Anda di halaman 1dari 9

ISSN Cetak 2303-1433

ISSN Online: 2579-7301


FAKTOR RISIKO KEJADIAN BRONKITIS DI PUSKESMAS MEKAR
KOTA KENDARI
(The risk factors for bronchitis at Mekar Health Center in Kendari City)
La Ode Alifariki
Konsentrasi Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo
ners_riki@yahoo.co.id
ABSTRAK
Pendahuluan: Golongan virus seperti Rhinovirus, Respiratory Syncitial virus (RSV),
virus influenza, virus para influenza, dan coxsackie virus merupakan faktor risiko utama
penyebab bronkitis. Berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik Puksesmas Mekar
Kota Kendari pada tahun 2016 ditemukan jumlah kasus Bronkitis sebanyak 107 kasus, dan
meningkat menjadi 170 kasus pada tahun 2017. Sedangkan jumlah kasus Bronkhitis yang
terjadi pada tahun 2018 sampai dengan bulan Juni sebanyak 93 kasus di Puskesmas Mekar
mencatat kejadian Bronkhitis hingga saat ini terus bertambah. Tujuan penelitian adalah
untuk mengetahui mengetahui faktor risiko kejadian Bronkitis di Puskesmas Mekar Kota
Kendari. Metodologi: Jenis penelitian ini adalah kasus kontrol (case control) dengan
menggunakan desain retrospektif. Populasi penelitian adalah seluruh Masyarakat yang
berobat di Puskesmas Mekar Kota Kendari, pada bulan Januari – Juni 2017 sebanyak 93
kasus. Sampel penelitian yakni 76 responden. Teknik sampling adalah simple random
sampling. Uji statistik yang digunakan adalah Odds Ratio. Hasil: Hasil penelitian
menunjukkan bahwa riwayat keluarga merupakan faktor risiko kejadian Bronkitis (OR =
9,371), pekerjaan merupakan faktor risiko kejadian Bronkitis (OR = 2,823), riwayat
merokok merupakan faktor risiko kejadian Bronkitis (OR = 5,769). Diskusi: Disarankan
bagi masyarakat yang memiliki riwayat keluarga menderita bronkitis agar menghindari
faktor pencetus seperti tidak merokok secara aktif atau menghindari orang lain yang
merokok, dan juga menghimbau pemerintah agar secara berkesinambungan dapat
melakukan penyuluhan tentang bahaya rokok serta memanfaatkan media massa untuk
memasang iklan kampanye anti rokok
Kata kunci: Risiko Bronkitis, Puskesmas Mekar

ABSTRACT
Introduction: Bronchitis often caused by viruses such as Rhinovirus, Respiratory
Syncitial virus (RSV),Influenza virus, and Coxsackie virus. Based on data obtained from
Medical Record of Mekar Health Center of Kendari, in 2016 there were 107 cases of
bronchitis, and increased to 170 cases in 2017. While the number of cases of bronchitis
that occurred until June 2018 was 93 cases. It is recorded the incidence of bronchitis
continues to grow. The aims of the study was to determine the risk factors for bronchitis at
Mekar Health Center of Kendari. Method: This type of research was a case control using
a retrospective design. The study population was all the people who were treated at the
Mekar Health Center of Kendari, from January - June 2017 as many as 93 cases. The
research sample was 76 respondents. The sampling technique was simple random
sampling. The statistical test used is Odds Ratio. Result: The results showed that family
history was a risk factor for the incidence of bronchitis (OR = 9,371), occupation was a
risk factor for bronchitis (OR = 2,823), smoking history was a risk factor for bronchitis
(OR = 5,769). Discussion: It is recommended for people to avoid triggering factors such
as passive smoking or avoiding other people who smoke, and also urge the government to
curb cigarette product advertisements and increase anti-smoking campaign advertisements
through various promotional media.
Keywords: Bronkitis, family history, occupation, history, Mekar Health Center

