net/publication/345983320
CITATIONS READS
0 86
1 author:
Muhammad Haekal
UNTIRTA
3 PUBLICATIONS 3 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Muhammad Haekal on 17 November 2020.
Pasal 88D
(1). Upah minimum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2)
dihitung dengan menggunakan formula
perhitungan upah minimum.
(2). Formula perhitungan upah minimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat variabel pertumbuhan ekonomi
atau inflasi.
(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai
formula perhitungan upah minimum
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 88E
(1). Upah minimum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2)
berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa
kerja kurang dari 1 (satu) tahun pada
perusahaan yang bersangkutan.
(2). Pengusaha dilarang membayar upah
lebih rendah dari upah minimum.
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Pasal 89 :
(1). Upah minimum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat
terdiri atas :
a. upah minimum berdasarkan wilayah
provinsi atau kabupaten/kota;
b. upah minimum berdasarkan sektor pada
wilayah provinsi atau kabupaten/kota.
(2). Upah minimum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diarahkan kepada Dihapus
pencapaian kebutuhan hidup layak.
(3). Upah minimum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur
dengan memperhatikan rekomendasi dari
Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau
Bupati/Walikota.
(4). Komponen serta pelaksanaan tahapan
pencapaian kebutuhan hidup layak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 90 : Pasal 90 Dihapus Pengupahan bagi bagi pekerja/buru
(1). Pengusaha dilarang membayar upah lebih Di antara Pasal 90 dan Pasal 91 disisipkan yang bekerja di sektor Usaha mikro
rendah dari upah minimum sebagaimana 2 (dua) pasal yakni Pasal 90A dan Pasal kecil maka ditentukan oleh
dimaksud dalam Pasal 89. 90B sehingga berbunyi sebagai berikut: kesepakatan antara pengusaha
(2). Bagi pengusaha yang tidak mampu Pasal 90A : dengan pekerja. Dan untuk aturan
membayar upah minimum sebagaimana Upah di atas upah minimum ditetapkan lebih lanjut akan diatur dalam
dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha Peraturan Pemerintah.
penangguhan. (3) Tata cara penangguhan dengan pekerja/buruh di perusahaan.
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 90B :
(1). Ketentuan upah minimum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan
ayat (2) dikecualikan bagi Usaha Mikro
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
dan Kecil.
(2). Upah pada Usaha Mikro dan Kecil
ditetapkan berdasarkan kesepakatan
antara pengusaha dengan pekerja/buruh
di perusahaan.
(3). Kesepakatan upah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sekurang-
kurangnya sebesar persentase tertentu
dari rata-rata konsumsi masyarakat
berdasarkan data yang bersumber dari
lembaga yang berwenang di bidang
statistik.
(4). Ketentuan lebih lanjut mengenai upah
bagi Usaha Mikro dan Kecil diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 91 : Pindah ke pasal 88A ayat (4) & (5)
(1). Pengaturan pengupahan yang ditetapkan
atas kesepakatan antara pengusaha dan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat
buruh tidak boleh lebih rendah dari
ketentuan pengupahan yang ditetapkan
peraturan perundang-undangan yang
Dihapus
berlaku.
(2). Dalam hal kesepakatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau
bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan, kesepakatan tersebut batal demi
hukum, dan pengusaha wajib membayar
upah pekerja/buruh menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku
Pasal 92 : Pasal 92 diubah, sehingga berbunyi : Tidak adanya aturan mengenai
(1). Pengusaha menyusun struktur dan skala (1). Pengusaha wajib menyusun struktur dan struktur dan skala upah yang
upah dengan memperhatikan golongan, skala upah di perusahaan dengan memperhatikan golongan, masa
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
jabatan, masa kerja, pendidikan, dan memperhatikan kemampuan perusahaan kerja, pendidikan dan kompetensi.
kompetensi. dan produktivitas. Dan di dalam uu cipta kerja
(2). Pengusaha melakukan peninjauan upah (2). Struktur dan skala upah digunakan pengusaha wajib menyusun struktur
secara berkala dengan mem-perhatikan sebagai pedoman pengusaha dalam dan skala upah di perusahaan
kemampuan perusahaan dan produktivitas. menetapkan upah. dengan memperhatikan
(3). Ketentuan mengenai struktur dan skala (3). Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur kemampuan perusahaan dan
upah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan skala upah diatur dengan Peraturan produktivitas. Artinya penetapan
diatur dengan Keputusan Menteri. Pemerintah. skala upah tergantung dari
kemampuan perusahaan dan
dilihat dari produktifitas pekerja.
