015)

SDGs berisikan 17 target dan 169 target untuk periode pelaksanaan tahun
2015-2030. 17 target pembangunan yang menjadi indikator dalam SDGs antara
lain:

Gambar 1. Skema Pilar Pelaksanaan TPB/SDGs

1.Mengakhiri kemiskinan dalam bentuk; Tujuan ini memiliki 7 target yang harus
dicapai sampai dengan tahun 2030. Isu pokok dalam tujuan ini adalah
kemisksinan dan penolakan terhadapan kehidupan yang bermartabat.

2.Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan gizi serta


memajukan pertanian berkelanjutan; Tujuan ini juga memiliki 8 target yang harus
4

dicapai, yang semuanya merupakan tanggapan terhadap isu kelaparan dan


ketahanan pangan.

3.Memastikan hidup sehat dan memajukan kesejahteraan bagi semua pada segala
usia; ada 13 target yang harus dicapai untuk menjawabi masalah kesehatan dan
hidup yang lebih baik bagi semua usia.

4.Memastikan pendidikan inklusif dan kualitas yang sederajat dan


mempromosikan kesempatan belajar seumur hidup bagi semua; pendidikan dan
kesempatan belajar yang sama bagi semua individu merupakan isu utama, yang
dapat diatasi dengan merealisasikan 10 target yang harus dicapai.

5.Menghasilkan kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan


anak-anak gadis; dengan mengusung kesetaraan gender, perempuan dan anak
sebagai isu pokok, SDGs mau mereaslisasikan 9 target pembangunan yang harus
dicapai.

6.Memastikan ketersediaan dan pengelolaan berkelanjutan dari air dan sanitasi


(kebersihan dan kesehatan) bagi semua; 8 target.

7.Memastikan akses terhadap energimodern yang terjangkau, berkecukupan dan


berkelanjutan bagi semua; Tujuan ini akan dicapai melalui pemenuhan terhadap 5
target pemenuhan utama.

8.Mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dengan


menciptakan lapangan kerja dan pekerjaan yang layak semua; Tujuan ini memiliki
10 target yang harus dicapai selama 12 tahun ke depan.

9.Membangun infrastruktur yang berdaya tahan, memajukan industrialisasi yang


inklusif dan berkelanjutan dan mengupayakan inovasi; memiliki 8 target yang
harus dicapai.

10.Mengurangi kesenjangan dalam antar Negara; ada 10 target yang harus


dicapai.
5

11.Membangun kota dan pemukiman yang inklusif, aman, berdaya tahan dan
berkelanjutan; memiliki 10 target yang harus dicapai.

12.Memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan; mempunyai 11


target.

13.Mengambil tindakan penting dan mendesak untuk mengatasi perubahan iklim


dan dampak-dampaknya; hanya 5 target yang harus dicapai.

14.Melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya, sumber


daya samudra, laut dan perairan untuk pembangunan berkelanjutan; memiliki 10
target yang harus dicapai.

15.Melindungi, memulihkan dan memajukan penggunaan ekosistem bumi,


mengelola hutan secara berkelanjutan, memerangi desertifikasi dan menghentikan
kepunahan keanekaragaman hayati; mempunyai 12 target yangharus dicapai.
16.Memajukan masyarakat yang damai dan inklusif bagi pembangunan
berkelanjutan, menyediakan akses bagi keadilal dan membangun institusi yang
efektif, akuntabel dan iklusi pada semua tingkatan; memiliki 12 target yang harus
dicapai.

17. Memperkuat sarana implementasi dan revitalisasi kemitraan global bagi


pembangunan berkelanjutan; memiliki 19 target yang harus d (Bappenas2017).

Sejalan dengan perumusan TPB/SDGs di tingkat global, Indonesia juga


menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPMN) tahun
2015-2019, sehingga substansi yang terkandung dalam TPB/SDGs telah selaras
dengan RPJMN yang merupakan penjabaran Nawacita sebagai Visi dan Misi
Presiden (Sitorus 2017). Untuk mencapai target SDGs diperlukan penanganan
program yang berkesinambungan dan konsisten dengan konteks kelokalan.
6

Dengan berjalannya SDGs di indonesia di setiap daerah juga harus


berdampingan dalam rencana pembangunan yang berkelanjutan(SDGs) tetapi
masih banyak masalah yang diahadapi di Indonesia dan beberapa daerah dalam
menerapkan SDGS tersebut khusunya pada poin ke 9 tentang kedaulatan pangan.
Daerah di Sumatera Utara merupakan pendapatan masyarakatnya merupakan
pertanian tetapi masih sangat banyak permasalahan yang dihadapi petani mulai
dari budidaya, kebijakan pemerintah, produksi pertanian dan kurangnya tenanga
penyuluh di sumatera utara juga masih sangat rendah dari itu perlu adanya
bantuan dari penyuluh pertanian yang akan memberikan pembelajaran dan
memberikan kebutuhan dalam usaha tani dari petani tersebut.
No Bahan Pangan 2015 2016 2017
.
1. Beras
Ketersediaan 2.205.071 2.457.466 2.827.199

Kebutuhan 1.740.549 1.714..429 1.760.623

Surplus 300.595 253.113 444.448

2. Jagung
Ketesediaan 1.138.246 35.783 103.702

Kebutuhan 25.646 21.743 25.949

Surplus 958.776 14.040 77.752

3. Kedelai
Ketesediaan 6.126 4.423 53.167

Kebutuhan 100.073 108.854 101.259

Defisit 93.947 104.431 48.092

4. Bawang Merah
Ketersediaan 8.150 9.944 13.049

Kebutuhan 35.263 43.488 39.911

Defisit 27.112 33.542 26.862

5. Cabai Merah
7

Ketersediaan 127.255 162.181 88.993


Kebutuhan 95.892 95.892 32.437
Surplus 66.289 66.289 56.556

B. Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang akan di bahas pada makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Perkembangan kompetensi penyuluh dalam mendukung
SDGs ?
2. Bagaimana Pengembangan Penyuluhan Pertanian dalam mewujudkan
program SDGs di Sumatera Utara?
3. Bagaimana rancangan strategis dalam mengatasi masalah ketahan pangan
untuk mewujudkan SDGs di Sumatera Utara?

C. Tujuan
Adapun Tujuan dari pembuatan Makalah ini adalah
1. Untuk Mengetahui kompetensi Penyuluh dalam mendukung SDGs
2. Untuk mengetahui pengembangan penyuluhan pertanian dalam
mewujudkan program SDGs di Sumatera Utara
3. Untuk mengetahui rancangan strategi yang dilaksanakan oleh dinaas
terkait agar terwujudnya program SDGs kedepannya.

BAB II
KAJIAN TEORITIS
8

A. Suistinable Development Goals (SDGs)


a. Pengertian Suistinable Development Goals(SDGs)
SDGs ( Sustainable Development Goals ) adalah sebuah dokumen yang
akan menjadi sebuah acuan dalam kerangka pembangunan dan perundingan
negara-negara di dunia. Konsep SDGs melanjutkan konsep pembangunan
Milenium Development Goals “MDGs” yang dimana konsep itu sudah berakhir
pada tahun 2015. Jadi kerangka pembangunan yang berkaitan dengan perubahan
situasi dunia yang semula menggunakan konsep MGDs sekarang diganti dengan
SDGs.

Sustainable Development Goals atau SDGs adalah seperangkat program


dan target yang ditujukan untuk  pembangunan global di masa mendatang. SDGs
menggantikan program MDGs (Millennium Development Goals), sebuah program
yang memiliki maksud dan tujuan yang sama yang akan kadaluarsa pada akhir
tahun 2015 ini. SDGs dibahas secara formal pada United Nations Conference on
Sustainable Development yang dilangsungkan di Rio De Janiero, Juni 2012
(WHO, 2015).

SDGs adalah sebuah kesepakatan pembangunan baru pengganti MDGs.