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 8 No.1, Nopember 2019 1


ISSN Cetak 2303-1433
ISSN Online: 2579-7301
PENDAHULUAN pengobatan yang baik. Akibat dari sistem
Perubahan transisi demografi, sosial- pencatatan dan pelaporan serta perilaku
ekonomi terutama di Negara berkembang mencari pengobatan dari masyarakat yang
seperti Indonesia telah memberikan masih rendah, sehingga prevalensi
dampak signifikan pada transisi penyakit, bronkitis sulit ditetapkan (Windrasmara,
yang mana pada awalnya pemerintah dan 2012).
masyarakat diperhadapkan dengan Penyebab penyakit bronkitis sering
penyakit menular tetapi kini berubah disebabkan oleh virus seperti Rhinovirus,
menjadi penyakit tidak menular. Hal ini Respiratory Syncitial virus (RSV), virus
sedikit banyaknya dipengaruhi oleh influenza, virus para influenza, dan
semakin baiknya kualitas hidup coxsackie virus. Bronkitis dapat juga
masyarakat dan kualitas lingkungan disebabkan oleh parasit seperti askariasis
ditunjang sistem pelayanan kesehatan yang dan jamur. Selain penyakit infeksi,
semakin berkualitas, salah satu jenis bronkitis dapat pula disebabkan oleh
penyakit tidak menular adalah bronkitis penyebab non infeksi seperti bahan fisik
(Windrasmara, 2012). atau kimia serta faktor risiko lainnya yang
Merokok adalah faktor risiko utama mempermudah seseorang menderita
untuk bronkitis kronis, tetapi paparan bronkitis misalnya perubahan cuaca,
polusi udara juga dapat berkontribusi (Kim alergi, polusi udara dan infeksi saluran
dan Criner 2013). Ada hubungan antara nafas atas kronik (Selviana, 2015).
paparan polusi udara jangka pendek dan Penegakkan diagnosis penyakit
kejadian gejala pernapasan akut pada bronkitis biasanya dari hasil anamnesa,
pasein rawat inap (Peacock et al. 2011; pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
Peel et al. 2005; Sunyer 2001), tetapi data penunjang. Gejala yang sering ditemukan
yang terbatas menunjukkan hubungan adalah batuk lebih dari 2 minggu disertai
antara paparan polusi udara jangka lendir atau dahak, kemudian dahak dalam
panjang dan bronchitis kronis (Hooper et jumlah sedikit, tetapi makin lama makin
al, 2018). banyak. Jika terjadi infeksi maka dahak
Salah satu penyakit infeksi pernapasan tersebut berwarna keputihan dan encer,
adalah bronkitis, yang mana penyakit ini namun jika sudah terinfeksi akan menjadi
meskipun tidak serius tetapi dapat kuning, kehijauan, dan kental. Pada
menyebabkan pasien atau penderita harus pemeriksaan fisik akan terdengar bunyi
dirawat di rumah sakit atau puskesmas. ronkhi pada dada dan pada pemeriksaan
Bronkitis adalah peradangan pada penunjang biasnya dengan foto rontgen
saluran bronkial, menyebabkan akan ditemukan adanya bercak pada
pembengkakan yang berlebihan dan saluran napas.
produksi lendir. Batuk, peningkatan Prevalensi rate penyakit bronkitis
pengeluaran dahak dan sesak napas adalah kronik di dunia masih cukup tinggi,
gejala utama bronkitis (Cohen J, 2010). dengan sebaran area yang cukup merata
Bronkitis dapat bersifat akut atau kronis. secara epidemiologi. Bukan hanya di
Bronkitis akut disebabkan oleh infeksi Negara berkembang seperti Negara
yang sama yang menyebabkan flu biasa anggota ASEAN, terbelakang seeprti
atau influenza dan berlangsung sekitar Mongolia tetapi juga pada Negara-negara
beberapa minggu (Karunanayake et al, maju seperti Amerika Serikat. Masih
2017). tingginya angka prevalensi kesakitan atau
Berdasarkan lama waktu kejadiannya morbiditas penyakit bronkitis ini
bronchitis terbagi menjadi dua yakni akut menunjukkan bahwa upaya pencegahan
dan kronik, dimana bronchitis kronis dan penanggulangannya belum
berkembang dari kondisi peradangan akut menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal
pada bronkus yang tidak mendapatkan ini tentu bukan menjadi pekerjaan mudah