Selanjutnya mengenai struktur
dan skala upa datur dengan
Peraturan Pemerintah
Pasal 93 Aturan mengenai Pasal 93 UU no
(1). Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh Di antara Pasal 92 dan Pasal 93 disisipkan 1 13/2003 tetap berlaku karena
tidak melakukan pekerjaan. (satu) pasal yakni Pasal 92A sehingga tidak ada perubahan dan hanya
(2). Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam berbunyi sebagai berikut: ada penambahan pasal yang
ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib Pasal 92A: disisipkan yaitu Pasal 92 A
membayar upah apabila : Pengusaha melakukan peninjauan upah
a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak secara berkala dengan memperhatikan
dapat melakukan pekerjaan; kemampuan perusahaan dan produktivitas.
b. pekerja/buruh perempuan yang sakit
pada hari pertama dan kedua masa
haidnya sehingga tidak dapat
melakukan pekerjaan;
c. pekerja/buruh tidak masuk bekerja
karena pekerja/buruh menikah,
menikahkan, mengkhitankan,
membaptiskan anaknya, isteri
melahirkan atau keguguran kandungan,
suami atau isteri atau anak atau
menantu atau orang tua atau mertua
atau anggota keluarga dalam satu
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
rumah meninggal dunia;
d. pekerja/buruh tidak dapat melakukan
pekerjaannya karena sedang
menjalankan kewajiban terhadap
negara;
e. pekerja/buruh tidak dapat melakukan
pekerjaannya karena menjalan-kan
ibadah yang diperintahkan agamanya;
f. pekerja/buruh bersedia melakukan
pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi
pengusaha tidak mempekerjakannya,
baik karena kesalahan sendiri maupun
halangan yang seharusnya dapat
dihindari pengusaha;
g. pekerja/buruh melaksanakan hak
istirahat;
h. pekerja/buruh melaksanakan tugas
serikat pekerja/serikat buruh atas
persetujuan pengusaha; dan
i. pekerja/buruh melaksanakan tugas
pendidikan dari perusahaan.
(3). Upah yang dibayarkan kepada
pekerja/buruh yang sakit sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) huruf a sebagai
berikut :
a. untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar
100% (seratus perseratus) dari upah;
b. untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar
75% (tujuh puluh lima perseratus) dari
upah;
c. untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar
50% (lima puluh perseratus) dari upah;
dan
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
d. untuk bulan selanjutnya dibayar 25%
(dua puluh lima perseratus) dari upah
sebelum pemutusan hubungan kerja
dilakukan oleh pengusaha.
(4). Upah yang dibayarkan kepada
pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
huruf c sebagai berikut :
a. pekerja/buruh menikah, dibayar untuk
selama 3 (tiga) hari;
b. menikahkan anaknya, dibayar untuk
selama 2 (dua) hari;
c. mengkhitankan anaknya, dibayar untuk
selama 2 (dua) hari
d. membaptiskan anaknya, dibayar untuk
selama 2 (dua) hari;
e. isteri melahirkan atau keguguran
kandungan, dibayar untuk selama 2
(dua) hari;
f. suami/isteri, orang tua/mertua atau anak
atau menantu meninggal dunia, dibayar
untuk selama 2 (dua) hari; dan
g. anggota keluarga dalam satu rumah
meninggal dunia, dibayar untuk selama
1 (satu) hari.
(5). Pengaturan pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
ditetapkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.