Masa berlakunya 2015–2030 yang disepakati oleh lebih dari 190 negara berisikan
17 goals dan 169 sasaran pembangunan. Tujuh belas tujuan dengan 169 sasaran
diharapkan dapat menjawab ketertinggalan pembangunan negara–negara di
seluruh dunia, baik di negara maju (konsumsi dan produksi yang berlebihan, serta
ketimpangan) dan negara–negara berkembang (kemiskinan, kesehatan,
pendidikan, perlindungan ekosistem laut dan hutan, perkotaan, sanitasi dan
ketersediaan air minum) (Santono,2015).

Konsep SDGs ini diperlukan sebagai kerangka pembangunan baru yang


mengakomodasi semua perubahan yang terjadi pasca 2015-MDGs. Terutama
berkaitan dengan perubahan situasi dunia sejak tahun 2000 mengenai isu deflation
9

sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perubahan iklim semakin krusial,


perlindungan sosial, food and energy security, dan pembangunan yang lebih
berpihak pada kaum miskin (UNDP, 2015).

b. Perkembangan Millenium Devlopment Goals Menjadi Suistinable


Development Goals(SDGs)

Gambar 2. Perkembangan Millenium development Goals Menjadi SDGs

Pada bulan September tahun 2000, saat berlangsungnya pertemuan


Persatuan Bangsa-Bangsa di New York, Kepala Negara dan perwakilan dari 189
negara menyepakati Deklarasi Milenium yang menegaskan kepedulian utama
secara global terhadap kesejahteraan masyarakat dunia. Tujuan Deklarasi yang
disebut Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals -
MDGs) menempatkan manusia sebagai fokus utama pembangunan dan
mengartikulasi satu gugus tujuan yang berkaitan satu sama lain ke dalam agenda
pembangunan dan kemitraan global.

Setiap tujuan dijabarkan ke dalam satu sasaran atau lebih dengan indikator yang
terukur yaitu: terkait pengurangan kemiskinan, pencapaian pendidikan dasar,
10

kesetaraan gender, perbaikan kesehatan ibu dan anak, pengurangan prevalensi


penyakit menular, pelestarian lingkungan hidup, dan kerjasama global. MDGs
yang didasarkan pada konsensus dan kemitraan global ini, juga menekankan
kewajiban negara maju untuk mendukung penuh upaya tersebut (Bappenas,
2011).

Upaya yang dilakukan pemerintah dalam pencapaian target-target MDGs,dengan


mengintegrasikan prioritas MDGs dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN 2005-2025), Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN 2005-2009 dan 2010-2014), Rencana Pembangunan Tahunan
Nasional (RKP), serta dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Sebagai realisasinya, maka melalui Instruksi Presiden No.3 Tahun 2010
telah ditetapkan tujuan prioritas pembangunan yang berkeadilan yang berpihak
pada pencapaian MDGs.

Sebagai salah satu bentuk implementasi dari Inpres No.3 Tahun 2010,
maka Kementerian PPN/Bappenas telah menyusun Peta Jalan (Road Map)
pencapaian tujuan pembangunan MDGs yang diikuti dengan penyusunan Rencana
Aksi Daerah (RAD) untuk percepatan pencapaian MDGs yang difasilitasi
langsung oleh Bappenas dan Bappeda. Selanjutnya masing-masing Kepala Daerah
akan mengesahkan Rencana Aksi Daerah (RAD) MDGs tersebut (Bappenas,
2011).

Di Indonesia, pelaksanaan MDGs telah memberikan perubahan yang


positif. Walaupun masih ada beberapa target MDGs yang masih diperlukan kerja
keras untuk mencapainya, tetapi sudah banyak target yang telah menunjukan
kemajuan yang signifikan bahkan telah tercapai. Penduduk yang hidup di bawah
garis kemiskinan internasional, yaitu $1,25 per hari, sudah berkurang setengah
miliar. Laju kematian anak turun lebih dari 30 persen, dengan sekitar tiga juta jiwa
anak terselamatkan setiap tahunnya dibandingkan tahun 2000.
11

Kematian akibat malaria juga turun hingga seperempatnya. Indonesia


berhasil menurunkan proporsi penduduk dengan pendapatan kurang dari US$ 1,00
(PPP) per kapita per hari dari 20,60 persen pada tahun 1990 menjadi 5,90 persen
pada tahun 2008. Pemerintah juga telah berhasil menurunkan ketimpangan gender
di tingkat pendidikan lanjutan. Hal ini dapat dilihat dari penurunan yang
signifikan pada indikator rasio Angka Partisipasi Murni (APM) perempuan
terhadap laki-laki SMA/MA/ Paket C dari 93,67 persen ada tahun 1993 menjadi
101,40 persen pada tahun 2011. Selain itu, angka kejadian tuberkulosis di
Indonesia sudah berhasil mencapai target MDGs yaitu dari 343 pada tahun 1990
menjadi 189 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2011 (BPS, 2015).

Di tahun 2015, MDGs berakhir. Banyak target yang terpenuhi dan banyak
juga yang masih jauh dari target. Dunia pun berubah. MDGs dari yang awalnya
berisi 8 tujuan dirasakan perlu disesuaikan dengan kondisi dunia terkini. Berbagai
actor pembangunan internasional pun merumuskan pengganti MDGs sehingga
terbentuk skema pembangunan multilateral terbaru yakni yang dikenal sebagai
Sustainable Development Goals/SDGs . Agenda SDGs atau disebut juga dengan
AGENDA 2030 akan menjadi kerangka kerja pembangunan global baru dalam
melaksanakan pembangunan berkelanjutan (Prapti, 2015).

c. Alasan Terbentuknya Suistinable Development Goals (SDGs)


Menurut T Brundtland Commission of the United Nations pada tahun
1987, yang dikatakan sebagai Sustainable Development atau pembangunan
berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat mencakup kebutuhan orang
banyak di  masa depan tanpa menyepelekan kemampuan generasi mendatang
untuk menggapai segala kebutuhannya (UNDP, 2015).

SDGs, Sustainable Development Goals atau yang dikenal sebagai Global


Goals, dibuat berdasarkan 8 tujuan MDGs yang dilaksanakan pada tahun 1990-
2015. MDGs mencakup isu memberantas kemiskinan, kelaparan, penyakit,
ketidaksetaraan gender, dan akses terhadap sanitasi. Dibalik kesuksesan MDGs,
12

ternyata secara global kemiskinan belum terhapuskan secara  menyeluruh (UNDP,


2015).

Global Goals hadir untuk melangkah lebih maju dibandingkan dengan


MDGs, mengacu kepada akar dari masalah kemiskinan dan kebutuhan yang
universal untuk berkembang yang berguna dan dibutuhkan oleh seluruh warga
dunia. Global Goals bertujuan untuk menyelesaikan MDGs yang tertinggal, dan
menjamin bahwa tidak ada hal lain yang tertinggal dibelakang. SDGs atau Global
Goals menjadi suatu program yang lebih menyeluruh dan mendetail karena
merupakan gabungan dari Global Sustainability Objects / GSO dan MDGs (The
Global Goals, 2015).