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 8 No.1, Nopember 2019 2


ISSN Cetak 2303-1433
ISSN Online: 2579-7301
karena melibatkan banyak hal seperti Jenis penelitian ini adalah analitik
komitmen pemerintah dalam melakukan observasional dengan menggunakan desain
pencegahan dan penanggulangan, perilaku case control yaitu suatu desain yang
masyarakat yang belum sepenuhnya sehat digunakan untuk mengkaji pengaruh
dan juga faktor lingkungan (Jemadi dkk, antara variabel (Arikunto, 2010).
2013). Penelitian ini telah dilaksanakan pada
Bronchitis memengaruhi sekitar bulan Juli 2018 dengan jumlah sampel
sepertiga pasien dengan penyakit paru penelitian sebanyak 152 responden, 76
obstruktif kronik (PPOK), tetapi juga penderita Bronhitis (kasus) dan 76 bukan
terjadi pada individu dengan fungsi paru penderita Bronhitis (kontrol). Populasi
normal, dengan perkiraan prevalensi penelitin ini adalah semua pasien yang
sangat bervariasi baik dalam studi berbasis berkunjung di Poli Klinik Puskesmas
populasi (2,6-16%) dan diantara pasien Mekar pada bulan Juli 2018.
COPD (7,4–53%) (Mejza, 2017). Metode pengumpulan data
Jumlah kasus infeksi saluran menggunakan kuesioner berupa daftar
pernapasan atas terutama penyakit pertanyaan yang dibagikan pada responden
Bronkitis di Provinsi Sulawesi Tenggara setelah memperoleh persetujuan atau
pada tahun 2015 mencapai angka 2.021 informed consent. Adapun uji statistic
jiwa. Sedangkan di Kota Kendari pada yang digunakan adalah Odds Ratio (OR).
tahun 2015 jumlah penderita Bronkitis
sebanyak 415 kasus dan menurun pada HASIL DAN PEMBAHASAN
tahu 2016 sebanyak 382 kasus (Dinkes 1. Karakteristik responden
Prov. Sultra, 2018). Tabel 3.1 Karakteriristik Responden
Banyak penelitian terkait pengaruh Kelompok Kasus Kontrol
kebiasaan merokok dalam meningkatkan Umur f % f %
kasus bronkitis baik perokok yang masih 25-30 32 42,1 36 47,4
aktif ataupun mantan perokok (PDPI, 31-36 14 18,4 14 18,4
2011). Biasanya Indeks Brinkman selalu 37-43 14 18,4 11 14,5
digunakan untuk menilai risiko akibat dari 44-50 15 19,7 13 19,7
merokok yakni perkalian antara jumlah 51-57 1 1,3 2 2,6
Tingkat
rata-rata batang rokok yang dihisap sehari
Pendidikan
dikalikan lama merokok dalam tahun SD/tidak 40 52,6 20 26,3
(Suradi, 2007). sekolah 12 15,8 16 21,1
Berdasarkan data yang diperoleh dari SMP 17 22,4 34 44,7
Rekam Medik Puksesmas Mekar Kota SMA 7 9,2 1 1,3
Kendari pada tahun 2016 ditemukan Sarjana
jumlah kasus Bronkitis sebanyak 107 Jenis
kasus, dan meningkat menjadi 170 kasus pekerjaan
pada tahun 2017. Sedangkan jumlah kasus Wiraswas 20 26,3 39 51,3
Bronkhitis yang terjadi pada tahun 2018 ta
sampai dengan bulan Juni sebanyak 93 Buruh 43 56,5 24 31,6
Nelayan 4 5,3 2 2,6
kasus di Puskesmas Mekar mencatat
Petani 5 6,6 5 6,6
kejadian Bronkhitis hingga saat ini terus PNS 4 5,3 6 7,9
bertambah (Rekam medik Puskesmas
Mekar Kota Kendari, Juli 2018). Tabel 3.1 di atas menunjukkan bahwa
Penelitian ini bertujuan untuk melihat karakteristik responden yang paling
faktor risiko kejadian Bronkitis di banyak di kelompok kasus adalah umur
Puskesmas Mekar Kota Kendari. 25-30 tahun sebanyak 42,1% dan
kelompok kontrol sebanyak 47,4%.
BAHAN DAN METODE Adanya faktor risiko yang melekat pada