Pasal 94 : Pasal 94 diubah, sehingga berbunyi: Adanya perampingan
Dalam hal komponen upah terdiri dari upah Dalam hal komponen upah terdiri atas upah nomenklatur dan penggunaan
pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah pokok dan tunjangan tetap, besarnya upah kata yang lebih efektif dari kata “
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
pokok sedikit-dikitnya 75 % (tujuh puluh lima pokok paling sedikit 75% (tujuh puluh lima sedikit-dikitnya” menjadi “paling
perseratus) dari jumlah upah pokok dan perseratus) dari jumlah upah pokok dan sedikit”. Perubahan kata tidak
tunjangan tetap. tunjangan tetap. merubah substansi isi pasal.
Pasal 95: Pasal 95 diubah, sehingga berbunyi: Terdapat perlindungan hak-hak
(1). Pelanggaran yang dilakukan oleh (1). Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit buruh bila perusahaan dinyatakan
pekerja/buruh karena kesengajaan atau atau dilikuidasi berdasarkan ketentuan pailit maka kedudukan buruh
kelalaiannya dapat dikenakan denda. peraturan perundang-undangan, upah sebagai Kreditur memiliki
(2). Pengusaha yang karena kesengajaan atau dan hak lainnya yang belum diterima kekhususan tersendiri yaitu
kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan oleh pekerja/buruh merupakan utang pekerja/buruh berkedudukan sebagai
pembayaran upah, dikenakan denda sesuai yang didahulukan pembayarannya. Kreditur Preferen khusus karena
dengan persentase tertentu dari upah (2). Upah pekerja/buruh sebagaimana pada Pasal 95 ayat (2) Upah buruh
pekerja/buruh. dimaksud pada ayat (1) didahulukan didahulukan pembayarannya
(3). Pemerintah mengatur pengenaan denda pembayarannya sebelum pembayaran sebelum pembayaran kepada semua
kepada pengusaha dan/atau pekerja/buruh, kepada semua kreditur. Kreditur. Penulis menganalisis
dalam pembayaran upah. (3). Hak lainnya dari pekerja/buruh bahwasannya pemasukan norma ini
(4). Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pelaksanaan Putusan
atau dilikuidasi berdasarkan peraturan didahulukan pembayarannya atas semua Mahkamah Konstitusi Nomor
perundangundangan yang berlaku, maka kreditur kecuali para kreditur pemegang 67/PUU-XI/2013 yang menyatakan:
upah dan hak-hak lainnya dari hak jaminan kebendaan. 1. Pembayaran upah pekerja/buruh
pekerja/buruh merupakan utang yang yang terhutang didahulukan atas
didahulukan pem-bayarannya semua jenis Kreditur termasuk
atas tagihan krediutr sparatis,
tagihan hak Negara, kantor
lelang, dan badan umum yang
dibentuk pemerintah.
2. Pembayaran hak-hak
pekerja/buruh lainnya
didahulukan atas semua tagihan
termasu tagihan hak Negara,
kantor lelang, dan badan umum
yang dibentuk pemerintah,
kecuali tagihan dari Kreditur
sparatis/yang memiliki hak
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
jaminan kebendaan.
Artinya kedudukan awal sebagai
Kreditur Preferen umum berubah
menjadi Preferen Khusus disamping
Kreditur yang berasal badan
Pemerintah (pajak dll).
Dengan hilangnya daluwarsa
Pasal 96 : mengenai jangka waktu pembayaran
Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan yang timbul dari hubungan kerja.
segala pembayaran yang timbul dari hubungan Maka pekerja memiliki hak untuk
kerja menjadi kadaluwarsa setelah melampaui melakukan tuntutan terkait
jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya pembayaran upah yang timbul dari
hak. Dihapus hubungan kerja. Tanpa khawatir
melampaui daluwarsa jangka waktu
2 tahun sejak timbulnya hak.
