ABSTRAK
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang umum terjadi, dapat dicegah,
dan dapat diobati yang ditandai dengan gejala pernapasan persisten dan keterbatasan aliran
udara karena abnormalitas saluran udara atau alveolar yang biasanya disebabkan oleh paparan
gas atau partikel berbahaya dan dipengaruhi oleh faktor penderita misalnya perkembangan paru
yang abnormal. Sehingga diperlukan cara untuk mencegah PPOK, salah satunya adalah dengan
pemantauan nutrisi berupa pemberian vitamin C. Tujuan ini bertujuan untuk mengetahui potensi
vitamin C dalam pencegahan PPOK. Metode tinjauan literatur ini disusun menggunakan data
sekunder berupa sumber yang diperoleh berdasarkan daftar pustaka yang tertera. Sumber
pustaka yang digunakan yaitu berasal dari jurnal berupa artikel penelitian, guideline, ataupun
buku elektronik seperti dari NCBI, Elsevier, WHO, dan jurnal kesehatan lainnya. Metode
analisis yang digunakan adalah systematic literature review dengan cara mengidentifikasi,
mengkaji, mengevaluasi, serta mengembangkan secara sistematis penelitian yang sudah ada
dengan fokus topik tertentu yang sesuai. Hasil analisis dari sumber pustaka menunjukan
bahwa vitamin C memiliki potensi untuk menghasilkan efek positif pada tubuh pasien PPOK.
ABSTRACT
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a common, preventable and treatable
disease that is characterized by persistent respiratory symptoms and airflow limitation that is
due to airway and/or alveolar abnormalities usually caused by significant exposure to noxious
particles or gases and influenced by host factors including abnormal lung development.
Therefore, we have to find the prevention of COPD by monitoring potential of vitamin C. The
purpose of this article is to determine the potential of vitamin C to prevent COPD. The method
used is a literature review. This literarute review was made from secondary data in the
bibliography. The sources used are journals, guidelines, or electronic books from NCBI,
Elsevier, WHO, and other health journals. The analytical method used is the systematic
literature review that identifies, studies, evaluates, and develops systematically existing research
with a specific focus on appropriate topics. The results of the analysis from literature sources
show that vitamin C has the potential of positive effects for COPD patients.
31
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1, Februari 2021 Hal 31 – 40
Global Health Science Group
paparan gas atau partikel berbahaya dan mengalami inflamasi yang akan
dipengaruhi oleh faktor penderita menghasilkan oksidan yang dapat
misalnya perkembangan paru yang merusak jaringan. Kerusakan tersebut
abnormal (Global Initiative for Chronic juga terjadi pada molekul penting
Obstructive Lung Disease, 2020). seperti antiprotease. Kerusakan
antiprotease di dalam sel akan
Estimasi pasien PPOK pada tahun 2015 meningkatkan kerentanan terhadap
diperkirakan mencapai 7,3 juta jiwa. kematian dan perkembangan sel
Hal ini diperkirakan berkaitan dengan alveolar emfisema (Khan, Fell, &
faktor usia tua dan kebiasaan merokok James, 2014). Emfisema juga terjadi
yang akan semakin meningkat (Lõpez- karena pasien PPOK mengalami
Campos, Tan, & Soriano, 2016). peningkatan aktivitas elastase yang
Sepanjang kehidupannya, pasien PPOK berlebihan, stres oksidatif, apoptosis,
dapat mengalami eksaserbasi yang dan autoimunitas (Cantor & Turino,
sering mengganggu fungsi paru-paru 2019).
dan kualitas hidup serta memperburuk
prognosis sehingga meningkatkan biaya Eksaserbasi akut pada PPOK
pengobatan yang dibutuhkan (Alameda, merupakan penyebab pasien masuk ke
Carlos Matiá, & Casado, 2016). Selama rumah sakit untuk dirawat inap dan
hidupnya, sebagian besar pasien PPOK dapat menyebabkan kematian pada
mengalami keterbatasan dalam pasien PPOK. Penelitian oleh Flattet
beraktivitas sehari-hari dan hilangnya (2017) menyimpulkan bahwa pasien
produktivitas kerja sehingga pasien PPOK memiliki prognosis yang tidak
PPOK memerlukan manajemen yang menyenangkan, terutama setelah
dapat mencegah penurunan kualitas eksaserbasi yang membutuhkan rawat
hidup pasien PPOK (Lim et al., 2015). inap. Fungsi paru prediktor terkuat dari
risiko mortalitas yang dialami oleh
Penyakit ini merupakan penyebab pasien PPOK. Faktor demografis,
kematian terbanyak keempat di seluruh seperti usia dan penyakit penyerta,
dunia berdasarkan Global Burden terutama diabetes dan kanker,
Disease tahun 2013. Situasi ini berhubungan erat dengan hasil akhir
diperkirakan terus memburuk pada pasien (Flattet et al., 2017).