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 8 No.1, Nopember 2019 3


ISSN Cetak 2303-1433
ISSN Online: 2579-7301
responden seperti kebiasaan merokok dan rendah khususnya pada kelompok kasus,
minum alkohol pada usia produktif akan akan lebih cenderung menderita bronkhitis
menjadi pemicu terjadinya bronkitis karena kurang terpapar dengan informasi
ditambah adanya aktifitas tinggi di luar tentang konsep Bronkitis dan responden
rumah pada usia produktif menambah kurang bisa menyerap informasi kesehatan
tingginya risiko kejadian bronkitis pada khususnya Bronkitis jika diberi edukasi.
mereka yang berusia produktif Sejalan dengan penelitian Astriana
(Harnpicharnchai, 2006). dkk (2014) yang menunjukkan bahwa
Beberapa penelitian mendukung hasil responden dengan tingkat pendidikan
penelitian ini yang juga menemukan hal Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah
yang sama yakni pekerja yang mengalami Menengah Pertama (SMP) sebesar 40,0%
gangguan paru ditemukan paling banyak .pada Sekolah Menengah Atas (SMA)
pada kelompok umur produktif (15-44 sebesar 20,0%, dan pada Perguruan
tahun), salah satunya adalah penelitian Tinggi (PT) sebesar 0,0%.
Adha dkk (2012) yang menyatakan bahwa Pada karakteristik berdasarkan jenis
ada hubungan antara umur dengan pekerjaan yang paling banyak pada
kejadian gangguan fungsi paru pada kelompok kasus adalah buruh sebanyak
pekerja pengangkut semen Pelabuhan 56,5% sedangkan pada kelompok kontrol
Malundung Kota Tarakan. adalah wiraswasta sebanyak 51,3%.
Pada karakteristik berdasarkan tingkat Pekerjaan sebagai butuh paling besar
pendidikan yang paling banyak pada risiko terpapar dengan bahan-bahan seperti
kelompok kasus adalah SD sebanyak debu, semen lain lainnya kemudian bahan
52,6% sedangkan pada kelompok kontrol tersebut akan mengganggu sistem
adalah tingkat pendidikan SMP sebanyak pernapasan sampai menimbulkan
44,7%. Hal ini bisa dijelaskan bahwa pada Bronkitis.
responden dengan tingkat pendidikan
2. Analisis Bivariat
Tabel 3.2 Hubungan Antar Variabel Penelitian
Riwayat keluarga Kasus Kontrol Hasil Statistik
f % f % OR
(LL-UL)
Ada 61 80,3 23 30,3 9,371
Tidak ada 15 19,7 53 69,7 (4,438-19,786)
Jenis pekerjaan
Buruh kasar 43 56,6 24 31,6 2,823
Bukan buruh kasar 33 43,4 52 68,4 (1,455-5,479)
Kebiasaan Merokok
Perokok berat 50 65,8 19 25,0 5,769
Perokok ringan 26 34,2 57 75,0 (2,856-11,652)

a. Riwayat keluarga Defisiensi faktor genetik α1-


Pada penelitian ini ditemukan bahwa antitripsin bekerja menghambat protease
responden kasus yang paling banyak serin dalam sirkulasi dan di organ paru
adalah mempunyai riwayat keluarga bekerja menghambat kerja, teridentifikasi
sebanyak 61 responden (80,3%) dan yang ikut berperan dalam enzim elastase
paling sedikit adalah tidak mempunyai neutrofil yang mendestruktisi jaringan
riwayat keluarga sebanyak 15 responden paru sehingga berpotensi menyebabkan
(19,7%). Hal ini mengindikasikan bahwa terjadinya infeksi pada bronkus. Hal ini
banyak penderita Bronkitis yang berasal semakin jelas bahwa kejadian penyakit
dari keluarga yang memiliki riwayat bronkitis tidak terlepas dari pengaruh
penyakit Bronkitis.