Pasal 97 : Telah diatur lebih lanjut dalam
Ketentuan mengenai penghasilan yang layak, Pasal 88, 88A-E UU Ciptakerja
kebijakan pengupahan, kebutuhan hidup layak,
Dihapus
dan perlindungan pengupahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88, penetapan upah
minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
89, dan pengenaan denda sebagaimana
Pasal 98 Pasal 98 diubah, sehingga berbunyi Ada penambahan unsur
(1). Untuk memberikan saran, pertimbangan, sebagai berikut: akademisi dalam keanggotaan
dan merumuskan kebijakan pengupahan Pasal 98 : Dewan pengupahan dan diatur
yang akan ditetapkan oleh pemerintah, (1). Untuk memberikan saran dan lebih lanjut dalam Peraturan
serta untuk pengembangan sistem pertimbangan kepada Pemerintah dalam Pemerintah
pengupahan nasional dibentuk Dewan perumusan kebijakan pengupahan serta
Pengupahan Nasional, Provinsi, dan pengembangan sistem pengupahan
Kabupaten/Kota. dibentuk dewan pengupahan.
(2). Keanggotaan Dewan Pengupahan (2). Dewan pengupahan terdiri atas unsur
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pemerintah, organisasi pengusaha,
terdiri dari unsur pemerintah, organisasi serikat pekerja/serikat buruh, pakar dan
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
pengusaha, serikat pekerja/-serikat buruh, akademisi.
perguruan tinggi, dan pakar. (3). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
(3). Keanggotaan Dewan Pengupahan tingkat cara pembentukan, komposisi
Nasional diangkat dan diberhentikan oleh keanggotaan, tata cara pengangkatan dan
Presiden, sedangkan keanggotaan Dewan pemberhentian keanggotaan, serta tugas
Pengupahan Provinsi, Kabupaten/Kota dan tata kerja dewan pengupahan, diatur
diangkat dan diberhentikan oleh Gubenur/ dengan Peraturan Pemerintah.
Bupati/Walikota.
(4). Ketentuan mengenai tata cara
pembentukan, komposisi keanggotaan, tata
cara pengangkatan dan pemberhentian
keanggotaan, serta tugas dan tata kerja
Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan
Keputusan Presiden.
Pasal 151 : (Pemutusan Hubungan Kerja) Pasal 151 diubah, sehingga berbunyi Penyelesaian Perselisihan Hubungan
(1). Pengusaha, pekerja/buruh, serikat sebagai berikut: Industrian lebih jelas dan tersusun
pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, Pasal 151 : dari UU sebelumnya.
dengan segala upaya harus mengusahakan (1). (Pengusaha, pekerja/buruh, serikat
agar jangan terjadi pemutusan hubungan pekerja/serikat buruh, dan pemerintah,
kerja. harus mengupayakan agar tidak terjadi
(2). Dalam hal segala upaya telah dilakukan, pemutusan hubungan kerja.
tetapi pemutusan hubungan kerja tidak (2). Dalam hal pemutusan hubungan kerja
dapat dihindari, maka maksud pemutusan tidak dapat dihindari maka maksud dan
hubungan kerja wajib dirundingkan oleh alasan pemutusan hubungan kerja
pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh diberitahukan oleh pengusaha kepada
atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh dan/atau serikat
pekerja/buruh yang bersangkutan tidak pekerja/serikat buruh.
menjadi anggota serikat pekerja/serikat (3). Dalam hal pekerja/buruh telah
buruh. diberitahu dan menolak pemutusan
(3). Dalam hal perundingan sebagaimana hubungan kerja maka penyelesaian
dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak pemutusan hubungan kerja wajib
menghasilkan persetu-juan, pengusaha dilakukan melalui perundingan bipartit
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
hanya dapat memutuskan hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh
dengan pekerja/buruh setelah memperoleh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.
penetapan dari lembaga penyelesaian (4). Dalam hal perundingan bipartit
perselisihan hubungan industrial sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tidak mendapatkan kesepakatan maka
pemutusan hubungan kerja dilakukan
melalui tahap berikutnya sesuai
mekanisme penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.
