Anda di halaman 1dari 60

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/345983320

KOMPARASI UNDANG-UNDANG NOMOR 13/2003 Tentang Ketenaga Kerjaan JO


UU NO 11 / 2020 Tentang Cipta Kerja Klaster IV Tentang Ketenagakerjaan

Experiment Findings · November 2020


DOI: 10.13140/RG.2.2.27753.11361

CITATIONS READS

0 86

1 author:

Muhammad Haekal
UNTIRTA
3 PUBLICATIONS   3 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Devotion to Business Law View project

Dedikasi Hukum Ketenagakerjaan View project

All content following this page was uploaded by Muhammad Haekal on 17 November 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

KOMPARASI UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA KLASTER KETENAGAKERJAAN JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 13


TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

UU 13/2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN UU CIPTA KERJA IMPLIKASI


1. Pasal 13 : Pasal 13 diubah, sehingga berbunyi: Secara rumusan substansi antara
(1). Pelatihan kerja diselenggarakan oleh (1). Pelatihan kerja diselenggarakan oleh: Pasal 13 UU13/2003 jo Pasal 13 UU
lembaga pelatihan kerja pemerintah a. lembaga pelatihan kerja pemerintah; Cipta kerja sama, namun ada
dan/atau lembaga pelatihan kerja swasta; b. lembaga pelatihan kerja swasta; atau beberapa tambahan seperti lembaga
(2). Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di c. lembaga pelatihan kerja perusahaan. pelatihan kerja perusahaan dan
tempat pelatihan atau tempat kerja; (2). Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di mendaftarkan kegiatan pelatihan
(3). Lembaga pelatihan kerja pemerintah tempat pelatihan atau tempat kerja. kerja kepada instansi yang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) (3). Lembaga pelatihan kerja pemerintah bertanggungjawab di bidang
dalam menyelenggarakan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ketenagakerjaan di kabupaten/kota.
dapat bekerja sama dengan swasta huruf a dalam menyelenggarakan
pelatihan kerja dapat bekerja sama
dengan swasta.
(4). Lembaga pelatihan kerja pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan lembaga pelatihan kerja
perusahaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c mendaftarkan
kegiatannya kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan di kabupaten/kota.
2. Pasal 14: Pasal 14 diubah, sehingga berbunyi: Lembaga pelatihan pada uu
(1). Lembaga pelatihan kerja swasta dapat (1). Lembaga pelatihan kerja swasta ciptakerja menghilangkan klasifikasi
berbentuk badan hukum Indonesia atau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 pelatihan kerja swasta yang
perorangan. ayat (1) huruf b wajib memenuhi berbentuk badan hukum dan
(2). Lembaga pelatihan kerja swasta Perizinan Berusaha yang diterbitkan perorangan. Jadi bagi lembaga
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib oleh Pemerintah Daerah swasta baik perorangan/badan
memperoleh izin atau mendaftar ke instansi Kabupaten/Kota. hukum dapat mengadakan pelatihan
yang bertanggung jawab di bidang (2). Bagi lembaga pelatihan kerja swasta kerja jika memenuhi perizinan
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
ketenagakerjaan di kabupaten/kota. yang terdapat penyertaan modal asing, berusaha yang diterbitkan oleh
(3). Lembaga pelatihan kerja yang Perizinan Berusaha sebagaimana pemerintah daerah kabupaten/kota.
diselenggarakan oleh instansi pemerintah dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Mengenai lembaga kerja swasta
mendaftarkan kegiatannya kepada instansi Pemerintah Pusat. yang terdapat penyertaan modal
yang bertanggung jawab di bidang (3). Perizinan Berusaha sebagaimana asing harus melakukan perizinan
ketenagakerjaan di kabupaten/kota. dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berusaha yang diterbitkan oleh
(4). Ketentuan mengenai tata cara perizinan dan harus memenuhi norma, standar, Pemerintah pusat.
pendaftaran lembaga pelatihan kerja prosedur, dan kriteria yang ditetapkan Mengenai perizinan berusaha harus
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan oleh Pemerintah Pusat. memenuhi norma, standar, prosedur
ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri. dan kiteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat
3. Pasal 37: Pasal 37 diubah, sehingga berbunyi: -
(1). Pelaksana penempatan tenaga kerja (1). Pelaksana penempatan tenaga kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
(1) terdiri dari : ayat (1) terdiri atas:
a. instansi pemerintah yang bertanggung a. instansi pemerintah yang
jawab di bidang ketenagakerjaan; dan bertanggung jawab di bidang
b. lembaga swasta berbadan hukum. ketenagakerjaan; dan
(2). Lembaga penempatan tenaga kerja swasta b. lembaga penempatan tenaga
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf kerja swasta.
b dalam melaksanakan pelayanan (2). Lembaga penempatan tenaga kerja
penempatan tenaga kerja wajib memiliki swasta sebagaimana dimaksud pada ayat
izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang (1) huruf b dalam melaksanakan
ditunjuk. pelayanan penempatan tenaga kerja
wajib memenuhi Perizinan Berusaha
yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.
(3). Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi
norma, standar, prosedur, dan kriteria
yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
Pasal 42: Penggunaan Tenaga Kerja Asing Pasal 42 diubah, sehingga berbunyi: Rumusan pasal 42 pada UU Cipta
(1). Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan (1). Setiap pemberi kerja yang kerja merupakan gabungan dari
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
tenaga kerja asing wajib memiliki izin mempekerjakan tenaga kerja asing pasal 42 dan pasal 43, 44, dan 46 uu
tertulis dari Menteri atau pejabat yang wajib memiliki rencana penggunaan no13/2003 dan ada penambahan
ditunjuk. tenaga kerja asing yang disahkan oleh terkait:
(2). Pemberi kerja orang perseorangan dilarang Pemerintah Pusat. Penggunaan tenaga kerja asing
mempekerjakan tenaga kerja asing. (2). Pemberi kerja orang perseorangan disahkan oleh PEMPUS, namun
(3). Kewajiban memiliki izin sebagaimana dilarang mempekerjakan tenaga kerja terdapat beberapa pengecualian
dimaksud dalam ayat (1), tidak berlaku bagi asing. tidak memerlukan rencana
perwakilan negara asing yang (3). Ketentuan sebagaimana dimaksud pada penggunaan tenaga kerja asing.
mempergunakan tenaga kerja asing sebagai ayat (1) tidak berlaku bagi: Yaitu penggunaan tenaga kerja asing
pegawai diplomatik dan konsuler. a. direksi atau komisaris dengan :Direksi, omisaris, pegawai
(4). Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di kepemilikan saham tertentu atau diplomatic, konsuler pada kantor
Indonesia hanya dalam hubungan kerja pemegang saham sesuai dengan perwakilan Negara asing, pada jenis
untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu. ketentuan peraturan perundang- produksi yang terhenti karena
(5). Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan undangan; keadaan darurat, vokasi, perusahaan
waktu tertentu sebagaimana dimaksud b. pegawai diplomatik dan konsuler rintisan (start up) kunjungan bisnis
dalam ayat (4) ditetapkan dengan pada kantor perwakilan negara dan penelitian untuk jangka waktu
Keputusan Menteri. asing; atau tertentu. Dari hal tersebut terdapat
(6). Tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud c. tenaga kerja asing yang dibutuhkan implikasi jika tidak memakai
dalam ayat (4) yang masa kerjanya habis oleh Pemberi Kerja pada jenis rencana kerja, yaitu tidak adanya:
dan tidak dapat di perpanjang dapat kegiatan produksi yang terhenti a. alasan penggunaan tenaga kerja
digantikan oleh tenaga kerja asing lainnya. karena keadaan darurat, vokasi, asing;
perusahaan rintisan (start-up), b. jabatan dan/atau kedudukan
kunjungan bisnis, dan penelitian tenaga kerja asing dalam struktur
untuk jangka waktu tertentu. organisasi perusahaan yang
(4). Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan bersangkutan;
di Indonesia hanya dalam hubungan c. jangka waktu penggunaan tenaga
kerja untuk jabatan tertentu dan waktu kerja asing; dan penunjukan
tertentu serta memiliki kompetensi tenaga kerja warga negara
sesuai dengan jabatan yang akan Indonesia sebagai pendamping
diduduki. tenaga kerja asing yang
(5). Tenaga kerja asing dilarang menduduki dipekerjakan.
jabatan yang mengurusi personalia.
(6). Ketentuan mengenai jabatan tertentu
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
dan waktu tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 43:
(1). Pemberi kerja yang menggunakan tenaga
kerja asing harus memiliki rencana
penggunaan tenaga kerja asing yang
disahkan oleh Menteri atau pejabat yang
ditunjuk.
(2). Rencana penggunaan tenaga kerja asing
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sekurangkurangnya memuat keterangan :
Dihapus
d. alasan penggunaan tenaga kerja asing;
e. jabatan dan/atau kedudukan tenaga
kerja asing dalam struktur organisasi
perusahaan yang bersangkutan;
f. jangka waktu penggunaan tenaga kerja
asing; dan
g. penunjukan tenaga kerja warga negara
Indonesia sebagai pendamping tenaga
kerja asing yang dipekerjakan.
Pasal 44 :
(1). Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib
menaati ketentuan mengenai jabatan dan
standar kompetensi yang berlaku. Dihapus
(2). Ketentuan mengenai jabatan dan standar
kompetensi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 45: Pasal 45 diubah, sehingga berbunyi: Rumusan pasal 45 ayat (2) tidak ada
(1). Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib : (1). Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib: kejelasan norma karena tidak
a. Menunjuk tenaga kerja warga negara a. Menunjuk tenaga kerja warga menjelaskan secara spesifik tenaga
Indonesia sebagai tenaga pendamping negara Indonesia sebagai tenaga kerja asing yang menduduki jabatan
tenaga kerja asing yang dipekerjakan pendamping tenaga kerja asing yang direksi atau komisaris seperti di
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
untuk alih teknologi dan alih keahlian dipekerjakan untuk alih teknologi dalam rumusan Pasal 45 ayat (2) UU
dari tenaga kerja asing; dan dan alih keahlian dari tenaga kerja No.13/2003
b. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan asing;
kerja bagi tenaga kerja Indonesia b. Melaksanakan pendidikan dan
sebagaimana dimaksud pada huruf a pelatihan kerja bagi tenaga kerja
yang sesuai dengan kualifikasi jabatan Indonesia sebagaimana dimaksud
yang diduduki oleh tenaga kerja asing. pada huruf a yang sesuai dengan
(2). Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam kualifikasi jabatan yang diduduki
ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kerja oleh tenaga kerja asing; dan
asing yang menduduki jabatan direksi c. Memulangkan tenaga kerja asing ke
dan/atau komisaris. negara asalnya setelah hubungan
kerjanya berakhir.
(2). Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf b tidak
berlaku bagi tenaga kerja asing yang
menduduki jabatan tertentu.
Pasal 46:
(1). Tenaga kerja asing dilarang menduduki
jabatan yang mengurusi personalia
Dihapus
dan/atau jabatanjabatan ter tentu. Tidak ada
(2). Jabatan-jabatan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 47: Pasal 47 : Terdapat perubahan pengaturan
(1). Pemberi kerja wajib membayar kompensasi (1). Pemberi kerja wajib membayar yang sebelumnya diatur oleh
atas setiap tenaga kerja asing yang kompensasi atas setiap tenaga kerja peraturan pemerintah, kini diatur
dipekerjakannya. asing yang dipekerjakannya. oleh peraturan perundang-undangan.
(2). Kewajiban membayar kompensasi (2). Kewajiban membayar kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku bagi instansi pe merintah, tidak berlaku bagi instansi pemerintah,
perwakilan negara asing, badan-badan perwakilan negara asing, badan
internasional, lembaga sosial, lembaga internasional, lembaga sosial, lembaga
keagamaan, dan jabatan-jabatan tertentu di keagamaan, dan jabatan tertentu di
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
lembaga pendidikan. lembaga pendidikan.
(3). Ketentuan mengenai jabatan-jabatan (3). Ketentuan mengenai besaran dan
tertentu di lembaga pendidikan sebagaimana penggunaan kompensasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai
Keputusan Menteri. ketentuan peraturan perundang-
(4). Ketentuan mengenai besarnya kompensasi undangan.
dan penggunaannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 48: Pemberi kerja yang memperkejakan
Pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga tenaga asing tidak memiliki
kerja asing wajib memulangkan tenaga kerja kewajiban untuk memulangkan
Dihapus
asing ke negara asalnya setelah hubungan tenaga kerja asing ke Negara asalnya
kerjanya berakhir. jika hubungan kerjanya sudah
berakhir
Pasal 49: Pasal 49 diubah, sehingga berbunyi: Perubahan peraturan sebulnya diatur
Ketentuan mengenai penggunaan tenaga kerja Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan KEPRES sekarang diatur oleh
asing serta pelaksanaan pendidikan dan tenaga kerja asing diatur dengan Peraturan Peraturan Pemerintah
pelatihan tenaga kerja pendamping diatur Pemerintah.
dengan Keputusan Presiden.
Pasal 56 : Pasal 56 diubah, sehingga berbunyi: Pada uu cipta kerja terdapat
(1). Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu (1). Perjanjian kerja dibuat untuk waktu kejelasan status pekerja untuk waktu
atau untuk waktu tidak tertentu. tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. tertentu atau untuk waktu tidak
(2). Perjanjian kerja untuk waktu tertentu (2). Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tertentu, mengenai jangka watu atau
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selesainya suatu pekerjaan tertentu