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 8 No.1, Nopember 2019 4


ISSN Cetak 2303-1433
ISSN Online: 2579-7301
lingkungan, melalui interaksi dengan mempunyai riwayat menderita rhinitis
faktor genetik. alergika sehingga sangat berisiko
Meskipun belum banyak kajian riset menderita Bronkitis.
terkait peran α1-antitripsin dalam Menurut peneliti masih adanya
meningkatkan risiko kejadian bronchitis responden yang tidak menderita Bronkitis
namun perkembangan emfisema pada usia meskipun mempunyai riwayat keluarga
muda jika mereka merokok dan yang tidak menderita, hal ini disebabkan karena
merokok terjadi penurunan faal paru baiknya pemahaman responden tentang
dengan cepat pada defisiensi α1-antitripsin Bronkitis sehingga responden berupaya
varian Z bentuk homozigot (ZZ). untuk menghindari faktor risiko terjadinya
Penelitian menunjukkan bahwa Bronkitis misalkan mengkonsumsi
seseorang dengan defisiensi α1-antitripsin makanan yang bergizi.
mempunyai risiko mengidap emfisema Hasil penelitian dipeolah nilai Odds
4,37 kali dan bronkitis kronik sebesar 3,09 Ratio (OR) = 9,371 pada LL-UL (4,438-
kali lebih tinggi dibanding subjek normal. 19,786), hal ini menunjukkan bahwa
Defisiensi α1-antitripsin disertai merokok seseorang yang memiliki riwayat keluarga
akan meningkatkan risiko emfisema lebih berisiko menderita Bronkitis sebesar
menjadi 10,67 kali dan bronkitis kronik 9,371 dibandingkan seseorang yang tidak
menjadi 9,59 kali lebih tinggi dibanding memiliki riwayat keluarga di wilayah kerja
subjek normal. Puskesmas Mekar tahun 2018.
Dengan penurunan kadar α1- Sejalan dengan penelitian Dwita
antitripsin di bawah 35% nilai normal (150 Oktaria (2015) yang menyatakan bahwa
- 350 mg/dL) menyebabkan proteksi pada perokok yang menderita emfisema,
terhadap jaringan parenkim paru defisiensi alfa-1 antitripsin dapat
berkurang, maka semakin risiko memperburuk keadaan.
penghancuran dinding alveoli, dan
akhirnya menimbulkan emfisema paru. b. Jenis Pekerjaan
Pelepasan chemoattractant leukotrien B4 Pada pekerja buruh kasar pada
(LTB4) diawali oleh aktivasi neutrofil penelitian ini adalah pekerja bangunan.
jalan napas menyebabkan pelepasan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
elastase neutrophil yang merangsang dari 76 responden kelompok kasus yang
makrofag dan hal ini berpeluang merusak paling banyak adalah yang mempunyai
jaringan ikat. pekerjaan buruh kasar sebanyak 43
Hasil analisis risiko riwayat keluarga responden (56,6%). Pekerjaan sebagai
terhadap kejadian Bronkitis, diperoleh buruh kasar memiliki tingkat keterpaparan
bahwa dari 76 responden yang menderita asap atau debu yang sangat tinggi dan hal
Bronkitis, terdapat responden yang tidak ini yang memberikan peluang terjadinya
memiliki riwayat keluarga sebanyak 15 batuk dan merangsang terjadinya penyakit
responden (19,7%). Hal ini disebabkan saluran pernapasan.
karena banyak faktor lain yang Debu dari bahan bangunan terutama
memengaruhi kejadian Bronkitis sehingga semen atau pasir menyebabkan reflek
meskipun penderita tidak berasal dari batuk atau spasme laring. Bronkitis toksik
keluarga yang memiliki riwayat penyakit atau asma dapat terjadi jika debu ini
Bronkitis tetapi tetap menderita sakit menembus ke dalam paru-paru. Dengan
seperti penjelasan di atas bahwa peluang meningkatkan produksi mucus maka para
sakit pada individu yang memiliki riwayat pekerja buruh kasar menjadi toleran
keluarga sakit Bronkitis akan mempunyai terhadap paparan iritan berkadar rendah.
risiko tinggi jika infeksi hidung/rhinitis. Besar kecilnya molekul debu dan aerosol
Hasil wawancara dengan beberapa akan sangat menentukan apakah nantinya
responden menunjukkan bahwa responden partikel tersebut mampu dikeluarkan