SDGs diadakan untuk mencakup kebutuhan seluruh warga dunia yang


lebih mendetail dan menyeluruh, dibandingkan dengan MDGs. SDGs juga tidak
memandang kondisi suatu negara, pada lingkungan maupun  ekonominya, untuk
dibantu dengan program Development Goals secara menyeluruh. Di dalam SDGs
juga terdapat beberapa tujuan yang dikembangkan dari indikator tujuan MDGs,
contohnya antara lain (UNDP, 2015):

1. Tujuan pertama MDGs (Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan Ekstrim)


mencakup kedua fokus yang berbeda yaitu kemiskinan dan kelaparan, sedangkan
pada SDGs kedua fokus itu dijadikan dua tujuan yang berbeda yaitu pada tujuan
pertama SDGs (No Poverty) dan tujuan kedua SDGs (Zero Hunger)

2. Tujuan keempat, kelima, dan keenam MDGs terkait kesehatan (Menurunkan


Angka kematian Anak, Meningkatkan Kesehatan Ibu, dan Memerangi HIV/AIDS,
Malaria dan Penyakit Lain) tdak terdapat di SDGs dan digantikan dengan Good
Health and Well Being yang mencakup kesehatan secara keseluruhan (mencakup
kesehatan ibu, penyakit-penyakit, kematian anak, dll) pada tujuan ketiga SDGs

3. Tujuan ketujuh MDGs (Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup) memiliki


beberapa indikator yang penting seperti proporsi rumah tangga yang mendapat air
13

minum layak kini menjadi tujuan keenam SDGs, indikator terkait rumah tangga
kumuh perkotaan kini menjadi tujuan kesebelas SDGs.

d. Tujuan, Target dan Indikator Suistinable Development Goals (SDGs)


Tujuan 1. Mengkhiri segala bentuk kemiskinan di manapun
Target:
1. Memastikan mobilisasi sumber daya dari berbagai sumber, termasuk melalui
peningkatan kerjasama pembangunan, dalam rangka menyediakan sarana yang
memadai dan dapat diprediksi bagi negara-negara berkembang, di negara-negara
berkembang khususnya, untuk melaksanakan program dan kebijakan untuk
mengakhiri kemiskinan di semua dimensi

2. Membuat kerangka kebijakan suara di tingkat nasional, regional dan


internasional, berdasarkan strategi pembangunan pro-miskin dan sensitif gender,
untuk mendukung percepatan investasi dalam pemberantasan kemiskinan

Indikator:
1. Pada tahun 2030, memberantas kemiskinan ekstrim untuk semua orang
dimanapun, dengan penghasilan kurang dari $ 1,25 per hari

2. Pada tahun 2030, mengurangi setidaknya setengah proporsi laki-laki,


perempuan dan anak-anak dari berbagai usia yang hidup dalam kemiskinan di
seluruh dimensi menurut definisi nasional

3. Menerapkan sistem perlindungan sosial yang tepat secara nasional dan pada
tahun 2030 mencapai cakupan besar kaum miskin

4. Pada tahun 2030, memastikan bahwa semua laki-laki dan perempuan,


khususnya kaum miskin, memiliki hak yang sama terhadap sumber daya ekonomi,
serta akses ke layanan dasar, kepemilikan dan kontrol atas tanah dan bentuk-
14

bentuk lain dari properti, warisan, sumber daya alam, yang sesuai teknologi baru
dan jasa keuangan, termasuk keuangan mikro

5. Pada tahun 2030, membangun ketahanan masyarakat miskin dan mereka dalam
situasi rentan dan mengurangi eksposur dan kerentanan mereka terhadap kejadian
ekstrem yang berkaitan dengan iklim dan guncangan ekonomi, sosial dan
lingkungan lainnya dan bencana

Tujuan 2. Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan


meningkatkan gizi, serta mendorong pertanian yang berkelanjutan

Target:
1. Meningkatkan investasi, termasuk melalui kerja sama internasional yang
disempurnakan, di infrastruktur pedesaan, penelitian dan penyuluhan pertanian,
pengembangan teknologi dan tanaman dan bank gen ternak dalam rangka
meningkatkan kapasitas produktif pertanian di negara-negara berkembang.

2. Memperbaiki dan mencegah pembatasan perdagangan dan distorsi dalam pasar


pertanian dunia, termasuk melalui penghapusan paralel segala bentuk subsidi
ekspor pertanian dan semua langkah ekspor dengan efek setara, sesuai dengan
amanat Putaran Pembangunan Doha

3. Mengadopsi langkah-langkah untuk memastikan berfungsinya pasar komoditas


makanan dan turunannya dan memfasilitasi akses yang tepat terhadap informasi
pasar, termasuk cadangan pangan, dalam rangka untuk membantu membatasi
volatilitas harga pangan yang ekstrim

Indikator:
1. Pada tahun 2030, mengakhiri kelaparan dan menjamin akses oleh semua orang,
khususnya orang miskin dan orang-orang dalam situasi rentan, termasuk bayi,
untuk makanan yang aman, bergizi dan cukup sepanjang tahun
15

2. Pada tahun 2030, mengakhiri segala bentuk kekurangan gizi, termasuk


mencapai, pada tahun 2025, target yang disepakati secara internasional pada
stunting dan wasting pada anak di bawah usia 5 tahun, dan memenuhi kebutuhan
gizi remaja perempuan, ibu hamil dan menyusui dan orang tua

3. Pada tahun 2030, dua kali lipat produktivitas pertanian dan pendapatan
produsen makanan skala kecil, khususnya perempuan, masyarakat adat, petani
keluarga, penggembala dan nelayan, termasuk melalui akses yang aman dan sama
dengan tanah, sumber daya produktif lainnya dan masukan, pengetahuan, jasa
keuangan, pasar dan peluang untuk penambahan nilai dan pekerjaan non-pertanian

4. Pada tahun 2030, memastikan sistem produksi pangan yang berkelanjutan dan
menerapkan praktik tangguh pertanian yang meningkatkan produktivitas dan
produksi, yang membantu menjaga ekosistem, yang memperkuat kapasitas
adaptasi terhadap perubahan iklim, cuaca ekstrim, kekeringan, banjir dan bencana
lainnya dan semakin meningkatkan lahan dan kualitas tanah

5. Pada tahun 2020, mempertahankan keragaman genetik benih, tanaman


dibudidayakan dan bertani dan peliharaan hewan dan spesies liar yang terkait,
termasuk melalui nyenyak dikelola dan beragam benih dan tanaman bank di
tingkat nasional, regional dan internasional, dan mempromosikan akses dan adil
dan merata berbagi manfaat yang timbul dari pemanfaatan sumber daya genetik
dan pengetahuan tradisional terkait, seperti yang disepakati secara internasional

Tujuan 3. Menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan


bagi semua orang di segala usia

Target:
1. Memperkuat pelaksanaan Organisasi Kesehatan Dunia Konvensi Kerangka
Kerja Pengendalian Tembakau di semua negara, sesuai

2. Mendukung penelitian dan pengembangan vaksin dan obat-obatan untuk


penyakit menular dan tidak menular yang terutama mempengaruhi negara-negara
16

berkembang, menyediakan akses ke obat-obatan penting dengan harga terjangkau


dan vaksin, sesuai dengan Deklarasi Doha Perjanjian TRIPS dan Kesehatan
Masyarakat, yang menegaskan hak dari negara-negara berkembang untuk
menggunakan dengan penuh ketentuan dalam Perjanjian tentang Aspek-aspek
Perdagangan Hak Kekayaan intelektual mengenai fleksibilitas untuk melindungi
kesehatan masyarakat, dan, khususnya, menyediakan akses ke obat-obatan untuk
semua

3. Substansial meningkatkan pembiayaan kesehatan dan rekrutmen,


pengembangan, pelatihan dan retensi tenaga kesehatan di negara-negara
berkembang, terutama di negara-negara yang kurang berkembang dan pulau kecil
negara berkembang

4. Memperkuat kapasitas semua negara, di negara-negara berkembang, untuk


peringatan dini, pengurangan risiko dan manajemen risiko kesehatan nasional dan
global.