Pasal 152 : Pasal 152 Dihapus Pengusaha tidak perlu melakukan
(1). Permohonan penetapan pemutusan permohonan penetapan kepada PHI
hubungan kerja diajukan secara tertulis Di antara Pasal 151 dan Pasal 152 bilamana pekerja/buruh
kepada lembaga penyelesaian perselisihan disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 151A mengundurkan diri atas kemauan
hubungan industrial disertai alasan yang sehingga berbunyi sebagai berikut: sendiri, pekerja/buruh dan
menjadi dasarnya. Pasal 151A : pengusaha berakhir hubungan
(2). Permohonan penetapan sebagaimana Pemberitahuan sebagaimana dimaksud kerjanya sesuai perjanjian kerja
dimaksud dalam ayat (1) dapat diterima dalam Pasal 151 ayat (2) tidak perlu waktu tertentu, pekerja/buruh
oleh lembaga penyelesaian perselisihan dilakukan oleh Pengusaha dalam hal: mencapai usia pensiun sesuai
hubungan industrial apabila telah a. pekerja/buruh mengundurkan diri atas dengan perjanjian kerja, peraturan
dirundangkan sebagaimana dimaksud kemauan sendiri; perusahaan, atau perjanjian kerja
dalam Pasal 151 ayat (2). b. pekerja/buruh dan pengusaha berakhir bersama, atau pekerja/buruh
(3). Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerjanya sesuai perjanjian kerja meninggal dunia.
hubungan kerja hanya dapat diberikan oleh waktu tertentu;
lembaga penyelesaian perselisihan c. pekerja/buruh mencapai usia pensiun
hubungan industrial jika ternyata maksud sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan
untuk memutuskan hubungan kerja telah perusahaan, atau perjanjian kerja
dirundingkan, tetapi perundingan tersebut bersama;atau
tidak menghasilkan kesepakatan d. pekerja/buruh meninggal dunia.
Pasal 153: Pasal 153 diubah, sehingga berbunyi
(1). Pengusaha dilarang melakukan pemutusan sebagai berikut:
hubungan kerja dengan alasan : Pasal 153 :
a. pekerja/buruh berhalangan masuk kerja (1). Pengusaha dilarang melakukan
karena sakit menurut keterangan dokter pemutusan hubungan kerja kepada
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
selama waktu tidak melampaui 12 (dua pekerja/buruh dengan alasan:
belas) bulan secara terus-menerus; a. berhalangan masuk kerja karena
b. pekerja/buruh berhalangan menjalankan sakit menurut keterangan dokter
pekerjaannya karena memenuhi selama waktu tidak melampaui 12
kewajiban terhadap negara sesuai (dua belas) bulan secara terus-
dengan ketentuan peraturan perundang- menerus;
undangan yang berlaku; b. berhalangan menjalankan
c. pekerja/buruh menjalankan ibadah yang pekerjaannya karena memenuhi
diperintahkan agamanya; kewajiban terhadap negara sesuai
d. pekerja/buruh menikah; dengan ketentuan peraturan
e. pekerja/buruh perempuan hamil, perundang-undangan;
melahirkan, gugur kandungan, atau c. menjalankan ibadah yang
menyusui bayinya; diperintahkan agamanya;
f. pekerja/buruh mempunyai pertalian d. menikah;
darah dan/atau ikatan perkawinan e. hamil, melahirkan, gugur
dengan pekerja/buruh lainnya di dalam kandungan, atau menyusui bayinya;
satu perusahaan, kecuali telah diatur f. mempunyai pertalian darah dan/atau
dalam perjanjian kerja, peraturan ikatan perkawinan dengan
perusahan, atau perjanjian kerja pekerja/buruh lainnya di dalam satu
bersama; perusahaan;
g. pekerja/buruh mendirikan, menjadi g. mendirikan, menjadi anggota
anggota dan/atau pengurus serikat dan/atau pengurus serikat
pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh
melakukan kegiatan serikat melakukan kegiatan serikat
pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, pekerja/serikat buruh di luar jam
atau di dalam jam kerja atas kerja, atau di dalam jam kerja atas
kesepakatan pengusaha, atau kesepakatan pengusaha, atau
berdasarkan ketentuan yang diatur berdasarkan ketentuan yang diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama; bersama;