didasarkan atas : didasarkan atas: berdasarkan atas perjanjian kerja.
a. jangka waktu; atau a. jangka waktu; atau Mengenai rincian perjanjian kerja
b. selesainya suatu pekerjaan tertentu. b. selesainya suatu pekerjaan tertentu. diatur lebih lanjut oleh Peraturan
(3). Jangka waktu atau selesainya suatu Pemerintah
pekerjaan tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditentukan
berdasarkan perjanjian kerja.
(4). Ketentuan lebih lanjut mengenai
perjanjian kerja waktu tertentu
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
berdasarkan jangka waktu atau
selesainya suatu pekerjaan tertentu
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 57 : Pasal 57 diubah, sehingga berbunyi: Terdapat penghapusan “ Perjanjian
(1). Perjanjian kerja untuk waktu tertentu (1). Perjanjian kerja untuk waktu tertentu kerja untuk waktu tertentu yang
dibuat secara tertulis serta harus dibuat secara tertulis serta harus dibuat tidak tertulis bertentangan
menggunakan bahasa Indonesia dan huruf menggunakan bahasa Indonesia dan dengan ketentuan sebagai mana
latin. huruf latin. dimaksud dalam ayat (1)
(2). Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang (2). Dalam hal perjanjian kerja waktu dinyatakan sebagai perjanjian
dibuat tidak tertulis bertentangan dengan tertentu dibuat dalam bahasa Indonesia kerja untuk waktu tidak tertentu”
ketentuan sebagai mana dimaksud dalam dan bahasa asing, apabila kemudian tidak ada implikasi bila perjanjian
ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian terdapat perbedaan penafsiran kerja bertentangan dengan ayat (1).
kerja untuk waktu tidak tertentu. antara keduanya, maka yang berlaku Pada uu sebelumnya jika
(3). Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam perjanjian kerja waktu tertentu yang bertentangan dengna ayat (1) maka
bahasa Indonesia dan bahasa asing, dibuat dalam bahasa Indonesia perjanjian kerja untuk waktu tertentu
apabila kemudian terdapat perbedaan (kontrak) akandinyatakan sebagai
penafsiran antara keduanya, maka yang perjanjian kerja waktu tidak tertentu
berlaku perjanjian kerja yang dibuat (tetap yang perjanjiannya tidak
dalam bahasa Indonesia. dibatasi periode tertentu)
Tidak adanya masa percobaan kerja
Pasal 58: Pasal 58 diubah, sehingga berbunyi: bagi pekerja yang berstatus
(1). Perjanjian kerja untuk waktu tertentu (1). Perjanjian kerja untuk waktu tertentu perjanjian kerja untuk waktu tertentu
(PKWT) atau waktu tidak tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa (kontrak). Bila pekerja dengan status
(PKWTT). percobaan kerja. perjanjian kerta untuk waktu tertentu
(2). Perjanjian kerja untuk waktu tertentu (2). Dalam hal disyaratkan masa percobaan (PKWT/Kontrak) dipekerjaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kerja sebagaimana dimaksud pada ayat dengan percobaan kerja maka batal
didasarkan atas: (1), masa percobaan kerja yang demi hukum dan masa kerja tetap
a. jangka waktu; atau disyaratkan tersebut batal demi hukum dihitung.
b. selesainya suatu pekerjaan dan masa kerja tetap dihitung.
Pasal 59: Pasal 59 diubah, sehingga berbunyi: Jika perjanjian kerja tidak memenuhi
(1). Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya (1). Perjanjian kerja untuk waktu tertentu butir a,b,c,d,e ), maka demi hukum
dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang hanya dapat dibuat untuk pekerjaan menjadi perjanjian kerja waktu tidak
menurut jenis dan sifat atau kegiatan tertentu yang menurut jenis dan sifat tertentu. Mengenai detail jenis dan
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
pekerjaannya akan selesai dalam waktu atau kegiatan pekerjaannya akan selesai sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka
tertentu, yaitu : dalam waktu tertentu, yaitu: waktu, dan batas waktu
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang a. pekerjaan yang sekali selesai atau perpanjangan perjanjian kerja waktu
sementara sifatnya; yang sementara sifatnya; tertentu diatur dengan Peraturan
b. pekerjaan yang diperkirakan b. pekerjaaan yang diperkirakan Pemerintah.
penyelesaiannya dalam waktu yang penyelesaiannya dalam waktu yang
tidak terlalu lama dan paling lama 3 tidak terlalu lama;
(tiga) tahun; c. pekerjaan yang bersifat musiman;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau d. pekerjaan yang berhubungan dengan
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk baru, kegiatan baru, atau produk produk tambahan yang masih dalam
tambahan yang masih dalam percobaan percobaan atau penjajakan; atau
atau penjajakan. e. pekerjaan yang jenis dan sifat atau
(2). Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak kegiatannya bersifat tidak tetap.
dapat diadakan untuk pekerjaan yang (2). Perjanjian kerja untuk waktu tertentu
bersifat tetap. tidak dapat diadakan untuk pekerjaan
(3). Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat yang bersifat tetap.
diperpanjang atau diperbaharui. (3). Perjanjian kerja untuk waktu tertentu
(4). Perjanjian kerja waktu tertentu yang yang tidak memenuhi ketentuan
didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan ayat (2), maka demi hukum menjadi
dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) (4). Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis
tahun. dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka
(5). Pengusaha yang bermaksud waktu, dan batas waktu perpanjangan
memperpanjang perjanjian kerja waktu perjanjian kerja waktu tertentu diatur
tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari dengan Peraturan Pemerintah.
sebelum perjanjian kerja waktu tertentu
berakhir telah memberitahukan maksudnya
secara tertulis kepada pekerja/buruh yang
bersangkutan.
(6). Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu
hanya dapat diadakan setelah melebihi
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari
berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu
yang lama, pembaruan perjanjian kerja
waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1
(satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.
(7). Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4),
ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum
menjadi perjanjian kerja waktu tidak
tertentu.
(8). Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal
ini akan diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 61: Pasal 61 diubah, sehingga berbunyi: Dalam hal perjanjian kerja waktu
(1). Perjanjian kerja berakhir apabila : (1). Perjanjian kerja berakhir apabila: tertentu berakhir sebagaimana
a. pekerja meninggal dunia; a. pekerja/buruh meninggal dunia; dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1)
b. berakhirnya jangka waktu perjanjian b. berakhirnya jangka waktu perjanjian huruf b dan huruf c, pengusaha
kerja; kerja; wajib memberikan uang kompensasi
c. adanya putusan pengadilan dan/atau c. selesainya suatu pekerjaan tertentu; kepada pekerja/buruh.
putusan atau penetapan lembaga d. adanya putusan pengadilan dan/atau Uang kompensasi sebagaimana
penyelesaian perselisihan hubungan putusan lembaga penyelesaian dimaksud pada ayat (1) diberikan
industrial yang telah mempunyai perselisihan hubungan industrial kepada pekerja/buruh sesuai dengan
kekuatan hukum tetap; atau yang telah mempunyai kekuatan masa kerja pekerja/buruh di
d. adanya keadaan atau kejadian tertentu hukum tetap; atau perusahaan yang bersangkutan.
yang dicantumkan dalam perjanjian e. adanya keadaan atau kejadian Ketentuan lebih lanjut mengenai
kerja, peraturan perusahaan, atau tertentu yang dicantumkan dalam uang kompensasi diatur dengan
perjanjian kerja bersama yang dapat perjanjian kerja, peraturan Peraturan Pemerintah.
menyebabkan berakhirnya hubungan perusahaan, atau perjanjian kerja
kerja. bersama yang dapat menyebabkan
(2). Perjanjian kerja tidak berakhir karena berakhirnya hubungan kerja.
meninggalnya pengusaha atau beralihnya (2). Perjanjian kerja tidak berakhir karena
hak atas perusahaan yang disebabkan meninggalnya pengusaha atau
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
penjualan, pewarisan, atau hibah. beralihnya hak atas perusahaan yang
(3). Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan disebabkan penjualan, pewarisan, atau
maka hak-hak pekerja/buruh menjadi hibah.
tanggung jawab pengusaha baru, kecuali (3). Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan
ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi
yang tidak mengurangi hakhak tanggung jawab pengusaha baru, kecuali
pekerja/buruh. ditentukan lain dalam perjanjian
(4). Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, pengalihan yang tidak mengurangi hak-
meninggal dunia, ahli waris pengusaha hak pekerja/buruh.
dapat mengakhiri per-janjian kerja setelah (4). Dalam hal pengusaha orang
merundingkan dengan pekerja/buruh. perseorangan meninggal dunia, ahli
(5). Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, waris pengusaha dapat mengakhiri
ahli waris pekerja/ buruh berhak perjanjian kerja setelah merundingkan
mendapatkan hak haknya sesuai dengan dengan pekerja/buruh.
peraturan perundang-undangan yang (5). Dalam hal pekerja/buruh meninggal
berlaku atau hak hak yang telah diatur dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak
dalam perjanjian kerja, peraturan mendapatkan hak-haknya sesuai dengan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. peraturan perundang-undangan atau hak-
Pasal 62 : hak yang telah diatur dalam perjanjian
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja, peraturan perusahaan, atau
kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang perjanjian kerja bersama
ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu
tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja Di antara Pasal 61 dan Pasal 62 disisipkan
bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud 1 (satu) pasal yakni Pasal 61A sehingga
dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri berbunyi sebagai berikut:
hubungan kerja diwajibkan membayar ganti Pasal 61A
rugi kepada pihak lainnya sebesar upah (1). Dalam hal perjanjian kerja waktu
pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya tertentu berakhir sebagaimana dimaksud
jangka waktu perjanjian kerja. dalam Pasal 61 ayat (1) huruf b dan
huruf c, pengusaha wajib memberikan
uang kompensasi kepada pekerja/buruh.
(2). Uang kompensasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
kepada pekerja/buruh sesuai dengan
masa kerja pekerja/buruh di perusahaan
yang bersangkutan.
(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai uang
kompensasi diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 64 : Pindah ke Pasal 66 UU Cipta kerja
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan
Dihapus
lainnya melalui perjanjian pemborongan
pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh
yang dibuat secara tertulis
Pasal 65: Pindah ke Pasal 66 UU Cipta kerja
(1). Penyerahan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan lain
dilaksanakan melalui perjanjian
pemborongan pekerjaan yang dibuat secara
tertulis.
(2). Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada
perusahaan lain sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut :
Dihapus
a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan
utama;
b. dilakukan dengan perintah langsung
atau tidak langsung dari pemberi
pekerjaan;
c. merupakan kegiatan penunjang
perusahaan secara keseluruhan; dan
d. tidak menghambat proses produksi
secara langsung.
(3). Perusahaan lain sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus berbentuk badan
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
hukum.
(4). Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja
bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain
sebagaimana dimak-sud dalam ayat (2)
sekurang-kurangnya sama dengan
perlindungan kerja dan syaratsyarat kerja
pada perusahaan pemberi pekerjaan atau
sesuai dengan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
(5). Perubahan dan/atau penambahan syarat-
syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri.
(6). Hubungan kerja dalam pelaksanaan
pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja
secara tertulis antara perusahaan lain dan
pekerja/buruh yang dipekerjakannya.
(7). Hubungan kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (6) dapat didasarkan atas
perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau
perjanjian kerja waktu tertentu apabila
memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59.
(8). Dalam hal ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak
terpenuhi, maka demi hukum status
hubungan kerja pekerja/buruh dengan
perusahaan penerima pemborongan beralih
menjadi hubungan kerja pekerja/buruh
dengan perusahaan pemberi pekerjaan.
(9). Dalam hal hubungan kerja beralih ke
perusahaan pemberi pekerjaan
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
sebagaimana dimaksud dalam ayat (8),
maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan
pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan
kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat
(7)
Pasal 66 : Pasal 66 diubah, sehingga berbunyi: Pegawai outsourcing tidak lagi
(1). Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia (1) Hubungan kerja antara perusahaan alih hanya berstatus pkwt namun
jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan daya dengan pekerja/buruh yang pegawai outsourcing dapat berstatut
oleh pemberi kerja untuk melaksanakan dipekerjakannya didasarkan pada pkwtt (tetap). Bagi pkwtt dapat
kegiatan pokok atau kegiatan yang perjanjian kerja yang dibuat secara menimbulkan ketidak pastian hukum
berhubungan langsung dengan proses tertulis baik perjanjian kerja waktu bilamana perusahaan alih daya tidak