Indikator:
1. Pada tahun 2030, mengurangi angka kematian global ibu kurang dari 70 per
100.000 kelahiran hidup

2. Pada tahun 2030, akhir kematian dapat dicegah dari bayi yang baru lahir dan
anak di bawah 5 tahun, dengan semua negara yang bertujuan untuk mengurangi
angka kematian neonatal untuk setidaknya serendah 12 per 1.000 kelahiran hidup
dan di bawah-5 kematian setidaknya serendah 25 per 1.000 kelahiran hidup

3. Pada tahun 2030, mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria dan penyakit
tropis terabaikan dan memerangi hepatitis, penyakit yang terbawa air dan penyakit
menular lainnya

4. Pada tahun 2030, mengurangi oleh satu kematian prematur ketiga dari penyakit
tidak menular melalui pencegahan dan pengobatan dan meningkatkan kesehatan
mental dan kesejahteraan
17

5. Memperkuat pencegahan dan pengobatan penyalahgunaan zat, termasuk


penyalahgunaan obat narkotika dan penggunaan berbahaya dari alcohol

6. Pada tahun 2020, membagi jumlah kematian global dan cedera akibat
kecelakaan lalu lintas jalan

7. Pada tahun 2030, menjamin akses universal terhadap layanan kesehatan seksual
dan reproduksi, termasuk keluarga berencana, informasi dan pendidikan, dan
integrasi kesehatan reproduksi ke dalam strategi dan program nasional

8. Mencapai cakupan kesehatan universal, termasuk perlindungan keuangan


risiko, akses ke layanan perawatan kesehatan penting kualitas dan akses ke aman,
efektif, berkualitas dan terjangkau obat esensial dan vaksin untuk semua

9. Pada tahun 2030, secara substansial mengurangi jumlah kematian dan penyakit
dari bahan kimia berbahaya dan udara, air dan polusi tanah dan kontaminasi.

Tujuan 4. Menjamin pendidikan yang inklusif dan berkeadilan serta


mendorong kesempatan belajar seumur hidup bagi semua orang

Target:
1. Membangun dan meningkatkan fasilitas pendidikan yang anak, kecacatan dan
sensitif gender dan menyediakan lingkungan belajar yang aman, non-kekerasan,
inklusif dan efektif untuk semua

2. Pada tahun 2020, secara substansial memperluas secara global jumlah beasiswa
yang tersedia untuk negara-negara berkembang, di negara-negara kurang
berkembang khususnya, pulau kecil yang sedang bekembang dan negara-negara
Afrika, untuk pendaftaran di pendidikan tinggi, termasuk pelatihan kejuruan dan
teknologi informasi dan komunikasi, teknis, teknik dan program ilmiah, di negara-
negara maju dan negara berkembang lainnya

3. Pada tahun 2030, secara substansial meningkatkan pasokan guru yang


berkualitas, termasuk melalui kerjasama internasional untuk pelatihan guru di
18

negara-negara berkembang, terutama terbelakang negara dan pulau kecil dan


negara berkembang.

Indikator:
1. Pada tahun 2030, memastikan bahwa semua anak perempuan dan anak laki-laki
menyelesaikan bebas, adil dan kualitas primer dan pendidikan menengah yang
mengarah ke hasil belajar yang relevan dan efektif

2. Pada tahun 2030, memastikan bahwa semua anak perempuan dan anak laki-laki
memiliki akses ke pengembangan anak usia dini yang berkualitas, peduli dan
pendidikan anak usia dini sehingga mereka siap untuk pendidikan dasar

3. Pada tahun 2030, menjamin akses yang sama bagi semua perempuan dan laki-
laki untuk pendidikan yang terjangkau dan kualitas teknis, kejuruan dan
pendidikan tinggi, termasuk perguruan tinggi

4. Pada tahun 2030, secara substansial meningkatkan jumlah remaja dan orang
dewasa yang memiliki keterampilan yang relevan, termasuk keterampilan teknis
dan kejuruan, untuk pekerjaan, pekerjaan yang layak dan kewirausahaan

5. Pada tahun 2030, menghilangkan disparitas gender dalam pendidikan dan


menjamin akses yang sama untuk semua tingkat pendidikan dan pelatihan
kejuruan untuk rentan, termasuk penyandang cacat, masyarakat adat dan anak-
anak dalam situasi rentan

6. Pada tahun 2030, memastikan bahwa semua pemuda dan sebagian besar orang
dewasa, baik laki-laki dan perempuan, mencapai membaca dan menghitung

7. Pada tahun 2030, memastikan bahwa semua peserta didik memperoleh


pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mempromosikan
pembangunan berkelanjutan, termasuk antara lain, melalui pendidikan untuk
pembangunan berkelanjutan dan gaya hidup yang berkelanjutan, hak asasi
manusia, kesetaraan gender, promosi budaya damai dan non-kekerasan, dunia
19

kewarganegaraan dan penghargaan keanekaragaman budaya dan kontribusi


budaya untuk pembangunan berkelanjutan.

e. Komitmen Pencapaian Suistinable Development Goals(SDGs)

Indonesia tidak hanya berkomitmen melaksanakan, namun bertekad


menjadi pelopor (pioneer) dan teladan (role model) dunia pelaksanaan TPB
(Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) /SDGsdalam upaya trans-formasi
peradaban global yang lebih adil, damai, sejahtera, dan berke-lanjutan sebagai
perwujudan pelaksanaan kebijakan bebas dan aktif di kancah dunia. Hal ini
mengingat bahwa pelaksanaan pencapaian TPB/ SDGstidak hanya sangat penting
bagi rakyat Indonesia yang terefleksi dari sinergitas antara Nawacita dengan
SDGs, namun juga merupakan wujud kontribusi Indonesia bagi komunitas global.
Lebih lanjut, TPB/ SDGsjuga menjadi instrumen untuk peningkatan Kerja sama
Selatan-Selatan dan Triangular sebagai perwujudan Indonesia yang telah termasuk
dalam kategori lower-middle income country atau negara berpenghasilan
menengah bawah. Komitmen tersebut diwujudkan dengan ditetapkannya
Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017
tersebut menegaskan bahwa Presiden Republik Indonesia memimpin sendiri
pelaksanaan TPB/SDGssebagai Ketua Dewan Pengarah dan Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS ditunjuk sebagai Koordinator
Pelaksana. Dalam Sidang Kabinet bulan Desember 2015, Presiden RI
mengarahkan untuk mengoptimalkan peran koordinasi Kementerian
PPN/BAPPENAS dengan melibatkan semua pihak (pemerintah, parlemen, ormas
dan media, filantropi dan bisnis, pakar dan akademisi) untuk bersinergi sesuai
peran, fungsi dan kemampuan para pihak, serta menggunakan kelembagaan yang
ada agar dapat langsung bekerja, baik secara strategis maupun operasional.
Kementerian PPN/BAPPENAS akan mengkoordinasikan penyusunan Peta Jalan
TPB/SDGssebagai dokumen tahapan strategi pelaksanaan pencapaian
TPB/SDGsuntuk tahun 2016-2030, penyusunan Rencana Aksi Nasional
TPB/SDGsyang merupakan dokumen lima tahunan dari pelaksanaan kegiatan,
20

baik langsung maupun tidak langsung, dan memfasilitasi penyusunan Rencana


Aksi Daerah sebagai dokumen perencanaan lima tahunan TPB/ SDGsdi tingkat
daerah. Perpres Nomor 59 Tahun 2017 memandatkan penyusunan Rencana Aksi
Nasional diselesaikan dalam kurun waktu enam bulan semenjak Perpres disahkan,
dan penyusunan Rencana Aksi Daerah serta Peta Jalan diselesaikan dalam kurun
waktu satu tahun.

B. Suistinable Development Goals(SDGs) pada Sektor Pedesaan

SDGs Desa adalah upaya terpadu mewujudkan Desa tanpa kemiskinan dan
kelaparan, Desa ekonomi tumbuh merata, Desa peduli kesehatan, Desa peduli
lingkungan, Desa peduli pendidikan, Desa ramah perempuan, Desa berjejaring,
dan Desa tanggap budaya untuk percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan,

Sedangkan menurut Perpres 59/2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian


TPB, definisi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development
Goals yang selanjutnya disingkat TPB adalah dokumen yang memuat tujuan dan
sasaran global tahun 2016 sampai tahun 2030.

Dari dua perbedaan istilah di atas saja menunjukkan adanya definition


error, bahwa seolah-olah SDGs Desa bukan merupakan kontekstualisasi SDGs di
Desa melainkan sebagai sebuah “barang baru” yang berbeda dan dibuat semata-
mata dengan menambahkan label “desa” dalam goals yang ada, dan mungkin
tanpa pendalaman terhadap masing-masing goals dan target di dalam SDGs itu
sendiri.