h. pekerja/buruh yang mengadukan h. mengadukan pengusaha kepada
pengusaha kepada yang berwajib pihak yang berwajib mengenai
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
mengenai perbuatan pengusaha yang perbuatan pengusaha yang
melakukan tindak pidana kejahatan; melakukan tindak pidana kejahatan;
i. karena perbedaan paham, agama, aliran i. berbeda paham, agama, aliran
politik, suku, warna kulit, golongan, politik, suku, warna kulit, golongan,
jenis kelamin, kondisi fisik, atau status jenis kelamin, kondisi fisik, atau
perkawinan; status perkawinan;
j. pekerja/buruh dalam keadaan cacat j. dalam keadaan cacat tetap, sakit
tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, akibat kecelakaan kerja, atau sakit
atau sakit karena hubungan kerja yang karena hubungan kerja yang menurut
menurut surat keterangan dokter yang surat keterangan dokter yang jangka
jangka waktu penyembuhannya belum waktu penyembuhannya belum dapat
dapat dipastikan. dipastikan.
(2). Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan (2). Pemutusan hubungan kerja yang
dengan alasan sebagaimana dimaksud dilakukan dengan alasan sebagaimana
dalam ayat (1) batal demi hukum dan dimaksud pada ayat (1) batal demi
pengusaha wajib mempekerjakan kembali hukum dan pengusaha wajib
pekerja/buruh yang bersangkutan. mempekerjakan kembali pekerja/buruh
yang bersangkutan.
Pasal 154 Pasal 154 Dihapus RUMUSAN PHK LEBIH
Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal Di antara Pasal 154 dan Pasal 155 disisipkan LENGKAP DIBANDINGKAN
151 ayat (3) tidak diperlukan dalam hal : 1 (satu) pasal yakni Pasal 154A sehingga DENGAN UU13/2003
a. pekerja/buruh masih dalam masa percobaan berbunyi sebagai berikut:
kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara Pasal 154A :
tertulis sebelumnya; (1). Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi
b. pekerja/buruh mengajukan permintaan karena alasan:
pengunduran diri, secara tertulis atas a. perusahaan melakukan
kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya penggabungan, peleburan,
tekanan/intimidasi dari pengusaha, pengambilalihan, atau pemisahan
berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perusahaan dan pekerja/buruh tidak
perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama bersedia melanjutkan hubungan
kali; kerja atau pengusaha tidak bersedia
c. pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai menerima pekerja/buruh;
dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, b. perusahaan melakukan efisiensi
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
peraturan perusahaan, perjanjian kerja diikuti dengan penutupan perusahaan
bersama, atau peraturan perundang- atau tidak diikuti dengan penutupan
undangan; atau d. pekerja/buruh meninggal perusahaan yang disebabkan
dunia. perusahaan mengalami kerugian;
c. perusahaan tutup yang disebabkan
karena perusahaan mengalami
kerugian secara terus menerus
selama 2 (dua) tahun;
d. perusahaan tutup yang disebabkan
karena keadaan memaksa (force
majeur);
e. perusahaan dalam keadaan
penundaan kewajiban pembayaran
utang;
f. perusahaan pailit;
g. adanya pemohonan pemutusan
hubungan kerja yang diajukan oleh
pekerja/buruh dengan alasan
pengusaha melakukan perbuatan
sebagai berikut:
1. menganiaya, menghina secara
kasar atau mengancam
pekerja/buruh;
2. membujuk dan/atau menyuruh
pekerja/buruh untuk melakukan
perbuatan yang bertentangan
dengan peraturan perundang-
undangan;
3. tidak membayar upah tepat pada
waktu yang ditentukan selama
3(tiga) bulan berturut-turut atau
lebih, meskipun pengusaha
membayar upah secara tepat
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
waktu sesudah itu;