produksi, kecuali untuk kegiatan jasa tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak memiliki objek pekerjaan.
penunjang atau kegiatan yang tidak tertentu.
berhubungan langsung dengan proses (2) Perlindungan pekerja/buruh, upah dan
produksi. kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta
(2). Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan perselisihan yang timbul dilaksanakan
jasa penunjang atau kegiatan yang tidak sekurang-kurangnya sesuai dengan
berhubungan lang-sung dengan proses ketentuan peraturan perundang-
produksi harus memenuhi syarat sebagai undangan dan menjadi tanggung jawab
berikut : perusahaan alih daya.
a. adanya hubungan kerja antara (3) Dalam hal perusahaan alih daya
pekerja/buruh dan perusahaan penyedia mempekerjakan pekerja/buruh
jasa pekerja/buruh; berdasarkan perjanjian kerja waktu
b. perjanjian kerja yang berlaku dalam tertentu sebagaimana dimaksud pada
hubungan kerja sebagaimana dimaksud ayat (1), maka perjanjian kerja tersebut
pada huruf a adalah perjanjian kerja harus mensyaratkan pengalihan
untuk waktu tertentu yang memenuhi perlindungan hak-hak bagi
persyaratan sebagaimana dimaksud pekerja/buruh apabila terjadi pergantian
dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian perusahaan alih daya dan sepanjang
kerja waktu tidak tertentu yang dibuat objek pekerjaannya tetap ada.
secara tertulis dan ditandatangani oleh (4) Perusahaan alih daya sebagaimana
kedua belah pihak; dimaksud pada ayat (2) berbentuk badan
c. perlindungan upah dan kesejahteraan, hukum dan wajib memenuhi Perizinan
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
syarat-syarat kerja, serta perselisihan Berusaha yang diterbitkan oleh
yang timbul menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.
perusahaan penyedia jasa (5) Perizinan Berusaha sebagaimana
pekerja/buruh; dan dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi
d. perjanjian antara perusahaan pengguna norma, standar, prosedur, dan kriteria
jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
yang bertindak sebagai perusahaan (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai
penyedia jasa pekerja/buruh dibuat perlindungan pekerja/buruh sebagaimana
secara tertulis dan wajib memuat pasal- dimaksud pada ayat (2) dan Perizinan
pasal sebagaimana dimaksud dalam Berusaha sebagaimana dimaksud pada
undang-undang ini. ayat (4) diatur dengan Peraturan
(3). Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan Pemerintah.
bentuk usaha yang berbadan hukum dan
memiliki izin dari instansi yang
bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan.
(4). Dalam hal ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a,
huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak
terpenuhi, maka demi hukum status
hubungan kerja antara pekerja/buruh dan
perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
beralih menjadi hubungan kerja antara
pekerja/buruh dan perusahaan pemberi
pekerjaan.
Pasal 77: (waktu kerja) Pasal 77 diubah, sehingga berbunyi : Dengan adanya Pelaksanaan jam
(1). Setiap pengusaha wajib melaksanakan (1). Setiap Pengusaha wajib melaksanakan kerja bagi pekerja/buruh di
ketentuan waktu kerja. ketentuan waktu kerja. perusahaan yang diatur dalam
(2). Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam (2). Waktu kerja sebagaimana dimaksud perjanjian kerja, peraturan
ayat (1) meliputi : pada ayat (1) meliputi: perusahaan, atau perjanjian kerja
a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 bersama. Maka buruh dapat melebihi
(empat puluh) jam 1 (satu) minggu (empat puluh) jam 1 (satu) minggu jam kerja pada sektor usaha atau
untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 pekerjaan tertentu. Mengenai
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
(satu) minggu; atau (satu) minggu; atau; pengaturan lebih lanjut diatur oleh
b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 Peraturan pemerintah.
(empat puluh) jam 1 (satu) minggu (empat puluh) jam 1 (satu) minggu
untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1
minggu. (satu) minggu.
(3). Ketentuan waktu kerja sebagaimana (3). Ketentuan waktu kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku bagi dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku
sektor usaha atau peker-jaan tertentu. bagi sektor usaha atau pekerjaan
(4). Ketentuan mengenai waktu kerja pada tertentu.
sektor usaha atau pekerjaan tertentu (4). Pelaksanaan jam kerja bagi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pekerja/buruh di perusahaan diatur
diatur dengan Keputusan Menteri. dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.
(5). Ketentuan lebih lanjut mengenai waktu
kerja pada sektor usaha atau pekerjaan
tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 78 Pasal 78 diubah, sehingga berbunyi: Terdapat penambahan jam kerja
(1). Pengusaha yang mempekerjakan (1). Pengusaha yang mempekerjakan lembur. Yang sebelumnya 3 jam
pekerja/buruh melebihi waktu kerja pekerja/buruh melebihi waktu kerja dalam satu hari dan 14jam dalam 1
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 minggu menjadi 4 jam dalam 1 hari
(2) harus memenuhi syarat ayat (2) harus memenuhi syarat: dan 18 jam dalam 1 minggu.
a. ada persetujuan pekerja/buruh yang a. ada persetujuan pekerja/buruh yang
bersangkutan; dan bersangkutan; dan
b. waktu kerja lembur hanya dapat b. waktu kerja lembur hanya dapat
dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dilakukan paling lama 4 (empat) jam
dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat dalam 1 (satu) hari dan 18 (delapan
belas) jam dalam 1 (satu) minggu. belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
(2). Pengusaha yang mempekerjakan (2). Pengusaha yang mempekerjakan
pekerja/buruh melebihi waktu kerja pekerja/buruh melebihi waktu kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
wajib membayar upah kerja lembur. wajib membayar upah kerja lembur.
(3). Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana (3). Ketentuan waktu kerja lembur
dimaksud dalam ayat (1) huruf b tidak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha
tertentu. atau pekerjaan tertentu. (4) Ketentuan
(4). Ketentuan mengenai waktu kerja lembur lebih lanjut mengenai waktu kerja
dan upah kerja lembur sebagaimana lembur dan upah kerja lembur diatur
dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
dengan Keputusan Menteri.
Pasal 79 Pasal 79 diubah, sehingga berbunyi: Adanya pengurangan waktu
(1). Pengusaha wajib memberi waktu istirahat (1). Pengusaha wajib memberi: istirahat. Sebelumnya istirahat
dan cuti kepada pekerja/buruh. a. waktu istirahat; dan mingguan 1 (satu) hari untuk 6
(2). Waktu istirahat dan cuti sebagaimana b. cuti. (enam) hari kerja dalam 1 (satu)
dimaksud dalam ayat (1), meliputi : (2). Waktu istirahat sebagaimana dimaksud minggu atau 2 (dua) hari untuk 5
a. istirahat antara jam kerja, sekurang pada ayat (1) huruf a wajib diberikan (lima) hari kerja dalam 1 (satu)
kurangnya setengah jam setelah bekerja kepada pekerja/buruh paling sedikit minggu.
selama 4 (empat) jam terus menerus meliputi: menjadi
dan waktu istirahat tersebut tidak a. istirahat antara jam kerja, paling istirahat mingguan 1 (satu) hari
termasuk jam kerja; sedikit setengah jam setelah bekerja untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1
b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 selama 4 (empat) jam terus menerus (satu) minggu.
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) dan waktu istirahat tersebut tidak Hilangnya istirahat panjang
minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) termasuk jam kerja; dan sekurang-kurangnya 2 bulan yang
hari kerja dalam 1 (satu) minggu; b. istirahat mingguan 1 (satu) hari dilaksanakan pada tahun ketujuh dan
c. cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 kedelapan. Masing-masing 1 bulan
(dua belas) hari kerja setelah (satu) minggu. bagi pekerja/buruh yang telah bekerja
pekerja/buruh yang bersangkutan (3). Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat selama 6 (enam) tahun secara terus
bekerja selama 12 (dua belas) bulan (1) huruf b yang wajib diberikan kepada menerus dan berlaku untuk setiap
secara terus menerus; dan pekerja/buruh yaitu cuti tahunan, paling kelipatan masa kerja 6 tahun dan
d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah mengenai istirahat panjang lebih
(dua) bulan dan dilaksanakan pada pekerja/buruh yang bersangkutan detailnya akan diatur pada perjanjian
tahun ketujuh dan kedelapan masing- bekerja selama 12 (dua belas) bulan kerja, peraturan perusahaan, atau
masing 1 (satu) bulan bagi secara terus menerus. perjanjian kerja bersama.
pekerja/buruh yang telah bekerja (4). Pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
selama 6 (enam) tahun secara terus- dimaksud pada ayat (3) diatur dalam
menerus pada perusahaan yang sama perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
dengan ketentuan pekerja/buruh atau perjanjian kerja bersama.
tersebut tidak berhak lagi atas istirahat (5). Selain waktu istirahat dan cuti
tahunannya dalam 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berjalan dan selanjutnya berlaku untuk ayat (2), dan ayat (3), perusahaan
setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tertentu dapat memberikan istirahat
tahun. panjang yang diatur dalam perjanjian
(3). Pelaksanaan waktu istirahat tahunan kerja, peraturan perusahaan, atau
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) perjanjian kerja bersama.
huruf c diatur dalam perjanjian kerja, (6). Ketentuan lebih lanjut mengenai
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja perusahaan tertentu sebagaimana
bersama. dimaksud pada ayat (5) diatur dengan
(4). Hak istirahat panjang sebagaimana Peraturan Pemerintah (Versi Draft
dimaksud dalam ayat (2) huruf d hanya kirim Presiden)/final
berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja
pada perusahaan tertentu.
(5). Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) diatur dengan Keputusan
Menteri.
Pasal 88: (Pengupahan) Pasal 88 diubah, sehingga berbunyi: Tidak ada lagi ketentuan mengenai:
(1). Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh (1). Setiap pekerja/buruh berhak atas denda dan potongan upah;
penghasilan yang memenuhi penghidupan penghidupan yang layak bagi struktur dan skala pengupahan yang
yang layak bagi kemanusiaan. kemanusiaan. proporsional dan upah untuk
(2). Untuk mewujudkan penghasilan yang (2). Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan perhitungan pajak penghasilan.
memenuhi penghidupan yang layak bagi pengupahan sebagai salah satu upaya Bila struktur dan skala pengupahan
kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam mewujudkan hak pekerja/buruh atas tidak proporsional maka bisa jadi
ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan penghidupan yang layak bagi skala pengupahan disamakan antara
pengupahan yang melindungi kemanusiaan. pegawai yang belum menikah,
pekerja/buruh. (3). Kebijakan pengupahan sebagaimana pegawai yang sudah menikah belum
(3). Kebijakan pengupahan yang melindungi dimaksud pada ayat (2) meliputi: memiliki anak dan pegawai yang
pekerja/buruh sebagaimana dimaksud a. upah minimum; sudah menikah serta memiliki anak
dalam ayat (2) meliputi : b. struktur dan skala upah;
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
a. upah minimum; c. upah kerja lembur;
b. upah kerja lembur; d. upah tidak masuk kerja dan/atau
c. upah tidak masuk kerja karena tidak melakukan pekerjaan karena
berhalangan; alasan tertentu;
d. upah tidak masuk kerja karena e. bentuk dan cara pembayaran upah;
melakukan kegiatan lain di luar f. hal-hal yang dapat diperhitungkan
pekerjaannya; dengan upah; dan
e. upah karena menjalankan hak waktu g. upah sebagai dasar perhitungan atau
istirahat kerjanya; pembayaran hak dan kewajiban
f. bentuk dan cara pembayaran upah; lainnya.
g. denda dan potongan upah; (4). Ketentuan lebih lanjut mengenai
h. hal-hal yang dapat diperhitungkan kebijakan pengupahan diatur dengan
dengan Bupah; Peraturan Pemerintah.
i. struktur dan skala pengupahan yang
proporsional;
j. upah untuk pembayaran pesangon; dan
k. upah untuk perhitungan pajak
penghasilan.
(4). Pemerintah menetapkan upah minimum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak
dan dengan mem-perhatikan produktivitas
dan pertumbuhan ekonomi.
Pasal 89 : Di antara Pasal 88 dan Pasal 89 disisipkan 1. Adanya perlindungan hukum
(1). Upah minimum sebagaimana dimaksud 5 (lima) pasal yakni, Pasal 88A, Pasal 88B, bagi pekerja/buruh bila
dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat Pasal 88C, Pasal 88D, dan Pasal 88E pengusaha atas kesengajaan atau
terdiri atas : sehingga berbunyi sebagai berikut: kelalaiannya mengakibatkan
a. upah minimum berdasarkan wilayah keterlambatan pembayaran upah,
provinsi atau kabupaten/kota; Pasal 88A dikenakan denda sesuai dengan
b. upah minimum berdasarkan sektor pada (1). Hak pekerja/buruh atas upah timbul persentase tertentu dari upah
wilayah provinsi atau kabupaten/kota. pada saat terjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh.
(2). Upah minimum sebagaimana dimaksud pekerja/buruh dengan pengusaha dan 2. Pengusaha juga diberikan
dalam ayat (1) diarahkan kepada berakhir pada saat putusnya hubungan perlindungan bila Pekerja/buruh
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
pencapaian kebutuhan hidup layak. kerja. melakukan pelanggaran karena
(3). Upah minimum sebagaimana dimaksud (2). Setiap pekerja/buruh berhak kesengajaan atau kelalaiannya
dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur memperoleh upah yang sama untuk dapat dikenakan denda.