SDGs Desa = Sustainable Development Goals Desa adalah upaya


terpadu… jelas-jelas Goals itu tujuan-tujuan yang diturunkan ke dalam sasaran
serta target dan indikator-indikator, bukan upaya terpadu (integrated effort). Jika
mau,semestinya didefinisikan sebagai berikut: SDGs Desa adalah kontekstualisasi
tujuan dan target pembangunan berkelanjutan di tingkat desa dalam rangka
percepatan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan
21

Undang-Undang Desa memandatkan bahwa tujuan pembangunan Desa


adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia
serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar,
pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal,
serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Yang
dimaksud dengan berkelanjutan adalah pembangunan Desa untuk pemenuhan
kebutuhan saat ini dilakukan tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi
Desa di masa depan

Menurut UU 6/2014 tentang Desa, Pembangunan Desa adalah upaya


peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat Desa.

Dari dua rujukan di atas semestinya yang “secara berkelanjutan” tidak


hanya pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan melainkan paradigma
mewujudkan peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat Desa antargenerasi. Sehingga kata “berkelanjutan”
menjadi kata keterangan sifat bagi Pembangunan Desa (sustainable rural
development) bukan hanya pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan di
desa (sustainable environment & resource utilization). Keterangan penjelas pada
kalimat akhir sudah cukup komprehensif:

Masih dalam Lampiran PermendesPDTT №13/2020 dijelaskan pula mengenai 8


(delapan) tipologi Desa dan 18 (delapan belas) tujuan SDGs Desa sebagai berikut:

Untuk mengoperasionalkan tujuan pembangunan Desa yang dimandatkan oleh


Undang-Undang Desa, maka penggunaan Dana Desa diprioritaskan untuk
mewujudkan 8 (delapan) tipologi Desa dan 18 (delapan belas) tujuan SDGs Desa
sebagai berikut:

1. Desa tanpa kemiskinan dan kelaparan


SDGs Desa 1: Desa tanpa kemiskinan; dan
SDGs Desa 2: Desa tanpa kelaparan.
22

2. Desa ekonomi tumbuh merata


SDGs Desa 8 : pertumbuhan ekonomi Desa merata;
SDGs Desa 9 : infrastruktur dan inovasi Desa sesuai kebutuhan;
SDGs Desa 10: desa tanpa kesenjangan; dan
SDGs Desa 12: konsumsi dan produksi Desa sadar lingkungan.

3. Desa peduli kesehatan


SDGs Desa 3: Desa sehat dan sejahtera;
SDGs Desa 6: Desa layak air bersih dan sanitasi; dan
SDGs Desa 11: kawasan permukiman Desa aman dan nyaman.

4. Desa peduli lingkungan


SDGs Desa 7: Desa berenergi bersih dan terbarukan;
SDGs Desa 13: Desa tanggap perubahan iklim;
SDGs Desa 14: Desa peduli lingkungan laut; dan
SDGs Desa 15: Desa peduli lingkungan darat.

5. Desa peduli pendidikan


SDGs Desa 4: pendidikan Desa berkualitas.

6. Desa ramah perempuan


SDGs Desa5: keterlibatan perempuan Desa.

7. Desa berjejaring
SDGs Desa 17: kemitraan untuk pembangunan Desa.

8. Desa tanggap budaya


SDGs Desa 16: Desa damai berkeadilan; dan
SDGs Desa 18: kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif.

C. Suistinable Development Goals Pada Pembangunan Pedesaan

SDGs desa merupakan role pembangunan berkelanjutan yang akan masuk


dalam program prioritas penggunaan dana desa tahun 2021. SDGs Desa ini
23

mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 tahun 2017 tentang tujuan
pembangunan berkelanjutan nasional. Dalam Perpres itu disebutkan ada 17 tujuan
pembangunan berkelanjutan nasional. Sementara SDGs desa menambahkan satu
tujuan lagi. Artinya, SDGs desa memiliki 18 tujuan pembangunan berkelanjutan
desa.

Ke-18 SDGs desa itu adalah:


1. Desa Tanpa Kemiskinan
2. Desa Tanpa Kelaparan
3. Desa Sehat dan Sejahtera
4. Pendidikan Desa Berkualitas
5. Keterlibatan Perempuan Desa
6. Desa Layak Air Bersih dan Sanitasi
7. Desa Berenergi Bersih dan Terbarukan
8. Pertumbuhan Ekonomi Desa Merata
9. Infrastruktur dan Inovasi Desa sesuai Kebutuhan
10. Desa Tanpa Kesenjangan
11. Kawasan Permukiman Desa Aman dan Nyaman
12. Konsumsi dan Produksi Desa Sadar Lingkungan
13. Tanggap Perubahan Iklim
14. Desa Peduli Lingkungan Laut
15. Desa Peduli Lingkungan Darat
16. Desa Damai Berkeadilan
17. Kemitraan untuk Pembangunan Desa
18. Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaptif.

Keistimewan SDGs desa terletak pada butir ke-18. Di mana pembangunan


desa harus berlandaskan pada kebudayaan lokal atau kearifan lokal yang ada di
desa itu. SDGs merupakan suatu rencana aksi global yang disepakati para
pemimpin dunia, termasuk Indonesia, guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi
kesenjangan dan melindungi lingkungan. Tujuan pembuatan agar dunia tahu
bahwa di Indonesia telah melaksanakan pembangunan berbasis desa yang
24

menggunakan konsep global. Jika konsep SDGs desa ini dilaksanakan, suatu saat
desa di Indonesia bakal dijadikan role model pembangunan dunia.

Beberapa prioritas yang dilaksanakan di desa agar terwujudnya pembangunan


desa yang berkelanjutan antara lain:

1. Prioritas dana desa dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat agar


tercapainya SDGs di desa
a. membiayai pelaksanaan program yang bersifat lintas kegiatan;
b. menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan;
c. meningkatkan pendapatan ekonomi bagi keluarga miskin;dan
d. meningkatkan pendapatan asli Desa.

2. Prioritas dana desa dalam peningkatan bidang layanan publik agar tercapai
tujuan SDGs di desa

a. Peningkatan pelayanan publik bidang sosial di Desa yaitu perlindungan


terhadap kelompok masyarakat rentanmeliputi perempuan, lanjut usia, anak dan
warga masyarakat berkebutuhan khusus

b. Peningkatan pelayanan publik bidang pendidikan dan kebudayaan di Desa


sebagaimana, paling sedikit meliputi: penyelenggaraan pendidikan anak usia dini
(PAUD), penanganan anak usia sekolah yang tidak sekolah, putus sekolah karena
ketidakmampuan ekonomi, pengembangan kebudayaan Desa sesuai dengan
kearifan lokal

c. Peningkatan pelayanan publik bidang kesehatan Desa, yaitu:perbaikan gizi


untuk pencegahan kekurangann gizi kronis (stunting), peningkatan pola hidup
bersih dan sehat, pencegahan kematian ibu dan anak

 
25

BAB III

ISU ISU TERKAIT PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

A. Isu Isu (Permasalahan) di Sumatera Utara dalam Mewujudkan SDGs


poin Ke 9 Tentang Ketahanan Pangan

Isu-isu dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan(SDGs) pada


poin ke 9 tentang ketahanan pangan Provinsi Sumatera Utara.