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 8 No.1, Nopember 2019 5


ISSN Cetak 2303-1433
ISSN Online: 2579-7301
kembali dari saluran pernapasan atau sehingga efek derajat keterpaparan
tidak. diameter partikel kurang dari 15 terhadap debu pekerjaan dapat
mikron akan tertangkap oleh mukosa diminimalisir.
pernapasan yang lebih rendah dn tertelan Menurut peneliti masih adanya
sedangkan partikel ukuran lebih besar, responden yang tidak menderita Bronkitis
tidak mampu melewati saluran napas atas meskipun mempunyai pekerjaan sebagai
(WHO, 1995). Menurut WHO (1995) buruh kasar, hal ini disebabkan
disebutkan bahwa penggunaan alat pemahaman responden yang sudah baik
pengaman diri (APD) dapat tentang penggunaan alat pelindung diri
meminimalkan dampak timbulnya terutama masker saat bekerja atau di
penyakit akibat kerja. tempat kerja.
Salah satu faktor yang berhubungan Hasil penelitian dipeolah nilai Odds
langsung dengan kejadian Bronkitis pada Ratio (OR) = 2,823 pada LL-UL (1,455-
pekerja buruh kasar adalah penggunakan 5,479), hal ini menunjukkan bahwa
alat pelindung diri terutama masker. seseorang yang memiliki pekerjaan buruh
Dalam hal ini penggunaan masker sebagai kasar lebih berisiko menderita Bronkitis
alat pengaman diri pada saat bekerja, dapat sebesar 2,823 dibandingkan seseorang
mengurangi paparan debu dari bahan yang bukan buruh kasar di wilayah kerja
bangunan terutama semen dan pasir. Debu Puskesmas Mekar tahun 2018.
dapat ditangkap atau dicegah dengan Didukung oleh penelitian Marsaid dkk
menggunakan masker, minimal masker (2008) bahwa pekerjaan sebagai buruh
yang terbuat dari kain kasa dan akan lebih kasar berisiko lebih besar dibandingkan
baik lagi menggunakan respirator setengah individu yang bekerja bukan sebagai buruh
masker. kasar.
Hasil observasi peneliti terhadap
kondisi para pekerja buruh kasar di c. Kebiasaan Merokok
lapangan memang dominan tidak Pada variabel kebiasaan merokok
menggunakan masker saat bekerja tetapi ditemukan responden kelompok kasus
ada pula yang mengganakan masker yang paling banyak adalah perokok berat
meskipun setelah diwawancarai para sebanyak 50 responden (65,8%) dan yang
pekerja tersebut tidak rutin paling sedikit adalah perokok ringan
menggunakannya. sebanyak 26 responden (34,2%).
Hasil analisis risiko pekerjaan Sedangkan pada kelompok kontrol yang
terhadap kejadian Bronkitis, diperoleh paling banyak adalah perokok ringan
bahwa ada responden yang menderita sebanyak 57 responden (75%) dan yang
Bronkitis, tetapi bukan buruh kasar paling sedikit adalah perokok berat
sebanyak 33 responden (43,4%). Hal ini sebanyak 19 responden (25%).
disebabkan karena juga mempunyai Pada tabel 3.2 menunjukan bahwa dari
keterpaparan terhadap pekerjaannya seperi 76 responden kelompok kasus yang paling
petani dan wiraswasta. Dalam menjalani banyak adalah perokok berat sebanyak 50
pekerjaannya baik petani maupun responden (65,8%) dan yang paling sedikit
wiraswasta sering berhubungan dengan adalah perokok ringan sebanyak 26
debu yang secara teoritis akan berpotensi responden (34,2%). Hasil pengumpulan
atau berpeluang menderita batuk atau data menunjukkan bahwa dominan
Bronkitis. responden kasus sudah mempunyai
Ada pula responden yang tidak kebiasaan merokok sebelum sakit dengan
menderita Bronkitis meskipun bekerja karakter seperti merokok lebih dari 10
sebagai buruh kasar, hal ini disebabkan tahun, termaksud perokok berat karena
karena banyak buruh kasar sering kali menghabiskan 15-20 batang sehari, dan
menggunakan masker dalam bekerja mengisap rokok dengan dalam dan banyak