4. tidak melakukan kewajiban ang
telah dijanjikan kepada
pekerja/buruh;
5. memerintahkan pekerja/buruh
untuk melaksanakan pekerjaan di
lauar yang diperjanjika; atau
6. memberikan pekerjaan yang
membahayakan jiwa,
keselamatan, kesehatan dan
keasusilaan pekerja/buruh
sedangkan pekerjaan tersebut
tidak dicantumkan pada
perjanjian kerja;
h. adanya putusan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang menyatakan
pengusaha tidak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud
pada huruf g terhadap permohonan
yang diajukan oleh pekerja/buruh
dan pengusaha memutuskan untuk
melakukan pemutusan hubungan
kerja;
i. pekerja/buruh mengundurkan diri
atas kemauan sendiri dan harus
memenuhi syarat:
1. mengajukan permohonan
pengunduran diri secara tertulis
selambat-lambatnya 30(tiga
puluh) hari sebelum tanggal
mulai pengunduran diri;
2. tidak terikat dalam ikatan
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
dinas;dan
3. tetap melaksanakan kewajibanya
sampai tanggal mulai
pengunduran diri;
j. pekerja/buruh mangkir selama 5
(lima) hari kerja atau lebih berturut-
turut tanpa keterangan secara tertulis
yang dilengkapi dengan bukti yang
sah dan telah dipanggil oleh
pengusaha 2 (dua) kali secara patut
dan tertulis
k. pekerja/buruh melakukan
pelanggaran ketentuan yang diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama dan sebelumnya telah
diberikan surat peringatan pertama,
kedua, dan ketiga secara berturut-
turut masing-masing berlaku untuk
paling lama 6 (enam) bulan kecuali
ditetapkan lain dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama;
l. pekerja/buruh tidak dapat melakukan
pekerjaan selama 6 (enam) bulan
akibat ditahan pihak yang berwajib
karena diduga melakukan tindak
pidana;
m. pekerja/buruh mengalami sakit
berkepanjangan atau cacat akibat
kecelakaan kerja dan tidak dapat
melakukan pekerjaannya setelah
melampaui batas 12 (dua belas)
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
bulan
n. pekerja/buruh memasuki usia
pensiun; atau;
o. pekerja/buruh meninggal dunia.
(2). Selain alasan pemutusan hubungan kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat ditetapkan alasan pemutusan
hubungan kerja lainnya dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama. Sebagaimana
dimaksud dalam pasal 61 ayat (1)
(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai
persyaratan dan tata cara pemutusan
hubungan kerja diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 155 Telah diatur dalam pasal 153 uu
(1). Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan ciptakreja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151
ayat (3) batal demi hukum.
(2). Selama putusan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial belum
ditetapkan, baik pengusaha maupun
pekerja/buruh harus tetap melaksanakan
Dihapus
segala kewajibannya.
(3). Pengusaha dapat melakukan penyimpangan
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) berupa tindakan skorsing
kepada pekerja/buruh yang sedang dalam
proses pemutusan hubungan kerja dengan
tetap wajib membayar upah beserta hak-
hak lainnya yang biasa diterima
pekerja/buruh.
Pasal 156 Pasal 156 diubah, sehingga berbunyi sebagai Pada draft sebelumya terdapat
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
(1). Dalam hal terjadi pemutusan hubungan berikut: ketidak pastian hukum karena
kerja, pengusaha diwajibkan membayar Pasal 156 : terdapat frasa “paling
uang pesangon dan atau uang penghargaan (1). Dalam hal terjadi pemutusan hubungan banyak”artinya pengusaha dapat
masa kerja dan uang penggantian hak yang kerja, pengusaha wajib membayar uang memeberikan uang pesangon
seharusnya diterima. pesangon dan/atau uang penghargaan dibawah ketentuan yang diatur.