Gambar 3. Skema Sistem Ketahanan Pangan Nasional

Adanya landaasan kerja tentang kedaulatan pangan dan kemndirian pangan


disuatu daerah akan menjadikan daerah tersebut menjadi daerah yang menjadi
tahan terhadap kerawanan pangan, kemudian ketahanan pangan menghasilkan
masyarakat yang sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan dalam
mempertahankan pangan di daerahnya. Isu isu pembangunan yang berkelanjutan
di Provinsi Sumatera Utara dikelompokkan kedalam empat jenis isu strategis
yakni:

a. Sub Sistem Ketersediaan dan Kerawanan Pangan

Dalam upaya melanjutkan pembangunan ketahanan pangan yang


mengarah pada kemandirian pangan, masalah pangan global merupakan krisis
akses pangan yang terkait dengan masih tingginya angka kemiskinan di dunia
26

khususnya bagi nagara-negara miskin dan berkembang, sehingga apabila tidak


diatasi bersama akan mengancam keamanan dunia bahkan menimbulkan krisis
social. Krisis pangan global yang melanda dunia saat ini memang belum
memberikan imbas yang relative besar terhadap Indonesia umumnya atau
Sumatera Utara Khususnya, hal ini disebabkan iklim di Indonesia masih
mendukung produksi pangan, namun demikian untuk lima tahun kedepan
kemandirian pangan akan menghadapi tantangan yang cukup serius baik dari
aspek ketersediaan dan kerawananan pangan, distribusi dan akses pangan,
penganekaragaman konsumsi dan keamanan pangan maupun aspek manajemen
ketahanan pangan. Swasembada dan Swasembada berkelanjutan harus tetap
diperhatikan untuk menjamin ketahanan pangan nasional.

Perubahan iklim mengakibatkan degradasi kesuburan lahan yang


berdampak terhadap pemicu penurunan luas pertanaman dan produksi. Data
perkembangan luas panen dari Dinas pertanian menunjukkan telah terjadi
penyusutan lahan padi sawah dan padi ladang selama 10 tahun terakhir, meski
angka penyusutan tidak merata sepanjang tahun, tetapi trend penyusutan lahan
terus terjadi. Tahun 2011 terjadi bencana kekeringan tanaman padi sawah di
Sumatera Utara mencapai 5.599,6 Ha, jumlah ini dikalikan dengan rata-rata
produksi per hektar berarti Sumatera Utara mengalami ancaman potensi
kehilangan hasil padi sawah sebesar 27.288,85 ton, begitu juga bencana alam
banjir telah menyebabkan penurunan produksi padi pada lahan sawah seluas
10.439,4 Ha, jika dikalikan denganrata-rata per hektar maka bencana banjir
berpotensi menurunkan produksi sebanyak 50.871,20 ton. Disisi lain penurunan
luas pertanaman terjadi karena berlanjutnya konversi lahan pertanian ke
penggunaan non pertanian dan menurunnya luas areal persawahan irigasi. Untuk
kebutuhan komsumsi penduduk, Sumatera Utara masih tergolong surplus tetapi
penyiapan pangan sebagai antisipasi penanganan cadangan pangan yang berasal
dari produksi hanya dapat memenuhi selama ± 3 bulan kedepan , keadaan ini
hanya memenuhi angka minimal, untuk itu sangat dibutuhkan cadangan pangan
masyarakat dan cadangan pangan pemerintah daerah untuk antisipasi masalah
27

kekurangan pangan terutama di daerah-daerah kantong kemiskinan/rawan pangan


maupun bencana alam transien. Meskipun penyediaan cadangan pangan adalah
salah satu indicator standar pelayanan minimal (SPM) bidang ketahanan pangan,
namun sampai saat ini hanya beberapa kabupaten yang mempunyai cadangan
pangan di wilayahnya. Pengelolaan kelembagaan cadangan pangan pemerintah
dan masyarakat belum berkembang secara optimal. Pembinaan dan pemberdayaan
kemandirian pangan pada desa rawan pangan dan kelompok masyarakat rawan
pangan dihadapkan pada kendala sarana dan infrastruktur serta kemampuan
tenaga pendamping dan penyuluh lapangan, jumlah penduduk rawan pangan
masih cukup besar, meskipun telah menunjukkan trend yang menurun.

b. Subsistem Distribusi dan Akses Pangan

Kestabilan harga dan rendahnya efisiensi system pemasaran hasil-hasil


pangan pada saat ini merupakan kondisi yangkurang kondusif bagi produsen
maupun konsumen. Hal ini antara lain disebabkan karena lemahnya disiplin dan
penegakan peraturan untuk menjamin system pemasaran yangadil dan
bertanggung jawab, terbatasnya fasilitas perangkat keras maupun lunak untuk
membangun transparansi informasi pasar. Penurunan harga pada saat panen raya
cenderung merugikan petani, sebaliknya pada saat tertentu pada musim paceklik
dan hari-hari besar harga pangan meningkat tinggi menekan konsumen, tetapi
harga tersebut sering tidak dinikmati oleh petani produsen. Terbatasnya
kelembagaan yang menyediakan permodalan bagi petani dan procedure
penyaluran yang kurang mengapresiasikan sifat usahatani dan resiko yang
dihadapi, merupakan kendala bagi berkembangnya usahatani.. Demikian juga,
kurang memadainya sarana dan prasarana fisik transportasi menjadi kendala
berkembangnya industri hulu dan hilir sebagai wahana bagi peningkatan
pendapatan petani di perdesaan dan tingginya biaya pemasaran bahan pangan di

beberapa daerah konsumen.

c. Subsistem Konsumsi, Mutu dan Keamanan Pangan.


28

Dalam mengembangkan produksi bahan pangan dan mengembangkan


diversifikasi pangan harus mengacu pada sumberdaya lokal dan budaya lokal
yang ada dan pola makan yang dianut oleh masyarakat. Kualitas dan kuantitas
konsumsi pangan sebagian besar masyarakat masih rendah, yangdicirikan pada
pola konsumsi pangan yangbelum beragam, bergizi seimbang dan aman. Kondisi
tersebut tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang dihadapi dalam
pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan menuju pola konsumsi
pangan yangberagam, bergizi seimbang dan aman, Antara lain; 1). Keterbatasan
kemampuan ekonomi keluarga, 2) keterbatasan pengetahuan dan kesadaran
tentang pangan dan gizi, 3) adanya kecenderungan penurunan proporsi konsumsi
pangan berbasis sumberdaya lokal, 4) lambatnya perkembangan, penyebaran dan
penyerapan teknologi pengolahan pangan lokal untuk meningkatkan kepraktisan
dalam pengolahan , nilai gizi, nilai ekonomi ,nilai social, citra dan daya terima, 5)
adanya pengaruh globlisasi industry pangan siap saji yang berbasis bahan impor,
khususnya gandum, 6) adanya pengaruh nilai-nilai budaya kebiasaan makan yang
tidak selaras dengan prinsip konsumsi pangan beragam,bergizi seimbang dan
aman (B2SA). Sampai saat ini, pembinaan penganekaragaman konsumsi pangan
yang dilakukan Badan Ketahanan Pangan masih belum optimal, yang ditandai
oleh, 1) keterbatasan dalam memberikan dukungan program usaha bagi dunia
usaha dan asosiasi yang mengembangkan aneka produk olahan pangan lokal, dan
2) kurangnya fasilitas pemberdayaan ekonomi masyarakat untuk meningkatkan
aksesibilitas pangan yang beragam,bergizi seimbang dan aman, 3) dukungan
sosialisasi, promosi dalam penganekaragaman konsumsi pangan melalui berbagai
media, masih terbatas; dan 4) masih sedikitnya informasi menu/kuliner berbasis
pangan lokal. Hasil pemantauan dan evaluasi menunjukkan, bahwa masih banyak
permasalahan yang dihadapi dalam penanganan keamanan pangan, Antara lain:
1). Kurangnya pengetahuan dan kepedulian masyarakat produsen dan konsumen
terhadap pentingnya keamanan pangan, terutama produk pangan segar, 2). Masih
banyaknya petani belum memahami dan menerapkan cara-cara budidaya dan
produksi pertanian yang baik dan benar, 3) belum efektifnya penanganan
keamanan pangan, karena system yang dikembangkan, SDM dan pedoman masih
29

terbatas, 4). Merebaknya penyalahgunaan bahan kimia berbahaya untuk pangan


segar, 5) standar keamanan pangan untuk buah dan sayuran segar impor belum
jelas diterapkan, sehingga buah impor yang belum terjamin keamanan pangannya
masih mudah masuk kedalam negeri, 6) belum adanya penerapan sanksi yang
tegas bagi pelanggar hukum di bidang pangan segar, 7) koordinasi lintas sector
dan subsector terkait dengankeamanan pangan belum optimal, 8) Masih
rendahnya kesadaran pihak pengusaha/pengelola pangan untuk menerapkan
peraturan/standar yang telah ada.
30