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 8 No.1, Nopember 2019 6


ISSN Cetak 2303-1433
ISSN Online: 2579-7301
pula responden kasus merokok jika sedang Hasil penelitian menunjukkan hasil
berkumpul dengan teman-temannya. analisis risiko kebiasaan merokok terhadap
Berbagai penelitian tentang bahaya kejadian Bronkitis, diperoleh responden
asap rokok sudah banyak dilakukan. yang menderita Bronkitis, tetapi tidak
Dampak asap rokok terhadap penurunan memiliki kebiasaan merokok sebanyak 26
daya imunitas penderita gangguan saluran responden (34,2%). Hal ini disebabkan
pernapasan diakibatkan oleh karena karena kurangnya aliran udara yang
nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen bersirkulasi akibat ventilasi yang tidak
oksida, hidrogen sianida, amonia, acrolein, memenuhi standar. Kurangnya aliran udara
acetilen, benzoldehide, urethane, dalam rumah meningkatkan kadar CO2
methanol, conmarin, 4-ethyl cathecol, dan meningkatkan kelembaban udara yang
orteresorperyline, dan lain-lain merupakan media yang baik untuk bakteri
menyebabkan silia akan mengalami patogen. Alasan ini yang menyebabkan
kerusakan dan mengakibatkan penularan penyakit Bronkitis dalam
menurunnya fungsi ventilasi paru yang keluarga (Agus S. dan Arum P., 2005).
pada akhirnya akan menimbulkan berbagai Ada pula 19 responden (25%) yang
manifestasi klinik khusunya rangsangan tidak menderita Bronkitis meskipun
terhadap sel goblet untuk menghasilkan sebagai perokok berat, hal ini berhubungan
produksi mucus lebih banyak sehingga dengan usia merokok yang lebih dewasa
muncullah respon batuk pada penderita dan jumlah rokok yang dihisap dalam
bronchitis (Garcia et al, 2018). sehari belum dapat menimbulkan efek
Asap rokok dapat mengakibatkan negatif. Responden yang memiliki
menurunnya imun. Kerusakan dari saluran kebiasaan merokok tetapi masih dalam
napas disertai dengan menurunnya taraf tertoleransi oleh tubuh, hal ini sesuai
imunitas tubuh dapat menyebabkan dengan teori bahwa dampak rokok akan
mudahnya terjadi infeksi pada saluran terasa setelah responden merokok lebih
pernapasan. dari 10 tahun(Mustafa (2005, dalam
Hal ini sesuai dengan pendapat Suradi Firdaus 2010) Menurut peneliti masih
(2007) bahwa kejadian bronchitis kronis adanya responden yang tidak menderita
berhubungan linear dengan kebiasaan Bronkitis meskipun mempunyai kebiasaan
merokok di masyarakat yakni dapat merokok, hal ini disebabkan pemahaman
dijelaskan dengan prinsip dose respons, responden yang sudah baik tentang efek
artinya semakin banyak jumlah batang merokok terhadap kesehatan sehingga
rokok yang dihisap dan makin lama masa dalam mengkonsumsi rokok hanya sekedar
waktu menjadi perokok, maka semakin merokok sehingga tidak sampai
besar risiko untuk mengalami Bronkitis membahayakan diri sendiri.
kronik. Hasil penelitian dipeolah nilai Odds
Didukung pula hasil penelitian Pahwa Ratio (OR) = 5,769 pada LL-UL (2,856-
et al (2017) menyatakan bahw seseorang 11,652), hal ini menunjukkan bahwa
yang terpapar asap rokok dan obesitas seseorang yang memiliki kebiasaan
lebih berisiko menderita bronchitis kronik merokok lebih berisiko menderita
disbanding yang tidak terpapar asap rokok Bronkitis sebesar 5,769 dibandingkan
dan tidak obesitas (p value = 0,000). seseorang yang tidak memiliki kebiasaan
Secara deskriptif hasil penelitian ini merokok di wilayah kerja Puskesmas
sejalan dengan penelitian Rinaldi Togap Mekar tahun 2018. Penelitian ini
yang menunjukkan bahwa sebanyak 61,7% menunjukkan adanya hubungan dose-
(127 orang) proporsi riwayat merokok respons yang artinya bahwa ketika dosis
penderita Bronkitis dan sisanya sebanyak merokok ditingkatkan maka risiko
38,3% menderita bronkitis tetapi tidak menderita Bronkitis akan semakin besar
merokok. peluangnya.

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 8 No.1, Nopember 2019 7


ISSN Cetak 2303-1433
ISSN Online: 2579-7301
Riset ini sejalan dengan penelitian rokok melalui berbagai media
Vina astriana dkk (2015) yang menyatakan promosi,
bahwa ada hubungan signifikan antara dan menghimbau pemerintah agar
paparan asap rokok dengan kejadian menertibkan iklan-iklan produk rokok.
Bronkitis di Wilayah kerja Puskesmas 3. Bagi lahan penelitian diharapkan
Sungai Duri Kabupaten Bengkayang (p kepada pemilik industri untuk lebih
value = 0,102; OR = 3,000). Sejalan pula meningkatkan pengawasan terhadap
dengan penelitian kaunang (2012) di kedisiplinan penggunaan masker dan
Wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan mengadakan kerja sama dengan
Kabupaten Minahasa dengan nilai p = 0,8 petugas kesehatan untuk mengadakan
yang menunjukan bahwa tidak adanya penyuluhan atau pemeriksaan
hubungan yang signifikan kejadian kesehatan secara berkala terhadap
pneumonia pada balita dengan kebiasaan para pekerja sebagai upaya preventif
merokok. dan deteksi dini penyakit akibat kerja.
Keterpaparan asap rokok sangat tinggi
pada saat berada di dalam rumah, anak dan KEPUSTAKAAN
anggota keluarga yang berada di dalam Adha, R.N, 2012. Faktor yang
rumah lebih mudah dan lebih sering Memengaruhi Kejadian Gangguan
menderita gangguan pernapasan Fungsi Paru Pada Pekerja Pengangkut
dibandingkan orang yang merokok. Asap Semen di Gudang Penyimpanan
rokok yang ditimbulkan akan terhirup oleh Semen Pelabuhan Malundung Kota
anak secara langsung. Oleh karena untuk Tarakan, Kalimantan Timur. Sumber :
mengurangi kasus bronkitis dan tidak https://core.ac.uk/download/pdf/25491
terjadinya kasus bronkitis maka perlu 424.pdf
diperhatikan tempat atau ruangan untuk Agus S. dan Arum P., 2005. Karakteristik
merokok, sebaiknya merokok tidak di Penderita Bronkitis Kronik Dewasa
dalam rumah apalagi di dekat balita dan Rawat Inap Di Rumah Sakit Santa
meminimalisir kebiasaan merokok bagi Elisabeth Medan Tahun 2003- 2004.
anggota keluarga yang merokok. FKM,USU.
Astriana dkk. 2015. Paparan asap rokok
SIMPULAN dengan kejadian Bronkitis di Wilayah
kerja Puskesmas Sungai Duri
Penelitian ini menyimpulkan bahwa Kabupaten Bengkayang
riwayat keluarga, pekerjaan dan kebiasaan Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Edisi
merokok berpengaruh terhadap kejadian Revisi. Jakarta : Rineka Cipta.
Bronkitis Cohen J., Powderly W., Opal S. Infectious
SARAN Diseases. 3rd ed. Mosby (Elsevier);
1. Puskesmas hendaknya membuat Philadelphia, PA, USA: 2010.
program khusus pencegahan bronkitis Bronchitis, Bronchiectasis, and Cystic
untuk meminimalisir kejadian Fibrosis; pp. 276–283. Chapter 33
Bronkitis di Wilayah kerja Puskemas Dinkes Kota Kendari. 2018. Profil
Mekar Kota Kendari Kesehatan Kota Kendari. Kendari
2. Agar pemerintah bersedia untuk Sulawesi Tenggara
menyediakan tempat-tempat khusus Garcia MG, Caballero, Jaramilo, Duque,
bagi mereka yang merokok terutama 2018. Chronic bronchitis: High
di tempat –tempat umum, prevalence in never smokers and
mengadakan penyuluhan mengenai underdiagnosis— A population-based
bahaya merokok terhadap kesehatan study in Colombia. Chronic
paru kepada masyarakat dan juga Respiratory Disease Journal.
memperbanyak iklan kampanye anti https://doi.org/10.1177/14799723187