(2). Perhitungan uang pesangon sebagaimana masa kerja dan uang penggantian hak Namun dalam draft uu cipta kerja
dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit yang seharusnya diterima. yang terbaru rumusannya secara
sebagai berikut : (2). Uang pesangon sebagaimana dimaksud substansi sama dengan Pasal 156
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 pada ayat (1) diberikan paling banyak UU13/2003 walaupun ada
(satu) bulan upah; sesuai ketentuan sebagai berikut: penghapusan frasa paling sedikit.
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih a. masa kerja kurang dari 1 (satu) Artinya aturannya mengikuti
tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) tahun, 1 (satu) bulan upah; ketentuan yang sudah tertulis.
bulan upah; b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2
tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (dua) bulan upah;
(tiga) bulan upah; c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3
tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (tiga) bulan upah;
(empat) bulan upah; d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4
tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (empat) bulan upah;
(lima) bulan upah; e. masa kerja 4 (empat) tahun atau
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, lebih tetapi kurang dari 5 (lima)
tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 tahun, 5 (lima) bulan upah;
(enam) bulan upah; f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih,
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6
tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (enam) bulan upah;
(tujuh) bulan upah. g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7
tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (tujuh) bulan upah;
(delapan) bulan upah; h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun,
9 (sembilan) bulan upah. 8 (delapan) bulan upah;
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
(3). Perhitungan uang penghargaan masa kerja i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
ditetapkan sebagai be-rikut : (3). Uang penghargaan masa kerja
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 diberikan paling banyak sesuai
(dua) bulan upah; ketentuan sebagai berikut:
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau
tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 lebih tetapi kurang dari 6 (enam)
(tiga) bulan upah; tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau b. masa kerja 6 (enam) tahun atau
lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) lebih tetapi kurang dari 9
tahun, 4 (empat) bulan upah; (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau upah;
lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) c. masa kerja 9 (sembilan) tahun
tahun, 5 (lima) bulan upah; atau lebih tetapi kurang dari 12
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau (dua belas) tahun, 4 (empat)
lebih tetapi kurang dari 18 (delapan bulan upah;
belas) tahun, 6 (enam) bulan upah; d. masa kerja 12 (duabelas) tahun
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15
atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan
puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah; upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun e. masa kerja 15 (lima belas) tahun
atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua atau lebih tetapi kurang dari 18
puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan (delapan belas) tahun, 6 (enam)
upah; bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun f. masa kerja 18 (delapan belas)
atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah. tahun atau lebih tetapi kurang
(4). Uang penggantian hak yang seharusnya dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7
diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (tujuh) bulan upah;
(1) meliputi : g. masa kerja 21 (dua puluh satu)
a. cuti tahunan yang belum diambil dan tahun atau lebih tetapi kurang
belum gugur; dari 24 (dua puluh empat) tahun,
b. biaya atau ongkos pulang untuk 8 (delapan) bulan upah;
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
pekerja/buruh dan keluarganya h. masa kerja 24 (dua puluh empat)
ketempat dimana pekerja/buruh tahun atau lebih, 10 (sepuluh)
diterima bekerja; bulan upah.
c. penggantian perumahan serta (4). Uang penggantian hak yang seharusnya
pengobatan dan perawatan ditetapkan diterima sebagaimana dimaksud pada
15% (lima belas perseratus) dari uang ayat (1) meliputi:
pesangon dan/atau uang penghargaan a. cuti tahunan yang belum diambil dan
masa kerja bagi yang memenuhi syarat; belum gugur;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam b. biaya atau ongkos pulang untuk
perjanjian kerja, peraturan perusahaan pekerja/buruh dan keluarganya ke
atau perjanjian kerja bersama. tempat dimana pekerja/buruh
(5). Perubahan perhitungan uang pesangon, diterima bekerja;
perhitungan uang penghargaan masa kerja, c. hal-hal lain yang ditetapkan dalam
dan uang penggantian hak sebagaimana perjanjian kerja, peraturan
dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat perusahaan atau perjanjian kerja
(4) ditetapkan dengan Peraturan bersama.
Pemerintah. (5). Ketentuan lebih lanjut mengenai
pemberian uang pesangon, uang
penghargaan masa kerja, dan uang
penggantian hak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.