beberapa tahun mendatang (Alameda et
al., 2016). Selain itu, PPOK Selain itu, status nutrisi juga merupakan
menyebabkan 3 juta kematian di dunia faktor yang berkaitan dengan kondisi
setiap tahunnya (Rabe & Watz, 2017). pasien PPOK (Schols et al., 2014).
Jumlah kematian pasien PPOK terus Berdasarkan GOLD (2020), faktor
mengalami peningkatan. Hal ini risiko PPOK adalah status
berkaitan dengan kebiasaan merokok sosioekonomi yang salah satunya adalah
yang semakin tinggi (Wen et al., 2019). rendahnya asupan nutrisi (Global
Initiative for Chronic Obstructive Lung
Keadaan PPOK berkaitan dengan Disease, 2020). Penelitian oleh Schols
terjadinya emfisema dan remodeling (2014) menyimpulkan bahwa diet yang
saluran napas sebagai akibat dari seimbang bermanfaat untuk pasien
interaksi sistem inflamasi dan PPOK karena pasien khususnya
imunologi yang mengakibatkan bermanfaat untuk menjaga fungsi paru
perubahan pada paru-paru (Berg & (Schols et al., 2014). Sebagian besar
Wright, 2016). Pasien PPOK pasien PPOK mengalami malnutrisi.
32
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1, Februari 2021 Hal 31 – 40
Global Health Science Group
33
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1, Februari 2021 Hal 31 – 40
Global Health Science Group
berbagai macam fungsi, salah satunya induk yang dapat memperbaharui diri
adalah perannya dalam reaksi dan berdiferensiasi menjadi sel bersilia
hidroksilasi, khususnya hidroksilasi dan sel sekretori. Selain itu, reseptor
prolin dalam kolagen untuk yang sel basal, seperti reseptor
menstabilkan struktur heliks rangkap Epidermal Growth Factor (EGF) dan
tiga. Vitamin C juga berfungsi sebagai Transforming Growth Factor B1 (TGF-
antioksidan untuk menurunkan reaksi B1) akan mengirimkan sinyal untuk
radikal bebas sitosol (Wallig & Keenan, menghasilkan faktor pertumbuhan
2013). Vitamin C juga mampu seperti Vascular Endothelial Growth
mengurangi gejala pada pasien PPOK Factor (VEGF). Selain itu, junctional
secara signifikan dan meningkatkan barrier yang ketat berada diantara sel
fungsi sel imun serta menurunkan risiko epitel dan berperan dalam menjaga agar
infeksi saluran pernapasan yang saluran napas terhindar dari mikroba
merupakan salah satu penyebab dan molekul beracun lainnya. Merokok
eksaserbasi akut pada PPOK menyebabkan hyperplasia sel basal,
(Mosallanezhad et al., 2019). metaplasia sel-sel skuamosa,
pemendekan silia, hilangnya sel yang
Penelitian Park (2012) terhadap 512 memproduksi SCGB1A dan SCGB1A1,
pasien yang di perkirakan mengalami hiperplasia sel yang memproduksi
PPOK yang didiagnosis berdasarkan mukus, hilangnya, perubahan epitel,
hasil pemeriksaan fungsi paru fibrosis saluran napas, dan
menunjukan hasil bahwa kurangnya angiogenesis. Sel basal saluran napas
asupan nutrisi vitamin C berkaitan dan memacu kerja TGF-B1 (Shaykhiev
dengan PPOK. Selain itu, terdapat & Crystal, 2014).
penurunan risiko PPOK pada 76,7%
pasien yang mengonsumsi suplementasi Dispnea merupakan gejala tersering
vitamin C, sehingga penelitian ini yang dialami oleh pasien PPOK dengan
menyimpulkan bahwa mengonsumsi karakteristik yang berbeda-beda. Gejala
vitamin C dapat mengurangi risiko dispnea yang dialami dapat terjadi pada
terjadinya PPOK pada pasien yang waktu malam atau dini hari. Variasi
memiliki riwayat merokok (Park et al., dispnea pada setiap individu tersebut
2016). Penelitian lainnya oleh membuat manajemen yang beragam
Hartmann (2015) menggunakan berdasarkan sifat gejala dispnea pada
ultrasound Doppler transcranial pasien PPOK (O’Donnell, Milne,
didapatkan bahwa vitamin C dapat James, de Torres, & Neder, 2020).