dengan memperhatikan rekomendasi dari pekerjaan yang sama nilainya. Mengenai jenis kesejgajaan atau
Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau (3). Pengusaha wajib membayar upah kelalaian dan besaran denda
Bupati/Walikota. kepada pekerja/buruh sesuai dengan diatur lebih lanjut dalam
(4). Komponen serta pelaksanaan tahapan kesepakatan. peraturan pemerintah.
pencapaian kebutuhan hidup layak (4). Pengaturan pengupahan yang ditetapkan 3. Istilah UMR digantikan dengan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) atas kesepakatan antara pengusaha UMP karena adanya peraturan
diatur dengan Keputusan Menteri. dengan pekerja/buruh atau serikat menteri ketenagakerjaan yang
pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih baru.
rendah dari ketentuan pengupahan yang 4. UMK tetap ada namun Pada
ditetapkan dalam peraturan perundang- pasal 88C memberikan
undangan. kewenangan kepada gubernur
(5). Dalam hal kesepakatan sebagaimana dikarenakan terdapat frasa
dimaksud pada ayat (4) lebih rendah “dapat”Gubernur dapat
atau bertentangan dengan peraturan menetapkan upah minimum
perundang-undangan, kesepakatan kabupaten/kota dengan syarat
tersebut batal demi hukum dan tertentu namun gubernur tidak
pengaturan pengupahan dilaksanakan memiliki kewajiban karena
sesuai dengan ketentuan peraturan pengaturan UMK merupakan
perundang-undangan. kewenangan walikota/bupati
(6). Pengusaha yang karena kesengajaan yang memahami kondisi
atau kelalaiannya mengakibatkan ekonomi di wilayahnya
keterlambatan pembayaran upah, 5. Upah minimum ditetapkan
dikenakan denda sesuai dengan berdasarkan kondisi ekonomi
persentase tertentu dari upah dan ketenagakerjaan. Terdapat
pekerja/buruh. (versi kirim ke Syarat tertentu supaya
presiden). pekerja/buruh berhak
(7). Pekerja/buruh yang melakukan memperoleh upah yang sama
pelanggaran karena kesengajaan atau untuk pekerjaan yang sama
kelalaiannya dapat dikenakan nilainya. Dengan mengacu
denda.(Versi kirim ke presiden). pertumbuhan ekonomi daerah
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
(8). Pemerintah mengatur pengenaan denda dan inflasi pada kabupaten/kota
kepada pengusaha dan/atau yang bersangkutan yang datanya
pekerja/buruh dalam pembayaran diperoleh dari lembaga
upah.(Versi kirim ke presiden) BPS/lembaga statistic yang
berwenang lainnya.
Pasal 88B : 6. Upah minimum kabupaten/kota
(1). Upah ditetapkan berdasarkan: harus lebih tinggi dari upah
a. satuan waktu; dan/atau minimum provinsi.
b. satuan hasil. 7. Pekerja yang memiliki kontrak
(2). Ketentuan lebih lanjut mengenai pekerjaan kurang dari 1(satu)
upah berdasarkan satuan waktu tahun dikenakan upah dengan
dan/atau satuan hasil sebagaimana standar UMP/upah minimum
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam provinsi, atau dapat dikenakan
Peraturan Pemerintah. upah dengan standar upah
minimum kota/kabupaten/UMK.
Pasal 88C :
(1). Gubernur wajib menetapkan upah
minimum provinsi;
(2). Gubernur dapat menetapkan upah
minimum kabupaten/kota dengan syarat
tertentu.
(3). Upah minimum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
berdasarkan kondisi ekonomi dan
ketenagakerjaan.
(4). Syarat tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) meliputi pertumbuhan
ekonomi daerah dan inflasi pada
kabupaten/kota yang bersangkutan.
(5). Upah minimum kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus lebih tinggi dari upah minimum
provinsi.
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
(6). Kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
menggunakan data yang bersumber dari
lembaga yang berwenang di bidang
statistik.
(7). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara penetapan upah minimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan syarat tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 88D
(1). Upah minimum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2)
dihitung dengan menggunakan formula
perhitungan upah minimum.
(2). Formula perhitungan upah minimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat variabel pertumbuhan ekonomi
atau inflasi.
(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai
formula perhitungan upah minimum
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 88E
(1). Upah minimum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2)
berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa
kerja kurang dari 1 (satu) tahun pada
perusahaan yang bersangkutan.
(2). Pengusaha dilarang membayar upah
lebih rendah dari upah minimum.
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Pasal 89 :
(1). Upah minimum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat
terdiri atas :
a. upah minimum berdasarkan wilayah
provinsi atau kabupaten/kota;
b. upah minimum berdasarkan sektor pada
wilayah provinsi atau kabupaten/kota.
(2). Upah minimum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diarahkan kepada Dihapus
pencapaian kebutuhan hidup layak.
(3). Upah minimum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur
dengan memperhatikan rekomendasi dari
Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau
Bupati/Walikota.
(4). Komponen serta pelaksanaan tahapan
pencapaian kebutuhan hidup layak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 90 : Pasal 90 Dihapus Pengupahan bagi bagi pekerja/buru
(1). Pengusaha dilarang membayar upah lebih Di antara Pasal 90 dan Pasal 91 disisipkan yang bekerja di sektor Usaha mikro
rendah dari upah minimum sebagaimana 2 (dua) pasal yakni Pasal 90A dan Pasal kecil maka ditentukan oleh
dimaksud dalam Pasal 89. 90B sehingga berbunyi sebagai berikut: kesepakatan antara pengusaha
(2). Bagi pengusaha yang tidak mampu Pasal 90A : dengan pekerja. Dan untuk aturan
membayar upah minimum sebagaimana Upah di atas upah minimum ditetapkan lebih lanjut akan diatur dalam
dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha Peraturan Pemerintah.
penangguhan. (3) Tata cara penangguhan dengan pekerja/buruh di perusahaan.
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 90B :
(1). Ketentuan upah minimum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan
ayat (2) dikecualikan bagi Usaha Mikro
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
dan Kecil.
(2). Upah pada Usaha Mikro dan Kecil
ditetapkan berdasarkan kesepakatan
antara pengusaha dengan pekerja/buruh
di perusahaan.
(3). Kesepakatan upah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sekurang-
kurangnya sebesar persentase tertentu
dari rata-rata konsumsi masyarakat
berdasarkan data yang bersumber dari
lembaga yang berwenang di bidang
statistik.
(4). Ketentuan lebih lanjut mengenai upah
bagi Usaha Mikro dan Kecil diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 91 : Pindah ke pasal 88A ayat (4) & (5)
(1). Pengaturan pengupahan yang ditetapkan
atas kesepakatan antara pengusaha dan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat
buruh tidak boleh lebih rendah dari
ketentuan pengupahan yang ditetapkan
peraturan perundang-undangan yang
Dihapus
berlaku.
(2). Dalam hal kesepakatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau
bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan, kesepakatan tersebut batal demi
hukum, dan pengusaha wajib membayar
upah pekerja/buruh menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku
Pasal 92 : Pasal 92 diubah, sehingga berbunyi : Tidak adanya aturan mengenai
(1). Pengusaha menyusun struktur dan skala (1). Pengusaha wajib menyusun struktur dan struktur dan skala upah yang
upah dengan memperhatikan golongan, skala upah di perusahaan dengan memperhatikan golongan, masa
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
jabatan, masa kerja, pendidikan, dan memperhatikan kemampuan perusahaan kerja, pendidikan dan kompetensi.
kompetensi. dan produktivitas. Dan di dalam uu cipta kerja
(2). Pengusaha melakukan peninjauan upah (2). Struktur dan skala upah digunakan pengusaha wajib menyusun struktur
secara berkala dengan mem-perhatikan sebagai pedoman pengusaha dalam dan skala upah di perusahaan
kemampuan perusahaan dan produktivitas. menetapkan upah. dengan memperhatikan
(3). Ketentuan mengenai struktur dan skala (3). Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur kemampuan perusahaan dan
upah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan skala upah diatur dengan Peraturan produktivitas. Artinya penetapan
diatur dengan Keputusan Menteri. Pemerintah. skala upah tergantung dari
kemampuan perusahaan dan
dilihat dari produktifitas pekerja.
Selanjutnya mengenai struktur
dan skala upa datur dengan
Peraturan Pemerintah
Pasal 93 Aturan mengenai Pasal 93 UU no
(1). Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh Di antara Pasal 92 dan Pasal 93 disisipkan 1 13/2003 tetap berlaku karena
tidak melakukan pekerjaan. (satu) pasal yakni Pasal 92A sehingga tidak ada perubahan dan hanya
(2). Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam berbunyi sebagai berikut: ada penambahan pasal yang
ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib Pasal 92A: disisipkan yaitu Pasal 92 A
membayar upah apabila : Pengusaha melakukan peninjauan upah
a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak secara berkala dengan memperhatikan
dapat melakukan pekerjaan; kemampuan perusahaan dan produktivitas.
b. pekerja/buruh perempuan yang sakit
pada hari pertama dan kedua masa
haidnya sehingga tidak dapat
melakukan pekerjaan;
c. pekerja/buruh tidak masuk bekerja
karena pekerja/buruh menikah,
menikahkan, mengkhitankan,
membaptiskan anaknya, isteri
melahirkan atau keguguran kandungan,
suami atau isteri atau anak atau
menantu atau orang tua atau mertua
atau anggota keluarga dalam satu
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
rumah meninggal dunia;
d. pekerja/buruh tidak dapat melakukan
pekerjaannya karena sedang
menjalankan kewajiban terhadap
negara;
e. pekerja/buruh tidak dapat melakukan
pekerjaannya karena menjalan-kan
ibadah yang diperintahkan agamanya;
f. pekerja/buruh bersedia melakukan
pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi
pengusaha tidak mempekerjakannya,
baik karena kesalahan sendiri maupun
halangan yang seharusnya dapat
dihindari pengusaha;
g. pekerja/buruh melaksanakan hak
istirahat;
h. pekerja/buruh melaksanakan tugas
serikat pekerja/serikat buruh atas
persetujuan pengusaha; dan
i. pekerja/buruh melaksanakan tugas
pendidikan dari perusahaan.
(3). Upah yang dibayarkan kepada
pekerja/buruh yang sakit sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) huruf a sebagai
berikut :
a. untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar
100% (seratus perseratus) dari upah;
b. untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar
75% (tujuh puluh lima perseratus) dari
upah;
c. untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar
50% (lima puluh perseratus) dari upah;
dan
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
d. untuk bulan selanjutnya dibayar 25%
(dua puluh lima perseratus) dari upah
sebelum pemutusan hubungan kerja
dilakukan oleh pengusaha.
(4). Upah yang dibayarkan kepada
pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
huruf c sebagai berikut :
a. pekerja/buruh menikah, dibayar untuk
selama 3 (tiga) hari;
b. menikahkan anaknya, dibayar untuk
selama 2 (dua) hari;
c. mengkhitankan anaknya, dibayar untuk
selama 2 (dua) hari
d. membaptiskan anaknya, dibayar untuk
selama 2 (dua) hari;
e. isteri melahirkan atau keguguran
kandungan, dibayar untuk selama 2
(dua) hari;
f. suami/isteri, orang tua/mertua atau anak
atau menantu meninggal dunia, dibayar
untuk selama 2 (dua) hari; dan
g. anggota keluarga dalam satu rumah
meninggal dunia, dibayar untuk selama
1 (satu) hari.
(5). Pengaturan pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
ditetapkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.
Pasal 94 : Pasal 94 diubah, sehingga berbunyi: Adanya perampingan
Dalam hal komponen upah terdiri dari upah Dalam hal komponen upah terdiri atas upah nomenklatur dan penggunaan
pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah pokok dan tunjangan tetap, besarnya upah kata yang lebih efektif dari kata “
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
pokok sedikit-dikitnya 75 % (tujuh puluh lima pokok paling sedikit 75% (tujuh puluh lima sedikit-dikitnya” menjadi “paling
perseratus) dari jumlah upah pokok dan perseratus) dari jumlah upah pokok dan sedikit”. Perubahan kata tidak
tunjangan tetap. tunjangan tetap. merubah substansi isi pasal.
Pasal 95: Pasal 95 diubah, sehingga berbunyi: Terdapat perlindungan hak-hak
(1). Pelanggaran yang dilakukan oleh (1). Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit buruh bila perusahaan dinyatakan
pekerja/buruh karena kesengajaan atau atau dilikuidasi berdasarkan ketentuan pailit maka kedudukan buruh
kelalaiannya dapat dikenakan denda. peraturan perundang-undangan, upah sebagai Kreditur memiliki
(2). Pengusaha yang karena kesengajaan atau dan hak lainnya yang belum diterima kekhususan tersendiri yaitu
kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan oleh pekerja/buruh merupakan utang pekerja/buruh berkedudukan sebagai
pembayaran upah, dikenakan denda sesuai yang didahulukan pembayarannya. Kreditur Preferen khusus karena
dengan persentase tertentu dari upah (2). Upah pekerja/buruh sebagaimana pada Pasal 95 ayat (2) Upah buruh
pekerja/buruh. dimaksud pada ayat (1) didahulukan didahulukan pembayarannya
(3). Pemerintah mengatur pengenaan denda pembayarannya sebelum pembayaran sebelum pembayaran kepada semua
kepada pengusaha dan/atau pekerja/buruh, kepada semua kreditur. Kreditur. Penulis menganalisis
dalam pembayaran upah. (3). Hak lainnya dari pekerja/buruh bahwasannya pemasukan norma ini
(4). Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pelaksanaan Putusan