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Kompetensi Penyuluh Pertanian dalam SDGs

Penyuluhan pertanian di Indonesia telah mempunyai sejarah yang cukup


panjang, yang dimulai sejak awal abad 20. Penyuluhan pertanian bermula dari
adanya kebutuhan untuk meningkatkan hasil pertanian, baik untuk kepentingan
penjajah maupun untuk memenuhi kebutuhan pribumi. Kebutuhan peningkatan
produksi pertanian diperhitung-kan akan dapat dipenuhi seandainya teknologi-
teknologi maju yang ditemukan para ahli dapat dipraktekkan oleh para petani
sebagai produsen primer. Dengan hasil yang cukup menggembirakan, usaha-usaha
ini terus dikembangkan dan kemudian dibentuk suatu sistem penyuluhan
pertanian yang melembaga di Indonesia dengan dibentuknya Dinas Penyuluhan
(Landbouw Voorlichting Dients atau LVD) pada tahun 1908 di bawah
Departemen Pertanian (BPLPP, 1978; Iskandar, 1969 dalam Dwi Sadono,2008).

Penyuluhan pertanian mempunyai pengertian yaitu proses pembelajaran


bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan
mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi,
permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan
produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup (Peraturan
Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 03 Tahun 2018 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian).
Jumlah tenaga penyuluh pertanian di Indonesia masih belum ideal dan
belum sesuai dengan amanat UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani. Tercatat dari 72.000 desa yang berpotensi di bidang
pertanian, baru tersedia 44.000 tenaga penyuluh pertanian. Seharusnya setiap desa
itu satu penyuluh pertanian. Jumlah tenaga penyuluh yang berstatus pegawai
negeri sipil saat ini mencapai 25.000 orang, sedangnya yang bersatus Tenaga
31

Harian Lepas-Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) berjumlah 19.000


orang. Dari 44.000 tenaga penyuluh itu, 32.000 diantaranya yang bersentuhan
langsung dengan petani di lapangan. Penyuluh yang ada di tingkat kabupaten,
kecamatan, dan desa, yang bersentuhan itu di tingkat desa. Mereka yang
menangani 72.000 desa potensi pertanian di Indonesia. Secara rerata, seorang
penyuluh harus menangani petani di tiga desa sehingga membuat pendampingan
tidak berlangsung efektif dan optimal (Momon Rusmono dikutip Syaifudin,
2017).
Merekrut atau mengadakan tenaga penyuluh pertanian sangat penting
dalam melakukan penyuluhan kepada kelompok tani karena hal itu yang mereka
butuhkan, dan secara tidak langsung keberadaan penyuluh dapat merubah perilaku
petani untuk mencapai swasembada pangan di Indonesia (Pricylia et al, 2018)
Perlu dilakukan pengembangan kompetensi sumber daya manusia penyuluh
pertanian. Komponen pengembangan kompetensi sumber daya manusia (SDM)
adalah: (1) learning, proses di mana seseorang memperoleh dan mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, kemampuan, perilaku dan sikap. Ini melibatkan
modifikasi perilaku melalui pengalaman serta metode yang lebih formal untuk
membantu orang belajar di dalam atau di luar tempat kerja; (2) development,
pertumbuhan atau perwujudan kemampuan dan potensi seseorang melalui
penyediaan pengalaman belajar dan pendidikan; (3) training, aplikasi sistematis
dari proses formal untuk menanamkan pengetahuan dan membantu orang untuk
memperoleh keterampilan yang diperlukan bagi mereka untuk melakukan
pekerjaan mereka secara memuaskan; dan (4) education, pengembangan
pengetahuan, nilai-nilai dan pemahaman yang diperlukan dalam semua aspek
kehidupan daripada pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan bidang-
bidang kegiatan tertentu (Armstrong dan Taylor, 2013:284).
Perjalanan pengembangan penyuluhan pertanian sejak dulu mengalami
pasang surut dan liku-liku yang dinamik sesuai dengan perkembangan zaman dan
berperan penting dalam pembangunan pertanian yang merupakan bagian dari
pembangunan nasional serta merupakan proses transformasi dari pertanian
Perkembangan Penyuluhan Pertanian Dalam Mendukung Pertumbuhan Pertanian
32

Di Indonesia(Jufitra Vintarno, Yogi Suprayogi Sugandi, Josy Adiwisastra)92


tradisional menjadi pertanian tangguh yang mampu memanfaatkan sumber daya
secara optimal, mampu melakukan penyesuaian diri dalam pola dan struktur
produksinya terhadap perubahan sikap, perilaku, pengetahuan dan keterampilan
petani dan keluarganya sebagai hasil dari proses belajar mengajar (Sundari. et al,
2015). Penyuluhan pertanian diakui sebagai instrumen utama untuk meningkatkan
produktivitas pertanian dan pendapatan pertanian, sangat sedikit perhatian yang
diberikan pada formulasi, konten, dan implikasi dari kebijakan penyuluhan
tersebut, atau apa yang harus diantisipasi dimasa yang akan datang (Jiggins dalam
J. A. Coutts, 1995). Sebelum adanya UU SP3K, keberadaan kelembagaan
penyuluhan di Indonesia berada di bawah Bimbingan Massal.

Hingga pada puncaknya pada tahun 1984 Indonesia pencapaian


swasembada beras merupakan suatu catatan penting. Sejalan dengan pelaksanaan
otonomi daerah, otoritas penyuluhan pertanian juga telah didelegasikan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tingkat kabupaten.Subejo dalam
Mawardi (2004) mengidentifikasi kendala yang dihadapi oleh penyuluhan
pertanian era otonomi daerah: (1) adanya perbedaan pandangan antara pemerintah
daerah dan anggota DPRD dalam memahami penyuluhan pertanian dan perannya
dalam pembangunan pertanian, (2) kecilnya alokasi anggaran pemerintah daerah
untuk kegiatan penyuluhan pertanian, (3) ketersediaan dan dukungan informasi
pertanian sangat terbatas, (4) makin merosotnya kemampuan manajerial penyuluh.

B. Pengembangan Penyuluhan Pertanian dalam mewujudkan program


SDGs di Sumatera Utara

Berdasarkan sumber data yang diperoleh dari Badan Koordinasi


Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (2011),
Implementasi UU No.16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan (SP3K) di Sumatera Utara sampai saat ini belum
optimal namun telah menunjukkan perkembangannya, hal ini dapat dilihat dari
aspek-aspek, sebagai berikut :
33

1.Kelembagaan :
a.Pada tingkat provinsi telah terbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian
Perikanan dan Kehutanan (Bakorluh).

b.Pada tingkat kabupaten/kota telah terbentuk 6 (enam) Badan Pelaksanan


Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (Bapelluh), 1 (satu) Kantor
Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, 1 (satu) Kantor
Informasi Penyuluhan Pertanian, 3 (tiga) Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, Kehutanan dan Ketahanan Pangan, 4 (empat) Badan Pelaksana
Penyuluhan dan Ketahanan Pangan, 1 (satu) Kantor Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan dan Ketahanan Pangan, 2 (dua) Badan Ketahanan
Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, 1 (satu)
Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan, 2 (dua) Badan Ketahanan
Pangan dan Penyuluhan Pertanian, 12 Non Kelembagaan (berada pada Dinas
Pertanian dan atau Kelautan).

2. Ketenagaan Data tenaga penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan tercatat

3186 orang terdiri dari


a.Penyuluh Pertanian PNS sebanyak 1210 orang.
b.Penyuluh Perikanan PNS sebanyak 53 orang.
c.Penyuluh Kehutanan sebanyak 88 orang
d.Tenaga Harian Lepas – Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL- TB PP)
sebanyak 1818 orang dan
e.Penyuluhan Perikanan PPTK sebanyak 17 orang.