meningkatkan respon ventilasi sehingga
menurunkan kondisi hiperkapnia pada Gejala dispnea yang mengganggu
pasien PPOK (Hartmann et al., 2015) sering kali dipicu oleh batuk terus-
menerus dan kesulitan untuk
PEMBAHASAN mengeluarkan dahak. Dispnea juga
Pada kondisi normal, epitel saluran berkaitan dengan aktivitas fisik dan
napas terdiri dari sel-sel yang ditandai dengan kelelahan pasien
berdiferensiasi, termasuk sel-sel yang sepanjang hari yang meningkat secara
bersilia, sel yang memproduksi mukus bertahap (O’Donnell et al., 2020).
dan sel yang memproduksi
sekretoglobin (SCGB1A1), sel-sel Batuk kronik merupakan gejala yang
intermediate undifferentiated, dan sel sering terjadi pada pasien PPOK. Gejala
basal. Sel basal merupakan populasi sel ini cukup dominan dialami oleh pasien
34
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1, Februari 2021 Hal 31 – 40
Global Health Science Group
PPOK dan merupakan fenotipe untuk eksaserbasi (Martin & Burgel, 2019).
mengelompokan pasien PPOK yang Pada sebagian besar kultur sputum
beresiko tinggi mengalami eksaserbasi pasien yang mengalami PPOK
akut. Hal tersebut dikarenakan batuk eksaserbasi akut didapatkan bakteri.
kronik berkaitan dengan rendahnya Penelitian oleh Babu (2017) didapatkan
FEV1 dan DLCO (Diffusing capacity of bakteri pada hasil kultur sputum pasien
the lungs for carbon monoxide). Batuk eksaserbasi akut yaitu sebesar 42.77%,
kronik juga berkaitan dengan risiko dimana 77.78% merupakan gram
terjadinya dispnea yang parah dan negative dan 22.22% merupakan gram
memperburuk kualitas hidup pasien positif. Pada penelitian tersebut juga
PPOK (Koo et al., 2018). disebutkan terdapat bakteri Klebsiella
pneumoniae (27.29%), Pseudomonas
Selain itu, produksi sputum kronik juga aeruginosa (24.68), dan Acinetobacter
merupakan fenotipe penting pada pasien (11.69%) (Babu, Abraham, Raj,
PPOK sebagai penanda risiko Majeed, & Banu, 2017).
35
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1, Februari 2021 Hal 31 – 40
Global Health Science Group
36
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1, Februari 2021 Hal 31 – 40
Global Health Science Group
Asupan vitamin C yang lebih tinggi atau vitamin C memiliki sifat yang berbeda
lebih dari 500 mg / hari diperlukan dengan vitamin larut lemak, yaitu
untuk mencapai saturasi plasma dan vitamin C yang larut air tidak akan
perlindungan maksimal sebagai terakumulasi dalam jaringan sehingga
antioksidan. Tetapi, dosis vitamin C vitamin C dalam plasma akan
lebih dari 1000 mg/hari dapat mengalami filtrasi dan selanjutnya
menyebabkan gangguan diekskresikan dalam urin. Sehingga
gastrointestinal, mual, dan diare toksisistas yang terjadi sangat minimal
osmotik, karena tubuh berusaha untuk dan apabila terjadi toksisitas hanya
melepaskan diri dari intraluminal yang berlangsung dalam waktu singkat.
tinggi (Koike et al., 2014). Toksisitas vitamin C yang mungkin
terjadi dan harus diwaspadai adalah
Vitamin C yang dikonsumsi dalam peningkatan ekskresi asam oksalat ke
dosis tinggi umumnya tidak dalam urin yang dapat mengendap
menimbulkan toksisitas. Dosis sebagai urolit oksalat atau urolitiasis
maksimal vitamin C pada manusia yang mungkin terjadi karena
bahkan mencapai 1 gram/hari. Tetapi mengonsumsi 1-2 gram/hari selama
37
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1, Februari 2021 Hal 31 – 40
Global Health Science Group
38
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1, Februari 2021 Hal 31 – 40
Global Health Science Group
39
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1, Februari 2021 Hal 31 – 40
Global Health Science Group
40