atau dilikuidasi berdasarkan peraturan didahulukan pembayarannya atas semua Mahkamah Konstitusi Nomor
perundangundangan yang berlaku, maka kreditur kecuali para kreditur pemegang 67/PUU-XI/2013 yang menyatakan:
upah dan hak-hak lainnya dari hak jaminan kebendaan. 1. Pembayaran upah pekerja/buruh
pekerja/buruh merupakan utang yang yang terhutang didahulukan atas
didahulukan pem-bayarannya semua jenis Kreditur termasuk
atas tagihan krediutr sparatis,
tagihan hak Negara, kantor
lelang, dan badan umum yang
dibentuk pemerintah.
2. Pembayaran hak-hak
pekerja/buruh lainnya
didahulukan atas semua tagihan
termasu tagihan hak Negara,
kantor lelang, dan badan umum
yang dibentuk pemerintah,
kecuali tagihan dari Kreditur
sparatis/yang memiliki hak
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
jaminan kebendaan.
Artinya kedudukan awal sebagai
Kreditur Preferen umum berubah
menjadi Preferen Khusus disamping
Kreditur yang berasal badan
Pemerintah (pajak dll).
Dengan hilangnya daluwarsa
Pasal 96 : mengenai jangka waktu pembayaran
Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan yang timbul dari hubungan kerja.
segala pembayaran yang timbul dari hubungan Maka pekerja memiliki hak untuk
kerja menjadi kadaluwarsa setelah melampaui melakukan tuntutan terkait
jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya pembayaran upah yang timbul dari
hak. Dihapus hubungan kerja. Tanpa khawatir
melampaui daluwarsa jangka waktu
2 tahun sejak timbulnya hak.
Pasal 97 : Telah diatur lebih lanjut dalam
Ketentuan mengenai penghasilan yang layak, Pasal 88, 88A-E UU Ciptakerja
kebijakan pengupahan, kebutuhan hidup layak,
Dihapus
dan perlindungan pengupahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88, penetapan upah
minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
89, dan pengenaan denda sebagaimana
Pasal 98 Pasal 98 diubah, sehingga berbunyi Ada penambahan unsur
(1). Untuk memberikan saran, pertimbangan, sebagai berikut: akademisi dalam keanggotaan
dan merumuskan kebijakan pengupahan Pasal 98 : Dewan pengupahan dan diatur
yang akan ditetapkan oleh pemerintah, (1). Untuk memberikan saran dan lebih lanjut dalam Peraturan
serta untuk pengembangan sistem pertimbangan kepada Pemerintah dalam Pemerintah
pengupahan nasional dibentuk Dewan perumusan kebijakan pengupahan serta
Pengupahan Nasional, Provinsi, dan pengembangan sistem pengupahan
Kabupaten/Kota. dibentuk dewan pengupahan.
(2). Keanggotaan Dewan Pengupahan (2). Dewan pengupahan terdiri atas unsur
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pemerintah, organisasi pengusaha,
terdiri dari unsur pemerintah, organisasi serikat pekerja/serikat buruh, pakar dan
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
pengusaha, serikat pekerja/-serikat buruh, akademisi.
perguruan tinggi, dan pakar. (3). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
(3). Keanggotaan Dewan Pengupahan tingkat cara pembentukan, komposisi
Nasional diangkat dan diberhentikan oleh keanggotaan, tata cara pengangkatan dan
Presiden, sedangkan keanggotaan Dewan pemberhentian keanggotaan, serta tugas
Pengupahan Provinsi, Kabupaten/Kota dan tata kerja dewan pengupahan, diatur
diangkat dan diberhentikan oleh Gubenur/ dengan Peraturan Pemerintah.
Bupati/Walikota.
(4). Ketentuan mengenai tata cara
pembentukan, komposisi keanggotaan, tata
cara pengangkatan dan pemberhentian
keanggotaan, serta tugas dan tata kerja
Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan
Keputusan Presiden.
Pasal 151 : (Pemutusan Hubungan Kerja) Pasal 151 diubah, sehingga berbunyi Penyelesaian Perselisihan Hubungan
(1). Pengusaha, pekerja/buruh, serikat sebagai berikut: Industrian lebih jelas dan tersusun
pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, Pasal 151 : dari UU sebelumnya.
dengan segala upaya harus mengusahakan (1). (Pengusaha, pekerja/buruh, serikat
agar jangan terjadi pemutusan hubungan pekerja/serikat buruh, dan pemerintah,
kerja. harus mengupayakan agar tidak terjadi
(2). Dalam hal segala upaya telah dilakukan, pemutusan hubungan kerja.
tetapi pemutusan hubungan kerja tidak (2). Dalam hal pemutusan hubungan kerja
dapat dihindari, maka maksud pemutusan tidak dapat dihindari maka maksud dan
hubungan kerja wajib dirundingkan oleh alasan pemutusan hubungan kerja
pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh diberitahukan oleh pengusaha kepada
atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh dan/atau serikat
pekerja/buruh yang bersangkutan tidak pekerja/serikat buruh.
menjadi anggota serikat pekerja/serikat (3). Dalam hal pekerja/buruh telah
buruh. diberitahu dan menolak pemutusan
(3). Dalam hal perundingan sebagaimana hubungan kerja maka penyelesaian
dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak pemutusan hubungan kerja wajib
menghasilkan persetu-juan, pengusaha dilakukan melalui perundingan bipartit
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
hanya dapat memutuskan hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh
dengan pekerja/buruh setelah memperoleh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.
penetapan dari lembaga penyelesaian (4). Dalam hal perundingan bipartit
perselisihan hubungan industrial sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tidak mendapatkan kesepakatan maka
pemutusan hubungan kerja dilakukan
melalui tahap berikutnya sesuai
mekanisme penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.
Pasal 152 : Pasal 152 Dihapus Pengusaha tidak perlu melakukan
(1). Permohonan penetapan pemutusan permohonan penetapan kepada PHI
hubungan kerja diajukan secara tertulis Di antara Pasal 151 dan Pasal 152 bilamana pekerja/buruh
kepada lembaga penyelesaian perselisihan disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 151A mengundurkan diri atas kemauan
hubungan industrial disertai alasan yang sehingga berbunyi sebagai berikut: sendiri, pekerja/buruh dan
menjadi dasarnya. Pasal 151A : pengusaha berakhir hubungan
(2). Permohonan penetapan sebagaimana Pemberitahuan sebagaimana dimaksud kerjanya sesuai perjanjian kerja
dimaksud dalam ayat (1) dapat diterima dalam Pasal 151 ayat (2) tidak perlu waktu tertentu, pekerja/buruh
oleh lembaga penyelesaian perselisihan dilakukan oleh Pengusaha dalam hal: mencapai usia pensiun sesuai
hubungan industrial apabila telah a. pekerja/buruh mengundurkan diri atas dengan perjanjian kerja, peraturan
dirundangkan sebagaimana dimaksud kemauan sendiri; perusahaan, atau perjanjian kerja
dalam Pasal 151 ayat (2). b. pekerja/buruh dan pengusaha berakhir bersama, atau pekerja/buruh
(3). Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerjanya sesuai perjanjian kerja meninggal dunia.
hubungan kerja hanya dapat diberikan oleh waktu tertentu;
lembaga penyelesaian perselisihan c. pekerja/buruh mencapai usia pensiun
hubungan industrial jika ternyata maksud sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan
untuk memutuskan hubungan kerja telah perusahaan, atau perjanjian kerja
dirundingkan, tetapi perundingan tersebut bersama;atau
tidak menghasilkan kesepakatan d. pekerja/buruh meninggal dunia.
Pasal 153: Pasal 153 diubah, sehingga berbunyi
(1). Pengusaha dilarang melakukan pemutusan sebagai berikut:
hubungan kerja dengan alasan : Pasal 153 :
a. pekerja/buruh berhalangan masuk kerja (1). Pengusaha dilarang melakukan
karena sakit menurut keterangan dokter pemutusan hubungan kerja kepada
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
selama waktu tidak melampaui 12 (dua pekerja/buruh dengan alasan:
belas) bulan secara terus-menerus; a. berhalangan masuk kerja karena
b. pekerja/buruh berhalangan menjalankan sakit menurut keterangan dokter
pekerjaannya karena memenuhi selama waktu tidak melampaui 12
kewajiban terhadap negara sesuai (dua belas) bulan secara terus-
dengan ketentuan peraturan perundang- menerus;
undangan yang berlaku; b. berhalangan menjalankan
c. pekerja/buruh menjalankan ibadah yang pekerjaannya karena memenuhi
diperintahkan agamanya; kewajiban terhadap negara sesuai
d. pekerja/buruh menikah; dengan ketentuan peraturan
e. pekerja/buruh perempuan hamil, perundang-undangan;
melahirkan, gugur kandungan, atau c. menjalankan ibadah yang
menyusui bayinya; diperintahkan agamanya;
f. pekerja/buruh mempunyai pertalian d. menikah;
darah dan/atau ikatan perkawinan e. hamil, melahirkan, gugur
dengan pekerja/buruh lainnya di dalam kandungan, atau menyusui bayinya;
satu perusahaan, kecuali telah diatur f. mempunyai pertalian darah dan/atau
dalam perjanjian kerja, peraturan ikatan perkawinan dengan
perusahan, atau perjanjian kerja pekerja/buruh lainnya di dalam satu
bersama; perusahaan;
g. pekerja/buruh mendirikan, menjadi g. mendirikan, menjadi anggota
anggota dan/atau pengurus serikat dan/atau pengurus serikat
pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh
melakukan kegiatan serikat melakukan kegiatan serikat
pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, pekerja/serikat buruh di luar jam
atau di dalam jam kerja atas kerja, atau di dalam jam kerja atas
kesepakatan pengusaha, atau kesepakatan pengusaha, atau
berdasarkan ketentuan yang diatur berdasarkan ketentuan yang diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama; bersama;
h. pekerja/buruh yang mengadukan h. mengadukan pengusaha kepada
pengusaha kepada yang berwajib pihak yang berwajib mengenai
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
mengenai perbuatan pengusaha yang perbuatan pengusaha yang
melakukan tindak pidana kejahatan; melakukan tindak pidana kejahatan;
i. karena perbedaan paham, agama, aliran i. berbeda paham, agama, aliran
politik, suku, warna kulit, golongan, politik, suku, warna kulit, golongan,
jenis kelamin, kondisi fisik, atau status jenis kelamin, kondisi fisik, atau
perkawinan; status perkawinan;
j. pekerja/buruh dalam keadaan cacat j. dalam keadaan cacat tetap, sakit
tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, akibat kecelakaan kerja, atau sakit
atau sakit karena hubungan kerja yang karena hubungan kerja yang menurut
menurut surat keterangan dokter yang surat keterangan dokter yang jangka
jangka waktu penyembuhannya belum waktu penyembuhannya belum dapat
dapat dipastikan. dipastikan.
(2). Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan (2). Pemutusan hubungan kerja yang
dengan alasan sebagaimana dimaksud dilakukan dengan alasan sebagaimana
dalam ayat (1) batal demi hukum dan dimaksud pada ayat (1) batal demi
pengusaha wajib mempekerjakan kembali hukum dan pengusaha wajib
pekerja/buruh yang bersangkutan. mempekerjakan kembali pekerja/buruh
yang bersangkutan.
Pasal 154 Pasal 154 Dihapus RUMUSAN PHK LEBIH
Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal Di antara Pasal 154 dan Pasal 155 disisipkan LENGKAP DIBANDINGKAN
151 ayat (3) tidak diperlukan dalam hal : 1 (satu) pasal yakni Pasal 154A sehingga DENGAN UU13/2003
a. pekerja/buruh masih dalam masa percobaan berbunyi sebagai berikut:
kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara Pasal 154A :
tertulis sebelumnya; (1). Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi
b. pekerja/buruh mengajukan permintaan karena alasan:
pengunduran diri, secara tertulis atas a. perusahaan melakukan
kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya penggabungan, peleburan,
tekanan/intimidasi dari pengusaha, pengambilalihan, atau pemisahan
berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perusahaan dan pekerja/buruh tidak
perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama bersedia melanjutkan hubungan
kali; kerja atau pengusaha tidak bersedia
c. pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai menerima pekerja/buruh;
dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, b. perusahaan melakukan efisiensi
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
peraturan perusahaan, perjanjian kerja diikuti dengan penutupan perusahaan
bersama, atau peraturan perundang- atau tidak diikuti dengan penutupan
undangan; atau d. pekerja/buruh meninggal perusahaan yang disebabkan
dunia. perusahaan mengalami kerugian;
c. perusahaan tutup yang disebabkan
karena perusahaan mengalami
kerugian secara terus menerus
selama 2 (dua) tahun;
d. perusahaan tutup yang disebabkan
karena keadaan memaksa (force
majeur);
e. perusahaan dalam keadaan
penundaan kewajiban pembayaran
utang;
f. perusahaan pailit;
g. adanya pemohonan pemutusan
hubungan kerja yang diajukan oleh
pekerja/buruh dengan alasan
pengusaha melakukan perbuatan
sebagai berikut:
1. menganiaya, menghina secara
kasar atau mengancam
pekerja/buruh;
2. membujuk dan/atau menyuruh
pekerja/buruh untuk melakukan
perbuatan yang bertentangan
dengan peraturan perundang-
undangan;
3. tidak membayar upah tepat pada
waktu yang ditentukan selama
3(tiga) bulan berturut-turut atau
lebih, meskipun pengusaha
membayar upah secara tepat
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
waktu sesudah itu;
4. tidak melakukan kewajiban ang
telah dijanjikan kepada
pekerja/buruh;
5. memerintahkan pekerja/buruh
untuk melaksanakan pekerjaan di
lauar yang diperjanjika; atau
6. memberikan pekerjaan yang
membahayakan jiwa,
keselamatan, kesehatan dan
keasusilaan pekerja/buruh
sedangkan pekerjaan tersebut
tidak dicantumkan pada
perjanjian kerja;
h. adanya putusan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang menyatakan
pengusaha tidak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud
pada huruf g terhadap permohonan
yang diajukan oleh pekerja/buruh
dan pengusaha memutuskan untuk
melakukan pemutusan hubungan
kerja;
i. pekerja/buruh mengundurkan diri
atas kemauan sendiri dan harus
memenuhi syarat:
1. mengajukan permohonan
pengunduran diri secara tertulis
selambat-lambatnya 30(tiga
puluh) hari sebelum tanggal