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 8 No.1, Nopember 2019 8


ISSN Cetak 2303-1433
ISSN Online: 2579-7301
69771. Puskesmas Sungai Duri Kabupaten
https://journals.sagepub.com/doi/full/ Bengkayang.
10.1177/1479972318769771 Suradi. 2007. Pengaruh Rokok Pada
Harnpicharnchai 2006, ‘A Study of Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Factors Affecting The Pulmonary (PPOK) Tinjauan Patogenesis, Klinis,
Function Impairment of Rice Mill Dan Sosial. Surakarta: Universitas
Workers’ Tesis, University of Sebelas Maret, 2007.
Mahidol Windrasmara, 2012. Hubungan Antara
Jemadi, 2013. Karakteristik Penderita Derajat Merokok dengan Prevalensi
Bronkitis Yang Dirawat Jalan PPOK dan Bronkitis Kronik di
Berdasarkan Kelompok Umur ≥ 15 BBKPM Surakarta.
Tahun di RSU DR.Ferdinan Lumban
Tobing Sibolga Tahun 2010-2012.
Karunanayake et al, 2017. Bronchitis and
Its Associated Risk Factors in First
Nations Children. Children Journal.
Volume 12 Nomor 4 Desember 2017.
doi: 10.3390/children4120103.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/art
icles/PMC5742748/
Kaunang. 2012. Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian
Bronkitis di Wilayah kerja Puskesmas
Kawangkoan Kabupaten Minahasa
Kemenkes RI, 2018. Riset Kesehatan
Dasar. Badan Litbangkes Kemenkes
RI. Jakarta
Mejza et al, 2017. Prevalence and burden of
chronic bronchitis symptoms: results
from the BOLD study. Europen
Respiratory Journal. Volume 50.
DOI: 10.1183/13993003.00621-2017.
https://erj.ersjournals.com/content/50/
5/1700621
Pahwa P et al, 2017. Prevalence and
associated risk factors of chronic
bronchitis in First Nations people.
BMC Pulmonary Medicine Journal.
Volume 95.
https://bmcpulmmed.biomedcentral.co
m/articles/10.1186/s12890-017-0432-
4
Oktaria. 2015. Pengaruh Merokok dan
Defisiensi Alfa-1 Antitripsin Terhadap
Progresivitas Penyakit Paru Obstruktif
Kronis (PPOK) dan Emfisema
Selviana dkk, 2015. Hubungan Antara
Lingkungan Fisik Rumah Dan Status
Merokok Dengan Kejadian Bronkitis
Akut Pada Balita di Wilayah Kerja

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 8 No.1, Nopember 2019 9

Anda mungkin juga menyukai