3. Penyelenggaraan.
a. Program penyuluhan sebagai acuan dalam penyelenggaraan penyuluhan telah
disusun di setiap tingkatan wilayah mulai dari tingkat kecamatan sampai dengan
tingkat provinsi. Sedangkan di tingkat desa masih tergantung pada kesiapan
daerah setempat.
34

b.Telah terdistribusi dan terbangunnya sarana dan prasarana penyuluhan pertanian


untuk mendukung penyelenggaraan penyuluhan sejak tahun 2006.

Tabel 2. Kelembagaaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan


di Sumatera utara
No Kelembagaan Kab/Kota
1. Badan Pelaksana Penyuluhan 1. Karo
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan 2. Pakpak Barat
(Sesuai UU No.16 Tahun 2006) 3. Tapanuli Utara
4. Padang Lawas
5. Nias Selatan
6. Toba Samosir
2. Kantor Pelaksana Penyuluhan 1. Tapanuli Tengah
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
3. Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian 1. Labuhan Batu
4. Badan Pelaksana Penyuluhan 1. Serdang Bedagai
Pertanian, Perikanan, Kehutanan dan 2. Simalungun
Ketahanan Pangan 3. Tapanuli Selatan
5. Badan Pelaksana Penyuluhan dan 1. Binjai
Ketahanan Pangan 2. Asahan
3. Madina
4. Batubara
6. Kantor Penyuluhan Pertanian, 1. Nias Barat
Perikanan dan Kehutanan dan
Ketahanan Pangan
7. Badan Ketahanan Pangan dan 1. Labusel
Pelaksana Penyuluhan Pertanian, 2. Labura
Perikanan dan Kehutanan
8. Badan Ketahanan Pangan dan 1. Samosir
Pelaksana Penyuluhan
9. Badan Ketahanan Pangan dan 1. Kota Padang Sidimpuan
35

Penyuluhan Pertanian
2. Nias
10. Non Kelembagaan (Berada pada Dinas 1.Medan
Pertanian dan atau Kelautan) 2.DeliSerdang 3.Dairi
4.Langkat
5.Paluta
6.Humbahas
7.Tebing Tinggi
8.P. Siantar
9.Sibolga
10.Tanjung Balai
11.Nias Utara
12.Gunung Sitoli

C. Rancangan strategis dalam mengatasi masalah ketahan pangan untuk


mewujudkan SDGs di Sumatera Utara
Strategi yang akan dilaksanakan oleh Dinas Ketahanan Pangan Provinsi
Sumatera Utara dalam rangka program pembangunan yang berkelanjutan untuk
mencapai tujuan dansasaran sebagai berikut:

No Tujuan Sasaran Strategi Arah Kebijakan


.

1. Terwujudnya Meningkatkan 1.Pengembangan Percepatan


Kemdirian kecukupan gizi diversifikasi penganekaragaman
pangan dalam dan pangan pangan konsumsi pangan
mewujudkan terhadap berbasis
2. Penanganan
Program SDGs Masyarakat pemanfaatan
diversifikasi
Sumatera potensi sumber
pangan
Utara daya dan kearifan
3. stabilisasi
36

harga dan lokal


pasokan pangan

4. Pengawasan
mutu dan
keamanan
pangan segar

2. Meningkatnya 1.Pengembangan 1. Mengefisienkan


Produksi dan pertanian nilai yang
Nilai Tambah berbasis dikeluarkan untuk
Produk korporasi petani usaha pertanian.
Pertanian
2.Peningkatan 2. Percepatan
perbibitan peningkatan
Prtanian produksi melalui
3.Pengembangan pemanfaatan
Usaha Tani secara optimal
4.Pencegahan sumber daya
dan
penanggulangan
hama dan
penyakit pada
pertanian

Beberapa rancangan sudah dilaksanakan oleh dinas Ketahanan Pangan


Sumatera Utara sudah dilksanakan tetapi masih banyak kendala yang dihapi
oleh orang orang yang berada didalam proses untuk ketahanan pengan yang
berkelanjutan di Sumatera Utara. Permasalahan ketahanan pangan ini
seharusnya masyarakat juga harus berperan didalam pencapaian program
SDGs di bidang ketahanan pangan agar tercapai yang diingikan oleh setiap
daerah khususnya di daerah Sumatera Utara.
37

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Isu strategis yang tertuang di dalam RPJMD Provinsi Sumatera Utara
mencakup mengurangi ketimpangan, pelayanan kesehatan masyarakat,
ketersediaan dan pelayanan infrastruktur, peningkatan kualitas
pendidikan,penanganan kemiskinan dan pengangguran, penataan ruang dan
lingkungan hidu pserta reformasi birokrasi dan modal usaha Memperhatikan isu-
isu strategis Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, terkait dengan dinamika
perkembangan masalah pembangunan ketahanan pangan di Provinsi Sumatera
Utara baik kualitas maupun kuantitasnya, maka terdapat beberapa isu strategis
yaitu :

1. Semakin terbatasnya lahan untuk pengembangan pertanian di Sumatera


Utara

2.Tingginya ketergantungan masyarakat terhadap pangan pokok beras

3.Masih ditemukannya kasus ketidakamanan pangan di daerah Sumatera utara

4.Belum optimalnya produksi dan produktivitas pertanian di Sumatera Utara

Dengan adanya permasalahan tentang penerapan program SDGs di Sumatera


Utara khusunya pada poin ke 9 tentang ketahan pangan masyarakat. Dinas terkait
sudah memikirkan tentang rancangan strategi yang akan dilaksanakan agar
tercapainya tujuan dari pembangunan yang berkelanjutan.

B. Saran

Untuk program pembangunan yang berkelanjutan khusunya di ketahanan


pangan harusnya dikhusukan oleh pemerintah daerah agar terwujudnya
pembangunan di suatu daerah tersebut dan meningkatkan perekonimian
masyarakat setempat.
38

DAFTAR PUSTAKA

Akhir, D. J. 2015. Sustainable Development Goals. Jakarta(ID): Okezone.Com.

ArifinZ. 2012. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru. Bandung(ID):


Remaja Rosda Karya.

Bappenas. 2015. Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah 2015-2019.


Jakarta(ID):Bappenas.2015.http://www.bappenas.go.id/berita-dan-siaran-
pers/berita-harianbappenas/konsep-sdgs-kerangka-pembangunan-pasca-
2015/.Retrieved November 26, 2015, from www.bappenas.go.id.

Bappenas. 2017. Pedoman Penyusunan Rencana Aksi Tujuan Pembangunan


Berkelanjutan (TPB)/ Sustainable Development Goals (SDGs). Jakarta
(ID): Bappenas.

BKKBN, 2015. Modul Pembekalan Guru SMP Dalam Pengintegrasian


Pendidikan Kependudukan Tahun 2015. Jakarta(ID): BKKBN.

Oliva P. F. 1992. Developing the Curriculum. New York (USA): Harpers Collins
Publishers
RENCANA AKSI TAHUN 2018 NAMA ORGANISASI PERANGKAT
DAERAH (OPD) DINAS TANAMAN PANGAN DAN
HORTIKULTURA PROVINSI SUMATERA UTARA

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA


UTARA TAHUN 2020

SitorusM. A. 2017. Integrasi Pendidikan Kependudukan ke Dalam Kurikulum


Dalam Rangka Pencapaian Target Sustainable Development Goals (SDGs)
di Indonesia. Medan (ID) : Universitas Negeri Medan.

Sukmadinata. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung (ID) : PT.Remaja


Rosdakarya.
39

Wahyuningsih. 2017. Millenium Development Goals(MDGs) dan Sustainable


Development Goals(SDGs) dalam kesejahteraan sosial. Jurnal Bisnis dan
Manajemen. vol 11(3) : 390-399.

Anda mungkin juga menyukai