mulai pengunduran diri;
2. tidak terikat dalam ikatan
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
dinas;dan
3. tetap melaksanakan kewajibanya
sampai tanggal mulai
pengunduran diri;
j. pekerja/buruh mangkir selama 5
(lima) hari kerja atau lebih berturut-
turut tanpa keterangan secara tertulis
yang dilengkapi dengan bukti yang
sah dan telah dipanggil oleh
pengusaha 2 (dua) kali secara patut
dan tertulis
k. pekerja/buruh melakukan
pelanggaran ketentuan yang diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama dan sebelumnya telah
diberikan surat peringatan pertama,
kedua, dan ketiga secara berturut-
turut masing-masing berlaku untuk
paling lama 6 (enam) bulan kecuali
ditetapkan lain dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama;
l. pekerja/buruh tidak dapat melakukan
pekerjaan selama 6 (enam) bulan
akibat ditahan pihak yang berwajib
karena diduga melakukan tindak
pidana;
m. pekerja/buruh mengalami sakit
berkepanjangan atau cacat akibat
kecelakaan kerja dan tidak dapat
melakukan pekerjaannya setelah
melampaui batas 12 (dua belas)
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
bulan
n. pekerja/buruh memasuki usia
pensiun; atau;
o. pekerja/buruh meninggal dunia.
(2). Selain alasan pemutusan hubungan kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat ditetapkan alasan pemutusan
hubungan kerja lainnya dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama. Sebagaimana
dimaksud dalam pasal 61 ayat (1)
(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai
persyaratan dan tata cara pemutusan
hubungan kerja diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 155 Telah diatur dalam pasal 153 uu
(1). Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan ciptakreja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151
ayat (3) batal demi hukum.
(2). Selama putusan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial belum
ditetapkan, baik pengusaha maupun
pekerja/buruh harus tetap melaksanakan
Dihapus
segala kewajibannya.
(3). Pengusaha dapat melakukan penyimpangan
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) berupa tindakan skorsing
kepada pekerja/buruh yang sedang dalam
proses pemutusan hubungan kerja dengan
tetap wajib membayar upah beserta hak-
hak lainnya yang biasa diterima
pekerja/buruh.
Pasal 156 Pasal 156 diubah, sehingga berbunyi sebagai Pada draft sebelumya terdapat
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
(1). Dalam hal terjadi pemutusan hubungan berikut: ketidak pastian hukum karena
kerja, pengusaha diwajibkan membayar Pasal 156 : terdapat frasa “paling
uang pesangon dan atau uang penghargaan (1). Dalam hal terjadi pemutusan hubungan banyak”artinya pengusaha dapat
masa kerja dan uang penggantian hak yang kerja, pengusaha wajib membayar uang memeberikan uang pesangon
seharusnya diterima. pesangon dan/atau uang penghargaan dibawah ketentuan yang diatur.
(2). Perhitungan uang pesangon sebagaimana masa kerja dan uang penggantian hak Namun dalam draft uu cipta kerja
dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit yang seharusnya diterima. yang terbaru rumusannya secara
sebagai berikut : (2). Uang pesangon sebagaimana dimaksud substansi sama dengan Pasal 156
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 pada ayat (1) diberikan paling banyak UU13/2003 walaupun ada
(satu) bulan upah; sesuai ketentuan sebagai berikut: penghapusan frasa paling sedikit.
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih a. masa kerja kurang dari 1 (satu) Artinya aturannya mengikuti
tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) tahun, 1 (satu) bulan upah; ketentuan yang sudah tertulis.
bulan upah; b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2
tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (dua) bulan upah;
(tiga) bulan upah; c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3
tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (tiga) bulan upah;
(empat) bulan upah; d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4
tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (empat) bulan upah;
(lima) bulan upah; e. masa kerja 4 (empat) tahun atau
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, lebih tetapi kurang dari 5 (lima)
tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 tahun, 5 (lima) bulan upah;
(enam) bulan upah; f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih,
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6
tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (enam) bulan upah;
(tujuh) bulan upah. g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7
tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (tujuh) bulan upah;
(delapan) bulan upah; h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun,
9 (sembilan) bulan upah. 8 (delapan) bulan upah;
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
(3). Perhitungan uang penghargaan masa kerja i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
ditetapkan sebagai be-rikut : (3). Uang penghargaan masa kerja
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 diberikan paling banyak sesuai
(dua) bulan upah; ketentuan sebagai berikut:
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau
tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 lebih tetapi kurang dari 6 (enam)
(tiga) bulan upah; tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau b. masa kerja 6 (enam) tahun atau
lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) lebih tetapi kurang dari 9
tahun, 4 (empat) bulan upah; (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau upah;
lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) c. masa kerja 9 (sembilan) tahun
tahun, 5 (lima) bulan upah; atau lebih tetapi kurang dari 12
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau (dua belas) tahun, 4 (empat)
lebih tetapi kurang dari 18 (delapan bulan upah;
belas) tahun, 6 (enam) bulan upah; d. masa kerja 12 (duabelas) tahun
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15
atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan
puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah; upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun e. masa kerja 15 (lima belas) tahun
atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua atau lebih tetapi kurang dari 18
puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan (delapan belas) tahun, 6 (enam)
upah; bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun f. masa kerja 18 (delapan belas)
atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah. tahun atau lebih tetapi kurang
(4). Uang penggantian hak yang seharusnya dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7
diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (tujuh) bulan upah;
(1) meliputi : g. masa kerja 21 (dua puluh satu)
a. cuti tahunan yang belum diambil dan tahun atau lebih tetapi kurang
belum gugur; dari 24 (dua puluh empat) tahun,
b. biaya atau ongkos pulang untuk 8 (delapan) bulan upah;
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
pekerja/buruh dan keluarganya h. masa kerja 24 (dua puluh empat)
ketempat dimana pekerja/buruh tahun atau lebih, 10 (sepuluh)
diterima bekerja; bulan upah.
c. penggantian perumahan serta (4). Uang penggantian hak yang seharusnya
pengobatan dan perawatan ditetapkan diterima sebagaimana dimaksud pada
15% (lima belas perseratus) dari uang ayat (1) meliputi:
pesangon dan/atau uang penghargaan a. cuti tahunan yang belum diambil dan
masa kerja bagi yang memenuhi syarat; belum gugur;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam b. biaya atau ongkos pulang untuk
perjanjian kerja, peraturan perusahaan pekerja/buruh dan keluarganya ke
atau perjanjian kerja bersama. tempat dimana pekerja/buruh
(5). Perubahan perhitungan uang pesangon, diterima bekerja;
perhitungan uang penghargaan masa kerja, c. hal-hal lain yang ditetapkan dalam
dan uang penggantian hak sebagaimana perjanjian kerja, peraturan
dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat perusahaan atau perjanjian kerja
(4) ditetapkan dengan Peraturan bersama.
Pemerintah. (5). Ketentuan lebih lanjut mengenai
pemberian uang pesangon, uang
penghargaan masa kerja, dan uang
penggantian hak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 156 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 156 :
(1). Dalam hal terjadi pemutusan hubungan
kerja, pengusaha wajib membayar uang
pesangon dan/atau uang penghargaan
masa kerja dan uang penggantian hak
yang seharusnya diterima.
(2). Uang pesangon sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan dengan
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
ketentuan sebagai berikut
a. masa kerja kurang dari 1 (satu)
tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih
tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2
(dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih
tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3
(tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih
tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4
(empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau
lebih tetapi kurang dari 5 (lima)
tahun, 5 (lima) bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih,
tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6
(enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih
tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7
(tujuh) bulan upah;
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih
tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun,
8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau
lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
(3). Uang penghargaan masa kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih
tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2
(dua) bulan upah;
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih
tetapi kurang dari 9 (sembilan)
tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau
lebih tetapi kurang dari 12 (dua
belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (duabelas) tahun atau
lebih tetapi kurang dari 15 (lima
belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun
atau lebih tetapi kurang dari 18
(delapan belas) tahun, 6 (enam)
bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun
atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua
puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan
upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun
atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua
puluh empat) tahun, 8 (delapan)
bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) Penghapusan penggantian
tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan perumahan, pengobatan dan
upah. perawatan yang ditetapkan 15%
(4). Uang penggantian hak yang seharusnya dari uang pesangon dan
diterima sebagaimana dimaksud pada penghargaan masa kerja
ayat (1) meliputi: Perusahaan berhak untuk tidak
a. cuti tahunan yang belum diambil dan memasukan klausul tersebut di
belum gugur; dalam perjanjian kerja, peraturan
b. biaya atau ongkos pulang untuk perusahaan atau perjanjian kerja
pekerja/buruh dan keluarganya ke bersama karena aturan tersebut
tempat dimana pekerja/buruh tidak diatur seperti uu
diterima bekerja; sebelumnya.
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
c. hal-hal lain yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja
bersama.
(5). Ketentuan lebih lanjut mengenai
pemberian uang pesangon, uang
penghargaan masa kerja, dan uang
penggantian hak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.(Versi kirim Presiden &
Penjelasan)
Pasal 157 Pasal 157 diubah, sehingga berbunyi sebagai Dalam UU Cipta kerja tunjangan
(1). Komponen upah yang digunakan sebagai berikut: tetap tidak diklasifikasikan
dasar perhitungan uang pesangon, uang sebagaimana UU13/2003. Akibatnya
penghargaan masa kerja, dan uang Pasal 157 akan berdampak, perusahaan dapat
pengganti hak yang seharusnya diterima (1). Komponen upah yang digunakan menghilangkan salah satu macam
yang tertunda, terdiri atas : sebagai dasar perhitungan uang bentuk tunjangan. Seperti:
a. upah pokok; pesangon dan uang penghargaan masa harga pembelian dari
b. segala macam bentuk tunjangan yang kerja, terdiri atas: catu/bagian/makanan/barang yang
bersifat tetap yang diberikan kepada a. upah pokok; diberikan kepada pekerja/buruh
pekerja/buruh dan keluarganya, b. tunjangan tetap yang diberikan secara cuma-cuma, yang apabila
termasuk harga pembelian dari catu kepada pekerja/buruh dan catu harus dibayar pekerja/buruh
yang diberikan kepada pekerja/buruh keluarganya. dengan subsidi, maka sebagai upah
secara cuma-cuma, yang apabila catu (2). Dalam hal penghasilan pekerja/buruh dianggap selisih antara harga
harus dibayar pekerja/buruh dengan dibayarkan atas dasar perhitungan pembelian dengan harga yang harus
subsidi, maka sebagai upah dianggap harian, upah sebulan sama dengan 30 dibayar oleh pekerja/buruh.
selisih antara harga pembelian dengan (tiga puluh) dikali upah sehari.
harga yang harus dibayar oleh (3). Dalam hal upah pekerja/buruh
pekerja/buruh. dibayarkan atas dasar perhitungan
(2). Dalam hal penghasilan pekerja/buruh satuan hasil, upah sebulan sama dengan
dibayarkan atas dasar perhitungan harian, penghasilan rata-rata dalam 12 (dua
maka penghasilan sebulan adalah sama belas) bulan terakhir.
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
dengan 30 kali penghasilan sehari. (4). Dalam hal upah sebulan sebagaimana
(3). Dalam hal upah pekerja/buruh dibayarkan dimaksud pada ayat (3) lebih rendah dari
atas dasar perhitungan satuan hasil, upah minimum maka upah yang menjadi
potongan/borongan atau komisi, maka dasar perhitungan pesangon adalah upah
penghasilan sehari adalah sama dengan minimum yang berlaku di wilayah
pendapatan ratarata per hari selama 12 (dua domisili perusahaan
belas) bulan terakhir, dengan ketentuan
tidak boleh kurang dari ketentuan upah
minimum provinsi atau kabupaten/kota.
(4). Dalam hal pekerjaan tergantung pada
keadaan cuaca dan upahnya didasarkan
pada upah borongan, maka perhitungan
upah sebulan dihitung dari upah rata-rata
12 (dua belas) bulan terakhi
Pasal 158 : Pasal 158 Dihapus p.
(1). Pengusaha dapat memutuskan hubungan (4). Selain alasan pemutusan
kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan hubungan kerja sebagaimana
pekerja/buruh telah melakukan kesalahan Di antara Pasal 157 dan Pasal 158 disisipkan dimaksud pada ayat (1) dapat
berat sebagai berikut : 1 (satu) pasal yakni Pasal 157A sehingga ditetapkan alasan pemutusan
a. melakukan penipuan, pencurian, atau berbunyi sebagai berikut: hubungan kerja lainnya dalam
penggelapan barang dan/atau uang Pasal 157A perjanjian kerja, peraturan
milik perusahaan; (1). Selama proses penyelesaian perselisihan perusahaan atau perjanjian kerja
b. memberikan keterangan palsu atau hubungan industrial, pengusaha dan bersama. Sebagaimana
yang dipalsukan sehingga merugikan pekerja/buruh harus tetap melaksanakan dimaksud dalam pasal 61 ayat
perusahaan; kewajibannya. (1)
c. mabuk, meminum minuman keras yang (2). Pengusaha dapat melakukan tindakan Ketentuan lebih lanjut mengenai
memabukkan, memakai dan/atau skorsing kepada pekerja/buruh yang persyaratan dan tata cara pemutusan
mengedarkan narkotika, psikotropika, sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja diatur dengan
dan zat adiktif lainnya di lingkungan hubungan kerja dengan tetap membayar Peraturan Pemerintah.
kerja; upah beserta hak lainnya yang biasa
d. melakukan perbuatan asusila atau diterima pekerja/buruh.
perjudian di lingkungan kerja; (3). Pelaksanaan kewajiban sebagaimana
e. menyerang, menganiaya, mengancam, dimaksud pada ayat (1) dilakukan
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
atau mengintimidasi teman sekerja atau sampai dengan selesainya proses
pengusaha di lingkungan kerja; penyelesaian perselisihan hubungan
f. membujuk teman sekerja atau industrial sesuai tingkatannya.
pengusaha untuk melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan;
g. dengan ceroboh atau sengaja merusak
atau membiarkan dalam keadaan
bahaya barang milik perusahaan yang
menimbulkan kerugian bagi
perusahaan; h. dengan ceroboh atau
sengaja membiarkan teman sekerja atau
pengusaha dalam keadaan bahaya di
tempat kerja; i. membongkar atau
membocorkan rahasia perusahaan yang
seharusnya dirahasiakan kecuali untuk
kepentingan negara; atau j. melakukan
perbuatan lainnya di lingkungan
perusahaan yang diancam pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih. (2)
Kesalahan berat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus didukung dengan
bukti sebagai berikut : a. pekerja/buruh
tertangkap tangan; b. ada pengakuan
dari pekerja/buruh yang bersangkutan;
atau c. bukti lain berupa laporan
kejadian yang dibuat oleh pihak yang
berwenang di perusahaan yang
bersangkutan dan didukung oleh
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang
saksi. (3) Pekerja/buruh yang diputus
hubungan kerjanya berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
dapat memperoleh uang penggantian
hak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 156 ayat (4). (4) Bagi
pekerja/buruh sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) yang tugas dan
fungsinya tidak mewakili kepentingan
pengusaha secara langsung, selain uang
penggantian hak sesuai dengan
ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan
uang pisah yang besarnya dan
pelaksanaannya diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama
Pasal 159: Dihapus
Apabila pekerja/buruh tidak menerima
pemutusan hubungan kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1),
pekerja/buruh yang bersangkutan dapat
mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial
Pasal 160 Pasal 160 diubah, sehingga berbunyi Pengusaha dapat melakukan PHK
(1). Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak sebagai berikut: terhadap pekerja/buruh yang setelah
yang berwajib karena diduga melakukan 6 (enam) bulan tidak dapat
tindak pidana bukan atas pengaduan Pasal 160 melakukan pekerjaan sebagaimana
pengusaha, maka pengusaha tidak wajib (1). Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak mestinya karena dalam proses
membayar upah tetapi wajib memberikan yang berwajib karena diduga melakukan perkara pidana. Mengenai rumusan
bantuan kepada keluarga pekerja/buruh tindak pidana maka pengusaha tidak tersebut telah diatur dalam Pasal 154
yang menjadi tanggungannya dengan wajib membayar upah tetapi wajib A ayat (1) butir L.
ketentuan sebagai berikut : memberikan bantuan kepada keluarga Perusahaan dapat melakukan
a. untuk 1 (satu) orang tanggungan : 25% pekerja/buruh yang menjadi pemutusan kerja tanpa melalui PHI
(dua puluh lima perseratus) dari upah; tanggungannya dengan ketentuan bila putusan belum lewat dari 6
b. untuk 2 (dua) orang tanggungan : 35% sebagai berikut: bulan dan Pekerja/buruh dinyatakan
(tiga puluh lima perseratus) dari upah; a. untuk 1 (satu) orang tanggungan, bersalah dan pekerja yang tersangkut
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan : 45% 25% (dua puluh lima perseratus) dari kasus pidana jika kasus tersebut
(empat puluh lima perseratus) dari upah; telah melewati 6 bulan.
upah; b. untuk 2 (dua) orang tanggungan, Dalam uu cipta kerja tidak ada
d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau 35% (tiga puluh lima perseratus) dari penghargaan bagi pekerja yang
lebih : 50% (lima puluh perseratus) dari upah; melakukan perbuatan pidana
upah. c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan, sebagaimana yang dimaksud
(2). Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 45% (empat puluh lima perseratus) dalam ayat (3) dan (5) yaitu tidak
(1) diberikan untuk paling lama 6 (enam) dari upah; diberikannya uang penghargaan
bulan takwin ter-hitung sejak hari pertama d. untuk 4 (empat) orang tanggungan masa kerja 1 kali dan uang
pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang atau lebih, 50% (lima puluh penggantian hak bila pekerja
berwajib. perseratus) dari upah. dinyatakan tidak bersalah.
(3). Pengusaha dapat melakukan pemutusan (2). Bantuan sebagaimana dimaksud pada
hubungan kerja terhadap pekerja/buruh ayat (1) diberikan untuk paling lama 6
yang setelah 6 (enam) bulan tidak dapat (enam) bulan terhitung sejak hari
melakukan pekerjaan sebagaimana pertama pekerja/buruh ditahan oleh
mestinya karena dalam proses perkara pihak yang berwajib.
pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). Pengusaha dapat melakukan pemutusan
(1). hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
(4). Dalam hal pengadilan memutuskan perkara yang setelah 6 (enam) bulan tidak dapat
pidana sebelum masa 6 (enam) bulan melakukan pekerjaan sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) mestinya karena dalam proses perkara
berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
tidak bersalah, maka pengusaha wajib (1).
mempekerjakan pekerja/buruh kembali. (4). Dalam hal pengadilan memutuskan
(5). Dalam hal pengadilan memutuskan perkara perkara pidana sebelum masa 6 (enam)
pidana sebelum masa 6 (enam) bulan bulan sebagaimana dimaksud pada ayat
berakhir dan pekerja/ buruh dinyatakan (3) berakhir dan pekerja/buruh
bersalah, maka pengusaha dapat melakukan dinyatakan tidak bersalah, pengusaha
pemutusan hubungan kerja kepada wajib mempekerjakan pekerja/buruh
pekerja/buruh yang bersangkutan. kembali.
(6). Pemutusan hubungan kerja sebagaimana (5). Dalam hal pengadilan memutuskan
dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5) perkara pidana sebelum masa 6 (enam)
dilakukan tanpa penetapan lembaga bulan berakhir dan pekerja/buruh
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
penyelesaian perselisihan hubungan dinyatakan bersalah, pengusaha dapat
industrial. melakukan pemutusan hubungan kerja
(7). Pengusaha wajib membayar kepada kepada pekerja/buruh yang bersangkutan
pekerja/buruh yang mengalami pemutusan
hubungan kerja sebagai-mana dimaksud
dalam ayat (3) dan ayat (5), uang
penghargaan masa kerja 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan dalam
Pasal 156 ayat (4).
Pasal 161 mengenai persyaratan dan tata cara
(1). Dalam hal pekerja/buruh melakukan pemutusan hubungan kerja diatur
pelanggaran ketentuan yang diatur dalam dengan Peraturan Pemerintah.
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau (idem)
perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat
melakukan pemutusan hubungan kerja,
setelah kepada pekerja/buruh yang
bersangkutan diberikan surat peringatan
pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-
turut.
(2). Surat peringatan sebagaimana dimaksud
Dihapus
dalam ayat (1) masing-masing berlaku
untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali
ditetapkan lain dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama.
(3). Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan
hubungan kerja dengan alasan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) memperoleh uang
pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa
kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal
156 ayat (3) dan uang penggantian hak
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)
Pasal 162 Diatur lebih lanjut di dalam Pasal
(1). Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas 156 ayat (4) & 5 UU.
kemauan sendiri, memperoleh uang Ketentuan lebih lanjut mengenai
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 pemberian uang pesangon, uang
ayat (4). penghargaan masa kerja, dan
(2). Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan uang penggantian hak
diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan sebagaimana dimaksud pada ayat
fungsinya tidak me-wakili kepentingan (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
pengusaha secara langsung, selain dengan Peraturan Pemerintah.
menerima uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang
pisah yang besarnya dan pelaksanaannya
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(3). Pekerja/buruh yang mengundurkan diri Dihapus
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus memenuhi syarat :
a. mengajukan permohonan pengunduran
diri secara tertulis selambat-lambatnya
30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal
mulai pengunduran diri;
b. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
c. tetap melaksanakan kewajibannya
sampai tanggal mulai pengunduran diri.
(4). Pemutusan hubungan kerja dengan alasan
pengunduran diri atas kemauan sendiri
dilakukan tanpa pene-tapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan
industrial.
Pasal 163 Diatur lebih lanjut di dalam Pasal
Dihapus
(1). Pengusaha dapat melakukan pemutusan 156 ayat (4) & 5 UU.
hubungan kerja terhadap pekerja/buruh Ketentuan lebih lanjut mengenai
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
dalam hal terjadi peru-bahan status, pemberian uang pesangon, uang
penggabungan, peleburan, atau perubahan penghargaan masa kerja, dan
kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh uang penggantian hak
tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, sebagaimana dimaksud pada ayat
maka pekerja/buruh berhak atas uang (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai dengan Peraturan Pemerintah.
ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
perhargaan masa kerja 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan dalam
Pasal 156 ayat (4).
(2). Pengusaha dapat melakukan pemutusan
hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
karena perubahan status, penggabungan,
atau peleburan perusahaan, dan pengusaha
tidak bersedia menerima pekerja/buruh di
perusahaannya, maka pekerja/buruh berhak
atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja 1 (satu) kali
ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3), dan
uang penggantian hak sesuai ketentuan
dalam Pasal 156 ayat (4).
Pasal 164 Diatur lebih lanjut dalam Pasal 95
(1). Pengusaha dapat melakukan pemutusan ayat (1) Jo. Pasal 154A ayat 1
hubungan kerja terhadap pekerja/buruh butir a, b, c, d, e, f UU Ciptakerja
karena perusahaan tutup yang disebabkan
perusahaan mengalami kerugian secara Dihapus
terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau
keadaan memaksa (force majeur), dengan
ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang
pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal
156 ayat (3) dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(2). Kerugian perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) harus dibuktikan
dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun
terakhir yang telah diaudit oleh akuntan
publik.
(3). Pengusaha dapat melakukan pemutusan
hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
karena perusahaan tutup bukan karena
mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-
turut atau bukan karena keadaan memaksa
(force majeur) tetapi perusahaan
melakukan efisiensi, dengan ketentuan
pekerja/buruh berhak atas uang pesangon
sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156
ayat (2), uang penghargaan masa kerja
sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156
ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Pasal 165 Diatur lebih lanjut di dalam Pasal
Pengusaha dapat melakukan pemutusan 156 ayat (4) & 5 UU.
hubungan kerja terhadap pekerja/ buruh karena Ketentuan lebih lanjut mengenai
perusahaan pailit, dengan ketentuan pemberian uang pesangon, uang
pekerja/buruh berhak atas uang pesangon Dihapus penghargaan masa kerja, dan uang
sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat penggantian hak sebagaimana
(2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 dimaksud pada ayat (2), ayat (3),
(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan dan ayat (4) diatur dengan
uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal Peraturan Pemerintah.
156 ayat (4).
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Pasal 166 : -
Dalam hal hubungan kerja berakhir karena
pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli
warisnya diberikan sejumlah uang yang besar
perhitungannya sama dengan perhitungan 2 Dihapus
(dua) kali uang pesangon sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (2), 1 (satu) kali uang penghargaan
masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3),
dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4).
Pasal 167 Diatur lebih lanjut dalam bagian
(1). Pengusaha dapat melakukan pemutusan Jaminan sosial Pasal 18 butir d
hubungan kerja terhadap pekerja/buruh Cipta kerja/
karena memasuki usia pensiun dan apabila
pengusaha telah mengikutkan
pekerja/buruh pada program pensiun yang
iurannya dibayar penuh oleh pengusaha,
maka pekerja/buruh tidak berhak
mendapatkan uang pesangon sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja sesuai ketentuan
Dihapus
Pasal 156 ayat (3), tetapi tetap berhak atas
uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4).
(2). Dalam hal besarnya jaminan atau manfaat
pensiun yang diterima sekaligus dalam
program pensiun se-bagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ternyata lebih kecil daripada
jumlah uang pesangon 2 (dua) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2) dan uang
penghargaan masa kerja 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
ayat (4), maka selisihnya dibayar oleh
pengusaha.
(3). Dalam hal pengusaha telah
mengikutsertakan pekerja/buruh dalam
program pensiun yang iurannya/premi-nya
dibayar oleh pengusaha dan pekerja/buruh,
maka yang diperhitungkan dengan uang
pesangon yaitu uang pensiun yang
premi/iurannya dibayar oleh pengusaha.
(4). Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat diatur
lain dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
(5). Dalam hal pengusaha tidak
mengikutsertakan pekerja/buruh yang
mengalami pemutusan hubungan kerja
karena usia pensiun pada program pensiun
maka pengusaha wajib memberikan kepada
pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2
(dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2),
uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156
ayat (4).
(6). Hak atas manfaat pensiun sebagaimana
yang dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) tidak menghilangkan
hak pekerja/buruh atas jaminan hari tua
yang bersifat wajib sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 168 Diatur lebih lanjut oleh Peraturan
(1). Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 Pemerintah
(lima) hari kerja atau lebih berturut-turut Dihapus
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
tanpa keterangan secara ter tulis yang
dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah
dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali
secara patut dan tertulis dapat diputus
hubungan kerjanya karena dikualifikasikan
mengundurkan diri.
(2). Keterangan tertulis dengan bukti yang sah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus diserahkan paling lambat pada hari
pertama pekerja/buruh masuk bekerja.
(3). Pemutusan hubungan kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh
yang bersangkutan berhak menerima uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156
ayat (4) dan diberikan uang pisah yang
besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.
Pasal 169 Diatur lebih lanjut dalam Pasal
(1). Pekerja/buruh dapat mengajukan 154 A ayat (1) butir g angka 1,2
permohonan pemutusan hubungan kerja dan 3 Jo. Pasal 156 ayat (5)
kepada lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial dalam hal pengusaha
melakukan perbuatan sebagai berikut :
a. menganiaya, menghina secara kasar
Dihapus
atau mengancam pekerja/buruh;
b. membujuk dan/atau menyuruh
pekerja/buruh untuk melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan;
c. tidak membayar upah tepat pada waktu
yang telah ditentukan selama 3 (tiga)
bulan berturut-turut atau lebih;
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
d. tidak melakukan kewajiban yang telah
dijanjikan kepada pekerja/ buruh;
e. memerintahkan pekerja/buruh untuk
melaksanakan pekerjaan di luar yang
diperjanjikan; atau
f. memberikan pekerjaan yang
membahayakan jiwa, keselamatan,
kesehatan, dan kesusilaan
pekerja/buruh sedangkan pekerjaan
tersebut tidak dicantumkan pada
perjanjian kerja.
(2). Pemutusan hubungan kerja dengan alasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pekerja/buruh berhak mendapat uang
pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156
ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1
(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan
uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4).
(3). Dalam hal pengusaha dinyatakan tidak
melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) oleh lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan
industrial maka pengusaha dapat
melakukan pemutusan hubungan kerja
tanpa penetapan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial dan
pekerja/buruh yang bersangkutan tidak
berhak atas uang pesangon sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (2), dan uang
penghargaan masa kerja sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (3).
Pasal 170 Dihapus Diatur dalam Pasal 151 UU
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan Ciptakerja
tidak memenuhi keten-tuan Pasal 151 ayat (3)
dan Pasal 168, kecuali Pasal 158 ayat (1), Pasal
160 ayat (3), Pasal 162, dan Pasal 169 batal
demi hukum dan pengusaha wajib
mempekerjakan pekerja/buruh yang
bersangkutan serta membayar seluruh upah dan
hak yang seharusnya diterima
Pasal 171
Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan
hubungan kerja tanpa penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial
yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), dan Pasal
Dihapus
162, dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak
dapat menerima pemutusan hubungan kerja
tersebut, maka pekerja/buruh dapat mengajukan
gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial dalam waktu paling lama 1
(satu) tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan
hubungan kerjanya
Pasal 172 Diatur lebih lanjut dalam Pasal
Pekerja/buruh yang mengalami sakit 154 A ayat (1) butir M Jo. Pasal
berkepanjangan, mengalami cacat akibat 156 ayat (5)
kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan
pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua
Dihapus
belas) bulan dapat mengajukan pemutusan
hubungan kerja dan diberikan uang pesangon 2
(dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja 2 (dua) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (3), dan uang pengganti hak 1
(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (4)
Pasal 184 Dihapus Telah diakomodiroleh Pasal 185
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
(1) Barang siapa melanggar ketentuan ayat (1) UU Ciptakerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 ayat
(5), dikenakan sanksi pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling sedikit Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak
pidana kejahatan.
Pasal 185 Pasal 185 diubah, sehingga berbunyi sebagai -
(1) Barang siapa melanggar ketentuan berikut:
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1)
dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal Pasal 185 (1) Barang siapa melanggar
80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2),
sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (3), Pasal
tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1),
denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus dan Pasal 160 ayat (4), dikenakan sanksi
juta rupiah) dan paling banyak Rp pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). (2) dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam denda paling sedikit Rp 100.000.000,00
ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). (2)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Pasal 186 : Pasal 186 diubah sehingga berbunyi sebagai -
(1) Barang siapa melanggar ketentuan berikut:
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) Pasal 186
dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, dan (1) Barang siapa melanggar ketentuan
Pasal 138 ayat (1), dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat
penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling (2) atau ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137,
lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling atau Pasal 138 ayat (1), dikenakan sanksi
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan
dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
ratus juta rupiah). (2) Tindak pidana denda paling sedikit Rp 10.000.000,00
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
merupakan tindak pidana pelanggaran. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). (2)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan tindak pidana
pelanggaran.
Pasal 187 Pasal 187 diubah, sehingga berbunyi sebagai -
(1) Barang siapa melanggar ketentuan berikut:
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2),
Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 Pasal 187:
ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 (1) Barang siapa melanggar ketentuan
ayat (2), Pasal 79 ayat (1), dan ayat (2), Pasal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat
85 ayat (3), dan Pasal 144, dikenakan sanksi (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal
pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), ayat
dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau (2), atau ayat (3), Pasal 85 ayat (3), atau
denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh Pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan
juta rupiah) dan paling banyak Rp paling singkat 1 (satu) bulan dan paling
100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (2) Tindak lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda
pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh
merupakan tindak pidana pelanggaran. juta rupiah) dan paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (2)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan tindak pidana
pelanggaran.
Pasal 188 (1) Pasal 188 diubah, sehingga berbunyi sebagai -
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana berikut:
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 38 ayat Pasal 188 (1) Barang siapa melanggar
(2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3), Pasal 114, dan Pasal 38 ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78
Pasal 148, dikenakan sanksi pidana denda ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat
paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta (3), Pasal 114 atau Pasal 148, dikenakan
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,00 sanksi pidana denda paling sedikit Rp
(lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
merupakan tindak pidana pelanggaran. rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak
pidana pelanggaran.
Pasal 190 (sanksi administrative) Ketentuan Pasal 190 diubah, -
(1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk sehingga Pasal 190 berbunyi sebagai berikut:
mengenakan sanksi administratif atas
pelanggaran ketentuanketentuan sebagaimana Pasal 190
diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 15, Pasal (1) Pemerintah mengenakan sanksi
25, Pasal 38 ayat (2), Pasal 45 ayat (1), Pasal 47 administratif atas pelanggaran ketentuan-
ayat (1), Pasal 48, Pasal 87, Pasal 106, Pasal ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5,
126 ayat (3), dan Pasal 160 ayat (1) dan ayat (2) Pasal 6, Pasal 14 ayat (1), Pasal 15, Pasal 25,
Undang-undang ini serta peraturan Pasal 37 ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 42
pelaksanaannya. (2) Sanksi administratif ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal 61A, Pasal
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa : 66 ayat (4), Pasal 87, Pasal 92, Pasal 106,
a. teguran; b. peringatan tertulis; c. pembatasan Pasal 126 ayat (3), dan Pasal 160 ayat (1)
kegiatan usaha; dan ayat (2), Undang-undang ini serta
d. pembekuan kegiatan usaha; e. pembatalan peraturan pelaksanaannya.
persetujuan; f. pembatalan pendaftaran; g. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi
penghentian sementara sebagian atau seluruh administratif sebagaimana dimaksud pada
alat produksi; h. pencabutan ijin. (3) Ketentuan ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
mengenai sanksi administratif sebagaimana 68. Di antara Pasal 191 dan Pasal 192
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 191A
lebih lanjut oleh Menteri. sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal
191A Pada saat berlakunya Undang-Undang
ini:
a. untuk pertama kali upah minimum yang
berlaku yaitu upah minimum yang telah
ditetapkan berdasarkan peraturan
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang
DISUSUN OLEH MUHAMMAD HAEKAL
1111160403 – FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
mengatur mengenai pengupahan.
bagi perusahaan yang telah memberikan
upah lebih tinggi dari upah minimum yang
ditetapkan sebelum Undang-Undang ini,
pengusaha dilarang mengurangi atau
menurunkan upah.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai